Sumber Daya Finansial Sumber Daya

Dari tabel jumlah kunjungan pasien JKN dan hasil wawancara tersebut, jika disimpulkan dapat dirata-ratakan perhari pasien yang berobat ke RSU Kota Tangerang Selatan dengan menggunakan kartu BPJS bisa mencapai 40-50 peserta setiap harinya dan akan terus bertambah seiring animo masyarakat terhadap program ini, pasien-pasien tersebut sering menumpuk pada jam-jam padat pelayanan, seperti hasil observasi peneliti jam padat pelayanan yaitu pada pukul 09.00 –11.00 WIB, sedangkan pembukaan pendaftaran untuk peserta dengan menggunakan Jaminan BPJS dari pukul 07.30 - 11.00 WIB. Estimasi peneliti untuk melayani 1 orang dalam 1 kali kunjungan adalah kurang lebih 5-8 menit tergantung kemudahan dalam pendataan dan pendaftaran pasien, belum lagi jika ada pasien yang sangat sering memerlukan informasi lebih mengenai alur pelayanan yang akan mereka peroleh selanjutnya. Terlihat kesulitan dari bagian administrasi yang hanya berjumlah 2 orang dalam melayani pasien dengan bermacam kendala, seperti surat rujukan dan keterangan lainnya yang tidak lengkap dan memerlukan waktu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut.

2. Sumber Daya Finansial

Sumber pembiayaan program JKN berasal dari besaran klaim yang dibayarkan oleh BPJS kepada rumah sakit. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai sumber pembiayaan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan, peneliti memperoleh data dari wawancara yang kutipannya sebagai berikut: “…dari klaim ke BPJS aja. Kita kan masih belum BLUD, tapi udah sendiri, jadi kaya SKPD sendiri gitu, jadi anggarannya itu masih di subsidi Pemkot Tangsel. Jadi masih disubsidi dana untuk obat- obatnya. juga Alkesnya….” RS – 1 “Klaim BPJS” RS – 2 “…kalau JKN dari BPJS, kalau E-KTP dari Pemkot, ada juga subsidi dana alkes sama obat…, …sudah cukup ya, kita kan subsidi juga…” RS – 3 Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa di RSU Kota Tangerang Selatan sendiri untuk dana pennyelenggaraan program JKN bersumber dari pembayaran klaim yang dikeluarkan BPJS kepada rumah sakit, namun ada pendapat informan yang juga menyatakan bahwa dana BPJS tidak hanya untuk membiayai program JKN dan operasionalnya, karena ternyata RSU Kota Tangerang Selatan mendapatkan dana alokasi khusus karena posisinya sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD tersendiri. Sehingga untuk obat-obatan dan alat kesehatan, RSU Kota Tangerang Selatan mampu memenuhi kebutuhannya dari dana alokasi pemerintah kota Tangerang Selatan tersebut. Selain itu juga, untuk dana klaim program JKN kepada BPJS tidak secara langsung diterima oleh rumah sakit sehingga rumah sakit tidak bisa menggunakan pendanaan secara langsung, seluruh dana hasil klaim dari rumah sakit kepada BPJS masuk ke dalam Kas Daerah, hal ini dikarenakan posisi RSU Kota Tangerang Selatan yang merupakan SKPD tersendiri yang tidak boleh secara langsung mengelola dana secara mandiri, sehingga rumah sakit harus sesegera mungkin mengajukan pencairan dana klaim kepada Penanggung Jawab Kas Daerah agar dapat digunakan untuk biaya pelayanan. Pada pelaksanaan di lapangan, mekanisme diatas memang terlaksana, namun tidak adanya dokumen ataupun skema yang mengatur alur pencairan ini. Berdasarkan paparan diatas peneliti membuat alur pencairan dana klaim dari BPJS ke Rumah Sakit, berikut alurnya. Kesimpulan yang dapat ditarik dari paparan diatas adalah pembiayaan atas penyelenggaraan program JKN di RSU Kota Tangerang Selatan bersumber dari pembayaran klaim oleh BPJS kepada rumah sakit, untuk penggunaan dana tersebut tidak dapat dilakukan pengelolaannya secara langsung oleh rumah sakit, harus melalui pencairan kembali kepada Kas Daerah, hal ini disebabkan posisi RSU Kota Tangerang Selatan adalah SKPD dibawah Pemerintah Kota Tangerang Selatan, sehingga jika rumah sakit ingin mencairkan dana tersebut, harus melalui Kas Daerah. Seyogyanya berdasarkan Peraturan Presiden No. 122013, menyatakan BPJS wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 lima belas hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Namun pada kenyataanya permasalahan terkait lamanya klaim yang dikeluarkan oleh BPJS memang menjadi masalah bersama, kesalahan pada operator pelaksana juga terlihat, dari observasi peneliti ternyata klaim dari rumah sakit memang telat dilaporkan kepada BPJS, sehingga BPJS-pun tidak bisa melakukan pembayaran tagihan kepada rumah sakit. Berikut kutipan hasil wawancara dengan pihak BPJS dan Rumah Sakit terkait klaim tagihan yang lama cair. “…dulu kita ada ngaretnya dari Jamkesmasnya ya, dulu pas jamkesmas pernah telat 3 bulan, nah kalau sekarang mah bagus ya kata saya, februari aja udah mau closing, kalau dulu kan bulan ini aja nih bulan april, masih ngerjain yang 2013.” RS – 1 “…karena sistemnya BPJS juga yang belum support banget jadi banyak klaim tagihan yang belum dibayarkan…” RS – 2 “Trus, sistem BPJS klaimnya juga masih lama kaya pas askes dulu …” RS – 3 Dari paparan diatas jika disimpulkan bahwa rumah sakit juga mengalami kesulitan dalam melakukan pemberkasan, karena masih banyak berkas penagihan klaim yang tidak lengkap, seperti masih adanya ketidak-sesuaian coding CBGs yang dilakukan oleh dokter, membuat tim pemberkasan harus kembali kepada dokter untuk meminta persetujuan merubah diagnosa berdasarkan pathway penyakit yang hanya bisa ditentukan oleh dokter yang menangani pasien. Selanjutnya ada juga permasalahan dengan lamanya pemberkasan yang dilakukan pihak rumah sakit membuat kerja verifikator di BPJS terkendala, sehingga baik rumah sakit maupun BPJS tidak dapat mendesak secara langsung. Peraturan yang baru dibuat seiring program berjalan, seperti saat ini pemberkasan harus sudah masuk ke bagian verifikasi BPJS maksimal 5 hari setelah dilakukan pemberkasan menurut Koordinator Jaminan RSU, sehingga harapan mereka untuk bulan-bulan selanjutnya tidak akan terjadi lagi keterlambatan pengajuan klaim dari rumah sakit. Dalam beberapa kasus ini sering terjadi, di daerah-daerah lain dari berbagai sumber peneliti juga memperoleh informasi mengenai selisih nilai tarif pelayanan yang dikeluarkan RS dengan yang di di nilai tarif di paket INA-CBGs. Dari hasil wawancara dengan Koordinator Jaminan di RSU Kota Tangerang Selatan yang berhasil penulis kutip sebagai berikut: “…nah kan harus dapat suntik Insulin kan satu insulin aja 200 ribu, sedangkan yang dibayarkan BPJS itu cuma 160 ribu, belum dokter, belum yang lain kan…” RS – 1 Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata kasus perbedaan nilai tarif pelayanan dengan nilai paket INA- CBGs terjadi perbedaan, namun dikarenakan RSU Kota Tangerang Selatan merupakan SKPD dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan yang masih mendapatkan subsidi untuk biaya obat dan alat kesehatan, perbedaan tarif ini tidak begitu dirasakan oleh rumah sakit. Perbedaan tarif ini terjadi karena rumah sakit sudah terlebih dahulu membeli obat dengan harga yang tinggi, sedangkan nilai ganti dari klaim yang diberikan BPJS tidak sesuai dan dapat memenuhi penggantian 100 penggunaan anggaran obat di RSU Kota Tangerang Selatan.

3. Sumber Daya Sarana dan Prasarana