BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Tata Letak Fasilitas
Rekayasawan rancang fasilitas menganalisis, membentuk konsep, merancang, dan mewujudkan sistem bagi pembuatan barang atau jasa. Rancangan
ini umumnya digambarkan sebagai rencana lantai, yaitu satu susunan fasilitas fisik perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain untuk mengoptimumkan
hubungan antara petugas pelaksana, aliran barang, aliran informasi, dan tatacara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha secara sangkil, ekonomis dan aman
James M. Apple, 1990.
3.2. Tujuan Perencanaan dan Pengaturan Tata Letak Pabrik
James M. Apple 1990 menyatakan bahwa tujuan keseluruhan rancangan fasilitas adalah membawa masukan bahan, pasokan dll. melalui setiap fasilitas
dalam waktu tersingkat yang memungkinkan, dengan biaya yang wajar. Lebih spesifik lagi, suatu tata letak pabrik yang baik akan dapat memberikan
keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, sebagai berikut: 1.
Memudahkan proses manufaktur 2.
Meminimumkan pemindahan barang 3.
Memelihara keluwesan susunan operasi 4.
Memelihara perputaran barang setengah jadi yang tinggi 5.
Menekan modal tertanam pada peralatan
Universitas Sumatera Utara
6. Menghemat penggunaan ruangan bangunan
7. Meningkatkan kesangkilan tenaga kerja
8. Memberikan kemudahan, keselamatan bagi pegawai, dan memberi
kenyamanan dalam melaksanakan pekerjaan.
3.3. Analytical Hierarchy Process AHP
Menurut Eko Darmanto 2014 AHP Analytic Hierarchy Process adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala
rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinyu. AHP menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu
hirarki. Hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah
tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks
dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan
sistematis. Berikut tahapan dalam AHP : 1.
Mendefinisikan masalah. 2.
Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif- alternatif pilihan.
Gambar 3.1. dibawah ini adalah gambar struktur hierarki AHP.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Struktur Hierarki AHP
3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau
judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemenp di dalam
matrik yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom 5.
Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data preferensi perlu diulangi. Nilai eigen
vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh. 6.
Mengulangi langkah 3, 4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7.
Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen.
8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR0,100 maka
penilaian harus diulangi kembali.
Universitas Sumatera Utara
Thomas L. Saaty 1993 menyatakan bahwa proses hierarki analitik AHP menyusun perasaan serta intuisi dan logika dalam suatu ancangan terstruktur untuk
pengambilan keputusan. Proses Hierarki Analitik ini memungkinkan para pengambil keputusan menggambarkan interaksi serentak dari banyak faktor dalam
situasi yang kompleks dan tidak terstruktur. Proses ini membantu mereka mengidentifikasi dan menetapkan prioritas atas dasar sasaran serta pengalaman dan
pengetahuan mereka tentang setiap masalah. Analytic Hierarchy Process AHP mempunyai landasan aksiomatik yang
terdiri dari : 1.
Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A
adalah f kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1f kali lebih penting dari A.
2. Homogenity,
yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam
hal berat. -
3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan complete hierarchy
walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna incomplete hierarchy.
4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan
preferensi clan pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif
Universitas Sumatera Utara
Dalam memecahkan masalah persoalan dengan analisis logis eksplisit, ada tiga prinsip, yaitu prinsip menyusun hierarki, prinsip menetapkan prioritas, dan
prinsip konsistensi logis. 1.
Prinsip menyusun hierarki Manusia mempunyai kemampuan untuk mempersepsikan benda dan gagasan,
mengidentifikasinya, dan mengkomunikasikan apa yang mereka amati. Untuk memperoleh pengetahuan terinci, pikiran kita menyusun realitas yang
kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini ke dalam bagian-bagiannya lagi, dan seterusnya secara hierarkis.
Jumlah bagian-bagian ini biasanya berkisar antara lima sampai sembilan. Dengan memecah-mecah realitas menjadi beberapa gugusan yang homogen,
dan membagi lagi gugusan ini menjadi gugusan-gugusan yang lebih kecil, kita dapat memadukan sejumlah besar informasi ke dalam struktur suatu masalah
yang membentuk gambaran yang lengkap dari keseluruhan sistem. Setelah persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan decomposition yaitu memecah
persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsur sampai tidak
mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tindakan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, maka proses analisis dinamakan
hirarki. Selanjutnya membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang diatasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini akan ditempatkan dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam penyusunan skala kepentingan menggunakan patokan yang dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Dasar Perbandingan Kriteria Intensitas
Pentingnya Definisi
1 Kedua elemen sama pentingnya
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang lainnya
5 Elemen yang satu sangat penting ketimbang elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lain
9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan berdekatan
Kebalikan Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya bila dibandingkan dengan i
Sumber: Saaty1994
2. Prinsip menentukan prioritas
Manusia juga mempunyai kemampuan untuk mempersepsi hubungan antara hal-hal yang mereka amati, membandingkan sepasang benda atau hal yang
serupa berdasarkan kriteria tertentu, dan membedakan kedua anggota pasangan itu dengan menimbang intensitas preferensi mereka terhadap hal
yang satu dibandingkan dengan yang lainnya. Lalu mereka mensintesis penilaian mereka melalui imajinasi atau dalam hal menggunakan AHP,
melalui proses logis yang baru, dan memperoleh pengertian yang lebih baik tentang keseluruhan sistem. Para perencana menetapkan hubungan elemen
dari setiap tingkatan hierarki dengan membandingkan elemen itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif elemen pada
tingkat hierarki tertentu terhadap setiap elemen pada tingkat yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam konteks ini, elemen pada tingkat yang tinggi tersebut berfungsi sebagai suatu kriteria dan disebut sifat property. Hasil dari proses
pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas, atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap sifat. Pembandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua
elemen dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah memberi bobot setiap vektor dengan prioritas sifatnya. Sintesis ini menghasilkan seperangkat bobot
prioritas netto untuk tingkat paling dasar. Elemen dengan bobot tertinggi adalah rencana yang patut dipertimbangkan paling serius untuk diambil
tindakannya, meski rencana yang lain tidak harus dikesampingkan sama sekali.
3. Prinsip konsistensi logis
Prinsip ketiga dari pemikiran analitis adalah konsistensi logis. Manusia mempunyai kemampuan untuk menetapkan relasi antar obyek atau antar
pemikiran sedemikian sehingga koheren, yaitu obyek-obyek atau pemikiran itu saling terkait dengan baik dan kaitan mereka menunjukkan konsistensi.
Konsistensi berarti dua hal. Yang pertama, bahwa pemikiran atau obyek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas dan relevansinya. Arti
konsistensi yang kedua adalah bahwa intensitas relasi antar gagasan atau antar obyek yang didasarkan pada suatu kriteria tertentu saling membenarkan
secara logis. Dalam mempergunakan prinsip ini, Proses Hierarki Analitik memasukkan baik aspek kualitatif maupun kuantitatif pikiran manusia. Aspek
kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hierarkinya, dan aspek
Universitas Sumatera Utara
kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas padat. Proses itu sendiri dirancang untuk mengintegrasikan dwi sifat ini.
Proses ini dengan jelas menunjukkan bahwa demi pengambilan keputusan yang lebih baik, segi kualitatif merupakan dasar untuk pengambilan
keputusan yang sehat dalam situasi kompleks, dimana kita perlu menetapkan prioritas dan melakukan perimbangan trade offs. Indikator konsistensi
diukur melalui Consistency Index CI yang dirumuskan :
CI = Z
maks
-n n - 1
Keterangan : n
= Jumlah item yang dibandingkan
Zmaks = Harga rata-rata yang dihitung sebelumnya
Harga Random Index dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Harga Random Index N
2 3
4 5
6 7
8 9
10
RI 0,58
0,90 1,12
1,24 1,32
1,41 1,45
1,51 Sumber: Saaty1994
Jadi derajat inkonsistensi untuk komparasi pasangan pada matriks kriteria keputusan pada contoh terdahulu dihitung dengan rasio CI terhadap RI :
CR = CI RI
Keterangan : CR
= Consistency Ratio
RI =
Random Index CI
= Consistency Index
Secara umum, derajat konsistensi cukup memuaskan bila: CI RI 0,10
Universitas Sumatera Utara
3.4. Teori Fuzzy