Kebijakan Pupuk Bersubsidi Implementasi Kebijakan Perberasan Tingkat Nasional .1 Kebijakan Perbenihan

Semakin tinggi harga beli pupuk bersubsidi diatas HET tentu merugikan petani, karena pendapatan petani turun. Kondisi tersebut menyebabkan tujuan kebijakan perberasan dalam Inpres tidak tercapai. Dari sisi petani, memiliki ekspektasi harga pupuk bersubsidi tidak berbeda jauh dengan harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

5.2.3 Kebijakan Kualitas Gabah

Diktum Inpres Kebijakan Perberasan secara eksplisit menyebutkan pentingnya kualitas gabah yang dihasilkan petani. Kualitas gabah akan mempengaruhi harga gabah. Dengan kata lain, semakin baik kualitas gabah maka harga akan naik, sehingga pendapatan petani meningkat. Gambar 43 menunjukkan slope kurva Kadar Air Gabah Kering Panen KAGP dan Kadar Air Gabah Kering Giling KAGG menurun meskipun sangat landai. Slope kurva KAGP lebih flukuatif dari KAGG, artinya perubahan kadar air KAGP setiap bulannya lebih besar dari KAGG. Dalam kurun tahun 2005-2009, KAGP tertinggi setiap tahunnya terjadi pada Maret, kecuali pada tahun 2007 dimana KAGP tertinggi terjadi pada April, yaitu 20.46 persen. Dalam kurun waktu tahun 2005-2009, persyaratan Kadar Air Maksimum Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling, masing-masing 25 persen dan 14 persen, seperti ditunjukkan Lampiran 1. Berdasarkan persyaratan tersebut, KAGP dan KAGG pada tingkat nasional lebih rendah dari persyaratan kualitas gabah yang ditetapkan dalam Inpres. Gambar 44 menunjukkan slope kurva rata-rata curah hujan bulanan fluktuatif, karena perbedaan rata-rata curah hujan setiap bulannya bervariasi. Sebagai contoh, pada tahun 2005, dari Maret-Agustus 2005 rata-rata curah hujan setiap bulan cenderung menurun, selanjutnya dari September- Desember 2005, rata-rata curah hujan bulanan meningkat tajam menjadi 277.10 mm per bulan pada Desember 2005, pada Gambar 44. Sumber: Badan Pusat Statistik, Maret 2005-Oktober 2009 Gambar 43. Perkembangan Kadar Air Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Maret 2005-November 2009 Gambar 44 Perkembangan Rata-rata Curah Hujan Bulanan Apabila informasi pada Gambar 43 disandingkan dengan Gambar 44, terdapat hubungan antara KAGP dengan rata-rata curah hujan bulanan, dimana KAGP tertinggi diatas 200 mm per bulan. Sebagai contoh, KAGP tertinggi terjadi pada April 2007 ketika rata-rata curah hujan bulanan mencapai 253.80 mm per bulan. Inpres No 2 Tahun 2005 dan No 13 Tahun 2005 tentang Kebijakan Perberasan secara eksplisit menyebutkan persyaratan Butir HampaKotoran Maksimum terhadap GKP dan GKG, masing-masing 10.0 persen dan 3.0 persen, terlihat pada Lampiran 3. Inpres No 3 Tahun 2007 yang dikeluarkan tanggal 31 Maret 2007 tidak menggunakan Butir HampaKotoran, tetapi Kadar HampaKotoran Maksimum. Sumber: Badan Pusat Statistik, Maret 2005-November 2009 Gambar 45 Perkembangan harga Kadar Kotoran GKP dan GKG Persyaratan Kadar HampaKotoran Maksimum untuk Gabah Kering Panen dan Gabah Kering Giling, masing-masing 10.0 persen dan 3.0 persen. Berdasarkan persyaratan tersebut, KKGP dan KKGG pada tingkat nasional lebih rendah dari persyaratan kualitas dalam Inpres tentang Kebijakan Perberasan, seperti ditunjukkan pada Gambar 45. Slope kurva Kadar Kotoran Gabah Kering Panen KKGP menunjukkan trend negatif dalam kurun waktu lima tahun, sedangkan slope kurva Kadar Kotoran Gabah Kering Giling KKGG lebih mendatar. Kadar Kotoran Gabah Kering Panen KKGP pada Maret 2005 sebesar 7.96 persen tertinggi, sedangkan terendah pada Januari 2009, sebesar 4.73 persen.

5.2.4 Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah

Lampiran 2 menguraikan dinamika perkembangan kebijakan harga terhadap gabah dan beras dalam Inpres tentang Kebijakan Perberasan. Dalam kurun waktu 1997-2008, pemerintah mengeluarkan 11 Inpres tentang Kebijakan Perberasan. Dinamika Kebijakan Harga dalam kurun waktu diatas: 1 Inpres tentang Harga Dasar Gabah, tahun 1997-1998, 2 Inpres tentang Harga Dasar Gabah serta Harga Pembelian Gabah dan Beras tahun 1998-2000, dan 3 Kebijakan Perberasan, tahun 2001-2008. Inpres No 2 Tahun 2005 tentang Kebijakan Perberasan menetapkan kebijakan harga melalui Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen HPGP dan Gabah Kering Giling HPGG dan Beras HPPB. Frekwensi perubahan kebijakan harga dalam kurun waktu Maret 2005-September 2009 mencapai empat kali. Gambar 46 menunjukkan bahwa baik slope kurva HPGP dan HPGG adalah positip, artinya dalam kurun waktu 55 bulan HPGP dan HPGG naik. Gambar 46 menunjukkan HGKP lebih tinggi dari HPGP, demikian juga halnya dengan HGKG lebih tinggi dari HPGG. Sumber: Badan Pusat Statistik, Maret 2005-Oktober 2009 Gambar 46. Perbedaan Harga Gabah dengan Harga Pembelian Pemerintah Perbedaan harga Gabah Kering Panen dengan HPGP diberi notasi HGHP, merupakan selisih antara Harga Gabah Kering Panen HGKP dengan HPGP, kemudian dibagi HPGP dikali dengan seratus, sedangkan HGHG adalah selisih antara Harga Gabah Kering Giling HGKG dengan HPGG, dibagi HPGG kemudian dikali seratus. Sedangkan HBHB adalah selisih Harga Beras Pengecer HBRT dengan HPPB, kemudian dibagi HPPB dan dikali dengan seratus. Slope kurva HGHP lebih curam dibandingkan dengan HGHG dan HBHB, mengindikasikan persentase perubahan HGHP setiap bulan lebih besar dari perubahan HGHG dan HBHB. Pada Mei 2005 persentase HGKP diatas HPGP 4.79 persen kemudian mengalami kenaikan yang tajam menjadi 39.11 persen pada Desember 2005. Selanjutnya menurun tajam menjadi 6.19 persen pada Maret 2006, kemudian melonjak naik dengan tajam menjadi 59.98 persen pada Februari 2007. Pola diatas terulang pada periode April 2007- Januari 2008, tetapi periode Februari 2008-November 2009, slope kurva HGHP lebih landai, meskipun masih lebih curam dari slope HGHG dan HBHB. Pada Februari 2007, baik HGHP dan HGHG mencapai titik tertinggi, sedangkan HBHB tertinggi pada Maret 2007, artinya pada titik tersebut ada perbedaan terbesar antara harga gabahberas aktual dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Dari ketiga kurva tersebut, frekwensi kurva HGHG dibawah sumbu mendatar nol satu kali, dengan kata lain harga aktual di tempat penggilingan lebih rendah dari harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam kurun waktu Maret 2005-November 2009, frekwensi HGKG dibawah HPGG terjadi lima kali yaitu Juni 2005, Mei 2007, April 2008, Mei 2008 dan April 2009, masing-masing 4.74, 4.83, 8.11, 1.98 dan 10.18 persen. Sumber: Badan Pusat Statistik, Maret 2005-Oktober 2009, diolah Gambar 47. Perbedaan Harga GabahBeras dengan Harga Pembelian Pemerintah Informasi pada Gambar 47 menunjukkan kurva HGHP diatas sumbu nol, tidak selalu identik bahwa HGKP diatas HPGP. Observasi di sentra produksi pada beberapa propinsi membuktikan bahwa terdapat kasus dimana harga HGKP dibawah HPP. Dari 626 kali observasi pada Februari 2007, tidak ditemukan