62
meskipun kepingan pecahan kurang tebal, tidak berpengaruh pada antusianisme siswa W2S4B187-198. Menurut narasumber Z, alat peraga bentuknya bagus
W2S3B1 dan memahami pelajaran menjadi lebih mudah W2S3B8. Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga, narasumber Z satu
kelompok dengan narasumber K dan narasumber R. Semua anggota menggunakan alat peragaW2S3B16. Hal tersebut keluar dari pernyataan narasumber Z dan
narasumber K W2S1B21. Guru menambahkan bahwa ada beberapa siswa yang belum menggunakan alat peraga sehingga guru membimbing siswa agar siswa
mampu mengoperasikan alat peraga W2S4B251-258 meskipun siswa sudah baik dalam menggunakan alat peraga W2S4B211-232. Siswa juga sudah
mampu mengetahui kesalahan jawabannya dari kartu pengendali kesalahan yang terdapat pada kotak pecahan W2S4B287-295. Setelah siswa mengetahui bahwa
kartu pengendali kesalahan itu merupakan jawaban dari pertanyaan soal matematika, siswa jadi malas mencari jawabannya sendiri W2S4B314-335.
4.2.2 Penelitian Setelah Menggunakan Alat Peraga
Peneliti telah memberi penjelasan mengenai pengalaman narasumber setelah menggunakan alat peraga, terkait apa yang dirasakan, kendala, dan
manfaat yang diperoleh dikaitkan dengan karakteristik alat peraga Montessori.
4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah Menggunakan Alat Peraga Berbasis
Montessori
Pengalaman baru narasumber menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika. Guru sebelumnya sudah pernah melihat alat peraga
matematika yang mirip dengan alat peraga berbasis Montessori mungkin cara penggunaannya saja yang merupakan pengalaman baru yang dirasakan guru,
seperti yang dikatakannya, “Alat peraga pecahan itu mirip ya mbak, memang seperti itu jadi bulat trus dijadikan pecahan-pecahan, di sekolah sudah ada tapi
kalo metodenya kan ini dengan e..apa namanya menukar-menukar ya mbak begitu, kalo yang seperti itu baru caranya saja mungkin, cara penggunaannya saja
baru menemukan sekarang ini, tapi kalo dilihat dari bentuk-bentuknya saya sudah pernah melihat dan menggunakannya
” W2S4B336-346, namun siswa sebelumnya belum pernah melihat apalagi menggunakan alat peraga berbasis
Montessori W2S1B6 dan W2S2B10. Dua dari tiga narasumber mengaku PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
senang pertama kali melihat alat peraga tersebut dan langsung ingin menggunakannya W2S1B4 dan W2S3B7, namun berbeda hal yang dirasakan
oleh narasumber R yaitu dia merasa bingung ketika melihat alat peraga karena menurutnya memang sebelumnya guru belum pernah menggunakan alat peraga
apalagi alat peraga berbasis Montessori dalam pembelajaran matematika W2S2B10. Setelah mendapatkan bimbingan dari guru mengenai bagaimana
cara penggunaan alat peraga, narasumber R langsung ingin menggunakannya dan merasa tertarik W2S2B36. Hal tersebut terbukti ketika selama pembelajaran
matematika berlangsung, narasumber R selalu memegang alat peraga sambil melihat lembar soal LKS O1S2B136-137. Setelah guru menghampiri ke meja
kelompok dari ketiga narasumber tersebut, mereka memperhatikan ketika guru menjelaskan cara penggunaan alat peraga. Narasumber R terlihat sangat tertarik
dan sibuk dengan alat peraga yang ada di depannya O1S2B150-151. Hal yang berbanding terbalik dengan narasumber K dan narasumber Z yang mengaku
senang dan dengan menggunakan alat peraga jadi lebih paham, namun pada kenyataannya ketika pembelajaran menggunakan alat peraga kedua narasumber
tersebut terlihat kurang aktif dalam menggunakan alat peraga. Ketika narasumber R selalu aktif mengoperasikan alat peraga setelah mendapat penjelasan guru
mengenai bagaimana mengoperasikannya, sedangkan narasumber Z hanya sesekali menggunakannya dan narasumber K lebih banyak diam serta tidak sering
memegang alat dan terlihat bingung O1S1,S2,S3B156-157. Narasumber Z lebih banyak melakukan aktivitas lain seperti memukul-mukul pensil ke meja.
Narasumber R aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru O1S2B142, sedangkan narasumber K dan narasumber Z hanya mengikuti
perintah dari guru O1S3B148. Narasumber K dan narasumber Z mengaku semua kelompok menggunakan alat peraga W2S1B21, W2S3B16, namun
ketika pembelajaran berlangsung terlihat ada beberapa orang dari kelompok terlihat tidak menggunakan alat peraga O1B159. Hal tersebut juga
dikemukakan oleh narasumber R yang mengaku ada beberapa orang dari kelompoknya yang menggunakan alat peraga dan ada juga yang menggunakan
alat peraga W2S2B26. Guru menambahkan ketika awal penggunaan alat peraga ada beberapa siswa yang tidak menggunakan alat peraga di kelas tersebut,
64
namun guru menghampiri siswa-siswa tersebut dan membimbing siswa menggunakan alat peraga agar siswa merasa tertarik serta mau menggunakan alat
peraga W2S4B251-258. Dilihat dari hasil wawancara dan hasil observasi ada perbedaan dari ketiga narasumber tersebut, narasumber tetap menggunakan alat
peraga meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda O1S1,S2,S3B154-155. Alat peraga kotak pecahan sudah dirancang untuk pembelajaran
matematika materi pecahan. Guru menuturkan, ”Ya bentuknya sesuai, sudah saya bilang di awal bahwa itu sesuai, bentuknya itu sesuai dengan konsep materi
pecahan jadi di sana kan ada satu pecahan ut uh dan sampai satu per duapuluh,”
W2S4B116-170. Guru merasa alat peraga berkontribusi karena sangat membantu guru dalam penanaman konsep pecahan W2S4B112-137.
Narasumber K merasakan kemudahan dalam memahami materi pecahan ketika menggunakan alat peraga berbasis Montessori W2S1B14 bahkan narasumber
ingin menggunakannya di luar jam pelajaran W2S1B53 agar mempermudah dalam menjawab soal W2S1B62. Hal tersebut sama dengan apa yang dirasakan
oleh narasumber R dan narasumber Z W2S2B61, W2S3B62. Guru menyebutkan bahwa alat peraga berbasis Montessori tersebut sudah
bagus dan warnanya juga menarik W2S4B20-26. Hal tersebut sama seperti yang diutarakan oleh narasumber. Ketiga narasumber juga mengaku bahwa alat
peraga bagus karena warnya cerah sehingga menarik W2S1B48, W2S2B45, W2S3B45, namun guru menambahkan bahwa meskipun warna kepingannya
sudah mencolok tetapi kepingan pecahannya kurang tebal. Hal tersebut tidak berpengaruh pada antusias siswa W2S4B187-198.
Guru menemukan adanya kartu pengendali kesalahan pada alat peraga kotak pecahan berbasis Montessori.Di awal penjelasan mengenai bagaimana
menggunakan alat peraga, guru belum mengenalkan siswa dengan penggunaan kartu pengendali kesalahan. Guru merasakan siswa jadi malas mencari jawaban
sendiri ketika guru menjelaskan fungsi kartu pengendali kesalahan. Hal tersebut berdasarkan penutu
ran guru, “Oh ya, jadi sebelum siswa gak tau apa gunanya kartu, ternyata dibalik kartu itu ada jawaban yang benar, mereka itu e..antusias
mbak jadi dikerjakan, nanti sesuai dengan kartu soalnya itu dikerjakan kemudian nanti e..berapa gitu tapi mereka belum tau setelah tau jawabannya itu disebaliknya
65
ada nah itu dari situ mereka malah malah males-malesan gitu loh mbak. Ah jawabannya ini, mereka langsung merangkai angka yang ada dibalik jawaban itu,
tidak ditukar-tukar lagi gitu. Jadi, menurut saya e..kalo tidak diberi tahu jawaban yang benar itu ada disebalik kartu angka justru itu malah akan e.. membuat rasa
ingin tau siswa lebih besar, tapi kalo mereka sudah bisa mengetahui jawaban dari kartu soal disebaliknya itu malah nanti meraka kalo ditanya ini tambah ini berapa?
Langsung kartunya ini dibalik jawabannya ini buk. Gitu ” W2S4B314-335.
Dari data di atas penelitian ini menunjukkan bahwa alat peraga Montessori yang digunakan memiliki karakteristik auto-education. Pada alat peraga ini
ditunjukkan oleh guru ketika merasakan pengalaman baru mengenai bagaimana cara penggunaan alat peraga tersebut meskipun merasa sebelumnya sudah melihat
alat peraga yang mirip dengan kotak pecahan berbasis Montessori. Karakteristik menarik pada alat peraga ini dirasakan oleh narasumber yang mencoba
menggunakan alat peraga meskipun dengan intensitas yang berbeda-beda. Guru dan siswa merasakan kertetarikan dengaan alat peraga berbasis Montessori dalam
pembelajaran matematika. Karakteristik bergradasi pada alat peraga berbasis Montessori ini dikemukakan guru dan siswa yang merasa bahwa alat ini memiliki
warna yang bagus, yaitu merah dan bentuknya yang lentur serta tidak mudah robek meskipun menurut guru kepingan pecahannya kurang tebal, namun tidak
berpengaruh pada antusias siswa dalam menggunakannya. Guru dan siswa juga merasakan kemudahan dalam menggunakan alat peraga tersebut. Menurut guru,
alat peraga tersebut bisa digunakan lebih dari satu kompetensi dasar pada materi pecahan. Bahan yang digunakan pada alat peraga berbasis Montessori tersebut
mudah ditemukan siswa di kehidupan sehari-hari sehingga karakteristik kontekstual pada alat peraga tersebut sudah memenuhi karakteristik alat peraga
Montessori. Karakteristik auto-correction sudah ada pada alat peraga kotak pecahan tersebut berdasarkan apa yang ditemui guru pada alat tersebut. Alat
peraga berbasis Montessori tersebut terdapat kartu pengendali kesalahan sehingga siswa dapat mengetahui kesalahannya melalui kartu tersebut, namun guru
merasakan adanya kekurangan pada kartu tersebut karena menurut guru, siswa jadi malas mengerjakan sendiri setelah tahu bahwa kartu tersebut merupakan kartu
jawaban. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga Montessori