BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Perancangan tata letak fasilitas merupakan rancangan dari fasilitas-fasilitas industri yang akan didirikan atau dibangun. Di dunia industri, perencanaan fasilitas
dimaksudkan sebagai sarana untuk perbaikan tata letak fasilitas, yang digunakan dalam penanganan material material handling, menentukan peralatan dalam
proses produksi, serta digunakan dalam perencanaan fasilitas secara keseluruhan. Tujuan perancangan fasilitas yaitu memenuhi kapasitas produksi dan
kebutuhan kualitas dengan cara paling ekonomis melalui pengaturan dan koordinasi yang efektif dari fasilitas fisik. Perancangan fasilitas akan menentukan bagaimana
aktivitas-aktivitas dari fasilitas-fasilitas produksi dapat diatur sedemikian rupa sehingga mampu menunjang upaya pencapaian tujuan pokok secara efektif dan
efisien. Dalam kenyataannya, rancangan fasilitas merupakan kegiatan tata letak ulang
dari suatu proses yang telah ada atau perubahan beberapa bagian dari susunan peralatan tertentu. Permasalahan tata letak terutama sekali menyangkut minimasi
dari biaya material handling penanganan material, memanfaatkan area yang ada, memberi kenyamanan bagi tenaga kerja, memudahkan proses manufaktur dan
sebagainya. PT. Bata Ringan Utama merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di
bidang produksi batu bata ringan. Beberapa departemen memiliki jarak
Universitas Sumatera Utara
perpindahan yang jauh serta aliran bahan berbentuk zig-zag, sehingga hal ini menyebabkan kerusakan produk saat proses pemindahan dari produksi ke gudang
produk. Gambar 1.1 menunjukkan layout awal dan aliran bahan pada PT. Bata Ringan Utama serta pada Tabel 1.1 menunjukkan jarak perpindahan dari beberapa
departemen.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.1. Layout Awal PT. Bata Ringan Utama Keterangan Gambar :
Aliran Bahan Skala 1 : 800
Universitas Sumatera Utara
II-31 Dari Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa departemen produksi dengan
departemen gudang produk memiliki jarak yang jauh dan aliran yang zig-zag sehingga saat proses pemindahan batu bata ringan terjadi kerusakan yaitu pecahnya
batu bata ringan. Berikut Tabel 1.1 menunjukkan jarak perpindahan dari beberapa departemen.
Tabel 1.1. Jarak Perpindahan dari Beberapa Departemen Departemen
Jarak perpindahan meter
Timbangan – Bagian Penerimaan dan
Pengiriman 24,39
Timbangan – Gudang Bahan Baku
75,09 Gudang Bahan Baku
– Produksi 42,9
Produksi – Gudang Produk
58,86 Gudang Produk
– Bagian Penerimaan dan Pengiriman
90,78 Gudang Produk
– Timbangan 101,1
Proses produksi bata ringan berawal dari proses penimbangan bahan baku pada departemen timbangan, dilanjutkan dengan pemberian surat dokumen bahan
baku pada departemen penerimaan. Selanjutnya bahan baku dibawa ke bagian produksi untuk diolah menjadi bata ringan dengan proses Autoclaved Aerated
Concrete ACC. Setelah produk jadi, produk disusun bertingkat di atas pallet sebanyak 5 baris dan 18 tingkat ke atas total 90 buah bata ringan per pallet dengan
berat 1 buah bata ringan yaitu 7,8 kg, sehingga 1 pallet memiliki berat total sebesar 702 kg. Produk ini dibawa ke gudang produk dengan hand lift. Saat proses
pemindahan, produk jadi sering mengalami kerusakan akibat jatuh dari susunan dikarenakan jarak perpindahan yang jauh dan aliran yang zig-zag menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
kerusakan produk. Berikut perhitungan persentase kerusakan kecacatan produk serta biaya kerugian dalam sekali angkut.
Persentase produk cacat =
� �ℎ �
� � Ju ah r du
x 100
Persentase produk cacat = x 100
= 16,67 Biaya kerugian akibat produk cacat = jumlah produk cacat x harga produk per buah
= 15 x Rp 7.800 = Rp 117.000 sekali angkut
Berdasarkan perhitungan di atas, persentase kerusakan produk sebesar 16,7 melebih dari nilai persentase kerusakan yang diijinkan perusahaan yaitu sebesar
4. Apabila hal ini dibiarkan, akan merugikan perusahaan. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada PT. Bata Ringan Utama, peneliti
akan melakukan perancangan ulang tata letak fasilitas dengan metode Fuzzy Analytical Heirarchy Process FAHP untuk mendapatkan rancangan alternatif
yang baik. Peneliti dalam tugas sarjananya menggunakan fuzzy AHP untuk memodelkan
ketidakpastian aliran perpindahan diantara fasilitas yang digambarkan dengan trapezodial fuzzy number TFN. Metode ini dianggap lebih objektif untuk
mendapatkan nilai kedekatan yang pasti dalam menentukan kedekatan antar departemen yang digambarkan dalam Activity Relationship Chart ARC untuk
merancang ulang.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini juga digunakan metode Systematic Layout Planning untuk perancangan ulang, metode ini digunakan untuk menyusun departemen
dengan menepatkan departemen yang memiliki frekuensi dan hubungan kedekatan yang tinggi antar departemen, sehingga memungkinkan perpindahan material yang
cepat dengan biaya yang minimal dalam penggunaan material handling. Alasan peneliti menggunakan metode ini adalah metode ini membuat kejelasan dokumen
dari logika tata letak, memudahkan input dari seluruh departemen, memiliki tahapan yang jelas dalam perancangan ulang tata letak serta prosesnya dapat
dikerjakan secara manual maupun dengan bantuan komputer.. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan
perancangan tata letak fasilitas. Penelitian tentang perancangan tata letak fasilitas dengan menggunakan metode pendekatan fuzzy AHP untuk mengambil keputusan
dalam merancang tata letak F. Dweiri, 2007. Dalam penelitiannya, evaluasi terhadap rancangan tata letak dilakukan berdasarkan beberapa kriteria seperti
hubungan antar departemen, hubungan aliran aliran bahan, tenaga kerja, peralatan, informasi dan uang, hubungan pengawasan pengawasan inventori, bahan dan
lantai produksi, hubungan lingkungan keamanan, suhu, kebisingan dan debu serta hubungan proses pelayanan khusus. AHP digunakan sebagai kerangka
umum formulasi sistem evaluasi yang seimbang dengan kriteria berbeda. AHP menggunakan perbandingan berpasangan dari atribut-atribut dalam pembuatan
keputusan. Perbandingan ini digunakan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi setiap atribut terhadap keputusan yang akan diambil. Pendekatan
fuzzy untuk masalah tata letak fasilitas melibatkan identifikasi variabel linguistik
Universitas Sumatera Utara
yang menggambarkan faktor kuantitatif dan kualitatif yang mempengaruhi hubungan fasilitas, pemilihan dan penentuan nilai-nilai dan fungsi keanggotaan
untuk variabel linguistik dan pengembangan prosedur heuristik untuk seleksi dan penempatan fasilitas dan evaluasi tata letak. Variabel linguistik sebagai faktor yang
mempengaruhi tata letak, penilaian variabel ini didapat dari hasil AHP menggunakan perbandingan berpasangan antar input variabel variabel aliran
bahan, aliran informasi, aliran tenaga kerja serta aliran peralatan.
1.2. Pokok Permasalahan