Strategi Pembelajaran REACT Strategi Pembelajaran REACT Dengan Teknik Scaffolding

Berbagai hasil riset menunjukkan bahwa segera terlibat dalam pembelajaran baru, dengan mempraktikkannya, dapat meningkatkan memori pembelajaran tersebut. 23 Artinya, dengan siswa terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan belajar, pengetahuan tersebut akan lebih kuat terpatri dalam memori siswa karena siswa tidak hanya menghapal pengetahuan yang sudah ada melainkan mengkonstruksinya sendiri sehingga menjadi informasi yang ia pahami. Experiencing dapat diterapkan melalui berbagai kegiatan, seperti eksplorasi, percobaan, maupun kegiatan pemecahan masalah yang dapat dikemas dalam bentuk LKS untuk menuntun siswa membangun konsep yang akan dipelajari. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas dan kemandirian belajar siswa karena siswa berusaha membangun pengetahuannya dan tidak hanya menerima pengetahuan yang sudah jadi dari guru. Siswa juga dilatih untuk menggunakan akal pikirannya dan memunculkan ide-ide baru dengan mengerahkan pengetahuan yang telah ia miliki. 3 Applying menerapkan Applying adalah belajar dengan menempatkan konsep-konsep untuk digunakan. 24 Artinya bagaimana konsep-konsep yang telah dipelajari oleh siswa tidak hanya dihapal melainkan dapat digunakan oleh siswa. Hal ini penting agar siswa memahami bahwa apa yang dipelajarinya selama ini tidak hanya menjadi tumpukan informasi yang tidak bermakna, melainkan dapat digunakan dan diterapkan dalam berbagai hal yang relevan. Kemampuan siswa dalam menerapkan atau menggunakan konsep dapat terlihat jika siswa dihadapkan pada kegiatan pemecahan masalah atau proyek. 25 Untuk itu, guru dapat memotivasi dan melatih siswa untuk dapat menerapkan konsep yang telah ia pelajari dengan memberikan latihan-latihan yang relevan dan realistik dari kehidupan sehari-hari. 23 David A. Sousa, Bagaimana Otak Belajar, Jakarta: Indeks, 2012, h. 117. 24 Crawford, op. cit., h. 8. 25 Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2013, h. 93. 4 Cooperating bekerja sama Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, seringkali persoalan atau kegiatan pemecahan masalah yang diberikan dianggap sulit oleh siswa, terutama jika diselesaikan secara individual. Berbagai kegiatan pemecahan masalah terutama yang berkaitan dengan situasi dunia nyata tidak jarang membuat siswa merasa frustasi karena mereka berpikir bahwa mereka tidak bisa menyelesaikannya. Dalam mengatasi masalah seperti ini, salah satu hal yang dapat dilakukan guru adalah dengan membiasakan kegiatan pembelajaran di kelas dalam bentuk kerjasama, yaitu cooperating. Cooperating mencakupi suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. 26 Cooperating yang diterapkan dalam pembelajaran tidak hanya membantu siswa dalam hal penguasaan materi pelajaran tapi juga menanamkan nilai bahwa keberhasilan akan lebih dapat dicapai melalui kerjasama. 5 Transferring mentransfer Transferring adalah menggunakan pengetahuan ke dalam suatu konteks atau situasi baru yang belum tercakup dalam pembelajaran di kelas. 27 Artinya siswa mampu menerapkan apa yang mereka pelajari dari satu situasi ke situasi yang baru. Dalam konteks matematika, transfer terjadi ketika siswa telah mempelajari suatu konsep matematika kemudian dapat menggunakannya untuk menyelesaikan permasalahan matematis dalam berbagai bidang lain. Transferring dapat diwujudkan dengan mengondisikan siswa dengan berbagai pengalaman belajar. 28 Bentuk kegiatan yang terdapat pada strategi ini berupa kegiatan pemecahan masalah yang sifatnya baru bagi siswa. Masalah yang baru ini berarti bahwa masalah tersebut berbeda dari masalah yang biasanya diberikan pada siswa, yang menuntut siswa untuk dapat memroses informasi secara menyeluruh untuk mendapatkan makna dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah didapatnya selama pembelajaran. Dalam hal 26 Erman Suherman, dkk., op. cit, h. 218. 27 Crawford, op. cit., h. 14. 28 Ridwan Abdullah Sani, op. cit., h. 93. ini, guru dapat memberikan permasalahan yang memiliki konteks dan kombinasi konsep yang lebih kompleks, maupun yang memiliki kaitan dengan konsep pada mata pelajaran lain. Berdasarkan uraian di atas, strategi pembelajaran REACT adalah strategi yang menitikberatkan pada keterlibatan siswa dalam berbagai aktivitas belajar mulai dari mengaitkan, mengalami, menerapkan, bekerja sama, dan mentrasfer pengetahuan.

b. Teknik Scaffolding

Dalam strategi pembelajaran REACT, siswa didorong untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan belajar, seperti mengaitkan, mengalami, menerapkan, bekerja sama hingga mentransfer pengetahuan. Namun, dalam prosesnya siswa diberikan bantuan yang terstruktur sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Bantuan tersebut dikenal dengan scaffolding. 1 Teori Vigotsky Teori Vygotsky yang juga dikenal sebagai teori konstruktivisme sosial dirumuskan oleh seorang psikolog Rusia Lev Semenovich Vygotsky yang berkembang di dunia Barat pada awal tahun 1960-an. Teori Vygotsky menyatakan bahwa pengetahuan dan perkembangan kognitif terbentuk melalui internalisasi atau penguasaan proses sosial. 29 Teori tersebut menunjukkan bahwa Vygotsky menekankan pentingnya pemanfaatan lingkungan yang diwujudkan dalam suatu interaksi sosial dalam pembelajaran. Asumsi pokok dari teori Vygotsky adalah “what the child can do in cooperation today he can do alone tomorrow”. 30 Yang berarti apa yang dapat dilakukan oleh anak-anak dengan bekerja sama pada hari ini, ia akan dapat melakukannya sendiri di masa mendatang. Pernyataan ini mengandung makna bahwa fungsi mental anak dapat berkembang menuju tingkat yang lebih tinggi melalui interaksi sosial. Ketika seorang anak belum menguasai sesuatu, 29 Ibid, h. 19. 30 Warsono dan Hariyanto, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen, Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2012, h. 59. kemudian ia terlibat dalam suatu interaksi sosial yang dapat membantunya dalam membangun pemahaman, maka perkembangan kognitifnya akan meningkat sehingga kelak ia akan dapat melakukannya sendiri tanpa lagi membutuhkan bantuan orang lain. Upaya mengimplementasikan teori Vigotsky dalam pembelajaran artinya kita perlu mengupayakan terciptanya suatu lingkungan yang kondusif bagi proses perkembangan kognitif anak. Lingkungan yang kaya akan berbagai fitur dan memfasilitasi terjadinya interaksi sosial yang positif dapat merangsang siswa untuk tertarik mempelajari dan membangun suatu konsep dan menginternalisasi pemahaman dalam dirinya. Salah satu konsep dari teori Vygotsky adalah mengenai Zone Of Proximal Development atau ZPD. ZPD adalah daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. 31 The zone of proximal development is defined as the distance between the actual development level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under or in collaboration with more capable peers Lipscomb,2004. 32 Artinya, ZPD didefinisikan sebagai daerah antara tingkat perkembangan aktual yang ditandai dengan kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang ditandai melalui kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan atau dengan berkolaborasi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih terampil. Sehingga dapat dikatakan bahwa batas bawah dari ZPD adalah tingkat pengetahuan yang dapat dicapai oleh anak secara mandiri, sedangkan batas atasnya adalah tingkat pengetahuan yang dapat dicapai siswa melalui bantuan orang lain yang lebih terampil. Dalam pembelajaran guru perlu mengetahui ZPD siswa sehingga dapat menyesuaikan tugas-tugas dan instruksi yang diberikan. Mengetahui ZPD 31 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007, h. 27. 32 Djwantoro Hardjito, “The Use of Scaffolding Approach to Enhance Students’ Engagement in Learning Structural Analysis”, International Education Studies, vol 3 No. 1 Petra Christian University, Surabaya, 2010, h. 131. siswa dapat dilakukan dengan memberikan tugas-tugas dengan tingkat kesulitan yang beragam sehingga dapat diketahui tugas-tugas mana yang dapat diselesaikan siswa seorang diri dan tugas yang dapat diselesaikan siswa dengan bantuan dari guru maupun temannya. Konsep mengenai ZPD inilah yang kemudian mengarahkan pada istilah scaffolding. 2 Teknik Scaffolding Scaffolding dipercaya mampu membantu anak dalam mencapai ZPD. Teori scaffolding pertama kali diperkenalkan oleh Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif pada akhir tahun 1950-an. Istilah scaffolding sendiri pertama kali digunakan oleh Wood, dkk pada tahun 1976 yang mengartikannya sebagai dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. 33 Istilah scaffolding berasal dari istilah dalam ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga yang memudahkan pekerja membangun gedung. 34 Kerangka sementara, artinya tidak digunakan terus menerus. Scaffolding digunakan pada masa-masa awal pembangunan, kemudian saat konstruksi bangunan sudah jadi scaffolding tidak lagi diperlukan. Scaffolding dalam implementasinya di bidang pendidikan memiliki makna yang sejalan dengan scaffolding dalam ilmu teknik sipil. Sejumlah pakar mendefinisikan scaffolding sebagai bimbingan yang diberikan pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang positif. 35 Ketika siswa menemui kesulitan untuk beranjak dari level kognitif yang dimilikinya saat ini, ia memerlukan bantuan scaffolding dari guru atau teman yang lebih terampil. Ketika ia sudah mampu membangun struktur pengetahuan yang lebih tinggi tersebut, maka ia sudah tidak lagi memerlukan scaffolding. Scaffolding diperlukan lagi ketika ia 33 Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Gaung Persada Press, 2011, h. 166. 34 Ibid, h. 165. 35 Ibid. kembali menemui kesulitan untuk mencapai level kognitif yang lebih tinggi lagi. Scaffolding dianalogikan sebagai jembatan yang dapat mengantarkan dan membantu siswa untuk membangun kemampuan kognitif baru berdasarkan pengetahuan terdahulu yang telah dimilikinya. Penafsiran terkini terhadap ide- ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. 36 Jadi, guru perlu hadir untuk memberikan bantuan dan dukungan bagi siswa, terutama di masa-masa awal proses belajarnya sehingga ia dapat mencapai level kognitif yang lebih tinggi. Bantuan yang diberikan hanya berupa arahan atau media dalam menyelesaikan tugas namun tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas tetap berada pada siswa. Seiring dengan kemampuan siswa yang semakin meningkat, tingkat bantuan yang diberikan semakin dikurangi hingga siswa akhirnya mencapai kemandirian dalam belajar. Bentuk scaffolding yang dapat diberikan guru dalam pembelajaran beragam. Contoh-contoh aktivitas scaffolding dapat berupa apersepsi dan kontekstualisasi bahan ajar, memberikan pemandu grafis, memberikan isyarat atau petunjuk, memberikan contoh atau teladan, memberikan pertanyaan yang mengaktifkan pengetahuan siswa, panduan awal dalam menyelesaikan tugas, rangkuman, maupun memberikan refleksi di akhir pembelajaran. 37 Diantara berbagai bentuk scaffolding yang dapat diberikan, dialog merupakan sebuah alat scaffolding yang penting dalam zona perkembangan proksimal. Menurut pandangan Vygotsky, anak-anak memiliki konsep-konsep yang kaya, tetapi tidak sistematis, tidak terorganisasi, dan spontan. Dalam sebuah dialog, konsep tersebut bertemu dengan konsep pembimbing yang lebih sistematis, logis, dan rasional. Hasilnya konsep anak menjadi lebih 36 Trianto, loc. cit. 37 Warsono dan Hariyanto, op. cit., h. 62.