1.2 Permasalahan Penelitian
Pada kenyataannya, tidak mudah menerapkan kebijakan perberasan karena adanya kendala, baik dari sisi petani dan pemerintah. Kendala yang dihadapi
petani: 1 rata-rata skala penguasaan lahan usahatani padi hanya 0.3 hektar, 2 sekitar 70 persen petani padi khususnya buruh tani dan petani skala kecil
termasuk golongan masyarakat miskin atau berpendapatan rendah, 3 sekitar 60 persen petani padi adalah net consumer beras, dan 4 rata-rata pendapatan rumah
tangga petani padi dari usahatani padi hanya sekitar 30 persen dari total pendapatan keluarga.
Kendala lain yang dihadapi petani yaitu: 1 petani umumnya menghadapi keterbatasan akses pembiayaan usahatani atau kredit, 2 keluarga petani hampir
selalu membutuhkan dana tunai segera setelah panen, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga maupun mengganti pinjaman biaya produksi, dan 3 petani padi
sulit keluar dari usahatani padi untuk mengusahakan kegiatan pertanian lain karena berbagai faktor, termasuk kondisi infrastruktur pengairan.
Pemerintah menetapkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah HPP Gabah Kering Panen GKP, Gabah Kering Giling GKG dan harga beras di
Bulog. Tabel 4 menunjukkan bahwa instrumen kebijakan harga HPP GKP, HPP GKG dan harga beras di Bulog menunjukkan kecenderungan naik flex up,
masing-masing 12.30, 12.60, 15.10, dan 11.20 persen. . Hasil kajian Kariyasa dan Andyana, dalam Kariyasa 2003 di tiga provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa harga gabah yang diterima petani mendekati harga dasar gabah HDG, artinya, realisasi HDG tersebut di tingkat
petani, masih jauh dari yang diharapkan
Tabel 4. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah Terhadap Harga Gabah dan Beras Tahun 2001-2009
N o
Intruksi Presiden
Harga GKP Harga Gabah Kering Giling
Harga Beras di Bulog
Penggilingan Penyimpanan RpKg
∆ RpKg ∆ RpKg ∆ RpKg ∆ 1
No 92001 -
- 1 500
- 1 519
- 2 470
- 2
No 92002 1 230
1 725 15.00
- 2 700
9.31 3
No 22005 1 330
8.16 1 740
0.90 1 765
2 790 3.30
4 No 132005
1 730 30.10
2 250 29.30
2 280 29.20
3 550 27.30
5 No 32007
2 000 15.60
2 575 14.40
2 600 14.00
4 000 12.70
6 No 12008
2 200 10.00
2 800 8.70
2 840 9.20
4 300 7.50
7 No 82008
2 400 9.90
3 000 7.10
3 070 8.10
4 600 7.00
Rerata 12.30
12.60 15.10
11.20 Sumber: Inpres tentang Kebijakan Perberasan Tahun 2001-2008
Keterangan : Inpres No 22005 menyebutkan harga beras di penggilingan Rp 2.790. ∆ diperoleh dari Harga T
1
– T T
x 100 . Data diolah
Pembelian gabah oleh pemerintah di daerah, selain dilakukan oleh perum Bulog, juga dapat dilakukan oleh badan pemerintah atau badan usaha di bidang
pangan. Gabah yang dibeli Bulog harus memenuhi kualitas yang ditetapkan dalam Inpres. Efektifitas kebijakan harga berjalan apabila harga gabah yang diterima
petani sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah, disisi lain gabah petani harus memenuhi persyaratan kualitas gabah seperti yang tertera pada
Lampiran 3 Kendala yang dihadapi pemerintah dalam mencapai tujuan kebijakan
antara lain keterbatasan anggaran. Anggaran pemerintah untuk subsidi dialokasikan untuk pupuk, benih, kredit program dan pangan. Alokasi subsidi
terbesar diperuntukkan untuk subsidi pupuk, sedangkan alokasi subsidi terendah dialoaksikan terhadap kredit program, dimana besarnya anggaran pemerintah
terhadap subsidi pupuk tahun 2007 sebesar Rp 6 260.5 milyar, meningkat tajam menjadi Rp 15 181.5 milyar dan Rp 17 537.0 milyar pada tahun 2008 dan 2009.
Gambar 1. Meskipun pemerintah meningkatkan anggaran untuk subsidi pupuk,
tetap ditemukan kelangkaan pupuk, sehingga harga pupuk bersubsidi lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi.
Sumber : Departemen Keuangan, 2010 Gambar 1. Anggaran Pemerintah Untuk Subsidi
Dari sisi konsumsi pangan, terdapat perbedaan diantara negara berkembang dengan negara maju. Di negara maju, konsumsi pangan relatif lebih
datar dibandingkan dengan negara berkembang. Konsumsi panganberas di negara maju yang terjadi pada perubahan kualitas bukan kuantitas. Hukum Engel
menyebutkan bahwa semakin naik pendapatan rumah tangga, maka persentase pendapatan yang dialokasikan untuk panganberas semakin menurun. Sedangkan
di negara berkembang, elastisitas pendapatan positip, sehingga dengan kenaikan pendapatan diikuti dengan naiknya permintaan padiberas. Disisi lain, pemerintah
mengalami kesulitan untuk menurunkan konsumsi beras. Bagi keluarga miskin di Indonesia, sumber protein berasal dari beras, apabila beras dikurangi maka
subtitusi beras sebagai sumber protein tidak ada.
Di negara maju, perubahan pangan food ke pakan feed akan mempengaruhi perberasan nasional. Perubahan tersebut menyebabkan permintaan
pakan naik. Peningkatan permintaan pakan dunia mendorong produsen di Indonesia meningkatan luas areal tanaman subtitusi padi jagung, sehingga luas
areal tanaman padi berkurang selanjutnya produksi padiberas nasional turun, stok beras menurun, sehingga mendorong pemerintah mengimpor beras dari pasar
dunia. Disisi lain, harga beras di pasar internasional naik karena excess demand. Perubahan dampak global excess demand menjadi global excess supply secara
siginifikan mempengaruhi kebijakan perberasan nasional. Apabila pemerintah tidak campur tangan, maka harga beras domestik naik sehingga merugikan
konsumen, sedangkan produsen padiberas diuntungkan. Efek samping yang timbul karena implementasi kebijakan perberasan
nasional: 1 instrumen kebijakan dengan naiknya Harga Pembelian Pemerintah HPP, akan mendorong inflasi sehingga upah buruh, harga saprodi dan barang
yang dikonsumsi petani juga naik, 2 instrumen kebijakan impor dan Raskin cenderung menyebabkan harga beras turun dan diikuti dengan penurunan harga
gabah petani, 3 kegiatan operasi pasar Bulog menurunkan harga beras, 4 keputusan Bulog menghentikan pembelian gabah di tingkat petani karena gudang
Bulog untuk pengadaan cadangan pangan nasional sudah terpenuhi menyebabkan harga gabah turun, dan 5 kebijakan pemerintah meningkatkan harga Bahan
Bakar Minyak BBM menyebabkan kenaikan biaya pasca panen. Disisi lain, pemerintah memiliki keterbatasan menjalankan dan mengawasi
kebijakan perberasan pada tingkat implementasi. Hilman 2003 menyebut government failure
disebabkan adanya keterbatasan informasi, kemampuan
pemerintah untuk mengontrol dan mengawasi pelaku birokrat, pangawasan yang terbatas dan hambatan dalam proses politik antara lembaga legistatif dan eksekutif
pemerintah. Dengan kata lain, implementasi kebijakan perberasan tidak selalu akan
meningkatkan kesejahteraan petani. Pemerintah memiliki keterbatasan menjalankan dan mengawasi kebijakan perberasan pada tingkat inplementasi
1
. Keterbatasan tersebut adalah: 1 harga jual gabah petani lebih rendah
dibandingkan harga yang ditentukan oleh pemerintah, dimana 52 persen panen petani tidak mendapat harga yang sesuai dengan ketentuan Inpres, 2 harga beli
pupuk subsidi oleh petani diatas Harga Eceran Tertinggi HET 3 terjadi kelangkaan pupuk disisi lain ada petani yang menggunakan pupuk secara
berlebihan, 4 dampak kenaikan harga BBM mengakibatkan kenaikan jumlah warga miskin sekitar 10 persen, sehingga jatah beras raskin untuk setiap keluarga
menurun dari 20 kg menjadi 10 kg, 5 operasi pasar menyebabkan harga gabah anjlok, 6 ketidak-mampuan Bulog menyerap 10 persen gabah petani, dan 7
lambatnya inovasi hasil pertanian Permasalahan utama penelitian apakah instrumen kebijakan perberasan
mampu mencapai tujuan kebijakan perberasan: 1 meningkatkan pendapatan petani, 2 meningkatkan ketahanan pangan dan 3 stabilisasi ekonomi ?
Perumusan masalah kebijakan perberasan nasional yaitu: 1 bagaimana implementasi kebijakan bantuan benih, pupuk bersubsidi, rehabilitasi jaringan
irigasi dan harga pembelian pemerintah terhadap petani dan perspektif ke depan ?, 2 bagaimana implementasi kebijakan perberasan tingkat nasional ?, 3
1
Kompas, 11 Agustus 2004; 1 Maret 2005; 16 Desember 2004; 3 Agustus 2004; 13 Mei 2004; 19 Agustus 2004; Media Indonesia, 4 April 2004
bagaimana model ekonometrika kebijakan perberasan dan dampak kebijakan pemerintah terhadap tujuan kebijakan perberasan?, dan 4 bagaimana dampak
kebijakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat ?.
1.3 Tujuan Penelitian