Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG

MEMPENGARUHI INTENSI MEMBELI PRODUK

FASHION TIRUAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Knowledge, Piety, Integrity

Oleh:

JAZRAN EFENDI

NIM : 109070000155

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Bersyukurlah untuk setiap senyummu, agar Allah

menghadiahkan keindahan untuk setiap butir air matamu

Mario Teguh

Hidup tiada mungkin tanpa perjuangan, tanpa pengorbanan,

mulia adanya.”

Petikan syair lagu Indonesia Jaya

“There’s nothing interesting about looking perfect-you lose

the point. You want what you’re wearing to say something about you, about who you are.”

Quotes about fashion by Emma Watson

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini ku persembahkan untuk Bapak & Ibu yang senantiasa

mendoakanku tanpa henti dan atas cinta kasih serta pengorbanan

tanpa syarat yang selalu tercurahkan untuk kebaikan dan

kesuksesanku, anaknya.


(6)

vi (D) (xiv + 87 halaman + lampiran)

(E) Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Intensi Membeli Produk Fashion Tiruan.

(F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan. Penulis berteori bahwa variabel sikap (behavioral beliefs dan outcome evaluation), norma subjektif (normative beliefs dan motivation to comply), perceived behavioral control (control beliefs dan power of factor) dan jenis kelamin mempengaruhi intensi membeli produk fashion tiruan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 150 orang pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang yang berlokasi di Jakarta Pusat yang diambil dengan teknik non-probability sampling. Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi instrumen pengumpulan data, yaitu alat ukur intensi membeli peneliti susun dengan berpijak pada teori planned of behavior (Ajzen, 2005), sikap dan perceived behavioral control dari Cheng, Fu dan Tu (2011) dan norma subjektif dari Ajzen (1991).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independent variable yang diteliti terhadap intensi membeli produk fashion tiruan sebagai dependent variable. Hasil uji hipotesis minor yang menguji dari ketujuh variabel menunjukkan variabel motivation to comply berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan, sedangkan behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, control beliefs, power of factor dan jenis kelamin tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikaji kembali dan dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya seperti dengan menambah jumlah sampel dan variabel yang akan diteliti yaitu risk averness, materialism dan lain sebagainya agar hasil yang diperoleh lebih representatif.


(7)

ABSTRACT

(A) Faculty of Psychology Syarif Hidayatullah Jakarta State Islamic University (B) September 2014

(C) Jazran Efendi

(D) (xiv + 87 page + attachment)

(E) Factors of Psychological which Influence to Intention Purchasing Counterfeit Fashion Product.

(F) This research purpose to know factors of psychological which influence to intention purchasing counterfeit fashion product. The writer theorize that variable of attitude (behavioral beliefs and outcome evaluation), subjectif norm (normative beliefs and motivation to comply), perceived behavioral control (control beliefs and power of factor) and gender influence to intention purchasing counterfeit fashion product.

This research was used quantitative approach with multiple regression analyze. Total sample much 150 visitor Tanah Abang Trade Center at Central Jakarta with non-probability sampling technique. In this research, writer modificated instrument data collect, like instrument intention purchasing based on theory planned of behavior (Ajzen, 2005), attitude, perceived behavioral control from Cheng, Fu and Tu (2011) and subjective norm from Ajzen (1991).

Result of this research showing that there significant influence from all independent variable toward intention purchasing counterfeit fashion product as dependent variable. Result of test 7 minor hypothesis showing that variable motivation to comply significant influence toward intention purchasing counterfeit fashion product, whereas variable behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, control beliefs, power of factor and gender did not a show significant influence toward intention purchasing counterfeit fashion product.

Writer hope implication from this research result can be preview to developed future research with increasing sample total and variable like risk averness, materialism and others to result obtained more represntative.


(8)

vii

yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Intensi Membeli Produk Fashion Tiruan. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.

Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya skrispi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dalam memberikan bimbingan, masukan, dan arahan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh jajaran dekanat lainnya yang telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan berkualitas.

2. Solicha, M.Si, dosen pembimbing akademik kelas D angkatan 2009 yang telah memberikan dukungan penuh dan do’a kepada saya dan seluruh mahasiswa agar terus berupaya menyelesaikan studi dengan baik.

3. Dosen pembimbing skripsi I dan II, Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Drs. Akhmad Baidun M.Si. Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah Bapak dan Ibu berikan, ilmu yang selalu tercurahkan, dan tentu kesabaran dan ketulusan Bapak dan Ibu selama membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pengetahuan seputar Psikologi dan juga seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi.


(9)

viii

5. Kedua orang tua saya, Bapak Jaharuddin dan Ibu Sopiyah serta kakak saya Neldy dan keluarga besar. Saya mengucapkan terima kasih atas cinta dan kasih sayang, motivasi, perhatian, pengertian, dukungan tak bersyarat serta do’a yang tiada henti dipanjatkan untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Sahabat D’One Heart family yang tak mampu saya sebutkan semua nama mereka satu-persatu. Saya berterima kasih atas segala bentuk dukungan dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga kekeluargaan kita tetap kompak dan sukses dalam meniti karir masing-masing.

7. Keluarga besar Kahfi Motivator School, guru sehat Bapak Tubagus Wahyudi dan teman-teman angkatan 14 khususnya, yang telah memberikan pengajaran berbagai ilmu sehingga memberikan dorongan positif yang secara signifikan mengubah kekeliruan pola pikir penulis.

8. Sahabat-sahabat saya Adi, Khoir, Aziz, Tiar, Arif, Mukhtar, Deden, Rizki, Rida, Naff, Dayat, dan lainnya, terima kasih atas diskusi ilmu yang sering kita lakukan dan tentunya terima kasih atas tawa canda dan kesedihan yang kita lewati bersama.

9. Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang saya berikan dan seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala dukungan, bantuan, dan kemudahan yang telah diberikan untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua.

Jakarta, September 2014


(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah ... 1

1.2. Batasan dan perumusan masalah 1.2.1. Batasan masalah ... 8

1.2.2. Rumusan masalah ... 10

1.3. Tujuan penelitian dan manfaat penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian ………. 11

1.3.2. Manfaat penelitian 1.3.2.1. Manfaat teoritis ... 11

1.3.2.2. Manfaat praktis ... 11

1.4. Sistematika penulisan ... 12

BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Intensi membeli 2.1.1. Pengertian intensi membeli ……….. 14

2.1.2. Aspek intensi membeli ……… 15

2.1.3. Faktor pengontrol intensi 2.1.3.1. Faktor internal ………. 17

2.1.3.2. Faktor eksternal ……….. 18

2.1.4. Teori yang terkait dengan intensi 2.1.4.1. Theory of reason action (TRA) ………. 20

2.1.4.2. Theory of a planned behavior (TPB) ……….. 20

2.1.5. Determinan intensi ……… 22

2.1.6. Pengukuran intensi ………... 23

2.2. Sikap 2.2.1. Pengertian sikap ………. 24

2.2.2. Anteseden sikap ……….. 25


(11)

x

2.2.4. Pengaruh sikap terhadap intensi membeli ……… 26

2.2.5. Pengukuran sikap ………. 27

2.3. Norma subjektif 2.3.1. Pengertian norma subjektif ……….. 28

2.3.2. Anteseden norma subjektif …………...……… 28

2.3.3. Pengaruh norma subjektif terhadap intensi membeli ……….. 29

2.3.4.Pengukuran norma subjektif ………. 30

2.4. Perceived behavioral control (PBC) 2.4.1. Pengertian perceived behavioral control ……… 31

2.4.2. Anteseden perceived behavioral control ………. ... 32

2.4.3.Pengaruh perceived behavioral control terhadap intensi membeli …………. 33

2.4.4. Pengukuran perceived behavioral control (PBC) ……….. 33

2.5. Jenis kelamin ………. 34

2.6. Produk fashion tiruan ……… 34

2.7. Kerangka berpikir ……….……….. 35

2.8. Hipotesis penelitian ………... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel 3.1.1. Populasi dan sampel penelitian ... 40

3.1.2. Teknik pengambilan sampel ... 40

3.2. Variabel penelitian ... 41

3.3. Definisi operasional variabel... 41

3.4. Instrumen pengumpulan data ... 42

3.4.1. Alat ukur intensi membeli ... 43

3.4.2. Alat ukur sikap ... 44

3.4.3. Alat ukur norma subjektif ... 45

3.4.4. Alat ukur perceived behavioral control……….. 46

3.5. Pengujian validitas konstruk ... 47

3.5.1. Uji validitas konstruk intensi membeli ... 49

3.5.2. Uji validitas konstruk sikap 3.5.2.1. Behavioral beliefs ... 51

3.5.2.2. Outcome evaluation…………...………. 52

3.5.3. Uji validitas konstruk norma subjektif 3.5.3.1. Normative beliefs………. 53

3.5.3.2. Motivation to comply……….. 55

3.5.4. Uji validitas konstruk perceived behavioral control 3.5.4.1. Control beliefs………... 56


(12)

xi

4.2. Deskriptif statistik hasil penelitian ... 64

4.3. Kategorisasi skor variabel ……… 66

4.4. Hasil uji hipotesis

4.4.1. Analisis regresi variabel penelitian ... 68 4.4.2. Pengujian proporsi varians independent

variable ... 72

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 78 5.2. Diskusi ... 78 5.3. Saran

5.3.1. Saran teoritis... 82 5.3.2. Saran praktis ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kerugian Total Industri di Indonesia akibat Pemalsuan

Produk Fashion, Periode 2002-2011 ... 4

Tabel 3.1 Skor pengukuran skala ... 43

Tabel 3.2 Blue print skala intensi membeli ... 44

Tabel 3.3 Blue print skala sikap ... 45

Tabel 3.4 Blue print skala norma subjektif ... 46

Tabel 3.5 Blue print skala perceived behavioral control ... 47

Tabel 3.6 Muatan faktor intensi membeli ... 50

Tabel 3.7 Muatan faktor behavioral beliefs ... 52

Tabel 3.8 Muatan faktor outcome evaluation ... 53

Tabel 3.9 Muatan faktor normative beliefs ... 54

Tabel 3.10 Muatan faktor motivation to comply ... 56

Tabel 3.11 Muatan faktor control celiefs ... 57

Tabel 3.12 Muatan faktor Powerof factor ... 58

Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian ... 63

Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian ……… 65

Tabel 4.3 Norma skor variabel ... 66

Tabel 4.4 Kategorisasi skor intensi membeli, behavioral beliefs, outcome evaluation, normative belief, motivation to comply, control beliefs, power of factor, dan jenis kelamin ... 67

Tabel 4.5 Model Summary R ... 68

Tabel 4.6 Anova Seluruh IV terhadap DV ... 69

Tabel 4.7 Koefisien Regresi ... 70

Tabel 4.8 Proporsi varians variabel sikap, norma subjektif, pbc, dan jenis kelamin ... 73

Tabel 4.9 Kontribusi varians independent variable terhadap dependent variable ………. 76


(14)

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Output Lisrel 8.7 Lampiran 2 Path Diagram Variabel


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

1.1. Latar Belakang

Pakaian atau busana sudah menjadi kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat tinggal. Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi tubuh dari bagian yang tidak terlihat dan menutupi dirinya, juga meningkatkan kenyamanan, keamanan dari terbakar sinar matahari atau berbagai fungsi lainnya. Pakaian pada mulanya dibuat dari tanah liat, daun-daunan, kulit binatang dan kulit kayu (Judy, 1986).

Perkembangan model dan jenis pakaian mengacu pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya masyarakat tertentu atau yang lebih dikenal dengan istilah fashion. Fashion merupakan cara berpakaian sehari-hari untuk suatu kurun waktu tertentu, yang diterima dan diikuti oleh sebagian masyarakat. Fashion terus berubah dari waktu ke waktu, seringkali jauh lebih cepat daripada budaya dimana fashion itu berkembang. Kata fashionable dipakai untuk menggambarkan seseorang atau sesuatu yang cocok dengan look yang populer pada suatu masa, kebalikannya disebut unfashionable (Kamus Mode, 2010).


(17)

2

Dunia fashion terus memperlihatkan perkembangannya dikarenakan setiap orang membutuhkan dan menyukai pakaian. Berbagai model dan desain pakaian dibuat untuk memenuhi kebutuhan setiap penggemarnya. Secara global fashion tidak terbatas pada pakaian, namun pada segala hal yang dapat membuat citra diri seseorang menjadi lebih sempurna, seperti misalnya sepatu, tas, aksesoris dan lain-lain, tetapi tetap berkaitan erat dengan pakaian (www.anneahira.com diakses pada tanggal 17 November 2013 pada pukul 20.00).

Produk fashion pun kini dengan mudah ditemukan di pusat perbelanjaan atau mal dengan berbagai model dan merek, tentu saja akan memudahkan konsumen dalam mencari produk fashion yang diinginkan. Kegiatan berbelanja memang sudah tidak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari terutama masyarakat perkotaan khususnya ibukota Jakarta. Kota Jakarta telah tumbuh menjadi sebuah kawasan komersial yang tanpa diduga ternyata menyimpan jumlah mal terbanyak di dunia. Sebanyak 130 mal yang tersebar di seluruh kota Jakarta menjadikan para perusahaan pemegang lisensi produk internasional dengan mudah mempengaruhi konsumen dengan merek kenamaan dunia. Sebut saja PT. Mugi Rekso Abadi, PT. Bagasi Luks, Time International ataupun Mahagaya Perdana yang telah sukses membangun mal di Jakarta menjadi tak kalah bersaing dengan mal kelas dunia (Amalludin, dalam Putri, 2010).

Penggunaan produk bermerek kelas dunia tidak hanya diperuntukkan bagi konsumen yang berasal dari status sosial kalangan atas. Konsumen yang berasal dari status sosial kalangan menengah pun ingin menyandang penggunaan produk fashion ini, tentunya menciptakan efek yang beragam. Ketika pakaian ternyata


(18)

menyandang merek desainer terkenal, hal itu dapat dianggap sebagai kemewahan untuk mengekspresikan diri tentang ide dan arti diri seseorang (Mowen, 2002). Dengan demikian konsumen termotivasi dan berkeinginan untuk memberikan citra diri kepada orang lain dengan kemampuan untuk membayar harga tinggi untuk produk bermerek tertentu (Solomon, dalam Rajagopal, 2010).

Sebagai konsumen yang menghargai karya orang lain atau hak cipta. Konsumen seharusnya membeli produk fashion asli, tetapi tidak sedikit konsumen yang memilih bahkan menggemari produk fashion tiruan. Kecenderungan perilaku konsumen di Indonesia dalam membeli produk fashion ternyata lebih menggemari produk fashion tiruan dibandingkan dengan produk fashion asli. Hasil survei membuktikan dari 34 konsumen yang diwawancarai, 20 orang (58.82%) ternyata memiliki kecenderungan untuk membeli produk fashion tiruan, 13 orang (38.24%) memiliki kecenderungan untuk membeli produk fashion asli dan satu orang (2.94%) memilih lain-lain (www.forum.kompas.com, diakses pada tanggal 7 November 2013 pada pukul 20.00 WIB). Menurut Cordell (dalam Siham, 1996), konsumen lebih memilih produk fashion tiruan dikarenakan karena status simbolik dari merek yang tertera, lokasi berbelanja yang mudah diakses, dan rentang harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk fashion asli.

Fenomena pemalsuan produk yang sedang berkembang menyebabkan masalah sosial dan ekonomi yang sangat serius dan dapat menimbulkan gejala ekonomi dan kepercayaan konsumen terhadap produk bermerek tertentu (Tom, et al., dalam Ahmad, 2012). Pembajakan atau pemalsuan dapat dikatakan sebagai akibat dari meningkatnya perdagangan global dan, majunya perkembangan


(19)

4

teknologi, dan meningkatnya barang yang dianggap bernilai untuk dipalsukan (Business News, dalam Boonghee, 2005). Merek barang mewah mudah dipalsukan karena barang tersebut mudah untuk dijual dan tidak menciptakan biaya produksi yang tinggi (Ervina, 2013).

Banyak peneliti berpendapat bahwa meningkatnya pasar global akan mengurangi homogenitas perilaku konsumen dalam suatu negara dan mampu meningkatkan kesamaan di seluruh Negara (Rajagopal, 2010). Pemalsuan sulit untuk dihentikan karena banyaknya permintaan dari konsumen di seluruh dunia (Bloch, et al., dalam Ahmad, 2012). Pemalsuan merek populer merupakan masalah yang serius di dunia tanpa terkecuali di Indonesia. Industri fashion khususnya, produk palsu dapat ditemukan di sejumlah produk barang seperti pakaian, sepatu, jam tangan dan perhiasan (Yoo & Lee, 2009). Sebuah laporan menyebutkan bahwa investor internasional ragu untuk melakukan investasi industri pakaian di Indonesia karena level pemalsuan yang tinggi di pasaran (Ekawati, dalam Ervina, 2013). Kerugian akibat pemalsuan produk fashion yang terjadi di Indonesia terlihat seperti tabel 1.1

Tabel 1.1

Kerugian Total Industri di Indonesia akibat Pemalsuan Produk Fashion, Periode 2002-2011

No Tahun Kerugian

1 2002 Rp. 2 Trilyun

2 2011 Rp. 43.2 Trilyun

Sumber: (www.thejakartapost.com, diakses pada tanggal 12 Desember 2012, dalam Ervina, 2013)


(20)

Berdasarkan uraian data di atas, kerugian yang dialami sektor industri di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Kecenderungan konsumen memilih produk fashion tiruan memicu pertumbuhan pasar gelap yang merugikan berbagai pihak. Fenomena seperti ini mendorong penelitian mengenai perilaku konsumen dalam membeli produk fashion tiruan sangat dibutuhkan (Han, 2007).

Perilaku membeli yang dilakukan konsumen merupakan hal yang kompleks karena melibatkan kegiatan mental dan fisik. Konsumen perlu terlebih dahulu mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhannya, kemudian mulai memikirkan dan mengumpulkan informasi tentang produk apa saja yang dapat memenuhi dan memuaskannya, setelah informasi diperoleh selanjutnya informasi tersebut dimasukkan ke dalam memori jangka panjang (retensi). Konsumen akhirnya menilai, mencari, membeli, dan memakai produk yang dibutuhkan. Penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa untuk mewujudkan suatu aktivitas membeli perlu adanya kemauan yang kuat untuk melakukannya (Engel, 2006).

Menurut Ajzen (2005) kemauan yang kuat untuk melakukan suatu tingkah laku, termasuk tingkah laku membeli, dapat dijelaskan melalui konsep intensi. Intensi dalam diri seseorang menggambarkan aspek internal maupun eksternal yang mempengaruhi orang tersebut dalam mewujudkan suatu perilaku. Intensi menunjukkan seberapa kuat seseorang bersedia untuk mencoba dan melakukan dalam berbagai situasi. Perilaku yang berada di bawah kendali kemauan, maka usaha orang tersebut akan terwujud sebagai aksi. Intensi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu intensi membeli produk fashion tiruan.


(21)

6

Faktor yang mempengaruhi intensi menurut Ajzen (2005) yaitu sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control. Sikap diasumsikan pada derajat seseorang dari evaluasi yang disukai atau tidak disukai pada perilaku tertentu (Ajzen, 2012). Sikap ditentukan oleh dua determinan yaitu behavioral beliefs dan outcome evaluation (Ajzen, 2005). Sebelum seseorang memunculkan perilaku membeli produk fashion tiruan, seseorang diasumsikan memiliki intensi dari beberapa beliefs atau keyakinan untuk menampilkan perilaku tersebut. Keyakinan positif dalam membeli produk fashion tiruan seperti harga yang lebih murah mampu menjadi nilai kompensasi tersendiri bagi konsumen terlepas dari kualitas produk yang lebih inferior. Konsumen pun memiliki sikap positif dalam membeli produk fashion tiruan, begitu juga sebaliknya beliefs negatif juga akan mempengaruhi sikap konsumen menjadi negatif terhadap produk fashion tiruan.

Norma subjektif merupakan persepsi orang lain (significant other) yang dianggap penting bagi seseorang (Ajzen, 2005). Norma subjektif dipengaruhi oleh normative beliefs dan motivation to comply. Keyakinan seseorang dalam membeli produk fashion tiruan juga dipengaruhi oleh orang lain (significant other). Seseorang yang ingin mengikuti tren fashion seperti busana yang dikenakan oleh artis idolanya atau kostum klub sepakbola yang digemari, maka seseorang akan memiliki intensi untuk membeli produk fashion tiruan seperti jersey tiruan yang dikenakan pula oleh teman sebayanya.

Perceived behavioral control (PBC), merupakan keyakinan seseorang akan adanya faktor yang mendukung atau menghambat munculnya suatu perilaku (Ajzen, 2005). Perceived behavioral control (PBC) dipengaruhi oleh dua


(22)

determinan yaitu control beliefs dan power of factor. Intensi yang dimiliki seseorang untuk membeli produk fashion tiruan ternyata memiliki faktor yang mendukung seperti lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal dan pendapatan yang minim sehingga tak mampu membeli produk fashion asli yang harganya jauh lebih mahal. Faktor penghambat konsumen dalam membeli produk fashion tiruan seperti teman sebaya yang memang memiliki sikap negatif terhadap produk fashion tiruan, informasi yang kurang memadai mengenai produk fashion tiruan dan sebagainya.

Ajzen, Joyce, Sheikh, dan Cote (2011) melakukan penelitian tentang

memprediksi perilaku melalui peran akurasi informasi dengan melakukan empat

penelitian tentang intensi, yaitu intensi hemat energi, intensi mengkonsumsi

minuman alkohol, intensi beribadah di masjid, dan intensi voting untuk

mendukung aktivitas mahasiswa muslim. Hasil keempat penelitian tersebut

diketahui bahwa sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensi. Hasil penelitian pertama,

sikap, norma subjketif dan perceived behavioral control memberikan pengaruh

yang signifikan sebesar 69% terhadap intensi hemat energi. Hasil penelitian

kedua, intensi untuk mengkonsumsi minuman alkohol diprediksi dengan tingkat

akurasi yang tinggi, yaitu sebesar 87%. Hasil penelitian ketiga pun menunjukkan kotribusi sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control terhadap intensi beribadah di masjid sebesar 46%. Dan hasil penelitian yang keempat mengenai intensi voting untuk mendukung aktivitas mahasiswa muslim yaitu sebesar 69%.


(23)

8

Pengaruh jenis kelamin terhadap intensi membeli pernah diteliti oleh Jason M. Carpenter (2011) dalam jurnal penelitiannya berjudul Consumer Attitudes toward Counterfeit Fashion Product: Does Gender Matter?. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan adanya pengaruh yang signifikan antara faktor jenis kelamin terhadap keyakinan mengenai pandangan atau keyakinan dalam membeli produk fashion tiruan. Studi ini juga menjelaskan bahwa perempuan membutuhkan dorongan insentif finansial lebih besar dari pria untuk memesan atau melakukan transaksi jual-beli di pasar gelap (black market). Penelitian ini penting untuk mengangkat faktor demografi khususnya jenis kelamin sebagai variabel tambahan guna memprediksi konsumen dalam membeli produk fashion tiruan.

Berdasarkan penjelasan dan survei di atas serta melihat pentingnya pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control dan jenis kelamin terhadap intensi membeli produk fashion tiruan pada konsumen mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-faktor Psikologis

yang Mempengaruhi Intensi Membeli Produk FashionTiruan”.

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah 1.2.1. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan agar pembahasan ini lebih terarah. Adapun pembatasan masalah yang penulis maksudkan di sini antara lain:

1. Intensi membeli yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kemungkinan subjektif yang akan dilakukan oleh pengunjung kawasan pusat


(24)

perbelanjaan Tanah Abang dan dimungkinkan terbentuknya suatu perilaku membeli produk fashion tiruan.

2. Behavioral beliefs yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan yang dimiliki pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap terhadap perilaku membeli produk fashion tiruan.

3. Outcome evaluation yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan evaluasi positif atau negatif pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang terhadap perilaku membeli produk fashion tiruan berdasarkan keyakinan yang dimilikinya.

4. Normative beliefs yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan mengenai harapan orang lain (significant other) terhadap pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku membeli produk fashion tiruan.

5. Motivation to comply yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang untuk mengikuti pendapat orang lain (significant other) dalam memunculkan perilaku membeli produk fashion tiruan.

6. Control beliefs yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan keyakinan mengenai sumber dan kesempatan yang dibutuhkan (requisite resources and opportunities) pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang untuk memunculkan perilaku membeli produk fashion tiruan.


(25)

10

7. Power of factor yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan persepsi pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang mengenai sumber yang diperlukan baik untuk memunculkan tingkah laku atau menghalangi terjadinya suatu tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan pemunculan perilaku membeli produk fashion tiruan.

8. Jenis kelamin merupakan sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan.

9. Produk fashion tiruan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan produk fashion yang dibuat dengan meniru produk fashion aslinya guna mempengaruhi konsumen bahwa produk tersebut sama seperti aslinya (OECD, 1998).

10. Subjek penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini yaitu pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang yang berlokasi di Jakarta Pusat.

1.2.2. Rumusan masalah

Untuk lebih memudahkan dalam meneliti masalah ini, maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, motivation to comply, control beliefs, power of factor dan jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

2. Apakah behavioral beliefs berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

3. Apakah outcome evaluation berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?


(26)

4. Apakah normative beliefs berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

5. Apakah motivation to comply berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

6. Apakah control beliefs berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

7. Apakah power of factor berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

8. Apakah jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap intensi membeli produk fashion tiruan?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk meneliti dan menguji signifikansi pengaruh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC) dan jenis kelamin dalam memprediksi intensi membeli produk fashion tiruan.

1.3.2. Manfaat Penelitian 1.3.2.1. Manfaat teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan dan mampu memberikan kontribusi pengetahuan yang bisa dijadikan literatur tambahan dalam bidang psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi (PIO) kajian perilaku konsumen dengan memberikan bukti empiris pada penelitian ini.


(27)

12

2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tambahan untuk penelitian lanjutan mengenai perilaku konsumen.

1.3.2.2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi produsen, konsumen dan pihak terkait sebagai referensi untuk memahami perilaku konsumen dalam membeli produk fashion tiruan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu konsumen yang ingin membeli produk terutama fashion untuk lebih memahami dan mengidentifikasi kebutuhan konsumen sebelum mengambil keputusan.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan APA (American Psychology Association) style dan penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian dibagi menjadi beberapa bahasan seperti berikut ini:

BAB I. Pendahuluan

Bab I ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian terhadap intensi membeli produk fashion tiruan, batasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II. Landasan Teori

Bab II ini berisi sejumlah teori yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.


(28)

BAB III. Metode Penelitian

Bab III ini berisi mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

BAB IV. Analisis Hasil Penelitian

Bab IV ini berisi mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.

BAB V. Kesimpulan, Diskusi Dan Saran

Bab V ini berisi rangkuman keseluruhan hasil penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.


(29)

14 BAB II

KAJIAN TEORI

Dalam bab kajian teori ini akan dibahas mengenai teori yang terkait dengan variabel yang akan digunakan dalam penelitian, dilanjutkan dengan kerangka berpikir dan hipotesis.

2.1. Intensi membeli

2.1.1. Pengertian intensi membeli

Intensi membeli berkaitan erat dengan keputusan membeli konsumen, karena digunakan untuk memprediksi kecenderungan seseorang akan melakukan atau tidak melakukan perilaku membeli. Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan intensi sebagai kemungkinan subjektif seseorang sebelum memunculkan sebuah perilaku, intensi tersebut bisa dalam jumlah yang kecil atau besar hingga dianggap sebagai probabilitas. Ajzen (1991) mengasumsikan intensi untuk mengetahui faktor motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikator bagaimana seseorang ingin menampilkan suatu perilaku dan seberapa besar usaha yang digunakan untuk melakukan perilaku. Selanjutnya Ajzen (2005) menjelaskan intensi adalah kemungkinan subjektif yang akan dilakukan oleh seseorang dan dimungkinkan terbentuknya suatu perilaku tertentu.

Menurut Engel (1995) perilaku membeli diawali dengan intensi. Pada umumnya seseorang yang memiliki intensi untuk melakukan tindakan tertentu, maka akan lahir perilaku tertentu. Pada konteks perilaku membeli produk fashion


(30)

tiruan, konsumen sebelumnya sudah memiliki intensi untuk menampilkan perilaku membeli. Mowen dan Minor (2002) mendefinisikan intensi membeli merupakan intensi perilaku yang berkaitan dengan keinginan konsumen dalam berperilaku guna memperoleh, mengkonsumsi dan membuang suatu produk atau jasa.

Definisi intensi membeli menurut Assael (1998) yaitu tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini dimulai dari munculnya kebutuhan akan suatu produk atau merek (need arousal), dilanjutkan dengan pemrosesan informasi oleh konsumen (consumer information processing). Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi produk atau merek tersebut. Hasil evaluasi ini yang akhirnya memunculkan niat atau intensi untuk membeli, sebelum akhirnya konsumen melakukan pembelian. Jadi, definisi intensi membeli pada penelitian skripsi ini peneliti menggunakan teori dari Ajzen (2005) yaitu kemungkinan subjektif yang akan dilakukan oleh seseorang dan dimungkinkan terbentuknya suatu perilaku membeli produk fashion tiruan.

2.1.2. Aspek intensi membeli

Menurut Fishben dan Ajzen (1975) intensi memiliki empat aspek, yaitu:

1. Perilaku (behavior), yaitu perilaku spesifik yang akan diwujudkan. Pada konteks membeli produk fashion tiruan, perilaku khusus yang diwujudkan merupakan bentuk perilaku membeli yaitu dengan membeli produk fashion tiruan di toko yang jelas menjual produk fashion tiruan.

2. Sasaran (object), yaitu objek yang menjadi sasaran perilaku. Objek yang menjadi sasaran dari perilaku spesifik dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu


(31)

16

orang atau objek tertentu (particular object), sekelompok orang atau objek (a class of object), dan orang atau objek pada umumnya (any object). Pada konteks membeli produk fashion tiruan, objek yang menjadi sasaran munculnya perilaku dapat berupa tersedianya uang dan model fashion yang sedang menjadi tren.

3. Situasi (situation), yaitu situasi yang mendukung untuk dilakukannya suatu perilaku (bagaimana dan dimana perilaku itu akan diwujudkan). Situasi dapat pula diartikan sebagai lokasi terjadinya perilaku. Pada konteks membeli produk fashion tiruan, perilaku tersebut dapat muncul jika individu merasa membutuhkan produk fashion tiruan tersebut dengan harga yang lebih murah, risiko kerugian yang lebih kecil dan kondisi lingkungan yang berdekatan dengan pasar/toko.

4. Waktu (time), yaitu waktu terjadinya perilaku yang meliputi waktu tertentu, dalam satu periode atau tidak terbatas misalnya waktu yang spesifik (hari tertentu, tanggal tertentu, jam tertentu), periode tertentu (bulan tertentu), dan waktu yang tidak terbatas.

Setiap aspek akan mempengaruhi perilaku pada tingkat yang sangat spesifik, seseorang akan menampilkan tingkah laku tergantung pada objek, pada situasi tertentu, dan waktu tertentu pula. Dalam hal objek atau target intensi dapat diarahkan pada suatu objek tertentu, suatu kelompok atau objek apapun. Begitu pula dengan situasi, seseorang mungkin saja berintensi untuk melakukan suatu tingkah laku pada situasi atau lokasi tertentu. Begitu juga dengan waktu, intensi juga dapat muncul pada waktu tertentu.


(32)

2.1.3. Faktor pengontrol intensi

Ajzen (2005) menjelaskan bahwa terdapat faktor yang membuat seseorang dapat mencapai tujuan atau mewujudkan sebuah perilaku. Faktor tersebut adalah sebagai berikut:

2.1.3.1. Faktor internal

Faktor internal menyangkut faktor di dalam diri individu yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menampilkan suatu perilaku tertentu.

1. Informasi, keterampilan dan kemampuan

Seseorang yang memiliki intensi untuk melakukan sebuah perilaku akan mencari informasi, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan perilaku tertentu. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki intensi untuk menjadi seorang politisi, mengajarkan matematika kepada siswa atau memperbaiki radio akan gagal jika tidak memiliki kemampuan sosial, pengetahuan matematika dan tidak memiliki keterampilan mekanik.

2. Emosi dan kompulsi

Ketidakcukupan keterampilan, kemampuan dan informasi yang dimiliki dapat menyebabkan masalah kontrol perilaku, tetapi dapat diasumsikan bahwa masalah ini dapat diatasi. Namun sebaliknya, beberapa tipe perilaku adalah subjek yang memaksa yang terlihat berada jauh di luar kontrol. Sebagai contoh orang yang tidak dapat berhenti mengulang apa yang dilakukannya (selalu mengunci tangan, memeriksa kunci berkali-kali dan lain-lain) atau tidak dapat berhenti memikirkan sesuatu. Perilaku kompulsif ini dilakukan meskipun intensi dan usaha terpadu dilakukan untuk melakukan perilaku yang sebaliknya.


(33)

18

Perilaku emosional terlihat memiliki kesamaan karakteristik. Sebagai contoh, terkadang individu dapat bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dalam keadaan sadar, tetapi terkadang mereka tidak dapat mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan saat di bawah pengaruh emosi yang kuat. Kesimpulannya, berbagai faktor internal dapat mempengaruhi kesuksesan perwujudan perilaku yang memiliki intensi atau pencapaian tujuan yang diinginkan. Terlihat dari faktor seperti informasi, kemampuan, dan keterampilan. Sedangkan faktor lain seperti emosi yang intens, stress, atau kompulsi, lebih sulit untuk dinetralisir.

2.1.3.2. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini menyangkut faktor di luar individu yang mempengaruhi kontrol seseorang terhadap perilaku yang akan dilakukannya. Faktor ini menentukan faktor apa yang memfasilitasi atau mengintervensi perilaku.

1. Kesempatan

Perlu sedikit imajinasi untuk menghargai pentingnya faktor kebetulan atau kesempatan untuk suksesnya eksekusi sebuah perilaku yang berintensi. Seseorang yang berintensi untuk mengerjakan skripsi, tidak dapat melakukannya jika tidak memiliki sarana yang memadai untuk melakukan perilaku tersebut atau mungkin temannya yang selalu mengganggu saat sedang mulai mengerjakan dapat membuat seseorang tidak melakukan perilaku tersebut.

Kurangnya kesempatan seperti contoh di atas dapat mengurangi usaha untuk mewujudkan suatu perilaku. Dalam keadaan seperti ini, seseorang berusaha untuk mewujudkan intensi namun gagal karena keadaan lingkungan sekitar


(34)

menghalanginya. Walaupun intensi langsung akan terpengaruh, keinginan dasar untuk melakukan sebuah perilaku tidak harus diubah. Lingkungan menghambat perilaku untuk mewujudkan perilaku dan akan memaksa untuk merubah rencana, namun tidak selalu dapat merubah intensi seseorang.

2. Ketergantungan pada yang lain

Pada saat perwujudan perilaku tergantung pada tindakan orang lain, ada potensi kontrol yang tidak sempurna terhadap perilaku atau tujuan. Sebuah contoh yang baik mengenai ketergantungan perilaku adalah kasus kerjasama. Seseorang akan bisa bekerja sama dengan orang lain hanya jika orang tersebut juga berkeinginan untuk bekerjasama.

Sama seperti waktu dan kesempatan, ketidakmampuan untuk berperilaku sesuai dengan intensi dikarenakan ketergantungan pada kebutuhan seseorang tidak mempengaruhi intensi dan motivasi. Seseorang yang menghadapi kesulitan yang berhubungan dengan ketergantungan interpersonal dapat membentuk perilaku yang diinginkan dalam kerjasama dengan rekan yang berbeda. Namun, hal ini tidak dapat terus menerus menjadi penyebab sebuah tindakan.

Singkatnya, kekurangan kesempatan dan ketergantungan pada orang lain hanya membawa pada perubahan yang sementara pada intensi. Ketika lingkungan menolak terwujudnya sebuah perilaku, seseorang akan menunggu untuk kesempatan yang lebih baik.


(35)

20

2.1.4. Teori yang terkait dengan intensi 2.1.4.1. Theory of reason action (TRA)

Teori ini merupakan teori yang membahas mengenai anteseden penyebab dari perilaku yang dilakukan atas kemauan seseorang. Teori ini berdasarkan asumsi bahwa manusia berperilaku dengan cara yang masuk akal, mempertimbangkan semua informasi yang ada dan secara eksplisit maupun implisit manusia mempertimbangkan implikasi dari tindakan mereka. Dengan demikian, teori ini menyebutkan bahwa intensi seseorang untuk menampilkan perilaku atau tidak tergantung dari determinan (faktor yang menentukan) tindakan tersebut (Ajzen, 1991).

Menurut theory of reason action, intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu faktor personal dan faktor pengaruh lingkungan. Faktor personal ini merupakan sikap dan faktor pengaruh lingkungan adalah norma subjektif.

2.1.4.2. Theory of planned behavior (TPB)

Menurut theory of planned behavior, perilaku seseorang ditentukan oleh tiga pertimbangan, yaitu: behavioral beliefs, normative beliefs dan control beliefs. Behavioral beliefs menghasilkan sikap suka atau tidak suka terhadap suatu perilaku tertentu, hasil dari normative beliefs adalah tekanan sosial atau subjective norm, dan control beliefs menjadi perceived behavioral control merupakan suatu formasi dari intensi perilaku seseorang. Penjelasan secara menyeluruh bahwa sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control mampu mendorong seseorang dalam menampilkan suatu perilaku. Intensi individu dalam


(36)

menampilkan suatu perilaku tertentu dapat meningkat dikarenakan pengaruh sikap dan norma subjektif yang baik dalam menampilkan perilaku tersebut. Intensi mampu memberikan pengendalian atas perilaku, seseorang sangat berharap agar intensi yang akan ditampilkan memenuhi faktor yang mendukung (Ajzen, 1991).

Teori ini merupakan pengembangan dari theory of reason action (TRA) yang sama menjelaskan intensi tetapi Ajzen menambahkan control beliefs untuk menjelaskan lebih lengkap mengenai intensi perilaku seseorang. Ajzen menganggap bahwa theory of reasoned action (TRA) tidak menjelaskan mengenai perilaku yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, melainkan dipengaruhi oleh faktor non-motivasional yang dianggap sebagai kesempatan yang dibutuhkan agar perilaku dapat dimunculkan. Ajzen (1991) dalam theory of planned behavior (TPB) dijelaskan bahwa intensi seseorang ditentukan oleh 3 faktor seperti pada gambar:


(37)

22

Ajzen (2005) menjelaskan dalam TPB, bahwa penentu utama yang mempengaruhi intensi dapat dipahami dengan perilaku, normatif dan kontrol perilaku. Banyak variabel yang mempengaruhi kepercayaan seseorang seperti: umur, jenis kelamin, etnis, status sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, keanggotaan, kepribadian, suasana hati, emosi, sikap dan nilai secara umum, intelegensi, anggota kelompok tertentu, pengalaman masa lalu, paparan informasi, dukungan sosial, kemampuan koping dan lain-lain. Seseorang yang tumbuh dalam lingkungan sosial yang berbeda dapat memiliki informasi yang berbeda tentang isu yang berbeda, informasi yang menyediakan dasar bagi kepercayaan seseorang mengenai konsekuensi sebuah perilaku, pengharapan normatif, pentingnya seseorang, dan tentang penghalang yang dapat menghambat seseorang dalam mewujudkan perilaku. Semua faktor ini dapat mempengaruhi perilaku, normatif, dan kontrol kepercayaan, sebagai hasilnya mempengaruhi intensi dan tindakan.

2.1.5. Determinan intensi

Menurut Fishbein dan Ajzen (1991) determinan intensi sebagai berikut: 1. Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward behavior). 2. Norma subjektif (subjective norm) dan,

3. Perceived behavior control (PBC)

Selain dari ketiga aspek tersebut, ada beberapa variabel lain yang dapat mempengaruhi Intensi. Seperti dikatakan oleh Ajzen (1991) bahwa the theory of planned behavior is, in principle, open to the inclusion of additional predictors if it can be shown that they capture a significant proportion of the variance in intention or behavior after the theory’s current variables have been taken into


(38)

account. Pada prinsipnya, TPB terbuka untuk penambahan variabel lain yang menjadi prediktor jika mampu menggambarkan proporsi yang signifikan setelah variabel sebelumnya diteliti. Berdasarkan definisi tersebut maka tidak menutup kemungkinan untuk menambahkan variabel lain dalam memprediksi suatu intensi.

2.1.6. Pengukuran intensi membeli

Di dalam melakukan pengukuran terhadap intensi membeli peneliti mencoba melihat beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensi membeli. Dalam jurnal penelitian yang berjudul Buy Genuine Luxury Fashion Products or Counterfeits? (Yoo & Lee, 2009), digunakan alat ukur purchase intention of counterfeits yang dikembangkan oleh Yoo dan Lee (2009) yang terdiri dari dua item pengukuran. Alat ukur ini menggunakan skala model Likert dengan rentang 5 poin yang memiliki tingkat reliabilitas tinggi dengan nilai alpha 0.88.

Dalam jurnal penelitian lain yang berjudul Examining Customer Purchase Intention for Counterfeit Product Based on a Modified Theory of Planned Behavior (Cheng, Fu & Tu, 2011), intensi membeli dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) yang terdiri dari 3 item pengukuran. Alat ukur ini menggunakan skala model Likert dengan rentang 5 poin yang memiliki internal consistency sebesar 0.88. Dalam penelitian ini, peneliti mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) dikarenakan item yang menjadi skala baku sangat sesuai dengan judul penelitian.


(39)

24

2.2. Sikap

2.2.1. Pengertian sikap

Dalam prediksi theory of planned behavior, sikap menunjukkan pengaruh positif terhadap intensi perilaku (Ajzen, 1991). Fishbein dan Ajzen (1975) mendefinisikan, sikap adalah a person`s location on a bipolar evaluative or affective dimension with respect to some object, action or event. An attitude represent a person`s general feeling of favorableness or unfavorableness toward some stimulus object. Sikap merupakan posisi seseorang dalam dimensi evaluasi yang sifatnya bipolar yang berkaitan dengan objek, tingkah laku atau kejadian. Sikap menunjukkan perasaan individu yang positif atau negatif terhadap suatu objek.

Eagly dan Chaiken (1993) menjelaskan sikap sebagai berikut attitudes is psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor. Sikap dipandang sebagai suatu kecenderungan psikologis yang diekspresikan oleh evaluasi dari sebagai wujud kesesuaian atau ketidaksesuaian. Selanjutnya Feldman (1995) mendefinisikan sikap sebagai berikut attitudes are learned predisposition to responds in a favorable or unfavorable manner to a particular person, object, or idea. Sikap dipandang sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon dalam cara kesesuaian dan ketidaksesuaian kepada orang, objek, dan ide tertentu.

Sedangkan menurut Ajzen (1991) menjelaskan attitudes refer to the degree to which a person has a favorable appraisal of the behavior in question and are an immediate indicator by which her/his intention of conducting the


(40)

specific behavior can be predicted. Sikap merupakan derajat penilaian seseorang pada perilaku tertentu dan merupakan indikator yang mempengaruhi seseorang dalam menampilkan perilaku spesifik yang mampu diprediksi. Ajzen (2005) menjelaskan sikap adalah person’s evaluation of the outcomes associated with the behavior and by the strength of these associations. Sikap adalah hasil evaluasi seseorang mengenai disukai atau tidak disukai pada perilaku tertentu. Jadi, definisi sikap pada penelitian ini peneliti menggunakan teori dari Ajzen (2005) yaitu hasil evaluasi seseorang mengenai disukai atau tidak disukai pada perilaku membeli produk fashion tiruan.

2.2.2. Anteseden sikap

Menurut Ajzen (2005) bahwa sikap terhadap perilaku dibentuk oleh dua anteseden yaitu behavioral belief dan outcome evaluation.

1. Behavioral belief adalah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap.

2. Outcome evaluation merupakan evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu berdasarkan keyakinan yang dimilikinya.

Ajzen (2005) menjelaskan kedua anteseden sikap dalam rumus sebagai berikut:

Ab= ∑ b i e i

Keterangan:

Ab : sikap terhadap dilakukannya perilaku B (behavioral beliefs) b : belief bahwa dilakukannya suatu perilaku B


(41)

26

e : evaluasi seseorang terhadap belief mengenai perilaku B i : konsekuensi dari perilaku B

2.2.3. Komponen sikap

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan bahwa sikap memiliki tiga komponen, yaitu: kognitif, afektif dan konatif.

1. Komponen kognitif mencakup pengetahuan seseorang dan kepercayaan tentang suatu sikap terletak pada komponen kognitif. Pengetahuan dan informasi tentang objek sikap membentuk suatu beliefs yang mengarahkan kepada suatu perilaku.

2. Komponen afektif mewakili perasaan seseorang tentang objek sikap, yaitu perasaan baik atau tidak suka, senang atau tidak senang terhadap objek sikapnya.

3. Komponen konatif merujuk pada tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap objek sikap. Dalam pemasaran dan penelitian tentang komponen, komponen ini sering disamakan dengan ekspresi untuk membeli.

2.2.4. Pengaruh sikap terhadap intensi membeli

Sikap dianggap sebagai anteseden pertama dari intensi perilaku. Sikap adalah kepercayaan positif atau negatif untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Keyakinan atau beliefs ini disebut dengan behavioral beliefs. Seseorang akan menampilkan suatu perilaku tertentu ketika menilai perilaku tersebut secara positif.

Seperti dalam penelitian Tavis, Dodd, Jye Sheu, Rienzo, dan Wagenaar (2010), yang paling berpengaruh dalam memprediksi intensi mengkonsumsi


(42)

minuman alkohol pada mahasiswa saat hari pertandingan adalah sikap terhadap minuman dan norma subjektifnya. Hal ini membuktikan bahwa sikap mahasiswa terhadap minuman beralkohol positif dan memiliki belief yang kuat saat meminum minuman beralkohol pada hari pertandingan berlangsung. Jadi, intensi untuk menampilkan suatu perilaku tergantung pada hasil pengukuran sikap dan norma subjektif. Hasil yang positif mengindikasikan intensi untuk berperilaku.

2.2.5. Pengukuran sikap

Dalam melakukan pengukuran sikap peneliti melihat beberapa jenis alat ukur untuk mengukur sikap. Dalam jurnal yang berjudul Consumer Attitudes Toward Counterfeits: A Review and Extension (Augusto, Christiana, & Alberto, 2007), alat ukur yang digunakan adalah attitude toward counterfeit product yang dikembangkan oleh Huang (2004) dengan menggunakan skala model Likert dengan rentang 7 poin. Dalam jurnal lain berjudul Examining Customer Purchase Intention for Counterfeit Product Based on a Modified Theory of Planned Behavior (Cheng, Fu, & Tu, 2011), alat ukur yang digunakan adalah attitude toward counterfeit product dengan menggunakan skala model Likert dengan rentang 5 poin dan memiliki internal consistency sebesar 0.95. Pengukuran sikap dalam penelitian ini peneliti mengacu kepada attitude toward counterfeit product yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) yang terdiri dari 8 item dengan melakukan modifikasi dan penambahan beberapa item.


(43)

28

2.3. Norma subjektif

2.3.1. Pengertian norma subjektif

Fishbein dan Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi individu mengenai harapan orang lain yang berarti baginya (significants others) terhadap tingkah laku tertentu, apakah ada keharusan untuk menampilkan tingkah laku tersebut atau tidak.

Feldman (1995) mendefinisikan norma subjektif sebagai subjective norm is the perceived social pressure to carry out the behavior. Norma subjektif adalah persepsi tekanan sosial yang membentuk perilaku individu. Hogg dan Vaughan (2002) juga menjelaskan norma subjektif sebagai produk dari apa yang dipersepsikan oleh individu yang menjadi keyakinan orang lain dan orang yang signifikan menjadi panutan tentang apa yang pantas dilakukan. Jadi, pengertian norma subjektif dalam penelitian ini adalah persepsi individu untuk mengikuti orang lain (significant other) yang menjadi panutan mengenai kesesuaian perilaku yang pantas dilakukan.

2.3.2. Anteseden norma subjektif

Menurut Ajzen (2005), norma subjektif ini ditentukan oleh dua determinan yaitu persepsi terhadap diri sendiri (normatives beliefs) dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply).

1. Normatives beliefs. Persepsi atau keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap seseorang yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak. Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat tokoh atau orang lain yang penting dan berpengaruh bagi individu untuk melakukan atau tidak


(44)

suatu perilaku tertentu.

2. Motivation to comply. Motivasi individu untuk memenuhi harapan orang lain (signifikan other). Norma subjektif dapat dilihat sebagai dinamika antara dorongan yang dipersepsikan individu dari orang lain disekitarnya dengan motivasi untuk mengikuti pandangan mereka (motivation to comply) dalam melakukan atau tidak melakukan tingkah laku tertentu.

Pengukuran anteseden norma subjektif dirumuskan Ajzen (2005) sebagai berikut:

SN = ∑ ni mi Keterangan:

SN : norma subjektif terhadap dilakukannya tingkah laku

ni : normatif belief yaitu belief seseorang bahwa individu i atau kelompok i berpikir dia seharusnya atau tidak seharusnya melakukan tingkah laku

mi : motivasi untuk mengikuti harapan individu i atau kelompok i

i : orang atau kelompok yang berpengaruh

2.3.3. Pengaruh norma subjektif terhadap intensi membeli

Fishbein dan Ajzen (1975) menjelaskan norma subjektif sebagai persepsi individu mengenai harapan orang lain yang berarti bagi dirinya (significant others) terhadap perilaku tertentu. Significant others tidak hanya keluarga, teman, dan pasangan tetapi menyangkut organisasi, komunitas maupun instansi tertentu. Seseorang yang termotivasi untuk mengikuti pendapat tokoh atau orang lain akan cenderung untuk menampilkan perilaku yang diharapkan oleh orang lain (significant others).


(45)

30

Penelitian Goodwin dan Mullan (2009) yang meneliti tentang norma subjektif di kalangan mahasiswa. Hasil dari penelitian mengungkapkan norma subjektif sebagai prediktor yang paling konsisten dari varians lain dalam intensi perilaku sehat yang terkait dengan indeks glycaemic pada makanan. Significant others seperti teman dan keluarga dalam sampel menjadi tekanan sosial pada mahasiswa, dapat dikatakan menjadi tekanan karena dilihat dari usia mahasiswa. Pada penelitian tersebut dijelaskan, mahasiswa psikologi pada tahun pertama lebih banyak yang tinggal dengan orang lain atau dengan orang tua. Beberapa hal tentang memilih, memasak dan mengkonsumsi makanan tidak lepas dari rekomendasi dari orang terdekat yang mempengaruhi dan nantinya menjadi perilaku yang tertanam dalam diri mereka.

2.3.4. Pengukuran norma subjektif

Dalam jurnal penelitian berjudul Consumer Attitudes toward Counterfeits: A Review and Extension (Augusto, Christiana, & Caslos, 2007), alat ukur yang digunakan untuk mengukur norma subjektif adalah subjective norm (SN) yang dikembangkan oleh Ajzen (1991) dengan menggunakan skala model Likert rentang 7 poin. Pengukuran norma subjektif pada penelitian ini mengadaptasi alat ukur subjective norm yang dikembangkan oleh Ajzen (1991) yang terdiri dari dua item. Peneliti memilih mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Ajzen (1991) karena hanya alat ukur ini yang dapat digunakan untuk mengukur norma subjektif.


(46)

2.4. Perceived Behavioral Control (PBC) 2.4.1. Pengertian perceived behavioral control

Feldman (1995) mendefinisikan perceived behavioral control is the perceived ease or difficulty of carrying out the behavior, based on prior experience and anticipated barriers to perform it. Feldman menjelaskan perceived behavioral control (PBC) mungkin menjadi manifestasi sebuah ide bahwa perilaku bisa menjadi sulit untuk dilakukan dan banyak hambatan untuk menjalani perilaku tersebut. Sedangkan Ajzen (2005) mendefinisikan perceived behavioral controlis this factor refers to the perceived ease or difficulty of performing the behavior and it assumed to reflect past experience as well as anticipated impediments and obstacles. Ajzen menyatakan bahwa perceived behavioral control adalah hambatan atau kesulitan yang dipersepsi individu dalam menampilkan tingkah laku tersebut dan diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu dan juga hambatan atau rintangan yang diantisipasi.

Menurut Ajzen (2005), dalam theory of planned behavior (TPB), perceived behavioral control (PBC) tidak berkaitan secara langsung dengan kontrol yang sebenarnya dimiliki individu dalam situasi tertentu namun berkaitan dengan pengaruh yang mungkin dimiliki kontrol tingkah laku yang dipersepsi (perceived behavior control) oleh individu terhadap tingkah laku. Ajzen (2012) juga menjelaskan is the role perceived behavioral control—the extent to which people believe that they can perform a given behavior if they are inclined to do so. Perceived behavioral control (PBC) yaitu sejauh mana orang percaya bahwa mereka dapat melakukan perilaku tertentu jika mereka cenderung untuk


(47)

32

melakukan suatu perilaku. Jadi, pengertian perceived behavioral control dalam penelitian ini adalah persepsi individu untuk menampilkan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan kemudahan atau hambatan yang mempengaruhinya.

2.4.2. Anteseden perceived behavioral control (PBC)

Perceived behavioral control ini ditentukan oleh dua determinan, yaitu control beliefs dan power of factor (Ajzen, 2005).

1. Control beliefs adalah beliefs mengenai sumber dan kesempatan yang dibutuhkan (requisite resources and opportunities) untuk memunculkan tingkah laku. Control beliefs ini menjadi dasar persepsi seseorang terhadap mampu atau tidak mampu dalam kapasitas melakukan tingkah laku (Ajzen, 2005).

2. Power of factor, yaitu persepsi individu mengenai ketersediaan sumber yang diperlukan baik untuk memunculkan tingkah laku atau untuk menghalangi terjadinya suatu tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan pemunculan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005). Sumber yang dimaksud disini mengacu kepada sumber yang termasuk dalam control beliefs.

Kedua determinan tersebut dirumuskan sebagai berikut: PBC = ∑ ci pi

Keterangan:

PBC : perceived behavioral control

ci : belief mengenai kontrol yang dimiliki individu dalam memunculkan tingkah laku (control beliefs)

pi : perceived powerr i yang memfasilitasi atau menghalangi suatu tindakan untuk munculnya perilaku


(48)

Seperti yang diuraikan diatas, persepsi mengenai kondisi yang mendukung mencerminkan persepsi mengenai ketersediaannya sumber dan kesempatan yang diperlukan untuk memunculkan tingkah laku. Sumber ini antara lain ketersediaan uang, waktu dan sumber lainnya. Sedangkan control beliefs berhubungan dengan beliefs individu terhadap kemampuannya untuk memunculkan suatu tingkah laku.

2.4.3. Pengaruh perceived behavioral control (PBC) terhadap intensi

Ajzen (2012) menjelaskan bahwa perceived behavioral control (PBC) adalah sejauh mana seseorang percaya dalam memunculkan suatu perilaku jika memiliki kecenderungan untuk melakukan suatu perilaku tertentu. Dalam penelitian Cronan dan Al-Rafee (2008) tentang intensi untuk membajak software dan media digital, diketahui bahwa PBC menjadi variabel yang paling berpengaruh kedua setelah past piracy behavior. Subjek yang memiliki kemampuan dan sumberdaya untuk membajak media digital mempunyai intensi yang tinggi untuk membajak media digital.

2.4.4. Pengukuran perceived behavioral control (PBC)

Pengukuran perceived behavioral control (PBC) dalam penelitian ini mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Cheng, Fu, dan Tu (2011) dalam jurnal penelitian yang berjudul Examining Customer Purchase Intention for Counterfeit Product Based on a Modified Theory of Planned Behavior. Alat ukur yang digunakan terdiri dari tiga item dan memiliki internal consistency sebesar 0.89. Peneliti mengadaptasi alat ukur ini dikarenakan sesuai dalam mengukur perceived behavioral control (PBC).


(49)

34

2.5.Jenis kelamin

Karakteristik demografi dari seseorang mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap berbagai jenis pengaruh sosial terhadap produk tertentu, seperti produk fashion, elektronik, pangan dan lain-lain (Girard et al., 2010). Faktor-faktor demografi secara tidak langsung mempengaruhi niat seseorang dalam menggunakan suatu produk, dalam penelitian ini variabel demografi yang digunakan adalah jenis kelamin. Jason (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Consumer Attitudes toward Counterfeit Fashion Product: Does Gender Matter?, menemukan adanya pengaruh dari jenis kelamin terhadap pandangan atau keyakinan dalam membeli produk fashion tiruan. Studi ini juga menjelaskan bahwa perempuan membutuhkan dorongan insentif finansial lebih besar dari laki-laki untuk memesan suatu produk di pasar gelap (black market). Alasan memilih jenis kelamin sebagai variabel dalam penelitian ini adalah: (a) jenis kelamin dapat dikelompokkan ke dalam segmentasi pasar suatu produk sehingga sesuai dengan tema penelitian ini, dan (b) tidak mengundang kepura-puraan responden (fake) dalam mengisi kuesioner penelitian.

2.6. Produk fashion tiruan

Produk fashion tiruan dedifinisikan sebagai produk yang meniru produk asli dalam jumlah yang banyak dan sangat mirip dengan bentuk aslinya tanpa ada izin yang sah, termasuk kemasan, merek dagang, dan label (Kay, dalam Ahmad, 2012). Produk fashion tiruan yang seringkali dipalsukan adalah tas tangan, jam tangan, perhiasan, sepatu, pakaian, topi, kacamata dan parfum. Negara Cina merupakan produsen terbesar dalam memproduksi produk tiruan termasuk produk


(50)

fashion tiruan di dunia (Hung, dalam Ahmad, 2013). Produsen lain dari produk fashion tiruan ini pun berasal dari berbagai negara seperti Rusia, Argentina, Chili, Mesir, India, Israel, Lebanon, Thailand, Turki, Ukraina, Venezuela, Brazil, Paraguay dan Meksiko (Chaundry and Zimmerman, dalam Ahmad, 2012).

Sedangkan menurut OECD (Organization for Economic Co-operation Development) produk fashion tiruan adalah produk fashion yang dibuat dengan meniru produk fashion aslinya guna mempengaruhi konsumen bahwa produk tersebut sama seperti aslinya (OECD, 1998). Bentuk dari produk tersebut memiliki kualitas yang rendah dan dijual dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk fashion aslinya. Dalam industri fashion, pemalsuan dari produk dengan merek kenamaan dunia merupakan salah satu produk yang sering dipalsukan seperti Louis Vuitton, Chanel, Gucci, Burberry, Fendi, Christian Dior, Prada, Versace, Hermes, dan Christian Louboutin (http://top-10-list.org, diakses pada tanggal 12 Desember 2012, dalam Ervina, 2013). Menariknya, tidak seperti industri di sektor yang lain, pembeli produk fashion tiruan mengetahui bahwa yang dibelinya merupakan produk fashion tiruan. Jadi, pengertian produk fashion tiruan dalam penelitian ini adalah produk fashion yang dibuat dengan meniru semirip mungkin dengan produk fashion aslinya.

2.7. Kerangka Berpikir

Pembajakan atau pemalsuan produk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berbagai produk mulai dari barang elektronik, perangkat software, buku, sparepart kendaraan dan khususnya produk fashion sudah menjadi objek yang dipalsukan atau dibuat tiruannya. Padahal, setiap produk yang dipalsukan


(51)

36

memiliki trademark yang merupakan identitas produk tersebut dan dapat memberikan sanksi bagi oknum yang membajak produk dengan trademark tertentu sesuai hukum yang berlaku (Yoo & Lee, 2005).

Pada kenyataannya, produk fashion seperti baju, celana, sepatu, tas, jam tangan, dan aksesoris tidak hanya dijual dengan merek asli tetapi ada juga yang menjual dengan merek tiruan. Kerugian pun kini semakin meningkat setiap tahun yang dirasakan oleh produsen atau penjual produk fashion asli dikarenakan pembajakan produk fashion ini. Seperti yang dilansir dalam www.thejakartapost.com ( dalam Ervina, 2013) bahwa kerugian pada tahun 2002 sebesar Rp. 2 trilyun dan pada tahun 2011 sebesar Rp. 43.2 trilyun.

Kerugian yang dialami pemilik merek dagang atau penjual produk fashion asli tidak hanya dipengaruhi oleh maraknya pembajakan produk fashion, tetapi juga dipengaruhi oleh tingginya permintaan konsumen. Konsumen kini tidak canggung lagi untuk membeli produk fashion tiruan, peminatnya pun semakin lama semakin banyak dan tidak mengenal batas usia. Bahkan, hampir di setiap pusat perbelanjaan atau mal kini dengan mudah dijumpai toko yang menjual produk fashion tiruan (Putri, 2010).

Perilaku membeli diawali dengan intensi. Seseorang yang memiliki intensi untuk menampilkan perilaku tertentu, maka akan lahir perilaku tersebut. Dalam hal ini munculnya intensi membeli produk fashion tiruan diawali dengan sikap. Sikap yang meliputi behavioral beliefs dan outcome evaluation, dapat menentukan perilaku seseorang untuk berperilaku (Ajzen, 2005).


(52)

Selain sikap, norma subjektif juga memiliki hubungan dalam menentukan intensi berperilaku. Norma subjektif meliputi normative belief mengenai keyakinan individu terhadap harapan orang lain (significant other) baik perorangan maupun kelompok terhadap individu untuk menampilkan perilaku, dan selanjutnya mempengaruhi individu untuk menerima atau pun menolak menampilkan perilaku serta besarnya keinginan untuk mengikuti pendapat significant other yang disebut motivation to comply (Ajzen, 2005).

Faktor lain juga berpengaruh dalam pembentukan intensi yaitu perceived behavioral control. Persepsi individu mengenai kemudahan atau kesulitan individu dalam menampilkan perilaku membeli produk fashion tiruan dan diasumsikan merupakan refleksi dari pengalaman yang telah terjadi sebelumnya serta hambatan yang diantisipasi (control beliefs) dan seberapa kuat untuk mempengaruhi diri individu dalam memunculkan tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan pemunculan tingkah laku tersebut (power of factor) (Ajzen, 2005). Selanjutnya faktor jenis kelamin juga merupakan variabel yang mempengaruhi intensi seseorang dalam membeli produk fashion tiruan (Jason, 2011).

Semua variabel di atas akan menjadi pertimbangan dalam diri seseorang dan akan mempengaruhi intensi orang tersebut untuk menampilkan atau tidak menampilkan perilaku membeli produk fashion tiruan. Penelitian ini mengangkat pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang sebagai subjek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menguji signifikansi pengaruh sikap (behavioral beliefs dan outcome evaluation), norma subjektif (normative beliefs


(53)

38

dan motivation to comply), perceived behavioral control (control beliefs dan power of factor) dan jenis kelamin terhadap intensi membeli produk fashion tiruan. Dengan demikian, dari semua variabel yang telah digambarkan melalui kombinasi antara beberapa faktor psikologis dari beberapa kumpulan teori, penelitian serta faktor eksternal lainnya, peneliti menyimpulkan kerangka berpikir sebagai berikut di bawah ini:

Gambar 2.2: Kerangka berpikir Jenis kelamin

Intensi membeli produk fashion

tiruan

PBC Control beliefs

Power of factor Norma subjektif

Normative beliefs

Motivation to comply

Sikap Behavioral beliefs Outcome evaluation


(54)

2.8. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini diuji dengan analisis statistik, sehingga hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis nihil (H0), yaitu “Tidak terdapat pengaruh yang signifikan

behavioral beliefs, outcome evaluation, normative beliefs, motivation to comply, control beliefs, power of factor dan jenis kelamin terhadap intensi membeli produk fashiontiruan”. Sedangkan hipotesis minor dalam penelitian ini, yaitu:

H1: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan behavioral beliefs terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

H2: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan outcome evaluation terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

H3: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan normative beliefs terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

H4: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan motivation to comply terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

H5: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan control beliefs terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

H6: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan power of factor terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.

H7: Tidak terdapat pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap intensi membeli produk fashion tiruan.


(55)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan tentang target populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, uji validitas instrumen, teknik analisis data, serta prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian.

3.1. Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel 3.1.1. Populasi dan sampel penelitian

Populasi pada penelitian ini yaitu pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang yang berlokasi di Jakarta Pusat. Alasan peneliti memilih kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang sebagai tempat penelitian karena mampu menggambarkan arah tendensi pengunjung untuk berintensi membeli produk fashion asli atau tiruan dan merupakan kawasan berbelanja terbesar di Indonesia. Populasi dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Pengunjung kawasan pusat perbelanjaan Tanah Abang 2. Berusia diatas 17 tahun

3. Bersedia mengisi kuesioner penelitian.

Adapun jumlah sampel yang diambil sebanyak 150 orang.

3.1.2. Teknik pengambilan sampel

Pada penelitian ini digunakan teknik non-probability sampling. Teknik ini dipilih karena jumlah populasi tidak dapat diketahui dan bersifat tidak menetap.


(56)

3.2. Variabel penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Intensi membeli

2. Behavioral beliefs (dimensi sikap) 3. Outcome evaluation (dimensi sikap)

4. Normative beliefs (dimensi norma subjektif) 5. Motivation to comply (dimensi norma subjektif) 6. Control beliefs (dimensi perceived behavioral control) 7. Power of factor (dimensi perceived behavioral control) 8. Jenis kelamin

Pada penelitian ini variabel intensi membeli merupakan dependent variable dan selebihnya merupakan independent variable.

3.3. Definisi operasional variabel

Adapun penjelasan definisi operasional variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Intensi membeli adalah kemungkinan subjektif yang akan dilakukan seseorang dan dimungkinkan terbentuknya suatu perilaku membeli produk fashion tiruan yang diperoleh dari skor alat ukur intensi membeli.

2. Behavioral beliefs adalah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap perilaku dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya sikap terhadap perilaku membeli produk fashion tiruan yang diperoleh dari skor alat ukur behavioral beliefs.


(57)

42

3. Outcome evaluation adalah evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku membeli produk fashion tiruan berdasarkan keyakinan yang dimiliki yang diperoleh dari skor alat ukur outcome evaluation.

4. Normative beliefs adalah keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap subjek yang menjadi acuan untuk menampilkan perilaku membeli produk fashion tiruan yang diperoleh dari alat ukur normative beliefs.

5. Motivation to comply adalah keyakinan subjek untuk mengikuti pendapat orang lain (significant other) dalam memunculkan perilaku membeli produk fashion tiruan yang diperoleh dari skor alat ukur motivation to comply.

6. Control beliefs adalah keyakinan mengenai sumber dan kesempatan yang dibutuhkan untuk memunculkan perilaku membeli produk fashion tiruan yang diperoleh dari skor alat ukur control beliefs.

7. Power of factor adalah persepsi individu mengenai sumber yang diperlukan baik untuk mempengaruhi individu dalam memunculkan tingkah laku sehingga memudahkan atau menyulitkan pemunculan perilaku membeli produk fashion tiruan yang diperoleh dari skor alat ukur power of factor.

8. Jenis kelamin adalah sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan

3.4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner dengan menggunakan skala model Likert. Pada skala penelitian ini digunakan empat alternatif pilihan jawaban. Dalam kuesioner yang menggunakan skala model Likert tidak ada jawaban yang dianggap paling benar atau paling salah. Cara menjawabnya yaitu dengan memberikan tanda silang (X) pada salah


(58)

satu alternatif pilihan jawaban yang sudah disediakan. Item disusun dalam bentuk pernyataan favourable (positif) dan unfavourable (negatif). Skor untuk alternatif pilihan jawaban dalam pernyataan favourable dan unfavourable dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1

Skor pengukuran skala

Alternatif Pilihan Jawaban

Pernyataan

Favourable Unfavourable

Sangat tidak setuju/Tidak pernah 1 4

Tidak setuju/Pernah 2 3

Setuju/Sering 3 2

Sangat setuju/Sangat sering 4 1

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat jenis alat ukur. Keempat alat ukur diadaptasi dan dimodifikasi dari alat ukur penelitian sebelumnya, yang dijelaskan sebagai berikut di bawah ini.

3.4.1. Alat ukur intensi membeli

Alat ukur intensi membeli merupakan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur variabel intensi membeli. Peneliti menggunakan sepuluh item untuk mengukur variabel intensi membeli yang diperoleh dengan melakukan adaptasi dan modifikasi alat ukur dari Cheng, Fu, dan Tu dengan menambahkan tujuh item yang telah disesuaikan dengan teori planned behavior (Ajzen, 2005). Pilihan jawaban yang digunakan peneliti berdasarkan skala model Likert yang dibuat sebanyak 4 pilihan jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS).


(1)

ITEM22 -0.01 0.04 0.12 0.17 0.36 0.22 Correlation Matrix

ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22

ITEM18 1.00

ITEM19 0.07 1.00

ITEM20 0.52 0.20 1.00

ITEM21 0.13 -0.25 0.42 1.00

ITEM22 0.17 0.30 0.26 0.06 1.00 UJI VALIDITAS PBC Parameter Specifications

LAMBDA-X POF

ITEM12 1

ITEM13 2

ITEM14 3

ITEM15 4

ITEM16 5

ITEM17 6

ITEM18 7

ITEM19 8

ITEM20 9

ITEM21 10

ITEM22 11

THETA-DELTA ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM12 12

ITEM13 0 13

ITEM14 0 0 14

ITEM15 0 0 15 16

ITEM16 0 0 17 0 18

ITEM17 19 0 0 0 0 20

ITEM18 0 0 0 21 0 0

ITEM19 0 0 0 0 23 24

ITEM20 0 0 0 0 0 0

ITEM21 28 29 30 0 0 0

ITEM22 0 0 0 0 33 0

THETA-DELTA ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM18 22

ITEM19 0 25

ITEM20 0 26 27

ITEM21 0 31 0 32

ITEM22 0 34 0 0 35

UJI VALIDITAS PBC Number of Iterations = 10


(2)

POF ITEM12 0.57 (0.08) 7.18 ITEM13 0.67 (0.08) 8.89 ITEM14 0.64 (0.08) 8.35 ITEM15 0.50 (0.08) 6.12 ITEM16 -0.09 (0.09) -0.98 ITEM17 0.68 (0.08) 8.83 ITEM18 0.58 (0.08) 7.34 ITEM19 0.09 (0.09) 1.00 ITEM20 0.88 (0.07) 12.82 ITEM21 0.45 (0.08) 5.31 ITEM22 0.24 (0.09) 2.75


(3)

Path diagram

intensi

Path diagram behavioral beliefs

ITEM1

8 .1 4

ITEM2

8 .6 5

ITEM3

6 .2 8

ITEM4

7 .5 2

ITEM5

6 .8 5

ITEM6

9 .0 6

ITEM7

8 .4 5

ITEM8

7 .2 3

ITEM9

9 .1 1

ITEM10

7 .9 3

INTENSI 0 .0 0

C hi - Sq u ar e =3 2 .0 5 , d f= 2 4, P- v al u e= 0 .1 2 56 7 , R MS E A= 0 .0 4 7 4 .5 6

1 .3 5

9 .7 3 8 .2 6 9 .6 8

0 .7 9

5 .1 3 9 .9 2

- 0. 0 1

6 .0 6

ITEM1

7.72

ITEM2

8.14

ITEM3

6.82

ITEM4

5.88

ITEM5

8.15

ITEM6

7.80

ITEM7

8.49

ITEM8

8.27

ITEM9

8.29

ITEM10

7.18

BB 0.00

Chi-Square=39.42, df=27, P-value=0.05801, RMSEA=0.056 7.02

6.90

9.14

10.67

4.16

6.78

3.38

4.45

4.63


(4)

Path diagram outcome evaluation

Path diagram normative beliefs

ITEM12

6.60

ITEM13

8.19

ITEM14

8.61

ITEM15

7.09

ITEM16

8.82

ITEM17

8.56

ITEM18

8.57

ITEM19

4.59

ITEM20

7.70

OUTEVA 0.00

Chi-Square=37.33, df=25, P-value=0.05366, RMSEA=0.058 4.70 6.95 8.52 6.18 9.28 -0.17 4.27 3.07 12.12 9.65

ITEM1 2.49

ITEM2 4.60

ITEM3 7.74

ITEM4 8.32

NOBEL 0.00

Chi-Square=0.09, df=1, P-value=0.76327, RMSEA=0.000 7.25

6.58

4.88


(5)

Path diagram motivation to comply

Path diagram control beliefs

ITEM5

7.95

ITEM6 8.15

ITEM7

1.85

ITEM8 4.77

MTC 0.00

Chi-Square=0.07, df=1, P-value=0.79735, RMSEA=0.000 4.61

4.02

7.61

6.63

ITEM1 8.74

ITEM2 7.20

ITEM3 8.47

ITEM4 8.57

ITEM5 7.10

ITEM6 8.88

ITEM7 8.59

ITEM8 7.64

ITEM9 5.84

ITEM10 6.20

ITEM11 8.21

CB 0.00

Chi-Square=36.74, df=26, P-value=0.07880, RMSEA=0.053 3.85 9.89 5.65 5.90 9.79 3.47 3.90 10.02 12.09 -10.50


(6)

Path diagram power of factor

ITEM13 7.68

ITEM14 7.93

ITEM15 8.22

ITEM16 8.67

ITEM17 7.56

ITEM18 8.03

ITEM19 8.90

ITEM20 4.87

ITEM21 8.67

ITEM22 8.57

POF 0.00

Chi-Square=40.79, df=31, P-value=0.11216, RMSEA=0.046 7.18

8.89

8.35

6.12

-0.98

8.83

7.34

1.00

12.82

5.31