Proses Pembelajaran di Kelas
yang mengarahkan sehingga siswa tetap harus menggunakan nalarnya untuk menyelesaikan LKS. Gambar 4.3 berikut adalah pekerjaan siswa pada tahap
experiencing.
Gambar 4.3 Pekerjaan Siswa Kelompok Eksperimen Pada Tahap
Experiencing
Pada tahap experiencing siswa tidak hanya diminta menyelesaikan masalah namun juga diminta membuat kesimpulan berdasarkan masalah tersebut.
Kesimpulan yang dibuat adalah konsep inti dari materi yang mereka pelajari. Jadi konsep yang dimiliki siswa pada kelompok eksperimen bukanlah hasil menerima
materi yang ‘sudah jadi’ dari guru, melainkan hasil dari menemukan kembali dengan mengolah dan mengaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman yang
mereka miliki. Mengutip kembali apa yang disampaikan Sousa pada pembahasan sebelumnya bahwa
segera terlibat dalam pembelajaran baru, dengan mempraktikkannya, dapat meningkatkan memori pembelajaran tersebut.
1
Artinya, kegiatan experiencing ini dapat memberikan dampak positif terhadap pemahaman
dan memori siswa mengenai materi yang dipelajari.
1
David A. Sousa, Bagaimana Otak Belajar, Jakarta : Indeks, 2012, h. 117.
Tahap selanjutnya adalah applying. Pada tahap ini siswa ditugaskan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari
yang terdapat di LKS. Kemampuan siswa yang dilatih pada tahap ini adalah kemampuan dalam menerapkan konsep matematika yang telah mereka dapatkan
pada berbagai masalah yang relevan dari kehidupan sehari-hari. Dengan berdiskusi kelompok siswa berusaha menyelesaikan masalah yang diberikan.
Namun tidak jarang siswa justru langsung bertanya pada guru jika menemui kesulitan dibanding mendiskusikannya lebih dulu dengan kelompok masing-
masing, terutama pada awal-awal pertemuan. Oleh karena itu guru memberikan bantuan dalam bentuk pertanyaan arahan seperti “apa yang diketahui di soal?
Coba tuliskan dalam bentuk yang lebih sederhana. Kalau jumlah ayam semakin banyak makanannya makin cepat habis atau makin lama? Berarti masalah ini
menggunakan konsep perbandingan apa?”. Dengan bantuan berupa pertanyaan- pertanyaan, siswa tetap melalui proses berpikir dan kegiatan diskusi untuk
menemukan solusinya. Namun bantuan ini dapat membuat cara berpikir siswa lebih terarah dan dapat melihat kaitan antara masalah dengan konsep yang telah
dipelajari. Gambar 4.4 berikut ini adalah contoh pekerjaan siswa pada tahap applying:
Gambar 4.4 Pekerjaan Siswa Kelompok Eksperimen Pada Tahap
Applying
Setelah siswa menyelesaikan LKS pada tahap experiencing dan applying, guru meminta perwakilan dari beberapa kelompok untuk menuliskan dan
menjelaskan jawabannya di depan kelas. Proses ini dilakukan untuk melatih rasa percaya diri dan tanggung jawab siswa atas hasil pekerjaannya. Pada awal-awal
pertemuan sangat sulit meminta siswa untuk mau mempresentasikan hasil pekerjaannya. Siswa selalu menolak saat ditunjuk untuk melakukan presentasi di
depan kelas. Kebanyakan siswa beralasan malu dan takut jawabannya salah. Akhirnya peneliti harus membujuk siswa dan meyakinkannya agar mau
melakukan presentasi. Pada pertemuan berikutnya guru menyampaikan bahwa siswa yang bertugas melakukan presentasi akan ditunjuk secara acak agar siswa
mengikuti proses diskusi dengan serius dan berusaha memahami pekerjaannya. Secara bertahap, siswa mulai terbiasa dengan kegiatan presentasi, sehingga tidak
sulit lagi meminta mereka mempresentasikan pekerjaannya. Bahkan pada pertemuan-pertemuan akhir siswa kerap kali mengajukan diri untuk presentasi.
Peran guru adalah memberikan klarifikasi dan verifikasi atas apa yang disampaikan siswa verifying and clarifying student understanding. Guru
menguatkan kembali jawaban siswa yang sudah tepat dan meluruskan jawaban yang kurang tepat untuk menghindari terjadinya miskonsepsi. Gambar 4.5 berikut
adalah gambaran suasana pembelajaran di kelompok eksperimen.
Gambar 4.5 Kegiatan Pembelajaran di Kelompok Eksperimen
Tahap terakhir adalah transferring, yaitu siswa diberikan masalah-masalah yang membutuhkan kemampuan siswa dalam menransfer materi pelajaran.
Transfer yang dimaksud adalah menerapkan konsep yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan berbeda dari yang sudah ia temui pada tahap sebelumnya.
Masalah yang diberikan berkaitan dengan mata pelajaran lain atau dengan topik matematika lain yang lebih kompleks. Tahap transferring dalam pembelajaran
dapat membantu siswa terlatih untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks dan memiliki kaitan yang luas. Selanjutnya di akhir pembelajaran guru
mengajak siswa untuk membuat kesimpulan dan menyebutkan konsep dan gagasan penting yang telah mereka pelajari inviting student to contribute clues.
Gambar 4.6 berikut adalah contoh pekerjaan siswa pada tahap transferring.
Gambar 4.6 Pekerjaan Siswa Kelompok Eksperimen Pada Tahap
Transferring
Dari proses pembelajaran menggunakan strategi REACT dengan teknik Scaffolding seperti dijabarkan di atas terlihat bahwa siswa dibiasakan untuk
mengkonstruksi sendiri konsep yang akan dipelajari serta dilatih untuk dapat memahami masalah dengan melihat kaitan materi pelajaran dengan konsep
lainnya. Hal ini sejalan dengan penelitian Dwi Ratna Wulandari yang berjudul Pengaruh Pembelajaran Kontekstual dengan Strategi REACT Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pada pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT siswa
dilatih untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan menghubungkan berbagai konsep dan keterampilan yang telah dimiliki siswa sehingga kemampuan
pemecahan masalah siswa semakin baik. Begitupula hasil penelitian berjudul Pengaruh Teknik Scaffolding Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa yang dilakukan Ita Falina Hapsari. Hal penelitian menyatakan bahwa pembelajaran dengan teknik Scaffolding dapat membantu siswa memahami
masalah, merencanakan dan melaksanakan strategi penyelesaian serta memeriksa kembali hasil penyelesaian.
Pada kelompok kontrol, pembelajaran dilaksanakan secara konvensional dengan strategi ekspositori. Pembelajaran ini lebih menempatkan guru sebagai
pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi tanpa ada proses mengolah atau menemukan kembali. Siswa pada kelompok kontrol diberikan
LKS, namun bukan sebagai alat bantu dalam menemukan konsep, tapi lebih kepada sarana untuk latihan siswa. Pada kelompok kontrol, materi pelajaran
disampaikan terlebih dahulu oleh guru, kemudian diberikan contoh-contoh soal, lalu dilanjutkan dengan menyelesaikan soal-soal yang ada pada LKS dan setelah
itu dibahas bersama. Siswa pada kelompok kontrol belajar secara individu. Kalaupun terjadi proses diskusi hanya antar teman sebangku, dan lebih kepada
saling mencocokkan jawaban bukan kegiatan diskusi untuk menemukan konsep ataupun menyelesaikan masalah.