mempengaruhi luas areal padi. Disisi lain, Kusumaningrum 2008 yang menggunakan data time series tahun 1981 - 2005 hanya memasukkan kredit
usahatani sebagai variabel penjelas, seperti ditunjukkan Tabel 5. Studi Sastrohoetomo 1984 menggunakan model pendugaan areal panen,
dimana luas areal panen setiap musim dipengaruhi oleh harga gabah di deflasi dengan Indeks Harga Konsumen, realisasi dosis pemupukan, areal tanam, bagian
areal tanam berupa sawah dalam persen, bagian areal tanam yang berupa sawah bermutu, bagian areal tanam yang menggunakan bibit varitas unggul baru, bagian
areal tanam yang puso tidak panen karena serangan hama penyakit dan bencana alam kekeringan dan atau kebanjiran, variabel boneka musim, musim hujan
diberi nilai 0, musim kemarau diberi nilai 1.
2.3 Konversi Lahan
Pemerintah menyadari bahwa konversi lahan irigasi teknis berdampak kepada ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan
Instruksi Presiden No 3 tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan yang secara secara eksplisit menyebutkan pentingnya memfasilitasi pengurangan penurunan
luas lahan irigasi teknis. Kebijakan untuk mengurangi penurunan luas lahan irigasi teknis menjadi bagian integral dari Inpres tentang Kebijakan Perberasan, setelah
Inpres No 3 tahun 2007. Data yang diungkapkan oleh Isa 2006, secara nasional, selama periode
tahun 1979-1999, konversi lahan di Indonesia mencapai 1 627 514 hektar atau 81 376 hektar per tahun. Sementara itu, dalam kurun waktu 1999-2002, laju konversi
lahan sawah semakin tinggi, yaitu sekitar 132 000 hektar per tahun Agus et al. 2006. Data yang dikemukakan oleh Dirjen Pengelola Lahan dan Air, 2005
menunjukkan bahwa sekitar 187 720 hektar sawah di Indonesia telah terkonversi ke penggunaan lain setiap tahunnya. Apabila Rencana Tata Ruang dan Wilayah
yang ada pada saat ini tidak ditinjau kembali, maka dari total lahan sawah beririgasi 7.3 juta hektar, hanya sekitar 4.2 juta hektar 57.6 persen yang dapat
dipertahankan fungsinya. Sisanya, yakni sekitar 3.01 juta hektar 42.4 persen terancam terkonversi ke penggunaan lain Winoto, 2005
Laju konversi lahan yang meningkat setiap tahunnya secara nyata akan mempengaruhi produksi padi selanjutnya ketahanan pangan nasional tidak
tercapai. Kerugian yang ditimbulkan konversi lahan dikemukakan Irawan 2005, seperti hilangnya peluang produksi padi sawah rata-rata sebesar 1.19 juta ton
per tahun atau 2.46 persen dari produksi padi sawah tahunan selama 2000-2002, dan lahan sawah yang sudah dikonversi tidak pernah berubah kembali menjadi
lahan sawah. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konversi lahan diungkapkan
oleh Nasution dan Winoto 1996, Pakpahan et al. 2003 , Igbal 2007, dan Iqbal dan Sumaryanto 2007, yaitu : 1 implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah
RTRW yang lemah, 2 motif ekonomi pemilik lahan, 3 menurunnya kualitas lahan, 4 peluang memperoleh pendapatan rendah, 5 daerah persawahan
banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan, 6 infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering,
dan 7 dampak pembangunan, dimana pembangunan prasarana dan sarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsun cepat di
wilayah bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan topografi seperti itu terutama di Pulau Jawa ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan.
2.4 Penggunaan Benih