Persepsi guru dan siswa terhadap alat peraga bilangan pecahan berbasis metode Montesssori.

(1)

ABSTRAK

Sulastri, Pani. 2016. PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN PECAHAN BERBASIS METODE MONTESSORI. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama ini penelitian hanya terfokus pada pengembangan alat peraga dan pengaruh alat peraga, padahal dibutuhkan persepsi dari pengguna alat peraga agar memunculkan inovasi baru bagi penelitian pengembangan alat peraga berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori di kelas IV SD Negeri Keceme 1.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini adalah narasumber, yaitu siswa kelas IV B dan guru matematika kelas IV B SD Negeri Keceme 1. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi. Peneliti sendiri merupakan alat penelitian dalam penelitian kualitatif ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengodean, analisis tematik, dan interpretasi data.

Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan alat peraga berbasis Montessori menimbulkan persepsi positif dari guru maupun siswa. Penggunaan alat peraga berbasis Montessori ini merupakan pengalaman baru bagi guru dan siswa. Oleh karena itu, siswa merasa tertarik dengan pembelajaran matematika sehingga membuat guru semakin termotivasi untuk menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Penggunaan alat peraga seharusnya terus dilakukan agar guru maupun siswa dapat terbiasa menggunakan alat peraga berbasis Montessori dalam pembelajaran matematika.


(2)

ABSTRACT

Sulastri, Pani. 2016. THE PERCEPTION OF TEACHERS AND STUDENTS OF MONTESSORI-BASED PROPS FOR FRACTION. Thesis. Yogyakarta : Elementary

Education Study Program, Teaching and Education Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

In recent days, some studies were only focused on developing learning prop and its effects, whereas it also needs to show up the perception results of using those props in order to rise up new innovations for the next prop developed by researchers. This research is aimed at comprehending teachers and students’ perception in using the props of fraction number based on Montessori methods in the fourth grade of SD Negeri Keceme 1.

This research is qualitative research employing phenomenological method. This study aims to determine the perceptions of teachers and students to use the Montessori-based learning props. The research subjects are math teachers of IV B and three students of IV B of SD Negeri Keceme 1. This study also used data collection techniques such as interviews and observation. The researcher is also considered a research tool in this qualitative research. Finally, data analysis techniques used are coding, thematic analysis, and interpretation of the complete data.

This research resulted that there were positive perception of teachers and students in using Montessori-based learning props. The use of Montessori props is a new experience for teachers and students in teaching and learning mathematics. Such experiences will form perceptions of students and teachers themselves. As the result, students were interested and enjoyed learning mathematics and teacher was motivated in using Montessori-based learning props. The use of this prop had to be done continuously so that teachers and students can apply the Montessori-based learning props in learning mathematics.


(3)

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN PECAHAN BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Pani Sulastri NIM: 101134232

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

PERSEPSI GURU DAN SISWA

TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN PECAHAN BERBASIS METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh: Pani Sulastri NIM: 101134232

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan kepada:

 Allah yang telah memberikan rahmatNya kepada saya dan telah melimpahkan kesehatan, perlindunganm serta selalu menjaga dan melindungi saya dimana pun dan kapan pun.

 Bapak Ibuku tercinta, Paino dan Haryani yang selalu mendoakan dan selalu mencintai saya sepanjang hidup saya serta selalu mendukung segala sesuatu yang terbaik untuk saya.

 Kakak saya Hendro Priharno dan Retno Indah Priyani yang selalu memberikan dukungan dan nasihat yang membangun. Tidak lupa juga teruntuk keponakan tercinta Abimanyu yang selalu memberikan semangat dan cerita-cerita lucunya.

 Teman-teman seperjuangan PGSD USD 2010.  Pembaca yang budiaman.


(8)

MOTTO

“Kegagalan tidak akan pernah membunuhmu selama kamu mau berusaha dan membuktikan yang terbaik untuk dirimu sendiri”

“Berbuat baik saja dulu, mau dipandang jelek sekalipun dengan orang lain Tuhan tetap akan menganggapmu baik”

“Jangan pernah meremehkan diri sendiri. Jika kamu tidak bahagia dengan hidupmu, perbaiki apa yang salah dan teruslah melangkah”


(9)

(10)

(11)

ABSTRAK

Sulastri, Pani. 2016. PERSEPSI GURU DAN SISWA TERHADAP ALAT PERAGA BILANGAN PECAHAN BERBASIS METODE MONTESSORI. Skripsi. Yogyakarta : Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama ini penelitian hanya terfokus pada pengembangan alat peraga dan pengaruh alat peraga, padahal dibutuhkan persepsi dari pengguna alat peraga agar memunculkan inovasi baru bagi penelitian pengembangan alat peraga berikutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori di kelas IV SD Negeri Keceme 1.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode fenomenologi. Sumber data dalam penelitian ini adalah narasumber, yaitu siswa kelas IV B dan guru matematika kelas IV B SD Negeri Keceme 1. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi. Peneliti sendiri merupakan alat penelitian dalam penelitian kualitatif ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah pengodean, analisis tematik, dan interpretasi data.

Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan alat peraga berbasis Montessori menimbulkan persepsi positif dari guru maupun siswa. Penggunaan alat peraga berbasis Montessori ini merupakan pengalaman baru bagi guru dan siswa. Oleh karena itu, siswa merasa tertarik dengan pembelajaran matematika sehingga membuat guru semakin termotivasi untuk menggunakan alat peraga matematika berbasis Montessori. Penggunaan alat peraga seharusnya terus dilakukan agar guru maupun siswa dapat terbiasa menggunakan alat peraga berbasis Montessori dalam pembelajaran matematika.


(12)

ABSTRACT

Sulastri, Pani. 2016. THE PERCEPTION OF TEACHERS AND STUDENTS OF MONTESSORI-BASED PROPS FOR FRACTION. Thesis. Yogyakarta : Elementary Education Study Program, Teaching and Education Faculty, Sanata

Dharma University, Yogyakarta.

In recent days, some studies were only focused on developing learning prop and its effects, whereas it also needs to show up the perception results of using those props in order to rise up new innovations for the next prop developed by researchers. This research is aimed at comprehending teachers and students’ perception in using the props of fraction number based on Montessori methods in the fourth grade of SD Negeri Keceme 1.

This research is qualitative research employing phenomenological method. This study aims to determine the perceptions of teachers and students to use the Montessori-based learning props. The research subjects are math teachers of IV B and three students of IV B of SD Negeri Keceme 1. This study also used data collection techniques such as interviews and observation. The researcher is also considered a research tool in this qualitative research. Finally, data analysis techniques used are coding, thematic analysis, and interpretation of the complete data.

This research resulted that there were positive perception of teachers and students in using Montessori-based learning props. The use of Montessori props is a new experience for teachers and students in teaching and learning mathematics. Such experiences will form perceptions of students and teachers themselves. As the result, students were interested and enjoyed learning mathematics and teacher was motivated in using Montessori-based learning props. The use of this prop had to be done continuously so that teachers and students can apply the Montessori-based learning props in learning mathematics.

Keywords: Learning media, Montessori method, teacher's and students’ perception.


(13)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, pada kesempatan ini perkenankan peneliti menyampaikan ucapkan terima kasih dengan hati yang tulus kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Kaprodi PGSD.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. selaku Wakaprodi PGSD.

4. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. selaku pembimbing I yang telah membimbing, memebrikan saran, mengkritik, serta memberikan ide kepada peneliti sehingga penulisan ini dapat selesai. 5. Irine Kurniastuti, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing II telah memberikan

saran, kritikan, ide, serta membimbing dengan penuh kesabaran.

6. Walidi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Keceme 1 yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di sekolah. 7. Siti, S.Pd. selaku guru kelas IV B sekaligus guru matematika kelas IV B

yang telah berpartisipasi dan memberikan bantuan selama melakukan penelitian di sekolah.

8. Siswa Rizky, Kiky, dan Zidan selaku subjek penelitian serta seluruh siswa kelas IVB tahun ajaran 2013/2014 yang telah bekerja sama dengan peneliti selama penelitian berlangsung.

9. Teman PPL di SD Negeri Keceme 1 yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

10.Bapak Paino dan Ibu Haryani, Bapak dan Ibu peneliti yang tanpa henti memberikan doa dan dukungan moral maupun material kepada peneliti sehingga karya ini dapat selesai dengan baik.


(14)

(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… ii

HALAMAN PENGESAHAN……….… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….. iv

HALAMAN MOTTO……….. v

PENYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS….. vii

ABSTRAK……… viii

ABSRACT………. ix

PRAKATA………... x

DAFTAR ISI……… xii

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah………. 1

1.2. Rumusan Masalah……….. 4

1.3. Tujuan Penelitian……… 4

1.4. Manfaat Penelitian……….. 5

1.5. Definisi Operasional……….. 5

BAB II LANDASAN TEORI………. 7

2.1 Kajian Pustaka……… 7

2.1.1 Teori yang mendukung……….. 7

2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak Menurut Piaget………….. 7

2.1.2 Metode Montessori……… 8

2.1.3 Alat Peraga……….. 11

2.1.3.1 Pengertian Alat Peraga……… 11

2.1.3.2 Tujuan Penggunaan Alat Peraga………. 12


(16)

2.1.3.4 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori……… 14

2.1.3.5 Alat Peraga Kotak Pecahan Montessori………. 16

2.1.4 Persepsi………... 17

2.1.4.1 Pengertian Persepsi……… 17

2.1.4.2 Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori 19 2.1.5 Matematika………. 23

2.1.5.1 Hakekat Matematika……….. 23

2.1.5.2 Materi Pembelajaran Matematika di SD……… 24

2.1.5.3 Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan kelas IV SD……….. 25

2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan……… 26

2.1.6.1 Alat Peraga Matematika………. 26

2.1.6.2 Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga……….. 27

2.1.6.3 Pembelajaran dengan Metode Montessori……… 28

2.1.6.4 Skema………. 29

2.2. Kerangka Berpikir……….. 30

BAB III METODE PENELITIAN……… 31

3.1 Jenis Penelitian……….. 31

3.2 Setting Penelitian………... 32

3.2.1 Tempat Penelitian……….. 32

3.2.2 Waktu Penelitian……… 32

3.2.3 Narasumber Penelitian……….. 32

3.2.4 Objek Penelitian……… 34

3.3 Desain Penelitian……….. 34

3.4 Teknik Pengumpulan Data……… 40

3.4.1 Wawancara……… 41

3.4.2 Observasi……….. 43

3.4.3 Dokumentasi……… 45

3.5 Instrumen Penelitian………. 45

3.6 Kredibilitas dan Transferabilitas……….. 47 3.6.1 Uji Kredibilitas ……….……...

3.6.2 Uji Transferabilitas………...

48 50


(17)

3.7 Teknik analisis Data……… 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……… 54

4.1 Pelaksanaan Penelitian……….. 54

4.2 Hasil Penelitian………. 55

4.2.1 Penelitian Sebelum Menggunakan Alat Peraga Montessori……… 55

4.2.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian……….. 55

4.2.1.2 Latar Belakang Narasumber……….. 56

4.2.1.3 Deskripsi Sosio Cultural……… 57

4.2.1.4 Pandangan Narasumber terhadap Alat Peraga ………. 58

4.2.1.5 Kefamiliaran Narasumber terhadap Alat Peraga……... 59

4.2.1.6 Pengalaman Narasumber terhadap Alat Peraga……… 60

4.2.2 Penelitian Setelah Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori……… 61

4.2.2.1 Perasaan Narasumber Setelah Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori………. 61

4.2.2.2 Kendala Narasumber Menggunakan Alat Peraga Berbasis Montessori……… 64

4.2.2.3 Manfaat Alat Peraga Berbasis Montessori………….. 66

4.2 Pembahasan……….. 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……… 73

5.1 Kesimpulan……….. 73

5.2 Keterbatasan Penelitian……… 74

5.3 Saran………. 74

DAFTAR REFERENSI... 75

LAMPIRAN……… 78


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi Walgito………. 20 Gambar 2.2 Gambar persepsi yang telah dimodifikasi………… 21 Gambar 2.3 Literature Map……… 29

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian………. 35


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Perencanaan Observasi………. 37

Tabel 3.2 Tabel Perencanaan Wawancara………. 38

Table 4.1 Tabel Pelakksaan Observasi……….. 54


(20)

DAFTAR LAMPIRAN A. Pedoman Observasi dan Wawancara

Lampiran 3.1 Pedoman Kondisi Soiso Cultural………... 79 Lampiran 3.2 Pedoman Observasi Kegiatan Belajar Mengajar…… 80 Lampiran 3.3 Pedoman Observasi Guru Ketika Menggunakan

Alat Peraga……… 81

Lampiran 3.4 Pedoman Observasi Siswa Ketika Menggunakan

Alat Peraga……… 82

Lampiran 3.5 Pedoman Wawancara Guru Pra Penggunaan Alat

Peraga……… 84

Lampiran 3.6 Pedoman Wawancara Siswa Pra Penggunaan Alat

Peraga………. 86

Lampiran 3.7 Pedoman Wawancara Guru Pasca Penggunaan Alat

Peraga……… 88

Lampiran 3.8 Pedoman Wawancara Siswa Pasca Penggunaan Alat

Peraga……… 92

B. Observasi

Lampiran 4.1 Transkip Sosio Kultural………. 95 Lampiran 4.2 Transkip Observasi Kelas Kegiatan Belajar

Mengajar………... 97 Lampiran 4.3 Transkip KBM Menggunakan Alat Peraga………… 99

C. Wawancara

Lampiran 4.4 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Guru……... 102 Lampiran 4.5 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Kiki (S1)…... 104 Lampiran 4.6 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Rizky (S2)... 106 Lampiran 4.7 Verbatime Wawancara Pra-Penelitian Zidan (S3)…. 107 Lampiran 4.7 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Guru…….. 108 Lampiran 4.8 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Kiki (S1)… 115 Lampiran 4.9 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Rizki (S2).. 117 Lampiran 4.10 Verbatime Wawancara Pasca-Penelitian Zidan


(21)

Lampiran 4.11 Dokumentasi……… 121 Lampiran 4.12 Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Kampus…... 124 Lampiran 4.13 Surat Telah Melaksanakan Penelitian dari Sekolah 125


(22)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dibahas (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Persepsi tak lepas dari pemikiran manusia karena sejatinya manusia memiliki persepsi masing-masing. Persepsi pada hakikatnya adalah proses menuju pemahaman ataupun pemberian makna dari informasi terhadap rangsangan. Dalam hal tersebut dapat berarti bahwa persepsi yang muncul berasal dari apa yang dialami dan dirasakan. Persepsi yang keluar dapat berupa tanggapan, respon, perasaan, maupun pemikiran. Persepsi yang muncul juga bisa beragam, ada persepsi positif dan ada juga persepsi negatif (Muchtar, 2012: 13-14).

Berkaitan dengan pembelajaran di kelas, guru maupun siswa memiliki persepsi sendiri mengenai bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung hingga sampai bisa dipahami siswa dengan baik. Media pembelajaran khususnya pembelajaran matematika yang dirancang dengan sangat baik dapat menarik minat siswa, salah satunya adalah melalui penggunaan alat peraga matematika. Alat peraga merupakan salah satu jembatan guna mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Alat peraga dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat. Alat peraga sangat penting untuk menarik minta belajar siswa dan membuat siswa antusias dengan materi yang diberikan dan dapat meningkatkan prestasi siswa (Sundayana, 2015: 24-25).

Hasil wawancara dengan guru Matematika kelas IV SD N Keceme 1 pada tanggal 14 Januari 2014 menyatakan bahwa penyampaian materi yang biasanya berlangsung menggunakan penjelasan melalui ceramah, tanya jawab, maupun penugasan. Hal ini karena guru tersebut kurang memiliki kemampuan dalam mengembangkan media pembelajaran. Media pembelajaran di sekolah tersebut sebenarnya juga kurang lengkap, namun karena keterbatasan keterampilan juga sehingga membuat alat peraga yang ada tidak pernah digunakan. Beliau hanya menggunakan contoh-contoh sederhana dalam menjelaskan pembelajaran matematika di kelas. Pengakuan guru tersebut didukung oleh wawancara siswa yang mengaku bahwa guru mereka tidak pernah menggunakan alat peraga ketika


(23)

pembelajaran matematika berlangsung. Guru lebih sering menggunakan papan tulis dalam menjelaskan pembelajaran matematika. Ketika diwawancarai, guru juga menyampaikan bahwa metode tanya jawab yang sering digunakan bermanfaat dalam memacu kemampuan siswa dalam memahami materi dan memancing daya konsentrasi siswa.

Dari wawancara tersebut terlihat bahwa alat peraga belum sepenuhnya digunakan dalam proses belajar mengajar. Siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar yang diharapkan bagi pendidik. Papan tulis menjadi sesuatu yang sangat penting dari setiap penejelasan tanpa alat bantu peraga apapun. Kemampuan guru dalam mengembangkan alat peraga juga masih sangat kurang. Guru hanya terfokus pada metode ceramah dan tanya jawab. Meskipun demikian, upaya untuk mengembangkan alat peraga yang dapat membantu pembelajaran di kelas sudah banyak dilakukan, contohnya melalui penelitian alat peraga yang sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian yang dikembangkan diharapkan mampu memberikan gambaran kepada guru terhadap pemanfaatan alat peraga sebagai media pembelajaran yang fungsional. Peneliti menemukan beberapa peneliti yang menggunakan metode research and development (R&D) dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga yang ditujukan untuk membantu pembelajaran. Hasil penelitian tersebut antara lain penelitian oleh Rukmi (2012) dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga perkalian ala Montessori, Pertiwi (2012) dengan hasil akhir produk alat peraga Montessori untuk keterampilan berhitung matematika, Putri (2012) dengan hasil akhir alat peraga Montessori untuk keterampilan geometri matematika, dan Panca (2012) dengan hasil akhir produk alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan kelas I.

Hasil penelitian-penelitian tersebut, tidak hanya mengembangkan alat peraganya, namun juga sudah ada penelitian kuantitatif dan penelitian survey terhadap penggunaan alat peraga. Idealnya sebuah penelitian pengembangan tersebut sebaiknya diimbangi dengan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai proses kognitif dan psikologis, baik dari siswa maupun guru yang terlibat secara langsung dengan alat peraga tersebut. Dengan begitu, akan diketahui bagaimana tanggapan, respon, perasaan, maupun pemikiran dari pihak yang menggunakan langsung alat peraga tersebut. Namun, pada


(24)

kenyataannya sangat disayangkan selama ini penelitian hanya sebatas pada uji coba untuk mengetahui alat peraga ini sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu pemahaman siswa yang berujung pada peningkatan prestasi belajar siswa melalui penelitian kuantitatif. Penelitian lebih lanjut yang mengupas lebih dalam bagaimana proses kognitif maupun psikologis siswa dan guru dalam menggunakan alat peraga tersebut sudah pernah dilakukan, hanya saja untuk respon penggunaan alat peraga berbasis Montessori “kotak pecahan” belum pernah dilakukan.

Dalam prosesnya, penelitian tersebut dapat melibatkan siswa maupun guru melalui wawancara dan observasi langsung kepada mereka karena dalam pengembangan alat peraga membutuhkan guru dan siswa untuk mengetahui kepuasan, pendapat, dan perasaan guru dan siswa ketika menggunakan alat peraga tersebut. Penelitian R&D yang telah dijelaskan di atas merupakan contoh dari sebagian penelitian yang telah dilakukan dalam mengembangkan alat peraga berbasis Montessori. Pengembangan alat peraga tersebut didesain khusus bagi perkembangan anak. Dengan alat peraga tersebut, siswa diharapkan aktif sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa maupun guru secara mandiri. Alat peraga Montessori memiliki karakteristik tersendiri, yaitu menarik, bergradasi, auto-education (melatih kemandirian siswa), auto-correction (memiliki pengendalian kesalahan), serta konstektual (Montessori, 2002: 170-176).

Salah satu alat peraga yang dapat digunakan adalah alat peraga berbasis Montessori yang dipelopori dan dikembangkan oleh seorang wanita Italia yang bernama Maria Montessori (Rukmi, 2012: 1). Ia seorang pendidik yang memiliki ketertarikan pada pendidikan anak dan menjadikan kelas sebagai laboratorium penelitiannya (Suyadi, 2009: 57). Montessori memiliki prinsip bahwa pendidikan seorang anak berawal dan berlangsung dari tahap-tahap perkembangan anak itu sendiri. Anak usia sekolah berada pada periode kedua dari perkembangan menurut Montessori, yaitu dari usia enam hingga duabelas tahun (Montessori, 2013: 79). Dari tahap tersebut, orang tua atau guru dapat memilih alat peraga edukatif yang sesuai dengan tahapan atau perkembangan anak (Suyadi, 2009: 58). Montessori menegaskan bahwa tugas guru adalah hanya sebagai fasilitator, dimana guru


(25)

sendiri harus melayani kebutuhan anak dan juga harus mengemas berbagai pembelajaran sehingga menyenangkan bagi anak (Suyadi, 2009: 60).

Siswa kelas IV merupakan bagian dari periode kedua dari tahap perkembangan anak menurut Montessori. Siswa kelas IV mempelajari operasi hitung pecahan, terutama penjumlahan dan pengurangan pecahan, dimana penyebutnya harus sama. Menurut penuturan guru yang diwawancarai pada tanggal 14 Januari 2014 menjelaskan bahwa siswa biasanya mengalami kesulitan pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan jika penyebutnya berbeda. Siswa masih bingung untuk menyamakan penyebutnya sehingga kadang-kadang jika penyebutnya berbeda maka pembilang dan penyebutnya sama-sama dijumlahkan. Masalah tersebut berakibat pada kesalahan konsep yang tertanam pada siswa.

Montessori memperkenalkan alat peraga yang sesuai untuk mempelajari penjumlahan dan pengurangan pecahan, tetapi alat peraga berbasis Montessori belum familiar di SD Negeri Keceme 1 sehingga dibutuhkan pengenalan khusus agar guru maupun siswa terbiasa menggunakannya. Sudah ada penelitian eksperimen yang meneliti bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan terhadap prestasi siswa. Pengujian alat peraga tersebut, memungkinkan setiap siswa dan guru memiliki persepsi mengenai alat peraga yang dimaksud. Setiap siswa memiliki persepsi sendiri mengenai penggunaan alat peraga tersebut. Guru juga memiliki persepsi tentang penggunaan alat peraga tersebut. Penenlitian ini akan mendeskripsikan persepsi guru dan siswa mengenai alat peraga berbasis Montessori materi penjumlahan dan pengurangan pecahan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana persepsi guru atas penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori di kelas IV SD Negeri Keceme 1 Sleman Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014?

1.2.2 Bagaimana persepsi siswa atas penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori di kelas IV SD Negeri Keceme 1 Sleman Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014?


(26)

1.3.1 Mengetahui persepsi guru atas penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori di kelas IV SD Negeri Keceme 1 Sleman Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.3.2 Mengetahui persepsi siswa atas penggunaan alat peraga penjumlahan dan pengurangan pecahan berbasis metode Montessori di kelas IV SD Negeri Keceme 1 Sleman Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengalaman dan wawasan mengenai persepsi guru dan siswa atas penggunaan alat peraga berbasis Montessori. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan alat peraga berbasis Montessori maupun untuk memperbaiki produk yang telah dikembangkan.

1.4.2 Bagi guru, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi terhadap penelitian kualitatatif, menambah pengetahuan guru mengenai pembelajaran Montessori, memiliki referensi dalam membuat alat peraga untuk pembelajajaran, dan memiliki inspirasi dalam melakukan pembelajaran matematika menggunakan alat peraga Montessori bilangan pecahan. 1.4.3 Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan

informasi mengenai penggunaan alat peraga Montessori dalam pembelajaran matematika materi pecahan.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Persepsi adalah proses diterimanya stimulus, tanggapan, perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir terhadap suatu objek melalui alat indera sehingga individu dapat menginterpretasikan dan menyimpulkan yang telah didapatnya.

1.5.2 Alat peraga adalah alat yang diperagakan dalam menyajikan suatu pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.

1.5.3 Alat peraga berbasis Montessori adalah alat yang digunakan untuk membantu dalam memahami materi serta mencapai tujuan pembelajaran dengan karakteristik khusus, yaitu menarik, auto-education (alat peraga yang memiliki pengendalian kesalahan), bergradasi dan kontekstual.


(27)

1.5.4 Alat peraga kotak pecahan adalah alat peraga yang digunakan untuk membantu siswa dalam memahami materi pecahan yang berbentuk kotak besar yang di dalamnya terdapat sekat-sekat pembatas, dalam sekat-sekat tersebut terdapat kepingan-kepingan pecahan berwarna merah.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

`Dalam bab ini, pembahasan tentang landasan teori dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (1) kajian pustaka, (2) penelitian yang televan, (3) kerangka berpikir. 2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka membahas tentang teori yang mendukung serta penelitian yang relevan.

2.1.1 Teori yang mendukung

Pada bagian ini akan dibahas beberapa poin yang berkaitan dengan penelitian yang digunakan, yaitu teori perkembangan anak menurut Piaget, metode Montessori, alat peraga, alat peraga Montessori, persepsi, dan matematika. 2.1.1.1Teori Perkembangan Anak menurut Piaget

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses dalam mencapai tujuan (Hamalik: 2003, 28). Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Komponen dalam definisi belajar adalah sebagai suatu hasil pengalaman (Dahar, 2011: 2-3). Dalam memahami arti belajar, dibutuhkan teori untuk menyeimbangkannya. Snelbecker berpendapat bahwa teori bukan hanya penting, melainkan juga vital bagi perumusan teori dan pendidikan agar dapat maju atau berkembang, serta memecahkan masalah-masalah yang ditemukan. Sekarang kita menyadari bahwa ilmu apa pun untuk dapat berkembang harus dilandaskan teori (Dahar, 2011: 10). Teori tentang belajar berkaitan dengan penekanan terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh potensi yang dibawa sejak lahir. Apabila lingkungan berpengaruh positif bagi dirinya, kemungkinan besar potensi tersebut berkembang mencapai realisasi optimal (Semiawan, 2008: 2).Teori Jean Piaget mengenai perkembangan kognitif memberikan batasan tentang kecerdasan, pengetahuan, dan hubungan anak didik dengan lingkungannya

Menurut Piaget dalam Dahar (2011: 136-141), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut:


(29)

Pada tingkat ini, konsep-konsep yang tidak ada pada waktu lahir, seperti konsep ruang, waktu, kausalitas, berkembang, dan terinkoporasi ke dalam pola perilaku anak.

2. Tingkat Pra-operasional (2-7 tahun)

Pada tingkat pra-operasional, anak belum mampu melakukan operasi mental, seperti menambah, mengurangi, dan lain-lain.

3. Tingkat Operasional Konkret (7-11 tahun)

Tingkat ini merupakan tahap awal anak dalam berpikir rasional. Anak-anak mulai memahami masalah konkret dihadapinya. Nilai sosial mulai dikenalnya melalui komunikasinya, sehingga mereka berusaha untuk mengerti orang lain dan mengemukakan perasaan maupun gagasan-gagasan mereka pada orang dewasa dan teman-temannya.

4. Tingkat Operasional Formal (> 11 tahun)

Pada tingkat ini, anak sudah memiliki kemampuan berpikir abstrak dan perlu bantuan hal-hal konkret untuk memahami sesuatu yang belum diketahuinya.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa SD berada pada usia 7-12 tahun termasuk di dalamnya adalah siswa kelas IV SD dimana anak memiliki kemampuan berpikir yang rasional dan kemampuan sosialnya mulai berkembang. Anak akan lebih mudah untuk dilatih dengan kemampuan menangkap informasi karena pada masa ini, rasa ingin tau anak akan membuat anak terus ingin belajar. Anak membutuhkan media seperti halnya alat peraga untuk memahami apa yang diajarkan oleh orang dewasa dalam belajar. Anak akan lebih tertarik dan pemahamnnya akan semakin sempurna.

2.1.2 Metode Montessori

Maria Montessori adalah salah satu pendidik besar yang berdedikasi menggunakan kemampuan ilmiah-ilmiah, pengalaman, dan wawasannya untuk mengembangkan sebuh metode pendidikan yang dikenal sekarang sebagai metode Montessori. Anak tunggal dari Alessandro Montessori ini lahir pada 31 Agustus 1870, di Chiaravalle, Ancona, Italia (Montessori, 2013: 1). Montessori merupakan perempuan pertama yang diterima di sekolah kedokteran di Universitas Roma. Hal tersebut membuka jalannya untuk menentang aturan-aturan dan


(30)

praktik-praktik diskriminasi terhadap perempuan (Montessori, 2013: 6) sampai akhirnya dia menjadi perempuan istimewa pertama di Italia yang meraih gelar doktor di bidang kedokteran. Ketercapaiannya dalam bidang kedokteran membawanya berpengaruh pada pergerakan perempuan Eropa (Montessori, 2013: 7). Montessori menjadi ilmuan yang mendorong kaum perempuan untuk menjadi seperti dirinya yang menolak diskriminasi terhadap kaum perempuan.

Pada tahun 1897, Montessori memutuskan bergabung sebagai seorang asisten sukarela untuk meneliti tesisnya di Clinica Psichiatrica, Universitas Roma. Penelitiannya tersebut membawanya pada pendidikan anak usia dini (Montessori, 2013: 9 dan Magini, 2013: 25). Dia bertugas memberikan konsultasi dan terapi pasien yang didiagnosa memiliki gangguan saraf dan cacat mental, sehingga tergugah minatnya untuk mencari solusi terhadap kemalangan anak-anak tunagrahita dengan mencari informasi tentang penanganan anak-anak tersebut (Magini, 2013: 25). Dia berupaya mengungkap sebab dan obat dari penyakit-penyakit manusia yang dikhususkan pada penyakit-penyakit pikiran. Dia mempelajari secara mendalam literatur tentang penyakit-penyakit mental dan gangguan kejiwaan melalui tulisan dan penelitian Jean-Marc Gaspard Itard (1774-1838) dan Edouard Seguin (1812-1880) (Montessori, 2013: 9-10 dan Magini, 2013: 25).

Montessori diberikan kesempatan untuk menciptakan sekolah “Casa dei Bambini” yang berarti “Rumah Anak-anak” yang berfungsi sebagai laboratorium untuk menguji ide-idenya. Sekolah tersebut berdiri pada tahun 1907 di sebuah wilayah miskin di Roma yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah pengasuhan bagi anak-anak karena ketika para orang tua yang tinggal diperumahan tersebut pergi bekerja, anak-anak mereka yang dibawah usia sekolah ditinggal di rumah (21). Ibu-ibu akan bekerja dengan perasaan lega dan bebas ketika meninggalkan anak-anaknya.

Montessori (2013: 76) mendefinisikan sekolah sebagai sebuah lingkungan dimana anak-anak akan berkembang secara bebas dan dapat mengeksplor kemampuan-kemampuan alami mereka. Pembelajaran yang sebenarnya berasal dari kebebasan anak-anak untuk memilih sendiri apa yang mereka ingin lakukan dan dibutuhkan seorang pengajar untuk menyempurnakannya, sehingga anak-anak


(31)

secara alamiah dan enerjik berusaha untuk mencapai kemandirian. Arti kemandirian bagi anak adalah kebebasan untuk melakukan hal yang membuat mereka bebas dari campur tangan orang dewasa. Montessori menyetakan, “Sebuah ruang dimana semua anak bergerak secara produktif, cerdas, dan sukarela, tanpa melakukan aksi yang kasar, akan tampak sebagai sebuah kelas yang berdisiplin” (Montessori, 2013: 77).

Montessori, sebagai tokoh pendidikan (Sudono, 2010: 2) menekankan bahwa ketika anak bermain, maka anak secara spontan akan mempelajari dan menyerap semua yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Lingkungan atau alam sekitar yang mengundang anak untuk menyenangi apa yang sedang ia pelajari. Bila kita menyediakan peralatan konkret, seperti alat mencuci piring, baju, alat masak maka akan semakin nyata kehidupan imajinasi yang sedang timbul dalam diri anak.

Menurut Montessori, ada tiga ciri utama pembelajaran yang diberikan secara individual (Montessori, 2013: 192), yaitu:

1. Singkat. Pembelajaran harus singkat. Semakin sedikit kata-kata yang diberikan maka semakin baik pula suatu pembelajaran, sehingga pendidik harus tepat dalam memilih kata-kata yang dibutuhkan anak.

2. Sederhana. Pembelajaran itu harus sederhana. Anak akan terbantu dalam memahami objek yang dipelajari apabila pendidik mampu memilih dan menempatkan kata-kata yang sederhana pun harus mengarah pada kebenaran.

3. Objektif. Pembelajaran harus bersifat objektif. Pembelajaran haruslah disampaikan dengan sebuah cara, bukan menonjolkan guru melainkan pada objek yang ingin diterangkan. Sebagai guru tidak diperbolehkan memusatkan hanya kepada satu objek saja, namun harus secara keseluruhan. Sama halnya dengan penjelasan yang disampaikan haruslah sesuai dengan objek yang akan dipelajari.

Menurut Montessori (2013: 78-80), metode Montessori memiliki prinsip bahwa pendidikan seorang anak harus muncul dari dan bertetapan dengan


(32)

tahap-tahap perkembangan anak yang setiap tahap-tahapnya membutuhkan jenis pembelajaran yang dirancang secara tepat dan spesifik. Montessori (2013: 79) mengidentifikasi tiga periode perkembangan: (a) Periode “otak penyerap” dari lahir hingga enam tahun. Selama periode penting ini anak terlibat dalam penyerapan kesan-kesan dan informasi-informasi indrawi dari lingkungan karena anak mulai membangun kepribadian dan kecerdasan mereka sendiri melalui aktivitas-aktivitas mereka dalam mengeksplorasi lingkungan sehingga anak mulai memperoleh bahasa dan kebudayaan dari pengalamannya. (b) Periode enam hingga duabelas tahun. Pada periode ini keterampilan dan kemampuan yang dimiliki akan terus berkembang lebih lanjut dilatih, diperkuat, disempurnakan, dan dikembangkan. (c) Periode duabelas hingga delapanbelas tahun. Pada periode ini, sangat remaja berusaha untuk memahami peran-peran sosial dan ekonomi dan berusaha menemukan posisinya di tengah-tengah masyarakat. Perubahan fisik yang besar, dimasa remaja sedang berusaha untuk menuju kematangan sempurna.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa SD berada pada periode 6-12 tahun termasuk di dalamnya adalah siswa kelas IV SD dimana keterampilan dan kemampuan yang dimiliki akan terus berkembang.

2.1.3 Alat Peraga

Dalam sub bab ini alat peraga matematika akan membahas mengenai lima bagian tentang pengertian alat peraga, tujuan penggunaan alat peraga, alat peraga Montessori, ciri-ciri alat peraga Montessori, alat peraga kotak pecahan.

2.1.3.1Pengertian Alat Peraga

Alat peraga berasal dari dua suku kata, yaitu alat dan peraga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “alat” dan “peraga” memiliki arti “alat adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu” dan “peraga adalah alat media pembelajaran untuk memperagakan sajian pelajaran”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah suatu alat yang digunakan sebagai media pembelajaran yang berfungsi untuk memperagakan sajian pembelajaran. Alat peraga juga dapat diartikan sebagai semua benda yang merupakan bagian dari media pembelajaran yang berfungsi sebagai perantara pembelajaran dalam meningkatkan kelancaran pembelajaran. Benda disini dapat berarti manusia atau benda mati.


(33)

Media pembelajaran juga sebagai media pendukung dalam tercapainya tujuan pembelajaran (Anitah, 2009: 83). Hamalik dalam Arsyad (2010: 26) menyebutkan bahwa media pembelajaran dapat membantu anak dalam meningkatkan dan mengarahkan perhatiannya sehingga motivasi belajar, interaksi langsung antara siswa dari lingkungannya, dan kesempatan anak untuk belajar sendiri akan muncul dengan sendirinya. Media pembelajaran tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi pembelajaran. Bovee (1997) dalam Sundayana (2015: 6-7) menganggap media pembelajaran memiliki substasi 1) bentuk saluran yang digunakan menyalurkan pesan, informasi atau bahan pelajaran kepada penerima pesan atau pembelajar, 2)berbagai jenis komponen dalam lingkungan pembelajar yang dapat merangsang pembelajar untuk belajar, 3) bentuk alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

Ali (dalam Sundayana, 2015: 7) menyatakan alat peraga adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan menstimulasi pikiran, perasaan dan perhatian dan kemauan siswa sehingga mampu mendorong proses belajar. Menurut Ruseffendi (dalam Sundayana, 2015: 7), alat peraga adalah alat yang menjelaskan atau mewujudkan konsep matematika, sedangkan pengertian alat peraga matematika menurut Pramudjono (dalam Sundayana, 2015: 7), adalah benda nyata yang dibuat, dihimpun atau disusun secara sengaja digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep matematika. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa alat peraga merupakan media yang bermanfaat untuk meningkatkan motivasi belajar anak dalam mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.3.2Tujuan Penggunaan Alat Peraga

Depdiknas (dalam Sundayana, 2015: 11-12) menyatakan alat peraga memiliki beberapa tujuan, yaitu:

1. Penyampaian materi dapat diseragamkan sehingga penafsiran yang beragam dari setiap guru dapat diseragamkan untuk menghindari penafsiran yang salah.


(34)

2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik. Alat peraga dapat menampilkan informasi melebihi suara, gambar, gerak dan warna baik secara alami maupun manipulasi.

3. Efesiensi waktu dan tenaga sehingga guru dapat memaksimalkan pembelajaran.

4. Proses pembelajaran lebih interaktif. Pemilihan dan rancangan alat peraga yang tepat dapat membantu guru dan siswa melakukan komunikasi yang aktif selama pembelajaran.

5. Alat peraga meningkatkan kualitas hasil belajar siswa. Penggunaan alat peraga membuat proses pembelajaran lebih efisien dan dapat membantu siswa menyerap materi pembelajaran lebih mendalam sehingga pemahaman siswa lebih baik.

6. Alat peraga memungkinkan proses belajar dan dilakukan dimanapun dan kapanpun.

7. Alat peraga menumbuhkan semangat siswa terhadap materi dan proses belajar.

8. Alat peraga menambah peran guru menjadi positif dan produktif. Dengan pemanfaatan media secara baik memungkin guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

Selain itu juga Sudjana dan Rivai (dalam Sundayana, 2015: 13) mengemukakan alat peraga bermanfaat bagi pembelajaran siswa, yaitu:

1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi.

2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga siswa akan lebih paham dan mampu menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

3. Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga siswa tidak bosan dan guru bisa memaksimalkan waktu.

4. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dll.

2.1.3.3Pengertian Alat Peraga Montessori

Metode Montessori menggunakan alat peraga Montessori dalam menyampaikan pesan dalam pembelajaran. Alat peraga tersebut memiliki ciri-ciri,


(35)

yaitu: menarik, memiliki gradasi, memiliki pengendali kesalahan (auto-correction), membelajarkan siswa secara mandiri (auto-education), dan kontekstual. Alat peraga Montessori dirancang dengan sangat baik demi kemandirian dan pengetahuan akademik anak, mengandung unsur seni, dan mengembangkan rasa tanggung jawab, dan memiliki rasa bangga pada alat. Dengan begitu alat peraga sangat erat kaitannya dengan tingkat perkembangan anak dan tanggung jawab. Alat peraga didesain khusus dengan mengembangkan unsur kesederhanaan dan kemungkinan anak belajar secara kreatif dan belajar dari penemuan, dan memungkinkan anak dapat memperbaiki kesalahannya sendiri (Lillard, 1997: 11).

Alat peraga Montessori didesain khusus. Montessori mendesainnya sesuai dengan keterampilan yang ada pada tahap perkembangan anak, yakni keterampilan hidup sehari-hari bahasa, matematika, geografi, kesenian, pengetahuan alam, dan budaya. Alat yang dipergunakan di sekolah Montessori didesain bukan untuk mengajarkan matematika melainkan untuk membantu mengembangkan kemampuan matematikanya dalam memahami perintah, urutan, sesuatu yang abstrak, dan memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep baru sebagai pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran (Lillard, 1997: 137).

2.1.3.4Ciri-ciri alat peraga Montessori

Alat peraga Montessori sudah dirancang berdasarkan tingkat kognitif dan usia anak. Ciri-ciri alat peraga Montessoi (Montessori 2002: 170-176), yaitu:

1. Menarik

Pembelajaran didesain semenarik mungkin dengan cara meraba, menyentuh, memegang, merasakan. Ketika anak sudah tertarik, selanjutnya anak menggunakannya secara berulang dengan beragam modifikasi dari alat perga Montessori. Alat peraga Montessori lebih menyerasikan warna yang cerah dan lembut.

2. Bergradasi

Gradasi dalam alat peraga Montessori lebih mengarah pada warna, bentuk, dan usia. Bergradasi dimaksudkan untuk memungkinkan anak untuk melibatkan panca indera dan bisa digunakan anak dari beragam usia anak


(36)

dalam hal pembentukan konsep belajar. Contohnya untuk memperkenalkan gradasi ukuran dengan menggunakan pink tower yang terdiri dari yang terdiri atas 10 kubus dengan gradasi ukuran sisi dari yang besar hingga terkecil. Ukuran terbesar kubus sebagai dasar sebesar 10 centimeter dan akan semakin kecil dengan ukuran 1 centimeter lebih kecil. Selain ukuran sisi yang bergradasi dari yang besar hingga yang kecil, bobot kubus juga bergradasi mulai dari yang berat hingga yang ringan. Dengan demikian, anak bisa belajar tentang ukuran besar-kecil dan berat-ringan.

3. Auto-correctionatau pengendali kesalahan

Alat peraga Montessori memiliki alat pengendali kesalahan, dimana anak mampu mengetahui letak kesalahan dan kekeliruan yang dibuatnya ketika menggunakan alat peraga tertentuu tanpa diberi tahu oleh orang lain. Misalnya, ketika menggunakan inkastri silinder. Alat tersebut berfungsi sebagai alat yang digunakan untuk mengenalkan ukuran panjang-pendek, lebar-sempit, gemuk-kurus, dan dangkal-dalam. Setiap perangkat silinder memiliki anak silinder yang sudah memiliki pasangan dengan lubangnya. Penggunaannya dengan anak akan berusaha memasukkan anak silinder tersebut secara benar pada pasangan lubangnya. Anak akan terus mencoba sampai akhirnya hingga ia berhasil dan mampu memasukkan anak silinder secara benar pada lubang pasangannya tersebut.

4. Auto-education atau membelajarkan siswa secara mandiri

Alat peraga diciptakan sedemikian rupa dimaksudkan agar dapat mengembangkan kemampuan anak dengan meminimalisir tanpa campur dari orang dewasa. Dengan alat ini juga, anak akan mengalami sendiri aktivitas belajarnya sehingga dia mampu mendidik dirinya sendiri. Pembelajaran yang telah dilaluinya anak bukanlah yang sudah diberikan guru melainkan apa yang telah dilakukan anak tersebut.

Berdasarakan metode Montessori yang telah dipaparkan di atas, peneliti menambahkan konsep kontekstual yang memiliki arti bahwa dalam pengembangan alat peraga Montessori yang disesuaikan dengan konteks lingkungan anak berada. Alat peraga yang dibuat disesuaikan dengan benda-benda


(37)

yang biasa ditemukan siswa di kehidupan sehari-hari. Misalnya alat peraga Montessori berlatarbelakangi dengan penggunaan bahan sederhana yang ada disekitar anak, seperti pasir dan kayu.

2.1.3.5Alat Peraga Kotak Pecahan Montessori

Alat peraga memiliki banyak manfaat bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif. Penggunaan alat peraga memberikan pengalaman belajar bagi siswa maupun guru yang diharapkan mampu memotivasi guru dalam merancang pembelajaran dan membuat siswa memahami materi pelajaran. Alat peraga mampu memaksimalkan pembelajaran karena lebih efisien waktu dan bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun juga serta mampu menghadirkan objek yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya. Alat peraga kotak pecahan merupakan salah satu dari alat peraga berbasis Montessori yang digunakan dalam membantu pembelajaran pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas IV.

Alat peraga kotak pecahan berbasis Montessori memiliki karakteristik yang memenuhi syarat alat peraga Montessori, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction (memiliki pengendali kesalahan), auto-education (membelajarkan siswa secara mandiri), dan kontekstual. Karakteristik menarik yang terdapat pada kotak pecahan tampak pada warna merah pada kepingan pecahanyang mencolok dapat menjadi daya tarik siswa untuk menggunakannya. Alat ini juga memiliki nilai bergradasi yang terletak pada rangsangan indera serta keefektifan alat peraga yang digunakan untuk dua kompetensi dasar pada penelitian ini, yakni penjumlahan dan pengurangan. Nilai pengendali kesalahan pada kotak pecahan berupa kartu pengendali kesalahan. Kartu tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan sehingga siswa dapat mencocokan langsung jawabannya pada kartu tersebut. Alat ini juga memberikan pengalaman khusus bagi siswa selama menggunakannya. Siswa akan belajar mandiri maupun berkelompok dalam memecahkan soal yang diberikan dengan menggunakan alat peraga. Dengan begitu siswa mendapatkan pengalaman belajar secara mandiri maupun berkelompok dalam memecahkan masalah penjumlahan dan pengurangan pecahan. Bahan yang digunakan pada alat peraga kotak pecahan juga bisa ditemukan pada kehidupan sehari-hari, sederhana, dan mudah ditemukan.


(38)

Bahannya juga lentur dan tidak mudah rusak sehingga siswa bisa dengan leluasa menggunakannya.

Komponen utama yang terdapat pada kotak pecahan bermanfaat dalam memecahkan masalah penjumlahan dan pengurangan pecahan berupa kotak yang berisi sekat-sekat pembatas yang didalamnya berisi kepingan-kepingan pecahan yang beragam, tanda tambah, tanda kurang, tanda sama dengan, soal, dan kunci jawaban. Kepingan pecahan berwarna merah dengan bahan yang lentur. Di dalam kotak pecahan terdapat soal untuk latihan soal dan kunci jawaban yang ditulis dibalik kartu soal. Langkah menggunakan alat peraga kotak pecahan adalah siswa mengambil soal kemudian siswa menjumlahkan dan mengurangi pecahan dengan menggunakan kepingan-kepingan pecahan yang sudah disediakan. Siswa menuliskan jawaban di lembar jawaban dan mencocokan jawabannya dengan menggunakan kartu pengendali kesalahan (terdapat dibelakang kartu soal).

2.1.4 Persepsi

Sub bab ini akan membahas mengenai 2 bagian, yaitu pengertian persepsi dan persepsi terhadap alat peraga Montessori.

2.1.4.1Pengertian Persepsi

Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito, 2003: 45-46) menyatakan persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi adalah proses pengorganisasian, pengintrepretasianterhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu maka seluruh pribadi seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan, dan aspek-aspek yang lain yang ada dalam diri individu ikut berperan dalam persepsi tersebut.

Persepsi dalam Hafidz (2005: 23) merupakan tahap awal pada proses penerimaan informasi. Persepsi adalah proses terhadap masuknya informasi ke dalam otak manusia. Persepsi mempengaruhi karakteristik siswa. Persepsi manusia berhubungan dengan lingkungannya. Hubungan tersebut melalui indera yang dimiliki, yaitu indera penglihatan, pendengar, peraba, perasa, dan pencium (Slameto, 2010: 102). Suatu objek akan dipersepsikan oleh dua orang yang berbeda. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan yang dimiliki dari setiap


(39)

individu tersebut (Hafidz, 2005: 23). Ada tiga aspek yang dianggap sangat relevan dengan kognitif manusia dalam persepsi (Hafidz, 2005: 26-40), yaitu: (a)Pencatatan indera (ingatan sensori), mencangkup hal-hal berdasarkan informasi yang masih kasar dan belum diproses sama sekali. Elis dan Hunt dalam Hafidz (2005) menjelaskan bahwa pencatatan indera memang dirancang sebagai rekaman tentang informasi yang diterima oleh sel-sel reseptor, seperti mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit tubuh yang merespon energi fisik dari lingkungan. (b)Pengenalan pola, melibatkan proses membandingkan rangsangan indera dengan informasi yang di simpan dalam ingatan jangka panjang. Pengenalan pola merupakan proses mengidentifikasi rangsangan indera yang tersusun secara rumit. (c) Perhatian, melibatkan pemusatan pikiran pada tugas tertentu dan mengabaikan rangsanagn lain yang mengganggu, sehingga perhatian adalah proses konsentrasi pikiran atau pemusatan aktivitas mental. Pada hal ini terdapat proses seleksi dari berbagai objek yang hadir, kemudian secara bersamaan memilih satu objek yang menjadi ketertarikan dan objek yang lain akan diabaikan.

Prinsip dasar mengenai persepsi menurut Slameto (2010: 103-105), yaitu: (a) Persepsi itu relatif, manusia bukanlah seseorang yang mampu menyerap semuanya dengan sama persis seperti keadaan sebenarnya. Dampak pertama dari suatu perubahan rangsangan dirasakan berpengaruh lebih besar dibandingkan rangsangan yang datang kemudian. (b) Persepsi itu selektif, rangsangan yang diterima bergantung pada apa yang sudah dipelajari dan menarik perhatiannya. Ada keterbatasan seseorang terhadap kemampuan untuk menerima rangsangan. (c) Persepsi itu memiliki tatanan, jika rangsangan itu dirasa belum lengkap, maka seseorang tersebut akan melengkapi sendiri dalam bentuk hubungan-hubungan yang saling terkait. Apabila hubungan yang dibentuknya kurang tepat, maka menghasilkan salah persepsi. (d) Persepsi dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan, yang menentukan pesan mana yang diterima adalah seseorang itu sendiri. Selanjutnya, pesan tersebut akandiinterpretasikannya sendiri. Contohnya pada hari pertama di awal pembelajaran guru mengajak siswa untuk berdoa terlebih dahulu, maka hari-hari berikutnya siswa menanti guru untuk memulai pelajaran dengan berdoa terlebih dahulu. (e) Persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama, hal ini dapat


(40)

dipengaruhi oleh perbedaan tiap individu, seperti perbedaan kepribadian, sikap, maupun motivasi.

Berdasarkan penjelasan diatas, persepsi dalam penelitian ini berarti bagaimana seseorang itu memaknai pengalaman yang telah dialaminya mengenai pengalaman setelah menggunakan alat peraga Montessori yang memungkinkan dapat mempengaruhi seseorang tersebut dalam konteks persepsinya. Persepsi tersebut bisa berupa perasaan, sikap, prasangka, keinginan, atau hanya fokus, proses belajar, minat, motivasi, penngetahuan maupun informasi yang diperoleh dan pemahaman terhadap alat peraga berbasis Montessori.

2.1.4.2Persepsi terhadap Penggunaan Alat Peraga Montessori

Pengiriman informasi maupun pengetahuan bisa berjalan efektif apabila memperhatikan faktor-faktor psikologis yang terdapat pada siswa maupun guru, salah satunya mencangkup aspek kognitif. Salah satu aspek tersebut yang paling penting adalah persepsi. Persepsi dapat dipengaruhi oleh sikap terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang mengaktifkan sikap. Persepsi merupakan suatu proses masuknya informasi ke dalam otak yang diterima melalui indera yang kemudian menginterpretasikannya lewat apa yang diterimanya. Persepsi juga dipengaruhi oleh sikap individu terhadap objek dan dipicu oleh suatu kejadian yang mempengaruhi perilakunya sehingga objek yang terbentuk berhubungan dengan objek-objek melalui proses persepsi terhadap objek tersebut (Suharnan, 2005: 51). Persepsi dibagi menjadi dua, yaitu persepsi positif dan persepsi negatif. Apabila objek yang dipersepsi bisa diterima secara rasional dan emosional maka individu akan mempersepsikan positif atau bisa cenderung untuk menyukai dan menanggapi objek yang dipretasikan. Apabila objek yang dipersepsi tidak sesuai dengan penghayatannya, persepsi negatif atau cenderung menjauhi, menolak, bahkan menanggapinya secara berlawanan terhadap objek persepsi tersebut (Muchtar, 2012: 13-14). Persepsi positif dan negatif yang muncul pada individu berasal dari pengalaman yang dialaminya dan menimbulkan sikap tertentu pada objek tersebut serta akan muncul sikap yang berpengaruh pada tindakan selanjutnya, dengan begitu persepsi dapat mempengaruhi intensitas seseorang dalam melakukan tindakan selanjutnya.Berikut ini adalah gambar bagan persepsi (Walgito, 2003: 116):


(41)

Gambar 2.1 Gambar bagan persepsi Walgito

Selanjutnya peneliti memodifikasi bagan persepsi tersebut dengan persepsi penelitian ini. Pada bagan persepsi yang telah dimodifikasi terdapat perbedaan, yakni terdapat empat tahapan yang saling berkesinambungan demi mendapatkan persepsi terhadap objek yang diterima. Tahap awal dimulai dari pengalaman narasumber berupa hasil belajar, pemikiran, dan perasaan yang dialami narumsumber. Selanjutnya, pengalaman menuju ke tahap persepsi narasumber yang terdiri dari persepsi positif maupun persepsi negatif. Kemudian,sikap narasumber setelah mempersepsikan suatu objek. Tahap yang terakhir adalah tindakan narasumber yang telah dipengaruhi oleh pengalaman, persepsi, dan sikap. Keempat tahapan tersebut saling berkaitan..

keyakinan proses belajar pengalaman pengetahuan PERSEPSI

objek

Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh kognisi

afeksi sikap kepribadian

evaluasi

Senang/ tidak senang


(42)

Berikut ini merupakan bagan persepsi yang telah dimodifikasi, sebagai berikut:

Gambar 2.2 Gambar persepsi yang telah dimodifikasi

Peneliti akan menjelaskan penjabaran dari bagan di atas (Walgito, 2003: 116) yang telah dimodifikasi, sebagai berikut:

1. Pengalaman

Pengalaman pada tahap ini merupakan tahap paling awal dalam tahapan persepsi. Pengalaman bisa berupa pengalaman belajar narasumber menggunakan alat peraga berbasis Montessori. Penggunaan alat peraga merupakan bagian dari pengalaman guru maupun siswa dalam proses pembelajaran. Pengalaman memunculkan hasil belajar narasumber, pemikiran serta perasaan yang dialami langsung oleh narasumber.

2. Persepsi

Setelah narasumber mendapatkan pengalaman belajar dengan alat peraga berbasis Montessori, muncul tanggapan, respon serta perasaan narasumber terhadap alat peraga tersebut. Ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi persepsi guru maupun siswa. Persepsi yang muncul dapat berupa persepsi positif dan atau persepsi negatif tergantung bagaimana narasumber menerima perlakuan.

3. Sikap

Persepsi yang muncul membentuk sikap yang akan dikeluarkan guru maupun siswa, bisa berupa persepsi positif atau persepsi negatif. Kemudian sikap akan mempresentasikan dari apa yang telah

hasil belajar pemikiran perasaan

pengalaman

persepsi tindakan

sikap

kepercayaan perilaku perasaan


(43)

dipersepsikannya contohnya kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Persepsi dan sikap akan saling berkaitan.

4. Tindakan

Tindakan merupakan tahap terakhir setelah guru maupun siswa mendapatkan pengalaman kemudian mempersepsikannya (bisa berupa persepsi positif ataupun persepsi negatif) dan selanjutnya menginterpretasikan melalui sikap. Dari ketiga tahap tersebut mempengaruhi tindakan narasumber selanjutnya.

Proses kegiatan pembelajaran yang dialami guru dan siswa memberikan pengalaman baru. Pengalaman tersebut membentuk persepsi positi atau bahakan negatif tergantung dari apa yang dirasakannya selama menerima pengalaman tersebut. Pengalaman yang dirasa kurang baik akanmemunculkan persepsi negatif dan apabilapengalaman yang dirasa sangat baik akan memunculkan persepsi positif. Persepsi sangat erat kaitannya dengan hal-hal apa saja yang diterimanya. Semua itu berdampak pada bagaimana dia bersikap. Sikap akan terlontar melalui inderanya. Di dalam munculnya sikap terdapat kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Sikap yang diterapkan bisa sangat berpengaruh pada tindakan narasumber selanjunya. Semakin baik tahapan yang diterima sejak awal semakin baik pula tindakan yang dilakukan. Penelitian ini mengharapkan guru maupun siswa mendapatkan pengalaman baru yang sangat berarti bagi tercapinya pembelajaran yang lebih baik. Alat peraga kotak pecahan berbasis Montessori dapat difungsikan dengan semestinya sehingga terdapat peningkatan kualitas pengalaman yang bermakna.

Setelah mendapatkan pengalaman menggunakan alat peraga kotak pecahan guru dan siswa dapat mempretasikan apa yang telah diperolehnya secara positif. Alat peraga ini diharapkan mampu meningkatkan motivasiguru dan siswa dalam pembelajaran. Guru juga tidak lagi hanya bergantung pada media papan tulis saja karena siswa berhak mendapatkan pengalaman belajar yang lebih baik. Contohnya dengan alat peraga kotak pecahan. Siswa juga lebih semangat dalam belajar apabila penggunaan alat peraga terus dikembangkan lagi oleh guru. Siswa tidak lagi hanya duduk diam mendengarkan ceramah dari guru, siswa juga bisa turut aktif mengaplikasikan imajinasinya melalui alat peraga sehingga muncul rasa


(44)

senang dalam pembelajaran. Pemahaman mengenai konsep materi pembelajaran semakin bertambah dengan penggunaan alat peraga berbasis Montessori ini.

Persepsi muncul setelah narasumber menerima pengalaman menggunakan alat peraga ini yang selanjutnya berpengaruh terhadap sikap yang dikeluarkan yang didalamnya bisa berupa kepercayaan, perasaan, dan perilaku. Seperti contohnya ketika siswa sudah merasa nyaman belajar dengan menggunakan alat peraga maka guru tidak lagi merasa khawatir dengan pembelajaran yang memakan banyak waktu. Alat peraga membantu guru dalam menghemat waktu pembelajaran karena siswa secara mandiri menggunakan alat peraga meskipun dengan bimbingan guru. Kemudian muncul persepsi bahwa dengan alat peraga guru dapat memiliki waktu yang lebih untuk memperhatikan siswa secara individu, dengan begitu munculah persepsi positif untuk terus menggunakan alat peraga sebagai media pembelajaran. Persepsi tersebut mempengaruhi sikap dan tindakan selanjutnya. Akibat yang muncul yaitu intensitas guru maupun siswa semakin bertambah. Sehubungan dengan hal tersebut persepsi itu mulai berperan dalam proses transfer informasi dan pengetahuan dengan menggunakan media pembelajaran yang baru.

2.1.5 Matematika

Sub bab ini membahas tentang 3 bagian, yaitu hakekat matematika, materi pembelajaran matematika di SD, dan materi penjumlahan dan pengurangan pecahan kelas IV SD.

2.1.5.1Hakekat Matematika

Depdiknas (dalam Susanto, 2013: 184) menjelaskan kata matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang berarti,” sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan ilmu penalaran sehingga matematika bisa dikatakan sebagai cara berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas dari aktivitas manusia. Matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan


(45)

dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari.

Pada dunia pendidikan formal, matematika merupakan sebuah bidang studi pada jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Teorinya dalam studi pendidikan dimasukkan sebagai bagian dari ide-ide abstrak yang berisi simbol-simbol, sehingga dibutuhkan pemahaman sebelum memanipulasi simbol-simbol itu (Susanto, 2013: 7). Guru menekankan pembelajaran matematika bukan pada pemahaman siswa terhadap konsep dan operasinya, melainkan pada pelatihan simbol-simbol matematika yang menekankan pada pemberian informasi dan latihan penerapan alogaritma. Guru bergantung pada metode ceramah, siswa yang pasif, sedikit tanya jawab, dan siswa mencatat dari apa yang dituliskan guru di papan tulis. Dari pengalaman yang tidak mengenakan itu, hendaknya pembelajaran di kelas ditekankan pada keterkaitan konsep-konsep matematika dengan pengalaman sehari-hari. Hal itulah pembelajaran matematika membutuhkan media pembelajaran yang dalam hal ini alat peraga sebagai jembatannya guna mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat. Media sangat penting untuk menarik minta belajar siswa dan membuat siswa antusias dengan materi yang diberikan dan dapat meningkatkan prestasi siswa (Sundayana, 2015: 24-25).

2.1.5.2Materi Pembelajaran Matematika di SD

Peserta didik sebaiknya diberikan mata pelajaran matematika sejak di sekolah dasar agar mereka dibekali dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematik, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerjasama (Daryanto, 2012: 240). Dalam mengembangkan kemampuan kreativitas siswa, guru harus mampu membangun kemampuan berpikir siswa serta kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru siswa sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap matematika (Susanto, 2013: 186). Tujuan pembelajaran tersebut menghasilkan ketercapaian yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif.

Menurut Depdiknas (dalam Susanto, 2013: 190) menjabarkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, secara khusus sebagai berikut: (a)


(46)

memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algotitma, (b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah, (d) memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Guru diharapkan dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang menuntut siswa aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan pengetahuannya.

Menurut Sundayana (2015: 25-26), konsep-konsep dalam matematika itu abstrak, sedangkan pada umumnya siswa berpikir dari hal konkret menuju hal-hal abstrak, maka salah satu jembatan penghubungnya agar siswa mampu berpikir abstrak tentang matematika berupamedia pembelajaran khususnya alat peraga. Sesuai dengan tahap perkembangan anak SD yang masih berada pada tahap operasional konkret, maka siswa SD dapat menerima konsep-konsep matematika yang abstrak melalui benda-benda konkret. Untuk membantu hal-hal tersebut maka dilakukan manipulasi-manipulasi obyek yang digunakan untuk belajar matematika yang biasa disebut alat peraga. Dengan adanya media pembelajaran atau alat peraga, siswa lebih banyak memfokuskan untuk mengikuti pelajaran matematika dengan senang sehingga minatnya mempelajari matematika semakin besar.

2.1.5.3Materi penjumlahan dan Pengurangan Pecahan kelas IV SD

Materi pecahan terdapat di kelas III dan IV Sekolah Dasar. Dalam penelitian ini, penelitiakan memfokuskan pada materi penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan yang terdapat pada kelas IV karena guru menganggap materi tersebut lebih sulit disampaikan kepada siswa.

1. Pecahan

Pecahan yang dipelajari anak ketika di SD, sebetulnya merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk a/b dengan a dan b merupakan bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol.Secara simbolik


(47)

pecahan dapat dinyatakan sebagai salah satu dari: (1) pecahan biasa, (2) pecahan desimal, (3) pecahan persen, dan (4) pecahan campuran. Begitu pula pecahan dapat dinyatakan menurut kelas ekuivalensi yang tak terhingga banyaknya: = = = =.... Pecahan biasa adalah lambang

bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan).

2. Penjumlahan pecahan

a. Penjumlahan pecahan yang penyebutnya sama. Misal: + =….

b. Menjumlahkan pecahan yang penyebutnya tidak sama. Misal: + =….

3. Pengurangan pecahan

a. Pengurangan pecahan yang penyebutnya sama. Misal: - =….

b. Mengurangi pecahan yang penyebutnya tidak sama. Missal: - =…

2.1.6 Hasil Penelitian yang Relevan 2.1.6.1Alat Peraga Matematika

Dian Aprelia Rukmi (2013) dengan penelitian “Pengembangan Alat Peraga Montessori Ala Montessori untuk Siswa Kelas II SD Krekah Yogyakarta” memfokuskan pada mengisi kekurangan akan pentingnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran di SD, khususnya perkalian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan motode penelitian dan pengembangan (R&D) dengan menghasilkan protipe produk berupa alat peraga perkalian ala Montessori unutk siswa kelas II SD semester genap. Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini mengadopsi alat peraga perkalian Montessori bernama papan skittle. Hasil penelitian ini menghasilkan alat peraga perkalian yang dikembangkan memiliki ciri lima alat peraga (menarik, bergradasi, auto-education, auto-correction, dan kontekstual) dan meemiliki kualitas “sangat baik” setelah divalidasi oleh beberapa pihak yang berkompeten terhadap alat peraga tersebut. Alat peraga yang


(48)

dikembangkan tersebut berhasil mengatasi kesulitan belajar siswa dalam perkalian dengan peningkatan skor posttest sebesar 86,44%.

Latifah (2013) dengan penelitian “Penggunaan Alat Peraga Meteran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Materi Perkalian Pada Berkesulitan Belajar Matematika Kelas III SDN Kartodipuran Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013” dengan bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga meteran untuk meningkatkan hasil belajar matematika materi perkalian pada siswa berkesulitan belajar matematika. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas. Hasil penelitianya menyimpulkan bahwa penggunaan alat peraga meteran dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi perkalian pada siswa berkesulitan belajar matematika kelas III SDN Kartodipuran Surakarta.

2.1.6.2Persepsi Atas Penggunaan Alat Peraga

Saprita (2012), meneliti “Persepsi Remaja Surabaya terhadap Tayangan Korean Wave di Indosiar.” Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana persepsi remaja Surabaya terhadap tayangan Korean Wave di televisi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat pemahaman remaja mengenai tayangan tersebut, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi remaja agar mau melestarikan budaya Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori S-O-R. Hasil penelitian menyatakan bahwa drama Korea menjadi tayangan Korea Wave yang paling sering dilihat dan disukai oleh remaja karena memiliki kualitas bagus dan memiliki ciri khas yang menarik.

Setiawati (2010), meneliti “Persepsi remaja mengenai pendidikan seks.” Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui persepsi remaja mengenai pendidikan seks, (2) mengetahui sumber yang digunakan oleh remaja untuk memperoleh pendidikan seks, (3) mengetahui pengetahuan yang banyak dibutuhkan oleh remaja melalui sumber-sumber tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan wawancara sebagai teknik pengumpulam data. Teknik pengembangan validasi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi data (triangulasi sumber) dan review informan. Hasil penelitian didapatkan bahwa (1) persepsiremaja mengenai pendidikan seks adalah pendidikan seks dipandang remaja sebagai sesuatu yang penting, bernilai


(49)

positif, serta bermanfaat bagi mereka dalam membantu persoalan hidup remaja, (2) sumber pendidikan seks yang digunakan remaja adalah media massa baik media cetak maupun elektronik serta teman sebaya, (3) pengetahuan seputar seks yang dibutuhkan oleh remaja yaitu pengetahuan tentang HIV AIDS, menstruasi, penyakit kelamin, resiko melakukan seks bebas, proses reproduksi atau hubungan seks dan gaya pacaran sehat.

2.1.6.3Pembelajaran dengan Metode Montessori

Susanti (2013), meneliti tentang “Penerapan Metode Montessori dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak di Kelompok Bermain Talenta Kabupaten Bandung”. Metode Montessori merupakan metode yang dapat diterapkan karena metode tersebut sangat menarik dan memiliki nilai positif terhadap perkembangan anak khusunya dalam memberikan rangsangan atau peningkatan keterampilan motorik dan dalam kasus ini adalah motorik halus. Pelu diingat juga bahwa hal tersebut membutuhkan konsistensi dalam penerapannya, baik di sekolah maupun di rumah. Sehingga teori tersebut digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan di Kelompok Bermain Talenta yang bertujuan untuk mengetahui penerapan metode Montessori dan untuk mengetahui factor-faktor penghambat dari penerapan metode Montessori di Kelompok Bermain Talenta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dan yang termasuk dalam penelitian kualitatif khususnya kualitatif deskiptif. Subjek yang digunakan 48 anak didik di kelompok bermain tersebut. Dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor penghambat penerapan metode Montessori di Kelompok Bermain Talenta, yaitu: (1) Metode Montessori yang diberikan belum diterapkan juga di kelas, (2) waktu pembelajaran yang cukup singkat, (3) tenaga kerja/pendidik yang benar-benar menguasai metode Montessori belum ada/belum tersedia.

Darmastuti (2013), meneliti tentang “Penerapan Metode Montessori dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Anak Usia Dini.” Penelitian ini dilakukan berdasarkan temuan masalah yang berkaitan dengan kemampuan menulis anak di TK Trisula Perwari Kelompok A. Dalam kasus ini dibutuhkan suatu pendekatan, metode atau model pembelajaran. Oleh sebab itu, deri perlakuan pembelajaran melalui media Montessori untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini


(50)

menggunakan penelitian tindakan kelas dengan desain penelitian Elliot. Teknik penelitian menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi serta menggunakan teknik analis data kualitatif dengan pelaksanaan beberapa tahapan. Ada peningkatan signifikan dari setiap siklusnya dengan perlakuan dengan menggunakan metode Montessori yang dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan menulis anak.

2.1.6.4Skema

Literatur Map Hasil Penelitian yang Relevan, sebagai berikut:

Gambar 2.3 Literature Map Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Alat Peraga Matematika Pembelajaran Montessori Persepsi penggunaan alat peraga

Yang perlu diteliti

Persepsi Guru dan Siswa atas Penggunaan Alat Peraga Matematika Kotak Pecahan Berbasis Montessori pada Pembelajaran Pecahan dengan menggunakan Pendekatan Kualitatif

Susanti (2013) penerapan metode Montessori dalam meningkatkan kemampuan motorik halus Darmastuti (2013) penggunaan metode Montessori dalam meningkatkan kemampuan menulis

anak usia dini Rukmi (2013)

pengembangan alat peraga Montessori yang

memfokuskan pada mengisi kekurangan penggunaan alat peraga

Latifa (2013) penggunaan alat peraga

meteran meningkatkan hasil belajar matematika siswa memiliki kesulitan

belajar matematika

Saprita (2012) persepsi remaja Surabaya terhadap tayangan Korean Wave

di Indosiar Setiawati (2010)

persepsi remaja mengenai pendidikan

seks (studi deskriptif kualitatif pada pelajar

SMA Negeri 4 Magelang)


(51)

2.2 Kerangka Berpikir

Siswa kelas IV SD berada pada tahap periode enam hingga duabelas tahun dimana pada periode ini keterampilan dan kemampuan yang dimiliki terus berkembang lebih lanjut dilatih, diperkuat, disempurnakan, dan dikembangkan. Dalam perkembangannya dibutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran di kelas sehingga siswa mengalami sendiri melalui apa yang dilakukannya. Guru tidak lagi sebagai patokan siswa dalam menerima informasi. Guru menyediakan fasilitas untuk siswa dalam mendapatkan pengalaman siswa sendiri. Fasilitas tersebut dapat digunakan sebagai perantara yang dapat meningkatkan kelancaran proses pembelajaran. Perantara tersebut dapat berupa alat peraga yang dapat membantu siswa dalam mengalami pembelajarnnya. Alat peraga merupakan suatu alat yang digunakan sebagai media pembelajaran yang berfungsi untuk memperagakan sajian pembelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang membutuhkan alat peraga, yaitu matematika. Pembelajaran matematika dapat disatukan dengan penggunaan metode Montessori yang juga memiliki kedekatan dalam pembelajaran matematika. Alat peraga Montessori dirancang khusus dengan perkembangan dan kebutuhan anak, yang memiliki karakteristik alat peraga yang (1) menarik. (2) bergradasi, (3) auto-correction, (4) auto-education, dan (5) konseptual. Selain itu juga mengajarkan kemandirian dan kesadaran bertanggungjawab. Dari penggunaan alat peraga tersebut, siswa dan guru akan mengalami sendiri proses kegiatan belajar mengajarnya sehingga siswa dan guru memiliki persepsi sendiri mengenai alat peraga ini. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan deskripsi sebagai tindak lanjut untuk mengungkapkan dan menganalisis persepsi guru dan siswa tersebut mengenai pengalaman selama penggunaan alat peraga Montessori tersebut khususnya pada materi pecahan.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian ini akan dibahas (1) jenis penelitian, (2) setting penelitian, (3) desain penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5) instrumen penelitian, (6) kredibilitas dan tranferabilitas, dan (7) teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahkualitatif. Penelitian kualitatif yakni penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena mengenai apa yang dialami narasumber dari penelitian tersebut, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006: 6). Penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yakni berawal dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian (Ghony, 2014: 73). Penelitian ini menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif, seperti tramskip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain sebagainya (Poerwandari, 1998: 42).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menitikberatkan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia (Moleong, 2006: 15). Dalam penelitian ini, peneliti berusaha memperdalam konseptual narasumber yang diteliti sehingga peneliti berusaha memahami apa dan bagaimanana yang dilakukan oleh narasumber ketika proses pembelajaran menggunakan alat peraga Montessori berlangsung. Proses ini melibatkan upaya-upaya penting yang diharapkan mampu mendalami penelitian ini, seperti mengajukan pertanyaan dan prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum, dan menafsirkan makna data (Creswell, 2007: 4-5).


(53)

Penyajian data dilakukan secara deskriptif sesuai dengan pengalaman yang dialami narasumber sendiri.

3.2 Setting Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Negeri Keceme 1 yang digunakan sebagai penelitian eksperimen serta penelitian evaluatif kepuasaan atas penggunaan alat peraga matematika berbasis Montessori. Sekolah Dasar Negeri Keceme 1 merupakan sekolah yang terletak di Sleman, Yogyakarta. Sekolah ini merupakan sekolah paralel yang memiliki minimal 2 kelas dari setiap tingkatan kelas. Pemilihan sekolah ini didasarkan oleh belum pernah ada penelitian sebelumnya yang mengadakan penelitian kualitatif tentang media pembelajaran berbasis Montessori, selain itu juga merupakan salah satu sekolah yang digunakan untuk penelitian kuantitatif (eksperimen) dan penelitian evaluatif kepuasan terhadap alat peraga. Narasumber dalam penelitian ini berjumlah tiga orang dari siswa kelas kelompok eksperimen yang mengikuti penelitian ekperimen.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada semester II tahun pelajaran 2013/2014, yaitu pada bulan Januari - April 2014.

3.2.3 Narasumber Penelitian

Populasi pada penelitian ini yaitu semua siswa kelas IVA dan siswa kelas IVB. Proses dalam menentukan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik sampling. Pemilihan kelas yang digunakan untuk penelitian ini atas persetujuan dari kepala sekolah maupun wali kelas. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan karakteristik narasumber yang mampu bekerjasama dan berkomunikasi yang baik dengan peneliti, serta yang memiliki nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) matematika, rendah, sedang, dan tinggi. Prosedur pemilihan dilakukan dengan cara sebelumnya mengamati kelas dan kemudian bertanya kepada guru kelas mengenai siswa yang dapat digunakan dalam penelitian sesuai kriteria diatas. Kemudian, peneliti menemui dan berkomunikasi langsung dengan narasumber yang telah disepakati oleh wali kelas dan peneliti sendiri. Narasumber penelitian ini terdiri dari empat orang, yakni 1 guru matematika dan 3 siswa kelas IVA.


(1)

121 Lampiran 4.11 Dokumentasi

A. Dokumentasi wawancara

1. Narasumber K (S1) ketika diwawancara

.

2. Narasumber R (S2) ketika diwawancara.


(2)

B. Dokumentasi ketika pembelajaran menggunakan alat peraga.

1. Ketika narasumber R (S2) selalu aktif menggunakan alat peraga, sedangkan yang lainnya tidak menggunakan.

2. Ketika guru membimbing siswa dalam menggunakan alat peraga.

3. Ketika narasumber R (S3) selalu memperhatikan penjelasan guru sambil aktif menggunakan alat peraga.


(3)

123 4. Ketika semua narasumber menggunakan alat peraga secara bersama.


(4)

(5)

125 Lampiran 4.13 Surat Telah Melaksanakan Penelitian dari Sekolah.


(6)

CURRICULUM VITAE

Pani Sulastri lahir di kota Lahat pada tanggal 11 Maret 1992. Anak dari pasangan Bapak Paino dan Ibu Haryani. Memiliki dua kakak bernama Hendro Priharno dan Retno Indah Priyani. Pendidikan dasar di Santo Yosef Lahat dari tahun 1998 dan tamat pada tahun 2004. Pendidikan menengah pertama diperoleh di SMP Santo Yosef Lahat dari tahun 2004, tamat pada tahun 2007. Pendidikan menengah atas diperoleh di SMA Santo Yosef Lahat, dari tahun 2007 dan tamat pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, peneliti tercatat sebagai mahasiswa Universitas Sanata Dharma pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Selama menempuh pendidikan di PGSD, peneliti mengikuti kegiatan di luar perkuliahan. Kegiatan tersebut meliputi, Pengurus Sanggar Sriwijaya IKPM SS-YK (Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Sumatera Selatan Yogyakarta) jabatan sebagai koordinator teater, pengisi acara “Festival Bedog Nusantara 2016” di Sungai Bedog. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul “Persepsi Terhadap Alat Peraga Bilangan Pecahan Berbasis Montessori”.