Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah di Pedagang Padi

sama dengan HPP GKP pada tingkat petani lebih kecil 3.44 persen, 2 frekwensi harga gabah kualitas B-II sama dengan HPP GKP mencapai tujuh kali 24.13 persen, dan 3 frekwensi harga gabah kualitas B sama dengan HPP GKP satu kali 3.44 persen. Harga gabah kualitas B menunjukkan kenaikan pada kurun kurun waktu tanggal 07 September 2007 sampai tanggal 04 Oktober 2007, tetapi harga gabah kualitas B diatas HPP GKP lebih kecil dari sepuluh persen. Sumber: Pedagang Padi, Agustus 2007-Oktober 2007, diolah Gambar 28. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingan di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Kering 2007 Frekwensi harga gabah kualitas B, B-II dan B-III di tingkat penggilingan dibawah HPP GKP, masing-masing 13.79, 20.68 dan 44.82 persen pada MTK 2007. Harga Gabah Kualitas B, B-II dan B-III diatas HPP GKP di penggilingan, masing-masing dimulai tanggal 05 September, 06 September dan 12 September 2007, seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Transaksi yang dilakukan pada tanggal 01 September 2007 menghasilkan perbedaan harga tertinggi antara gabah kualitas B-III dengan HPP GKP, dimana HPP GKP lebih tinggi 12.5 persen dari harga gabah kualitas B-III. Sebaliknya, transaksi tanggal 31 Agustus 2007 sampai 04 September 2007, perbedaan harga gabah kualitas B dari HPP GKP pada tingkat penggilingan lebih kecil dari dua persen. Sumber: Pedagang Padi, Februari 2008-April 2008, diolah Gambar 29. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Hujan 2007 Berbeda dengan transaksi yang dilakukan pada MTK 2007, harga gabah kualitas B, B-II dan B-III pada tingkat petani pada transaksi yang dilakukan pada MTH dari bulan Februari - April 2010 diatas HPP GKP. Perbedaan diantara harga gabah kualitas B dengan HPP GKP di tingkat petani terbesar terjadi pada transaksi pada tanggal 14-19 April 2008. Pada tanggal tersebut persentase harga gabah kualitas B-II terbesar dibandingkan dengan HPP GKP di tingkat petani, seperti ditunjukkan pada Gambar 29. Bentuk kurva harga gabah kualitas B dengan B-II dan B-III pada tingkat petani sama, slope nya mendatar, yang mengindikasikan bahwa dalam kurun waktu tertentu tidak ada perubahan harga. Sebagai contoh, transaksi diantara pedagang dengan petani yang dilakukan pada periode tanggal 4 Maret – 8 Maret 2008, baik bentuk kurva B, B-II dan B-III adalah sama. Harga Gabah Kualitas B pada tingkat penggilingan lebih tinggi dibandingkan tingkat petani, dengan perbedaan harga mencapai Rp 25 per kg. Angka ini mengindikasikan bahwa margin kotor yang diterima pedagang padi sebesar Rp 25 per kg. Meskipun terdapat perbedaan harga di tingkat penggilingan dengan petani, harga gabah kualitas B, B-II dan B-III lebih tinggi dari HPP GKP di tingkat penggilingan. Slope kurva pada periode tanggal 4 Maret-8 Maret, 12 Maret-15 Maret dan 18 Maret-21 Maret 2008 untuk harga gabah kualitas B, B-II dan B-III pada tingkat petani tidak berbeda dengan slope kurva harga gabah kualitas B, B-II dan B-III di tingkat penggilingan, dimana slope kurvanya sama- sama mendatar. Sumber: Pedagang Padi, Februari 2008- April 2008, diolah Gambar 30. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Hujan 2007 Dari 30 kali transaksi diantara pedagang dengan penggilingan, terdapat tiga kali harga gabah kualitas B mencapai titik tertinggi yaitu Rp 2 750 per kg pada periode tanggal 14 April – 19 April 2008. Harga gabah kualitas B diatas HPP GKP di tingkat penggilingan cenderung fluktuatif, artinya harga tidak bersifat tetap naik flex up tetapi naik turun, seperti ditunjukkan pada Gambar 30. Harga Gabah yang bersifat fluktuatif tersebut merupakan karakteristik tanaman pangan Cremer dan Jansen, 1991 Sumber: Pedagang Padi, September 2008-Oktober 2008, diolah Gambar 31. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Kering 2008 Dalam Diktum Keenam Inpres No 1 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan Harga disebutkan bahwa Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen ditingkat petani dan penggilingan pada MTK 2008 naik menjadi Rp 2 200 dan Rp 2 240 per kg. Kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani dan penggilingan pada MTK 2008. Harga gabah kualitas B, B-II dan B-III baik ditingkat petani dan penggilingan lebih tinggi dibandingkan dengan MTK 2007. Harga gabah kualitas B, B-II dan B-III pada tingkat petani pada transaksi yang dilakukan pada MTK dari bulan September - Oktober 2008 lebih rendah dari transaksi yang dilakukan pada MTH 2007. Transaksi antara pedagang dengan petani pada tanggal 3 September 2008 untuk Gabah Kualitas B yaitu Rp 2 350 per kg. Jika harga tersebut dibandingkan dengan harga tertinggi Gabah kualitas B pada periode tanggal 14 April-19 April 2008 maka terdapat perbedaan harga sebesar Rp 400 per kg. Perbedaan harga beli pedagang terhadap gabah kualitas B dengan B-II yaitu Rp 50 per kg pada tanggal 3, 27 dan 28 September 2008, sedangkan transaksi pada hari lainnya tidak ada perbedaan harga antara gabah kualitas B dengan B-II. Perbedaan diantara harga gabah kualitas B dan B-II dengan HPP GKP di tingkat petani terbesar terjadi pada transaksi pada tanggal 25 September 2008, sebesar 21.59 persen, sedangkan terendah pada tanggal 3 September 2008, pada Gambar 31. Slope kurva harga gabah kualitas B dengan B-II dan B-III pada tingkat petani mendatar. Sebagai contoh, slope kurva pada transaksi diantara pedagang dengan petani yang dilakukan pada periode tanggal 5 September – 7 September, 10 September-12 September, 15-16 September, 18-24 September, dan 27-28 September 2008 adalah datar artinya pada periode tersebut tidak ada perubahan harga dari ke tiga spesifikasi gabah kualitas B, seperti ditunjukkan pada Gambar 31. Harga gabah kualitas B pada tingkat penggilingan lebih tinggi dibandingkan tingkat petani, dengan perbedaan harga mencapai Rp 50 per kg. Angka ini mengindikasikan bahwa margin kotor yang diterima pedagang padi pada MTK 2008 lebih besar dari MTH 2007. Meskipun perbedaan harga di tingkat penggilingan dibandingkan petani sebesar angka diatas, harga gabah Kualitas B, B-II dan B-III masih lebih tinggi dari HPP GKP di tingkat penggilingan. Bentuk kurva pada transaksi diantara pedagang dengan penggilingan yang dilakukan pada periode tanggal 5 September-7 September, 10 September-12 September, 15-16 September, 18-24 September, dan 27-28 September 2008 adalah mendatar artinya pada periode tersebut tidak ada perubahan harga ke tiga spesifikasi gabah kualitas B, pada Gambar 32. Sumber: Pedagang Padi September 2008-Oktober 2008, diolah Gambar 32. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedag, Musim Tanam Kering 2008 Dari 26 kali transaksi diantara pedagang dengan penggilingan, terdapat satu kali harga gabah kualitas B mencapai titik tertinggi yaitu Rp 2 725 per kg pada tanggal 25 September 2008, yang mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan harga sebelum tanggal tersebut dan penurunan harga sesudahnya. Meskipun harga Gabah kualitas B pada MTK 2008 lebih rendah dari MTH 2007, harga gabah kualitas B masih diatas HPP GKP di tingkat penggilingan. Perubahan Inpres No 1 Tahun 2008 ke No 8 Tahun 2008 tentang Kebijakan Perberasan yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2009 menyebabkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen ditingkat petani dan penggilingan pada MTK 2008 naik menjadi Rp 2 400 dan Rp 2 440 per kg. Kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan harga gabah di tingkat petani dan penggilingan pada MTH 2008. Harga gabah kualitas B, B-II dan B-III baik ditingkat petani dan penggilingan lebih tinggi dibandingkan dengan MTH 2007. Harga gabah kualitas B, B-II dan B-III pada tingkat petani yang dilakukan pada tanggal 13 Februari 2009 - 23 April 2009 lebih tinggi dari tanggal 28 Februari-21 April 2008. Transaksi diantara pedagang dengan petani dari tanggal 16 Maret-18 Maret 2009 merupakan Harga Gabah Kualitas B, B-II dan B-III tertinggi, yaitu masing-masing sebesar Rp 2 875, Rp 2 875 dan Rp 2 825 per kg, pada Gambar 33. Jika harga tersebut dibandingkan dengan harga tertinggi gabah kualitas B pada periode tanggal 14 April-19 April 2008 terdapat perbedaan harga masing-masing sebesar Rp 150, Rp 150 dan Rp 125 per kg untuk gabah kualitas B, B-II dan B-III. Jika dibandingkan dengan harga tertinggi pada tanggal 25 September 2008, maka perbedaan harga semakin meningkat, masing-masing sebesar Rp 200, Rp 200 dan Rp 250 per kg. Bentuk kurva harga gabah kualitas B, B-II dan B-III pada tingkat petani sama, dimana slope kurva harga gabah kualitas B yang datar maka slope kurva gabah kualitas B-II dan B-III juga mendatar. Sebagai contoh, slope kurva pada transaksi diantara pedagang dengan petani yang dilakukan pada periode tanggal 13 Maret – 18 Maret, dan 25 Maret-23 April 2009 adalah mendatar. Transaksi yang dilakukan pada tanggal 13 Maret – 18 Maret 2009, harga gabah Kualitas B, B-II dan B-III lebih tinggi dari HPP GKP di petani, masing-masing sebesar 19.79, 19.79 dan 17.71 persen. Sumber: Pedagang Padi, Februari 2009-April 2009, diolah Gambar 33. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Petani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Hujan 2008 Harga pada tingkat penggilingan lebih tinggi dibandingkan tingkat petani, dengan perbedaan harga mencapai Rp 25 per kg. Angka ini mengindikasikan bahwa margin kotor yang diterima pedagang padi pada MTH 2008 lebih kecil dari MTK 2008. Transaksi yang dilakukan pada tanggal 13 Maret – 18 Maret 2009, harga gabah kualitas B, B-II dan B-III lebih tinggi dari HPP GKP di petani, masing-masing sebesar 18.85, 18.85 dan 16.80 persen. Slope kurva transaksi diantara pedagang dengan penggilingan yang dilakukan pada periode tanggal 16 Maret – 18 Maret 2009 adalah mendatar artinya pada periode tersebut tidak ada perubahan harga ke tiga spesifikasi gabah kualitas B, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34. Sumber: Pedagang Padi, Februari 2009-April 2009, diolah Gambar 34. Perbedaan Harga Gabah Kualitas B dengan HPP GKP Penggilingani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Hujan 2008 Dari 30 kali transaksi diantara pedagang dengan penggilingan, terdapat tiga kali harga gabah kualitas B mencapai titik tertinggi yaitu Rp 2 900 per kg pada tanggal 16 Maret-18 Maret 2009, yang mengindikasikan bahwa terjadi kenaikan harga sebelum tanggal tersebut dan penurunan harga sesudahnya. Faktor-faktor yang menyebabkan harga gabah petani lebih tinggi dari HPP GKP menurut PPL: 1 terdapat banyak pedagang padi yang langsung membeli gabah pada tingkat usahatani, 2 adanya persaingan harga diantara pedagang padi, 3 permintaan gabah meningkat, 4 kualitas gabah petani baik, dan 5 petani menjual gabah kepada pihak swasta. Pada tingkat pedagang padi, pengelompokan kualitas Gabah Kering Giling GKG yaitu: 1 kualitas gabah KR yaitu kondisi gabah kering, dengan tingkat kadar air yang rendah, 2 kualitas gabah KR-II yaitu kondisi Gabah Kering, dengan tingkat kadar air lebih tinggi dari KR, dan 3 kualitas gabah KR II Saga yaitu sisa hasil padikering dari kualitas gabah B-III yang dibiarkan hingga lama. Dalam kurun waktu tahun bulan April 2007- Mei 2009, jumlah transaksi antara pedagang dengan penggilingan gabah untuk gabah kualitas KR dan KR2 lebih rendah dibandingkan dengan gabah kualitas B, dimana jumlah transaksi pada kurun waktu diatas hanya 32 kali. Angka ini mengindikasikan bahwa keputusan petani padi di kecamatan Sei Rampah lebih memilih menjual gabah dalam bentuk Gabah Kering Panen. Transaksi gabah kualitas B pada tahun 2007 berlangsung sampai bulan Oktober 2007 sebaliknya transaksi gabah kualitas KR berlangsung sampai dengan bulan Desember 2007, pada Gambar 35. Masa transaksi yang lebih panjang pada gabah kualitas KR karena gabah hasil panen dilakukan kegiatan pascapanen seperti penjemuran, sehingga kadar air gabah lebih rendah dan dapat disimpan lebih lama. Sebaliknya gabah kualitas B, tidak dilakukan kegiatan pascapanen. Harga gabah kualitas B pada transaksi antara pedagang dengan penggilingan pada tanggal 4 Oktober 2007 yaitu Rp 2 100 per kg, sedangkan harga gabah kualitas KR sebesar Rp 2 800 per kg, terdapat perbedaan harga sebesar Rp 700 per kg. Angka ini mengindikasikan bahwa menjual gabah dalam bentuk kualitas KR lebih menguntungkan, tetapi petani memiliki kendala menjual gabah dalam bentuk gabah kualitas KR. Kendala yang dihadapi petani seperti keterbatasan tempat pengeringan padi dan penyimpanan padi. Sumber: Pedagang Padi, April 2007-April 2009, diolah Gambar 35. Perbedaan Harga Gabah Kualitas KR dengan HPP GKG Penggilingan di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Musim Tanam Hujan 2008 Dari 32 kali transaksi diantara pedagang dengan penggilingan, terdapat satu kali harga Gabah Kualitas KR dan KR2 mencapai titik tertinggi yaitu Rp 3 700 per kg pada tanggal 11 Mei 2009, yang mengindikasikan adanya kenaikan harga sebelum tanggal tersebut dan penurunan harga sesudahnya. Meskipun harga Gabah Kualitas KR dan KR2 tertinggi pada tanggal tersebut, harga Gabah KR dan KR2 diatas Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Giling HPGKG sebesar 23.33 dan 20.00 persen, lebih rendah dari transaksi tanggal 17 April 2008, yaitu 33.98 dan 28.16 persen diatas HPGKG.

5.1.7 Kebijakan Konversi Lahan Sawah

Hasil survey menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil 3.33 persen petani yang menjual sawah, karena alasan ekonomi, artinya bagian terbesar dari petani tidak menjual lahannya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan petani umumnya tidak ingin menjual lahannya dengan tujuan beralih ke sektor non-pertanian dikemukakan Witjaksono, 1996, yaitu : 1 Kesempatan kerja di sektor non-pertanian relatif terbatas dan tidak memperlihatkan peningkatan yang signifikan, 2 di daerah pedesaan pemilikan lahan merupakan simbol status sosial yang kuat, dan 3 untuk dapat beralih ke sektor non-pertanian umumnya dibutuhkan keterampilan tertentu sesuai dengan bidang pekerjaan atau bidang usaha yang digeluti. Kontak Tani menunjukkan kekuatiran terjadinya konversi lahan sawah, apabila perbaikan jaringan irigasi tidak diperhatikan oleh pemerintah. Kondisi tersebut didukung dengan pengalaman seharian para Kontak Tani, ketika membandingkan petani yang berkebun sawit dengan bersawah. Apabila pemerintah tidak serius memperhatikan perbaikan jaringan irigasi, petani di desa Sungai Parit akan mengalihkan lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit, karena keuntungan berkebun sawit lebih menjanjikan dibandingkan dengan bersawah. Sejalan dengan pendapat Iqbal dan Sumaryanto 2007, yang mengemukakan faktor-faktor sehingga lahan sawah paling rentan terhadap alih fungsi lahan, antara lain: 1 kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah, 2 daerah persawahan yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan, 3 akibat pola pembangunan masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari wilayah lahan kering, dan 4 pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri dan sebagainya yang cenderung berlangsung lebih cepat diwilayah bertopografi datar. Dalam kurun waktu tahun 2000-2006, di kecamatan Sei Rampah telah terjadi perubahan fungsi lahan sawah menjadi non pertanian mencapai 5 000.288 ha atau sekitar 28.81 persen dari total konversi lahan sawah di kabupaten Serdang Bedagai. Perubahan konversi lahan sawah menjadi perkebunan rakyat, kebun campuran, pemukiman, dan tegalan masing-masing 19.64, 6.58, 1.86 dan 0.72 persen. Data tersebut mengindikasikan bahwa perubahan status lahan sawah menjadi perkebunan rakyat kelapa sawit merupakan persentase terbesar dalam kurun waktu enam tahun, artinya setiap tahun terjadi konversi lahan sawah untuk perkebunan rakyat sebesar 3.27 persen. Posisi daerah persawahan di kecamatan Sei Rampah berdekatan dengan ibukota kabupaten dan perkebunan kelapa sawit merupakan daya tarik besar kemungkinan terjadinya alih fungsi lahan pada masa yang datang, apabila rehabilitasi lahan irigasi tidak diprioritaskan oleh pemerintah. Berdasarkan data primer ditunjukkan bahwa petani yang memiliki lahan darat, mengusahakan tanaman kelapa sawit. Tabel 35 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2000-2006, telah terjadi perubahan fungsi lahan sawah menjadi non pertanian, seperti bakau, perkebunan rakyat, pemukiman, tegalan, kebun campuran dan non irigasi. Perubahan konversi lahan dari sawah menjadi non sawah terbesar terjadi di kecamatan Sei Rampah mencapai 5 000.288 hektar atau sekitar 28.81 persen dari keseluruhan konversi lahan sawah, sedangkan terendah di kecamatan Kotarih 358.507 ha. Alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan rakyat mencapai 11 325. 712 ha atau 65.26 persen dari luas konversi lahan sawah. Dari 12 kecamatan di kabupaten Serdang Bedagai, perubahan konversi lahan sawah menjadi hutan bakau terjadi di kecamatan Tanjung Beringin, Bandar Khalifah dan Sialang Buah, masing-masing 340.824 ha, 283.699 ha dan 32.871 ha. Tabel 35. Konversi Lahan Sawah Menjadi Non Sawah di Kabupaten Serdang Bedagai dari Tahun 2000 -2006 No Kecamatan Perubahan Konversi Lahan Sawah Menjadi Non Sawah Ha Jumlah Bakau Kebun Rakyat Pemu- kiman Tega lan Kebun Campuran Non- Irigasi 1 Bandar Khalifah 283.699 60.422 47.353 92.053 483.527 2 Bangun Purba 540.185 21.73 105.495 15.036 682.446 3 Dolok Masihul 913.299 67.764 91.93 0.41 1 072.683 4 Galang 1 072.942 246.848 195.809 81.673 1 597.272 5 Kotarih 258.661 99.846 358.507 6 Pantai Cermin 470.305 228.925 75.966 775.196 7 Perbaungan 2 057.028 678.906 7.37 2 743.304 8 Sei Rampah 3 409.051 323.638 125.294 1 142.305 5 000.288 9 Sialang Buah 32.871 645.631 326.958 735.349 1 740.809 10 Sipispis 367.824 22.143 3 89.967 11 Tanjung Beringin 340.824 343.324 153.973 334.931 1 172.562 12 Tebing Tinggi 1 187.040 111.206 37.425 1 335.671 Jumlah 657.394 11 325.712 2 207.301 360.267 2 583.66 219.108 17 353.442 Sumber : BPN, 2009 Konsekwensi pemekaran kabupaten Deli Serdang menjadi dua kabupaten, yaitu Serdang Bedagai dan Deli Serdang menjadi faktor utama terjadinya konversi lahan sawah menjadi non sawah, karena permintaan lahan untuk kebutuhan pemukiman cukup tinggi, seperti yang terjadi pada tiga kecamatan, yaitu Perbaungan, Sei Rampah dan Sialang Buah.

5.1.8 Perspektif Kebijakan Perberasan Ke Depan Pada Tingkat Petani

Bantuan Langsung Benih Unggul yang diberikan kepada petani kurang memadai dan terlambat diterima oleh petani. Besarnya BLBU belum mengikuti ketentuan pemerintah, karena jumlahnya kurang dari 25 kg per ha. Pemerintah perlu konsisten melaksanakan kebijakan BLBU yang ditawarkan kepada petani, sehingga tujuan kebijakan tercapai. Besarnya BLBU diterima petani disesuaikan dengan luas hamparan sawah yang diusahai oleh masing-masing kelompok tani. Jenis varitas BLBU yang diberikan yaitu varitas Ciherang. Pemerintah melalui KUPDPPL memfasilitasi pendistribusian BLBU antara produsen benih PT SHS dan PT Pertani sehingga menimbulkan rasa adil diantara kelompok tani. Pembangunan irigasi dan perbaikan sistim jaringan irigasi merupakan syarat esensial untuk mewujudkan tujuan kebijakan perberasan, ditunjukkan pada Tabel 36. Seperti yang diungkapkan oleh Pasandaran 2007 bahwa adanya teknologi revolusi hijau yang responsif terhadap air memerlukan upaya perbaikan infrastruktur irigasi yang sudah ada dan perluasan sistem irigasi khususnya di luar Jawa. Pemerintah memberikan prioritas utama dalam pembangunan irigasi dan perbaikan sistim irigasi, sehingga petani tidak ”tergoda” melakukan konversi lahan. Petani memiliki ”godaan’ mengkonversi lahan sawah menjadi lahan sawit, karena mengusahakan perkebunan kelapa sawit lebih menjanjikan dibandingkan dengan bertanam padi. Hasil survey menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil 3.33 persen petani yang menjual sawah, karena alasan ekonomi. Tabel 36. Saran Petani Padi kepada Pemerintah Terkait dengan Kebijakan Irigasi di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai No Saran Petani Strata Luas Pengusaan Lahan Sawah Ha Total 0.01- 0.50 0.51- 1.00 1.01- 1.50 1.51- 2.00 2.00 1 Pemerintah melakukan perbaikan jaringan irigasi 0.00 13.32 6.66 3.33 3.33 26.44 2 Pemerintah melarang petani mengkonversi lahan sawah menjadi kebun Kelapa Sawit 0.00 3.33 0.00 0.00 0.00 3.33 3 Pemerintah melakukan pembangunan irigasi 6.66 16.65 6.66 3.33 0.00 33.30 Sumber : Data Primer 30 Orang Kontak Tani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, tahun 20082009. Petani menunjukkan kekuatiran terjadinya konversi lahan sawah, apabila perbaikan jaringan irigasi tidak diperhatikan oleh pemerintah. Kondisi tersebut didukung dengan pengalaman seharian para petani, ketika membandingkan keuntungan berkebun sawit dari bersawah. Apabila pemerintah tidak serius memperhatikan perbaikan jaringan irigasi, petani di desa Sungai Parit akan mengalihkan lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit, karena keuntungan berkebun sawit lebih menjanjikan dibandingkan dengan bersawah. Petani sudah memberikan tanggung jawabnya dalam bentuk pemberian pajak air kepada lembaga P3A tetapi petani tetap diperhadapkan dengan resiko banjir dengan segala kerugian yang mengikutinya dan ketidakpastian pelaksanaan pembangunan irigasi. Petani tidak mudah memperoleh pupuk bersubsidi Urea, SP-36, ZA, NPK dan pupuk organik dan harga yang sulit terjangkau. Persentase harga pupuk bersubsidi lebih mahal dari HET tahun 2009 lebih tinggi dari tahun 2008. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa kebijakan saprodi, secara khusus kebijakan pupuk bersubsidi tidak efektif. Kondisi tersebut menjadi suatu alasan yang kuat bahwa permasalahan pupuk terletak pada sistem distribusi pupuk itu sendiri. Tabel 37. Saran Petani Padi kepada Pemerintah terkait dengan Kebijakan Pupuk Bersubsidi di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai No Saran Petani Strata Luas Pengusaan Lahan Sawah Ha Total 0.01- 0.50 0.51- 1.00 1.01- 1.50 1.51- 2.00 2.00 1 Pemerintah mengawasi distribusi pupuk bersubsidi sehingga lancar 0.00 6.66 0.00 3.33 0.00 9.99 2 Pemerintah mengawasi supaya harga pupuk lebih stabiltidak naik 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 3.33 3 Pemerintah berusaha sehingga pupuk bersubsidi tepat waktu sampai di petani 3.33 9.99 0.00 3.33 0.00 16.65 4 Pemerintah perlu meningkatkan jumlah pupuk bersubsidi 3.33 6.66 3.33 0.00 0.00 13.32 5 Pemerintah menyediakan pupuk Organik 0.00 0.00 3.33 0.00 0.00 3.33 6 Pemerintah tidak menghilangkan Subsidi 3.33 0.00 0.00 0.00 0.00 3.33 Sumber : Data Primer 30 Orang Kontak Tani di Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, tahun 20082009.