pertama terdapat iddle fund, karena pada triwulan pertama nilai CAR lebih tinggi sementara pembiayaan lebih rendah sehingga laba yang di dapat pada triwulan
pertama di tahun 2011 hanyalah sebesar 40 milyar, berbeda dengan triwulan kedua pada tahun yang sama dimana nilai CAR lebih rendah akan tetapi
pembiayaan lebih tinggi sehingga pada triwulan kedua laba bersih meningkat menjadi 52 milyar.
Hubungan yang negatif ini sesuai dengan penelitian Ishmah Wati 2012 yang berjudul “Pengaruh Efisiensi Oprasional Terhadap Kinerja Profitabilitas
Pada Sektor Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Tahun 2007-
2010” dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara CAR terhadap profitabilitas bank syariah.
Karena profitabilitas bank sangat berpengaruh terhaap CAR sebab CAR adalah salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesehatan permodalan bank.
2. Non Performing Financing NPF
Nilai koefisien NPF pada variabel dependen ROA sebesar -0.170614 menunjukan bahwa adanya hubungan negatif antara NPF dengan ROA.
sementara pada variabel dependen ROE sebesar -0.449336 menunjukan bahwa adanya hubungan negatif antara NPF dengan ROE. Sehingga apabila NPF naik
maka ROA dan ROE menurun, dan sebaliknya. Dapat dilihat pada tabel 4.1 bahwa nilai NPF tertinggi sebesar 4,76 terdapat pada bank Muamalat Indonesia
tahun 2014 triwulan keempat dan nilai ROA sebesar 0,17 dan ROE sebesar 2,13 dengan jumlah laba sebesar 57 milyar. Kemudian pada awal tahun 2015
triwulan pertama nilai NPF mengalami penurunan sebesar 4,73 dan nilai ROA
dan ROE mengalami kenaikan sebesar 0,62 dan 9,78 labapun meningkat menjadi 65 milyar. Hal ini menunjukan bahwa NPF memang berpengaruh
negatif terhadap ROA dan ROE. Hal ini sejalan dengan penelitian Ishmah Wati 2012, Aluisius Wisnu
2012, dan Amrina Rosyada 2014 yang menyatakan bahwa NPF memiliki pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas perbankan syariah, karena NPF
merupakan tingkat kredit macet pada bank, apabila NPF dapat ditekan serendah mungkin 5 maka potensi keuntungan yang diperoleh akan semakin besar
karena bank dapat menghemat uang yang digunakan untuk membentuk cadangan kerugian kredit bermasalah atau penyisihan penghapusan aktiva produktif PPAP.
Sehingga apabila rasio ini semakin beasr maka semakin besar pula resiko yang ditanggung perusahaan yang nantinya akan berpengaruh negatif terhadap
profitabilitas perusahaan.
3. Financing to Deposito Ratio FDR
Nilai koefisien FDR sebesar -0.415437 menunjukan bahwa adanya
hubungan negatif antara FDR dengan ROA. Sehingga apabila FDR naik maka ROA menurun. Dapat kita lihat pada nilai maksimum FDR sebesar 106.5
terdapat pada Bank Muamalat di tahun 2013 triwulan ke dua, dengan nilai ROA sebesar 1.72, sedangkan pada triwulan 1 sebelumnnya nilai FDR sebesar
102.02 lebih kecil dari triwulan kedua dengan total roa 1.72 lebih besar dari triwulan kedua. Hal ini disebabkan karena pembiayaan yang disalurkan tidak
memberikan keuntungan yang besar bagi bank dikarenakan NPF atau