Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan dibahas 1 latar belakang, 2 rumusan masalah, 3 tujuan penelitian, 4 manfaat penelitian, dan 5 definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Persepsi tak lepas dari pemikiran manusia karena sejatinya manusia memiliki persepsi masing-masing. Persepsi pada hakikatnya adalah proses menuju pemahaman ataupun pemberian makna dari informasi terhadap rangsangan. Dalam hal tersebut dapat berarti bahwa persepsi yang muncul berasal dari apa yang dialami dan dirasakan. Persepsi yang keluar dapat berupa tanggapan, respon, perasaan, maupun pemikiran. Persepsi yang muncul juga bisa beragam, ada persepsi positif dan ada juga persepsi negatif Muchtar, 2012: 13-14. Berkaitan dengan pembelajaran di kelas, guru maupun siswa memiliki persepsi sendiri mengenai bagaimana proses pembelajaran itu berlangsung hingga sampai bisa dipahami siswa dengan baik. Media pembelajaran khususnya pembelajaran matematika yang dirancang dengan sangat baik dapat menarik minat siswa, salah satunya adalah melalui penggunaan alat peraga matematika. Alat peraga merupakan salah satu jembatan guna mengaitkan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Alat peraga dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat. Alat peraga sangat penting untuk menarik minta belajar siswa dan membuat siswa antusias dengan materi yang diberikan dan dapat meningkatkan prestasi siswa Sundayana, 2015: 24-25. Hasil wawancara dengan guru Matematika kelas IV SD N Keceme 1 pada tanggal 14 Januari 2014 menyatakan bahwa penyampaian materi yang biasanya berlangsung menggunakan penjelasan melalui ceramah, tanya jawab, maupun penugasan. Hal ini karena guru tersebut kurang memiliki kemampuan dalam mengembangkan media pembelajaran. Media pembelajaran di sekolah tersebut sebenarnya juga kurang lengkap, namun karena keterbatasan keterampilan juga sehingga membuat alat peraga yang ada tidak pernah digunakan. Beliau hanya menggunakan contoh-contoh sederhana dalam menjelaskan pembelajaran matematika di kelas. Pengakuan guru tersebut didukung oleh wawancara siswa yang mengaku bahwa guru mereka tidak pernah menggunakan alat peraga ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2 pembelajaran matematika berlangsung. Guru lebih sering menggunakan papan tulis dalam menjelaskan pembelajaran matematika. Ketika diwawancarai, guru juga menyampaikan bahwa metode tanya jawab yang sering digunakan bermanfaat dalam memacu kemampuan siswa dalam memahami materi dan memancing daya konsentrasi siswa. Dari wawancara tersebut terlihat bahwa alat peraga belum sepenuhnya digunakan dalam proses belajar mengajar. Siswa kurang mendapatkan pengalaman belajar yang diharapkan bagi pendidik. Papan tulis menjadi sesuatu yang sangat penting dari setiap penejelasan tanpa alat bantu peraga apapun. Kemampuan guru dalam mengembangkan alat peraga juga masih sangat kurang. Guru hanya terfokus pada metode ceramah dan tanya jawab. Meskipun demikian, upaya untuk mengembangkan alat peraga yang dapat membantu pembelajaran di kelas sudah banyak dilakukan, contohnya melalui penelitian alat peraga yang sudah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian yang dikembangkan diharapkan mampu memberikan gambaran kepada guru terhadap pemanfaatan alat peraga sebagai media pembelajaran yang fungsional. Peneliti menemukan beberapa peneliti yang menggunakan metode research and development RD dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga yang ditujukan untuk membantu pembelajaran. Hasil penelitian tersebut antara lain penelitian oleh Rukmi 2012 dengan hasil akhir sebuah produk alat peraga perkalian ala Montessori, Pertiwi 2012 dengan hasil akhir produk alat peraga Montessori untuk keterampilan berhitung matematika, Putri 2012 dengan hasil akhir alat peraga Montessori untuk keterampilan geometri matematika, dan Panca 2012 dengan hasil akhir produk alat peraga Montessori untuk penjumlahan dan pengurangan kelas I. Hasil penelitian-penelitian tersebut, tidak hanya mengembangkan alat peraganya, namun juga sudah ada penelitian kuantitatif dan penelitian survey terhadap penggunaan alat peraga. Idealnya sebuah penelitian pengembangan tersebut sebaiknya diimbangi dengan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai proses kognitif dan psikologis, baik dari siswa maupun guru yang terlibat secara langsung dengan alat peraga tersebut. Dengan begitu, akan diketahui bagaimana tanggapan, respon, perasaan, maupun pemikiran dari pihak yang menggunakan langsung alat peraga tersebut. Namun, pada 3 kenyataannya sangat disayangkan selama ini penelitian hanya sebatas pada uji coba untuk mengetahui alat peraga ini sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu pemahaman siswa yang berujung pada peningkatan prestasi belajar siswa melalui penelitian kuantitatif. Penelitian lebih lanjut yang mengupas lebih dalam bagaimana proses kognitif maupun psikologis siswa dan guru dalam menggunakan alat peraga tersebut sudah pernah dilakukan, hanya saja untuk respon penggunaan alat peraga berbasis Montessori “kotak pecahan” belum pernah dilakukan. Dalam prosesnya, penelitian tersebut dapat melibatkan siswa maupun guru melalui wawancara dan observasi langsung kepada mereka karena dalam pengembangan alat peraga membutuhkan guru dan siswa untuk mengetahui kepuasan, pendapat, dan perasaan guru dan siswa ketika menggunakan alat peraga tersebut. Penelitian RD yang telah dijelaskan di atas merupakan contoh dari sebagian penelitian yang telah dilakukan dalam mengembangkan alat peraga berbasis Montessori. Pengembangan alat peraga tersebut didesain khusus bagi perkembangan anak. Dengan alat peraga tersebut, siswa diharapkan aktif sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa maupun guru secara mandiri. Alat peraga Montessori memiliki karakteristik tersendiri, yaitu menarik, bergradasi, auto-education melatih kemandirian siswa, auto-correction memiliki pengendalian kesalahan, serta konstektual Montessori, 2002: 170- 176. Salah satu alat peraga yang dapat digunakan adalah alat peraga berbasis Montessori yang dipelopori dan dikembangkan oleh seorang wanita Italia yang bernama Maria Montessori Rukmi, 2012: 1. Ia seorang pendidik yang memiliki ketertarikan pada pendidikan anak dan menjadikan kelas sebagai laboratorium penelitiannya Suyadi, 2009: 57. Montessori memiliki prinsip bahwa pendidikan seorang anak berawal dan berlangsung dari tahap-tahap perkembangan anak itu sendiri. Anak usia sekolah berada pada periode kedua dari perkembangan menurut Montessori, yaitu dari usia enam hingga duabelas tahun Montessori, 2013: 79. Dari tahap tersebut, orang tua atau guru dapat memilih alat peraga edukatif yang sesuai dengan tahapan atau perkembangan anak Suyadi, 2009: 58. Montessori menegaskan bahwa tugas guru adalah hanya sebagai fasilitator, dimana guru 4 sendiri harus melayani kebutuhan anak dan juga harus mengemas berbagai pembelajaran sehingga menyenangkan bagi anak Suyadi, 2009: 60. Siswa kelas IV merupakan bagian dari periode kedua dari tahap perkembangan anak menurut Montessori. Siswa kelas IV mempelajari operasi hitung pecahan, terutama penjumlahan dan pengurangan pecahan, dimana penyebutnya harus sama. Menurut penuturan guru yang diwawancarai pada tanggal 14 Januari 2014 menjelaskan bahwa siswa biasanya mengalami kesulitan pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan jika penyebutnya berbeda. Siswa masih bingung untuk menyamakan penyebutnya sehingga kadang-kadang jika penyebutnya berbeda maka pembilang dan penyebutnya sama-sama dijumlahkan. Masalah tersebut berakibat pada kesalahan konsep yang tertanam pada siswa. Montessori memperkenalkan alat peraga yang sesuai untuk mempelajari penjumlahan dan pengurangan pecahan, tetapi alat peraga berbasis Montessori belum familiar di SD Negeri Keceme 1 sehingga dibutuhkan pengenalan khusus agar guru maupun siswa terbiasa menggunakannya. Sudah ada penelitian eksperimen yang meneliti bagaimana pengaruh penggunaan alat peraga untuk penjumlahan dan pengurangan pecahan terhadap prestasi siswa. Pengujian alat peraga tersebut, memungkinkan setiap siswa dan guru memiliki persepsi mengenai alat peraga yang dimaksud. Setiap siswa memiliki persepsi sendiri mengenai penggunaan alat peraga tersebut. Guru juga memiliki persepsi tentang penggunaan alat peraga tersebut. Penenlitian ini akan mendeskripsikan persepsi guru dan siswa mengenai alat peraga berbasis Montessori materi penjumlahan dan pengurangan pecahan.

1.2 Rumusan Masalah