Kebijakan Menaikkan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK 10 Persen
kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP dan HET pupuk NPK sebesar 10 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan
harga pembelian pemerintah terhadap GKP 15 persen dan HET pupuk NPK sebesar 10 persen S7 menghasilkan persentase perubahan yang lebih besar
dibandingkan dengan dengan kombinasi kebijakan harga pembelian pemerintah terhadap GKP dan HET pupuk NPK sebesar 10 persen S6.
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP 15 persen dengan HET pupuk NPK 10 persen menyebabkan harga pupuk
NPK menurun 1.265 persen, diikuti dengan kenaikan produktifitas sebesar 0.102. Penurunan harga pupuk NPK menyebabkan indeks dibayar petani padi turun
0.099 persen diikuti dengan kenaikan nilai tukar petani padi 17.353 persen.
7.6 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen dan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK Masing-masing 10
Persen
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen akan meningkatkan
luas areal sebesar 11.889 persen, seperti ditunjukkan pada Tabel 58. Kebijakan ini akan meningkatkan produksi padi sebesar 12.343 persen, diikuti dengan
peningkatan produksi beras 12.343 persen. Peningkatan produksi beras akan meningkatkan kebutuhan benih dan susut sebesar 12.336 persen. Peningkatan
produksi beras menyebabkan persediaan beras masyarakat meningkat sebesar 12.344 persen.
Peningkatan persediaan beras masyarakat akan meningkatkan persediaan beras domestik 7.500 persen sehingga surplus beras naik 13.656 persen. Kenaikan
surplus beras menyebabkan jumlah beras impor turun 26.507 persen. Penurunan
jumlah impor beras menyebabkan persediaan beras Bulog turun sebesar 1.543 persen, diikuti dengan penurunan persediaan akhir beras Bulog sebesar 1.025
persen. Penurunan persediaan akhir beras Bulog menyebabkan penurunan jumlah beras disalurkan Bulog 5.350 persen.
Tabel 58. Dampak Beberapa Alternatif Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan pada Periode Bulan Maret 2005-September 2009
Variabel Nama Variabel Satuan
Nilai Dasar
S-5 S-6 S-7 S-8 LAPT
Luas Areal Panen 000 Ha
1 063.2 0.235
11.211 17.005
11.889 YPIT Produktifitas
TonHa 4.7909 0.140
0.000 0.102 0.361
QPIT Produksi Padi
000 Ton 5 095.1
0.385 11.244
17.177 12.343
QBIT Produksi Beras
000 Ton 3 209.9
0.383 11.246
17.178 12.343
QBLD Beras BenihSusut
000 Ton
321 0.374
11.246 17.165 12.336
QCBD Persediaan Beras Masyarakat
000 Ton 2 888.9
0.384 11.246
17.176 12.344
QMBT Jumlah Beras Impor
000 Ton 99.6733
-0.849 -23.858
-36.576 -26.507
QBBT Jumlah Pengadaan Beras Bulog
000 Ton 203.9
0.981 -2.845
-3.482 -0.049
QCBB Persediaan Beras Bulog
000 Ton 1 717.7
0.070 -1.723
-2.532 -1.543
QCBN Persediaan Beras Domestik
000 Ton 4 402.7
0.234 6.839
10.444 7.500
QDBT Jumlah Permintaan Beras
000 Ton 1 891.6
0.037 1.337
2.041 1.449
SDBI Surplus Beras
000 Ton 2 411.4
0.435 12.420
18.977 13.656
STOB Penyaluran Beras Bulog
000 Ton 205.6
-0.049 -5.204
-7.831 -5.350
STBF Persediaan Akhir Beras Bulog
000 Ton 1 512.1
0.079 -1.250
-1.812 -1.025
DCBP Penyaluran Beras Pemerintah
000 Ton 5.5931
-1.219 -34.882
-53.512 -38.803
STGF Pers ediaan Akhir Beras
Pemerintah 000 Ton
407.9 0.025
0.490 0.735
0.539 RAST
Penyaluran Beras Raskin 000 Ton
193.2 0.000
-4.555 -6.781
-4.503 HGKPR
Harga Gabah Kering Panen RpKg
2 285.7 -0.044
7.617 11.384
7.481 TRFT
Penerimaan Petani Rp000ha
10 974.6 0.097
7.630 11.521
7.892 KAGP
Kadar Air Gabah Kering Panen 19.0516
-0.003 0.414
0.619 0.407
HPNPR Harga Pupuk NPK
RpKg 3 809
-1.785 0.000
-1.265 -4.568
NTPP Nilai Tukar Petani Padi
0.9249 0.022
11.547 17.353
11.634 IT
Indeks Diterima Petani Padi 93.6093
-0.068 11.634
17.403 11.421
IB Indeks Dibayar Petani Padi
101.3 -0.099
0.000 -0.099
-0.296 HBRTR
Harga Beras Pengecer RpKg
4 679.1 -0.090
-2.509 -3.849
-2.795 HPGBR
Harga Beras Pembelian Pemerintah dari Bulog
RpKg 4 478.1
-0.038 -1.092
-1.675 -1.215
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen menyebabkan
kenaikan harga gabah kering panen sebesar 7.481 persen, diikuti dengan kenaikan penerimaan petani 7.892 persen. Kenaikan penerimaan petani
mengakibatkan penyaluran beras Raskin turun sebesar 4.503 persen. Penurunan beras Raskin yang disalurkan menyebabkan 1 harga beras di pengecer turun
sebesar 2.795 persen, 2 jumlah beras disalurkan oleh Bulog turun sebesar 5.350 persen, dan 3 jumlah permintaan beras akan naik 1.449 persen.
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen menyebabkan
kenaikan harga gabah kering panen sebesar 7.481 persen, sehingga jumlah pengadan beras oleh Bulog turun 0.049 persen. Penurunan jumlah pengadan beras
oleh Bulog menyebabkan penyaluran beras Raskin turun sebesar 4.503 persen. Penurunan jumlah pengadaan beras Bulog sebesar 0.049 persen menyebabkan
persediaan beras Bulog turun 1.543 persen. Meskipun persediaan beras Bulog turun 1.543 persen, persediaan beras
domestik tetap naik sebesar 7.500 persen, karena perubahan kenaikan persediaan beras masyarakat yang 12.344 persen jauh lebih besar dibandingkan dengan
penurunan persediaan beras Bulog sebesar 1.543 persen. Dengan kata lain, persediaan beras domestik disuplai dari persediaan beras masyarakat.
Penurunan harga beras di pengecer menyebabkan : 1 jumlah beras disalurkan oleh Bulog turun 5.350 persen, 2 jumlah beras impor turun 26.507
persen, 3 jumlah permintaan beras naik sebesar 1.449 persen, 4 penyaluran beras pemerintah turun 38.803 persen, dan 5 harga beras pembelian pemerintah
dari Bulog turun sebesar 1.215 persen. Penurunan jumlah beras yang disalurkan pemerintah menyebabkan persediaan akhir beras pemerintah naik 0.539 persen,
diikuti dengan penurunan harga beras pengecer turun sebesar 2.795 persen.
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen menyebabkan indeks
diterima petani padi naik sebesar 11.421 persen, diikuti dengan kenaikan nilai tukar petani padi petani 11.634 persen. Nilai tukar petani padi naik sebesar
11.634 persen menyebabkan luas areal panen naik 11.889 persen. Kombinasi kebijakan ini menyebabkan harga pupuk NPK turun 4.568
persen sehingga produktifitas naik sebesar 0.361 persen. Kenaikan produktifitas menyebabkan penerimaan petani naik sebesar 7.892 persen. Disisi lain, penurunan
harga pupuk NPK menyebabkan indeks dibayar petani padi turun sebesar 0.296 persen. Mengingat nilai tukar petani padi merupakan rasio indeks diterima petani
padi dengan indeks dibayar petani padi, sehingga kenaikan indeks diterima petani padi sedangkan indeks dibayar petani padi padi turun sehingga nilai tukar petani
padi naik sebesar 11.634 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap
GKP dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen S8 menyebabkan kadar air gabah kering panen naik sebesar 0.407 persen, tetapi kadar air gabah
kering panen tidak melebihi angka 25 persen.
7.7 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Gabah Kering Panen, Harga Eceran Tertinggi Pupuk NPK dan Realisasi
Penyaluran Pupuk NPK Masing-masing 10 Persen Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap
GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen akan meningkatkan luas areal sebesar 11.465 persen. Kebijakan ini akan
meningkatkan produksi padi sebesar 11.666 persen, diikuti dengan peningkatan produksi beras 11.667 persen. Peningkatan produksi beras akan meningkatkan
kebutuhan benih dan susut sebesar 11.651 persen. Peningkatan produksi beras menyebabkan persediaan beras masyarakat meningkat sebesar 11.669 persen.
Peningkatan persediaan beras masyarakat akan meningkatkan persediaan beras domestik 7.093 persen sehingga surplus beras naik 12.897 persen. Kenaikan
surplus beras menyebabkan jumlah beras impor turun 24.793 persen. Penurunan jumlah impor beras menyebabkan persediaan beras Bulog turun sebesar 1.648
persen, diikuti dengan penurunan persediaan akhir beras Bulog sebesar 1.164 persen. Penurunan persediaan akhir beras Bulog menyebabkan penurunan jumlah
beras disalurkan Bulog 5.253 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran
pupuk NPK sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan harga gabah kering panen sebesar 7.564 persen, diikuti dengan kenaikan penerimaan petani 7.733 persen.
Kenaikan penerimaan petani mengakibatkan penyaluran beras Raskin turun sebesar 4.555 persen. Penurunan beras Raskin yang disalurkan
menyebabkan: 1 harga beras di pengecer turun sebesar 2.607 persen, dan 2 jumlah beras disalurkan oleh Bulog turun sebesar 5.253 persen, dan 3 jumlah
permintaan beras akan naik 1.374 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap
GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan harga gabah kering panen sebesar 7.564 persen, sehingga
jumlah pengadan beras oleh Bulog turun 2.651 persen. Penurunan jumlah pengadaan beras oleh Bulog menyebabkan penyaluran beras raskin turun sebesar
4.555 persen. Penurunan jumlah pengadaan beras Bulog sebesar 1.766 persen menyebabkan persediaan beras Bulog turun 1.648 persen.
Meskipun persediaan beras Bulog turun 1.648 persen, persediaan beras domestik tetap naik sebesar 7.093 persen, karena perubahan kenaikan persediaan
beras mesyarakat yang 11.669 persen jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan persediaan beras Bulog sebesar 1.648 persen. Dengan kata lain,
persediaan beras domestik disuplai dari persediaan beras masyarakat. Penurunan harga beras di pengecer menyebabkan : 1 jumlah beras
disalurkan oleh Bulog turun 5.253 persen, 2 jumlah beras impor turun 24.793 persen, 3 jumlah permintaan beras naik sebesar 1.374 persen, 4 penyaluran
beras pemerintah turun 36.227 persen, dan 5 harga beras pembelian pemerintah dari Bulog turun sebesar 1.134 persen. Penurunan jumlah beras yang disalurkan
pemerintah menyebabkan persediaan akhir beras pemerintah naik 0.490 persen, diikuti dengan penurunan harga beras pengecer turun sebesar 2.607 persen.
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen
menyebabkan indeks diterima petani padi naik sebesar 11.527 persen, diikuti dengan kenaikan nilai tukar petani padi petani 11.569 persen. Nilai tukar petani
padi naik sebesar 11.569 persen menyebabkan luas areal panen naik 11.465 persen, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 59.
Kombinasi kebijakan ini menyebabkan harga pupuk NPK turun 1.785 persen sehingga produktifitas naik sebesar 0.140 persen. Kenaikan produksi padi
karena luas areal panen dan produktifitas naik, masing-masing sebesar 11.465 dan 0.140 persen. Disisi lain, penurunan harga pupuk NPK menyebabkan indeks
dibayar petani padi turun sebesar 0.099 persen. Mengingat nilai tukar petani padi merupakan rasio indeks diterima petani padi dengan indeks dibayar petani padi,
dimana kenaikan indeks diterima petani yang lebih besar, sebaliknya indeks dibayar petani padi turun, sehingga nilai tukar petani padi naik sebesar 11.502
persen. Tabel 59 Dampak Beberapa Alternatif Kombinasi Kebijakan pada Periode
BulanMaret 2005-September 2009
Variabel Nama Variabel Satuan
Nilai Dasar
S-9 S-10 S-11 S-12 LAPT
Luas Areal Panen 000 Ha
1 063.2 11.465
17.287 11.465
17.287 YPIT
Produktifitas TonHa
4.7909 0.140 0.240 0.140 0.240 QPIT
Produksi Padi 000 Ton
5 095.1 11.666
17.627 11.666
17.627 QBIT
Produksi Beras 000 Ton
3 209.9 11.667
17.627 11.667
17.627 QBLD
Beras BenihSusut
000 Ton
321 11.651 17.632 11.651 17.632 QCBD
Persediaan Beras Masyarakat 000 Ton
2 888.9 11.669
17.626 11.669
17.626 QMBT
Jumlah Beras Impor 000 Ton
99.6733 -24.793
-37.573 -29.614
-42.394 QBBT
Jumlah Pengadaan Beras Bulog 000 Ton
203.9 -1.766
-2.354 -1.766
-2.354 QCBB
Persediaan Beras Bulog 000 Ton
1 717.7 -1.648
-2.457 -1.927
-2.736 QCBN
Persediaan Beras Domestik 000 Ton
4 402.7 7.093
10.716 6.984
10.607 QDBT
Jumlah Permintaan Beras 000 Ton
1 891.6 1.374
2.083 0.730
1.438 SDBI
Surplus Beras 000 Ton
2 411.4 12.897
19.487 13.403
19.993 STOB
Penyaluran Beras Bulog 000 Ton
205.6 -5.253
-7.879 3.648
0.973 STBF
Persediaan Akhir Beras Bulog 000 Ton
1 512.1 -1.164
-1.719 -2.685
-3.247 DCBP
Penyaluran Beras Pemerintah 000 Ton
5.5931 -36.227
-54.946 -44.592
-63.310 STGF
Pers ediaan Akhir Beras Pemerintah
000 Ton
407.9 0.490 0.760 0.613 0.883 RAST
Penyaluran Beras Raskin 000 Ton
193.2 -4.555
-6.781 5.901
3.623 HGKPR
Harga Gabah Kering Panen RpKg
2 285.7 7.564
11.331 7.564
11.331 TRFT
Penerimaan Petani Rp000ha
10 974.6 7.733
11.626 7.733
11.626 KAGP
Kadar Air Gabah Kering Panen 19.0516
0.412 0.616
0.412 0.616
HPNPR Harga Pupuk NPK
RpKg 3 809
-1.785 -3.051
-1.785 -3.051
NTPP Nilai Tukar Petani Padi
0.9249 11.569
17.375 11.569
17.375 IT
Indeks Diterima Petani Padi 93.6093
11.527 17.296
11.527 17.296
IB Indeks Dibayar Petani Padi
101.3 -0.099
-0.197 -0.099
-0.197 HBRTR
Harga Beras Pengecer RpKg
4 679.1 -2.607
-3.954 -3.221
-4.567 HPGBR
Harga Beras Pembelian Pemerintah dari Bulog
RpKg 4 478.1
-1.134 -1.719
-0.904 -1.492
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen
menyebabkan kadar air gabah kering panen naik dalam persentase lebih kecil dari satu persen, yaitu sebesar 0.412 persen dan diikuti dengan kenaikan harga gabah
kering panen. Kenaikan kadar air gabah kering panen yang kecil tersebut masih sesuai dengan ketentuan kualitas gabah kering panen dalam Instruksi Presiden
tahun 2005-2008. Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap
GK 15 persen sedangkan, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen S10 menghasilkan tanda yang sama tetapi besaran berbeda
dibandingkan dengan kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK
sebesar 10 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap GKP 15 persen, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran
pupuk NPK sebesar 10 S10 menghasilkan persentase perubahan yang lebih besar dibandingkan dengan dengan kombinasi kebijakan meningkatkan harga
pembelian pemerintah terhadap GKP, HET pupuk NPK dan realisasi penyaluran pupuk NPK sebesar 10 persen S9.
7.8 Kebijakan Menaikkan Harga Pembelian Pemerintah Terhadap Gabah Kering Panen, Harga Pembelian Beras Bulog, Harga Eceran Tertinggi
Pupuk NPK, Jumlah Rumah Tangga Penerima Raskin dan Realisasi Penyaluran Pupuk NPK Masing-masing 10 Persen
Kombinasi kebijakan meningkatkan harga pembelian pemerintah terhadap gabah kering panen, harga pembelian beras oleh Bulog, harga eceran tertinggi
pupuk NPK, jumlah rumah tangga penerima Raskin dan realisasi penyaluran pupuk NPK masing-masing sebesar 10 persen S11 meningkatkan luas areal
sebesar 11.465 persen. Kebijakan ini akan meningkatkan produksi padi sebesar 11.666 persen, diikuti dengan peningkatan produksi beras 11.667 persen.
Peningkatan produksi beras akan meningkatkan kebutuhan benih dan susut
sebesar 11.651 persen. Peningkatan produksi beras menyebabkan persediaan beras masyarakat meningkat sebesar 11.669 persen, ditunjukkan pada Tabel 59.
Peningkatan persediaan beras masyarakat akan meningkatkan persediaan beras domestik 6.984 persen sehingga surplus beras naik 13.403 persen. Kenaikan
surplus beras menyebabkan jumlah beras impor turun 29.614 persen. Penurunan jumlah impor beras menyebabkan persediaan beras Bulog turun sebesar 1.927
persen, diikuti dengan penurunan persediaan akhir beras Bulog sebesar 2.685 persen. Penurunan persediaan akhir beras Bulog karena kenaikan jumlah beras
disalurkan Bulog 3.648 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP, HPBB, HNPK, RTRA dan RPNP masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan
kenaikan harga gabah kering panen sebesar 7.564 persen, diikuti dengan kenaikan penerimaan petani 7.733 persen. Kenaikan penerimaan petani
mengakibatkan penyaluran beras Raskin naik sebesar 5.901 persen. Kenaikan beras Raskin tersebut disebabkan kenaikan jumlah rumah tangga penerima Raskin
naik 10 persen. Kenaikan beras Raskin yang disalurkan menyebabkan: 1 harga beras di pengecer turun sebesar 3.221 persen, dan 2 jumlah beras disalurkan oleh
Bulog naik sebesar 3.648 persen, dan 3 jumlah permintaan beras akan naik 0.730 persen.
Kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP, HPBB, HNPK, RTRA dan RPNP masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan kenaikan harga gabah
kering panen sebesar 7.564 persen, sehingga jumlah pengadan beras oleh Bulog turun 1.766 persen. Penurunan jumlah pengadan beras oleh Bulog menyebabkan
penyaluran beras raskin naik sebesar 5.901 persen. Penurunan jumlah pengadaan
beras Bulog sebesar 1.766 persen menyebabkan persediaan beras Bulog turun 1.927 persen.
Meskipun persediaan beras Bulog turun 1.766 persen, persediaan beras domestik tetap naik sebesar 6.984 persen, karena perubahan kenaikan persediaan
beras masyarakat yang 11.699 persen jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan persediaan beras Bulog sebesar 1.927 persen. Dengan kata lain,
persediaan beras domestik disuplai dari persediaan beras masyarakat. Penurunan harga beras di pengecer menyebabkan : 1 jumlah beras
disalurkan oleh Bulog naik 3.648 persen, 2 jumlah beras impor turun 29.614 persen, 3 jumlah permintaan beras naik sebesar 0.730 persen, 4 penyaluran
beras pemerintah turun 44.592 persen, dan 5 harga beras pembelian pemerintah dari Bulog turun sebesar 0.904 persen. Penurunan jumlah beras yang disalurkan
pemerintah menyebabkan persediaan akhir beras pemerintah naik 0.613 persen, diikuti dengan penurunan harga beras pengecer turun sebesar 3.221 persen.
Kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP, HPBB, HNPK, RTRA dan RPNP masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan indeks diterima petani
padi naik sebesar 11.527 persen, diikuti dengan kenaikan nilai tukar petani padi petani 11.569 persen. Nilai tukar petani padi naik sebesar 11.569 persen
menyebabkan luas areal panen naik 11.465 persen. Kombinasi kebijakan ini menyebabkan harga pupuk NPK turun 1.785
persen sehingga produktifitas naik sebesar 0.140 persen, diikuti dengan kenaikan produksi padi. Meskipun kenaikan produktifitas kecil, tetapi produksi padi naik
11.666 persen karena luas areal panen naik sebesar 10.890 persen. Dengan kata lain, produksi padi lebih disebabkan karena kenaikan luas areal panen. Disisi lain,
penurunan harga pupuk NPK menyebabkan indeks dibayar petani padi turun sebesar 0.099 persen. Mengingat nilai tukar petani padi merupakan rasio indeks
diterima petani padi dengan indeks dibayar petani padi, dimana kenaikan indeks diterima petani yang lebih besar, sebaliknya indeks dibayar petani padi turun,
sehingga nilai tukar petani padi naik sebesar 11.569 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP, HPBB, HNPK, RTRA dan
RPNP masing-masing sebesar 10 persen menyebabkan kadar air gabah kering panen naik tetapi dalam persentase lebih kecil dari satu persen, sebesar 0.412
persen dan diikuti dengan kenaikan harga gabah kering panen. Meskipun kadar air gabah Kering Panen naik tetapi karena kadar air gabah kering panen yang
dihasilkan oleh petani padi masih sesuai dengan ketentuan dalam Instruksi Presiden tahun 2005-2009.
Kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP 15 persen sedangkan HPBB, HNPK, RTRA dan RPNP masing-masing sebesar 10 persen S12 menghasilkan
tanda yang sama tetapi besaran berbeda dibandingkan dengan kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP, HPBB, HNPK, RTRA dan RPNP masing-masing
sebesar 10 persen. Kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP 15 persen sedangkan HPBB, HNPK, RTRA dan RPNP masing-masing sebesar 10 persen
menghasilkan persentase perubahan yang lebih besar dibandingkan dengan dengan kombinasi kebijakan meningkatkan HPGP, HPBB, HNPK, RTRA dan
RPNP masing-masing sebesar 10 persen S11.
7.9 Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan Terhadap Tujuan Kebijakan Perberasan Nasional melalui Inpres 2005-2008
Variabel endogen untuk mengukur pendapatan petani yaitu nilai tukar petani padi dan penerimaan petani. Skenario kebijakan S2 menghasilkan
perubahan kenaikan produksi padi QPIT tertinggi 17.907 persen dari skenario lainnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 55. Kenaikan produksi padi tertinggi
tersebut diikuti dengan perubahan kenaikan nilai tukar petani padi NTPP dan penerimaan petani TRFT tertinggi, masing-masing 17.429 dan 11.693 persen.
Sebaliknya, skenario kebijakan S3 menyebabkan penurunan terhadap QPIT, TRFT dan NTPP, masing-masing sebesar 0.526, 0.139 dan 0.054 persen, sehingga
kurva QPIT, TRFT dan NTPP berada dibawah titik nol. Skenario S4 menghasilkan penurunan perubahan QPIT, TRFT dan NTPP yang lebih besar dari
skenario S3. Pada kenyataannya, pemerintah mengimplementasikan kombinasi
kebijakan mix policy terhadap kebijakan perberasan nasional. Dengan kata lain, meskipun skenario S2 menghasilkan kenaikan QPIT, TRFT dan NTPP tertinggi,
pilihan skenario kebijakan ditentukan oleh skenario kombinasi kebijakan yang menghasilkan kenaikan QPIT, TRFT dan NTPP tertinggi. Skenario S12
menghasilkan perubahan kenaikan QPIT, TRFT dan NTPP tertinggi, masing- masing 17.627, 11.626 dan 17.375 persen. Skenario kombinasi kebijakan yang
menghasilkan perubahan kenaikan QPIT, TRFT dan NTPP terendah yaitu skenario S6. Skenario kombinasi kebijakan S6 sampai dengan S12 menghasilkan
dampak kenaikan pendapatan petani diatas tujuh persen, sehingga skenario kombinasi kebijakan tersebut dapat menjadi pilihan alternatif kebijakan oleh
pemerintah untuk merealisasikan tujuan kebijakan perberasan dalam Inpres tahun 2005-2008.
Tujuan kebijakan perberasan dalam Inpres tahun 2005-2008 secara eksplisit menyebutkan sikap keberpihakan pemerintah terhadap produsen padi dan
konsumen beras. Tujuan kebijakan perberasan untuk meningkatkan pendapatan petani dan pengembangan ekonomi pedesaan menunjukkan keberpihakan
pemerintah terhadap produsen padi, disisi lain tujuan kebijakan perberasan untuk ketahanan pangan dan stabilisasi ekonomi, menunjukkan keberpihakan
pemerintah terhadap konsumen beras. Skenario kebijakan tunggal dan kombinasi kebijakan yang mengindikasikan keberpihakan terhadap produsen padi yaitu
skenario S1 sampai dengan S10. Skenario kombinasi kebijakan yang mengindikasikan keberpihakan pemerintah terhadap produsen padi dan konsumen
beras yaitu skenario S11 dan S12. Skenario kombinasi kebijakan S12 seperti ditunjukkan pada Gambar 56
menghasilkan kenaikan harga gabah kering panen dan indeks diterima petani padi tertinggi, sedangkan terendah dijumpai pada skenario kombinasi kebijakan S8.
Pada skenario S12, kenaikan harga gabah kering panen sebesar 11.331 persen menyebabkan indeks diterima petani juga tertinggi, yaitu 17.375 persen, disisi lain
pada skenario 8 perubahan kenaikan harga gabah kering panen terendah menyebabkan indeks diterima petani juga terendah, yaitu 11.421 persen.
Gambar 57 menunjukkan bahwa dampak skenario kebijakan tunggal maupun kombinasi kebijakan menghasilkan perubahan pengadaan beras oleh
Bulog QBBT minus kecuali skenario S5 sebesar 0.981 persen. Dampak skenario kebijakan tunggal maupun kombinasi kebijakan menghasilkan perubahan
persediaan beras domestik QCBN, persediaan beras masyarakat QCBD dan surplus beras SDBI yang positip, kecuali skenario S3 dan S4. Persediaan beras
domestik disuplai dari persediaan beras masyarakat. Kenaikan persediaan beras
domestik tertinggi dijumpai pada skenario S2 yaitu 10.880 persen sedangkan untuk kombinasi kebijakan pada skenario S12 sebesar 10.607 persen.
Gambar 55. Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan Terhadap Pendapatan Petani
Gambar 56. Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan TerhadapHarga Gabah Kering Panen, Harga pupuk NPK,
Indeks Diterima dan Dibayar Petani Padi
‐5,000 0,000
5,000 10,000
15,000 20,000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Per uba
ha n
Simulasi
QPIT TRFT
NTPP
‐10,000 ‐5,000
0,000 5,000
10,000 15,000
20,000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Peru bah
a n
Simulasi
HGKPR HPNPR
IT IB
Gambar 57. Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan Terhadap Ketahanan Pangan
Dampak skenario kombinasi kebijakan terhadap ketahanan pangan dalam studi ini ditentukan oleh QCBD, QCBN dan SDBI. Dampak skenario kombinasi
kebijakan pada S12 menghasilkan perubahan surplus beras tertinggi, yaitu 19.993 persen. Apabila indikator ketahanan pangan ditentukan oleh persediaan beras
masyarakat, maka pilihan kombinasi kebijakan pada skenario S10 dan S12. Selanjutnya, apabila indikator ketahanan pangan berdasarkan persediaan beras
domestik, maka pilihan pada kombinasi kebijakan pada skenario S10. Gambar 58 menunjukkan keterkaitan diantara tujuan kebijakan perberasan
dalam Inpres tahun 2005-2008, dimana ketahanan pangan yang semakin baik diukur dari kecukupan pangan berkaitan dengan stabilisasi harga, yang
ditunjukkan dengan perubahan harga beras pengecer berada dibawah titik nol, kecuali pada skenario S3 dan S4. Pada skenario S3 dan S4, perubahan harga beras
pengecer positip, masing-masing 0.145 dan 0.207 persen. Secara umum, baik
‐5,000 0,000
5,000 10,000
15,000 20,000
25,000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Peru ba
ha n
Simulasi
QCBD QBBT
QCBB QCBN
SDBI
kebijakan tunggal maupun kombinasi kebijakan menghasilkan peningkatan ketahanan pangan, kecuali skenario S3 dan S4.
Gambar 58.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan Terhadap Ketahanan Pangan dan Stabilisasi Harga
Gambar 59.Dampak Kebijakan Tunggal dan Kombinasi Kebijakan Terhadap Stabilisasi Harga
‐10,000 ‐5,000
0,000 5,000
10,000 15,000
20,000 25,000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Per uba
ha n
Simulasi
QCBD QCBN
SDBI HBRTR
‐10,000 ‐8,000
‐6,000 ‐4,000
‐2,000 0,000
2,000 4,000
6,000 8,000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
P e
ru ba
ha n
Simulasi
STOB STBF
STGF RAST
HBRTR
Gambar 59 menunjukkan dampak skenario kombinasi kebijakan pada S12 menyebabkan persediaan akhir beras Bulog STBF turun sebesar 3.247 persen.
Mengingat persediaan beras akhir Bulog merupakan persamaan identitas, yaitu selisih persediaan beras Bulog dengan penyaluran beras Bulog, maka penurunan
STBF karena jumlah beras yang disalurkan oleh Bulog naik sebesar 0.973 persen. Skenario kombinasi kebijakan pada S12 menyebabkan penyaluran beras
Raskin RAST naik sebesar 3.623 persen. Salah satu peubah penjelas pada skenario S12 yaitu jumlah rumah tangga penerima Raskin. Kebijakan
meningkatkan jumlah rumah tangga penerima Raskin menyebabkan jumlah penyaluran RAST naik. Skenario kebijakan tunggal dan kombinasi kebijakan
selain S11 da S12 menghasilkan perubahan RAST yang minus. Dampak skenario kebijakan tunggal pada S3, S4 dan S5 terhadap RAST tidak ada, karena
perubahan RAST yang nol persen. Dampak skenario kombinasi tunggal dan kombinasi kebijakan
menghasilkan perubahan persediaan akhir beras pemerintah STGF yang positip, kecuali skenario S3 dan S4, dimana perubahan STGF minus 0.025 persen.
Kenaikan persediaan akhir beras pemerintah tersebut karena penurunan penyaluran beras pemerintah.