Transportation infrastructure, interregional linkages and economic growth of the Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi Region

(1)

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI,

KETERKAITAN ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI

DISERTASI OLEH

POERWANINGSIH S. LEGOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul:

INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI, KETERKAITAN ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH

JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI

merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Seluruh sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2009

Poerwaningsih S. Legowo NRP. A 546010071


(3)

POERWANINGSIH S. LEGOWO 2009. Transportation Infrastructure, Interregional Linkages and Economic Growth of the Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi Region. D.S. PRIYARSONO as Chairman, W.H. LIMBONG and SUAHASIL NAZARA, as members of the advisory committee.

Infrastructure is a requisite for a regional economic growth through

economic and non-economic activities. In particular, a transportation infrastructure in a region, among others, provides a valuable contribution towards the economic of such regional as well as of its neighborhood.

This research aims to analyze the impact of the transportation infrastructure (highway, toll, and rail track) on the regional economic growth as well as on its neighborhood. Moreover, this research also intends to compare the impact of several transportation infrastructure such as highway, toll, railway, and their combination on economic regional.

The observed regional in this research are Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi often called JABODETABEK area. The construction of transportation in regional is a backbone for formation of a networking in JABODETABEK region. The time series data of four economic sectors of the region in the period 1990 – 2006, is estimate on the Two Stages Least Square (2SLS) research model, then followed by a simulation using SIMNLIN procedure. The research model is developed using transmission mechanism framework that shows a sequent of transportation infrastructure investment. Firstly, such investment will affect the number of economic units, then followed by its impact on the production volume of four observed sectors, and finally on the regional economic growth and its neighborhood’s.

Several policy scenarios, as a result of simulation model, show that the investment in the toll road increases the regional economic growth, particularly in the manufacture sector in almost JABODETABEK area. In one hand, the investment in a highway decreases most of the regional manufacture sector growth, which in turn decreases its economic growth. On the other hand, the investment in rail track affects mobilization of trading sector units out of the regional. This result is particularly significant for Bogor regional. The result implies that the transportation infrastructure investment facilitates an increasing mobilization of economic units activities in and out of one region to its neighborhood regions.

Key words: Transportation infrastructure, interregional linkages, economic growth, and JABODETABEK area


(4)

POERWANINGSIH S. LEGOWO 2009. Infrastruktur Transportasi, Keterkaitan Antarwilayah, dan Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (D.S. PRIYARSONO , sebagai ketua, W.H. LIMBONG dan SUAHASIL NAZARA, sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Infrastruktur transportasi merupakan prasyarat bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah, melalui berbagai kegiatan. Secara khusus, infrastruktur transportasi pada satu wilayah mampu mempengaruhi pertumbuhan aktivitas-aktivitas ekonomi di wilayahnya tetapi juga terhadap wilayah-wilayah tetangganya.

Tujuan penelitian ini menganalisis bagaimana pengaruh (positif / negatif dan magnitudenya) infrastruktur trasnportasi di satu wilayah terhadap pertumbuhan aktivitas-aktivitas ekonomi di wilayahnya dan wilayah-wilayah tetangganya. Selain itu penelitiaan ini juga menganalisis beberapa kebijakan pilihan yang kelak dapat dijadikan acuan di dalam pengambilan keputusan terutama dalam pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah ini.

Wilayah yang ditetapkan untuk penelitian adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau sering disebut sebagai JABODETABEK area. Keberadaan dan pembangunan infrastruktur transportasi yang berkelanjutan di wilayah-wilayah ini merupakan kekuatan dalam membentuk networking dan menjadi satu kesatuan kawasan JABODETABEK.. Data yang digunakan adalah

Time series pada periode 1990- 2006, dan mencakup 4 aktivitas ekonomi

(sektor), yaitu aktivitas perdagangan, perangkutan, perumahan-bangunan dan industri. Data dianalisis denganmodel persamaan, dan diestimasi menggunakan metode pendugaan Two Stages Least Squares (2SLS). Kemudian dilanjutkan dengan tahap simulasi model persamaan dengan menggunakan prosedur SIMNLIN. Model persamaan penelitian dibangun berdasarkan proses pengaruh-mempengaruhi (transmission mechanism), dengan urutan sebagai berikut investasi infrastruktur transportasi akan dimasukkan pada fungsi produksi jumlah unit aktivitas, selanjutnya persamaan jumlah unit dimasukkan pada persamaan-persamaan produksi sektoral dan persamaan-persamaan-persamaan-persamaan produksi sektoral ini yang membentuk persamaan produk domestik regional bruto (PDRB) wilayah.

Beberapa skenario simulasi memperlihatkan investasi tol di tiap wilayah umumnya menaikkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) di wilayah-wilayah, kecuali di wilayah Bekasi. Sebaliknya kebijakan investasi jalan raya menurunkan PDRB di hampir semua wilayah. Demikian pula pada beberapa simulasi memperlihatkan, dampak pembangunan Jalan Tol (menaikan investasi tol sebesar 10 persen ) secara signifikan akan menaikkan aktivitas ekonomi (sektor) perumahan-bangunan di hampir semua wilayah. Sebaliknya kebijakan menaikkan investasi jalan raya akan menurunkan aktivitas ekonomi perumahan-bangunan hampir di semua wilayah.

Kata kunci: Infrastruktur transportasi, keterkaitan wilayah, pertumbuhan ekonomi, kawasan JABODETABEK


(5)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(6)

ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK, TANGERANG DAN BEKASI

O L E H :

POERWANINGSIH S. LEGOWO

DISERTASI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(7)

ANTARWILAYAH DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

DI WILAYAH JAKARTA, BOGOR, DEPOK,

TANGERANG DAN BEKASI Nama Mahasiswa : Poerwaningsih S. Legowo Nomor Pokok : A. 546010071

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Ir. D.S. Priyarsono, Ph.D K e t u a

Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong , MS Suahasil Nazara. Ph.D

Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Ekonomi Pertanian


(8)

(9)

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1960 di Malang, puteri pertama dari empat bersaudara dari ayah Soekarno, dan ibu Soekini. Penulis menikah dengan Ir. Hadi Sritjahjo Legowo, MSc., dan dikaruniai dua orang anak, Gigih Hadi Nugrohojati dan Mumpuni Hadi Rahayujati.

Penulis menyeleseikan pendidikan menengah atas tahun 1979 di SMA Negeri IX Kebayoran Jakarta Selatan. Pada tahun 1985 penulis menyelesaikan Program Sarjana di Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Kristen Indonesia Jakarta. Pada tahun 1989, dengan beasiswa dari Yayasan UKI, penulis berkesempatan melanjutkan program S2 di Institut Teknologi Bandung pada Bidang Manajemen Transportasi (Program kerjasama ITB dan Departemen Perhubungan). Tahun 2001, dengan beasiswa Yayasan UKI dan beasiswa BPPS

(on going) penulis melanjutkan studi S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi

Pertanian, Bidang Peminatan Ekonomi Regional, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulis adalah dosen tetap pada Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia sejak tahun 1987. Beberapa tugas struktural yang pernah dijabat Sekretaris Jurusan Manajemen, Ketua Jurusan Manajemen dan Sekretaris Lembaga Penelitian Universitas Kristen Indonesia (LP-UKI).


(10)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Lingkup Penelitian ... 8

1.5. Sistimatika Penulisan ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Infrastruktur Transportasi ... 12

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 14

2.3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dari Pendekatan Penawaran ... 16

2.4. Peranan Infrastruktur Transportasi dalam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 18

2.5. Analisis Keterkaitan Antarwilayah : Model Berbasis Fungsi Produksi ... 20

2.6. Studi Empiris ... 22

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 35

3.1. Lingkup dan Batasan Penelitian ... 35

3.2. Kerangka Teori Model Persamaan : Infrastruktur Transportasi dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 35

3.3. Kerangka Model : Infrastruktur Transportasi dan Keterkaitan Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi ... 37

3.4. Penetapan Variabel dan Model Persamaan ... 41

3.4.1. Variabel Infrastruktur Transportasi ... 41

3.4.2. Variabel dan Persamaan Unit Aktivitas Ekonomi ... 42

3.5. Model Umum ... 43

3.5.1. Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ... 43


(11)

xiii

3.5.3. Unit dan Produksi Aktivitas Perumahan –

Bangunan ... 46

3.5.4. Unit dan Produksi Aktivitas Industri ... 47

IV. METODE PENELITIAN ... 49

4.1. Waktu dan Wilayah Penelitian ... 49

4.2. Pengumpulan dan Tabulasi Data ... 50

4.2.1. Data Primer ... 50

4.2.2. Data Sekunder ... 51

4.3. Tahapan Penelitian ... 51

4.4. Pembentukan Model Persamaan Ekonometrik ... 52

4.4.1. Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ... 54

4.4.2. Unit dan Produksi Aktivitas Perangkutan ... 56

4.4.3. Unit dan Produksi Aktivitas Perumahan – Bangunan ... 57

4.4.4. Unit dan Produksi Aktivitas Industri ... 58

4.5. Identifikasi dan Estimasi Model ... 61

4.6. Validasi Model ... 63

4.7. Simulasi Kebijakan ... 64

4.8. Maksud Penetapan Skenario Kebijakan ... 65

V. DESKRIPSI WILAYAH, INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI, DAN AKTIVITAS EKONOMI KAWASAN JABODETABEK ... 66

5.1. Deskripsi Wilayah ... 66

5.1.1. Wilayah DKI Jakarta ... 66

5.1.2. Wilayah Kabupaten dan Kota Bogor ... 67

5.1.3. Wilayah Kota Depok ... 68

5.1.4. Wilayah Kabupaten dan Kota Tangerang ... 69

5.1.5. Wilayah Kabupaten dan Kota Bekasi ... 69

5.2. Struktur Ruang dan Perkembangan Kawasan JABODETABEK ... 71

5.3. Kependudukan ... 73

5.4. Karakteristik Infrastruktur Jaringan Jalan ... 73

5.4.1. Jaringan Jalan Raya ... 73

5.4.2. Jaringan Jalan Tol ... 75


(12)

xiv

5.5. Aktivitas Ekonomi ... 79

5.5.1. Usaha / Pedagang Kaki Lima ... 79

5.5.2. Lokasi Usaha Pedagang Kaki Lima ... 79

5.5.3. Sarana Tempat Usaha ... 80

5.5.4. Kegiatan Utama Usaha Pedagang Kaki Lima ... 81

5.6. Aktibitas Sektor Perdagangan dan Perhotelan ... 81

5.7. Aktivitas Sektor Perangkutan ... 84

5.8. Aktivitas Sektor Perumahan – Bangunan ... 85

5.9. Aktivitas Sektor Industri ... 86

VI. DESKRIPSI VARIABEL PENELITIAN ... 88

6.1. Variabel Infrastruktur Jaringan Jalan ... 88

6.2. Variabel Unit Aktivitas Ekonomi ... 89

6.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Ekonomi ... 90

6.3.1. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perdagangan .... 90

6.3.1.1. Karakteristik Jalan untuk Pedagang Kaki Lima ... 90

6.3.1.2. Karakteristik Jalan untuk Perdagangan Grosir – Ritel ... 91

6.3.1.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perhotelan ... 92

6.3.2. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perangkutan ... 92

6.3.3. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Perumahan - Bangunan ... 92

6.3.4. Karakteristik Jalan untuk Aktivitas Industri ... 93

6.4. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas Ekonomi ... 93

6.4.1. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas Perdagangan ... 94

6.4.1.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perdagangan ... 94

6.4.1.2. Produksi Aktivitas Perdagangan ... 94

6.4.2. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas Perangkutan ... 95

6.4.2.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perangkutan ... 95


(13)

xv

6.4.3. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas

Perumahan – Bangunan ... 96

6.4.3.1. Tenaga Kerja Aktivitas Perumahan – Bangunan ... 96

6.4.3.2. Produksi Aktivitas Perumahan – Bangunan ... 96

6.4.4. Unit, Total Unit dan Produksi Aktivitas Perindustrian ... 97

6.4.4.1. Tenaga Kerja Aktivitas Industri ... 97

6.4.2.2. Produksi Aktivitas Industri ... 97

6.5. Variabel PDRB Wilayah ... 98

6.6. PDRB Kawasan JABODETABEK ... 98

6.7. Sumber Data ... 100

VII. HASIL ESTIMASI MODEL INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI JABODETABEK ... 101

7.1. Pengaruh Infrastruktur Transportasi terhadap Jumlah Unit Aktivitas Sektor ... 101

7.1.1. Aktivitas Sektor Perdagangan ... 102

7.1.1.1. Persamaan Unit Pedagang Kaki Lima ... 102

7.1.1.2. Persamaan Unit Pedagang Grosir – Ritel ... 107

7.1.1.3. Persamaan Unit Hotel ... 111

7.1.2. Aktivitas Sektor Perangkutan ... 114

7.1.2.1. Persamaan Unit Angkutan Penumpang ... 114

7.1.2.2. Persamaan Unit Angkutan Barang ... 116

7.1.3. Aktivitas Sektor Perumahan – Bangunan ... 119

7.1.4. Aktivitas Sektor Industri ... 124

7.1.4.1. Persamaan Unit Industri Besar – Menengah ... 124

7.1.4.2. Persamaan Unit Industri Kecil Barang ... 126

7.2. Pengaruh Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 128

7.2.1. Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perdagangan .... 129


(14)

xvi

7.2.3. Persamaan Tenaga Kerja Sektor Perumahan –

Bangunan ... 134 7.2.4. Persamaan Tenaga Kerja Sektor Industri ... 136

7.3. Pengaruh Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap

Produksi Sketoral ... 138 7.3.1. Persamaan Produksi Sektor Perdagangan ... 139 7.3.2. Persamaan Produksi Sektor Perangkutan ... 141 7.3.3. Persamaan Produksi Sektor Perumahan –

Bangunan ... 143 7.3.4. Persamaan Produksi Sektor Industri ... 145 VIII. ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN INFRASTRUKTUR

TRANSPORTASI ... 148 8.1. Validasi Model dan Simulasi Kebijakan ... 148 8.2. Dampak Kebijakan Infrastruktur Transportasi terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 150 8.2.1. Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya ... 151

8.2.1.1. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Raya Wilayah Jakarta ... 151 8.2.1.2. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Raya Wilayah Bogor ... 153 8.2.1.3. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Raya Wilayah Tangerang ... 154 8.2.1.4. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Raya Wilayah Bekasi ... 155 8.2.2. Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol ... 156

8.2.2.1. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Tol Wilayah Jakarta ... 156 8.2.2.2. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Tol Wilayah Bogor ... 157 8.2.2.3. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Tol Wilayah Tangerang ... 158 8.2.2.4. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan

Tol Wilayah Bekasi ... 159 8.2.3. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jaringan Jalan

Rel ... 160 8.3. Dampak Kebijakan terhadap Produksi Sektoral ... 162 8.3.1. Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya dan


(15)

xvii

8.3.2. Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol dan

Pertumbuhan Sektoral Wilayah ... 163

8.4. Pilihan dan Implikasi Kebijakan Infrastruktur Transportasi ... 165

8.5. Komparasi dengan Hasil Penelitian Sebelumnya ... 167

IX. KOMPLEMEN DAN KOMPETISI ANTARWILAYAH ... 169

9.1. Pengertian Komplemen dan Kompetisi ... 170

9.2. Komplemen dan Kompetisi Dampak Kebijakan Jalan Raya ... 172

9.3. Komplemen dan Kompetisi Dampak Kebijakan Jalan Tol ... 174

X. KESIMPULAN DAN SARAN ... 177

10.1. Kesimpulan ... 177

10.2. Implikasi Kebijakan ... 179

10.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 179

DAFTAR PUSTAKA ... 181


(16)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman Nomor

2.1. Tipe Efek Investasi Infrastruktur Transportasi ... 13

2.2. Ringkasan Hasil Studi Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 32

5.1. Batas Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi ... 70

5.2. Nama dan Kecamatan di Kawasan JABODETABEK ... 72

5.3. Perkembangan Penduduk di Kawasan JABODETABEK ... 74

5.4. Perkembangan Penduduk Kawasan JABODETABEK terhadap Penduduk Indonesia ... 74

5.5. PDRB dan Panjang Jalan Kawasan JABODETABEK ... 75

5.6. Panjang Jaringan Jalan Tol di Kawasan JABODETABEK ... 77

5.7. Jaringan Jalan Rel Kereta Api Jabotabek ... 78

5.8. Pertumbuhan Jumlah Pedagang Kaki Lima ... 82

5.9. Pertumbuhan Jumlah Supermarket, Minimarket, Hypermarket dan Mall di Jabodetabek ... 83

5.10. Pertumbuhan Jumlah Hotel di Jabodetabek ... 84

5.11. Pertumbuhan Jumlah Angkutan Penumpang di Jabodetabek .... 85

5.12. Pertumbuhan Jumlah Rumah (Perumnas) di Jabodetabek ... 86

5.13. Perkembangan Jumlah Industri Besar dan Sedang ... 87

6.1. Karakteritik Jalan untuk Aktivitas Ekonomi ... 93

6.2. Inisial Variabel untuk Model Persamaan ... 99

6.3. Variabel dan Sumber Data ... 100

7.1. Hasil Estimasi Unit Pedagang Kakilima (UPKL) ... 104

7.2. Hasil Estimasi Unit Grosir-Ritel (UGR) ... 108

7.3. Hasil Estimasi Unit Hotel (UHTL) ... 111

7.4. Hasil Estimasi Unit Angkutan Penumpang (UTP) ... 114

7.5. Hasil Estimasi Unit Angkutan Barang (UTRK) ... 118

7.6. Hasil Estimasi Unit Rumah-Bangunan (UR UM) ... 120

7.7. Hasil Estimasi Unit Industri Besar-Menegah (UIBM) ... 124

7.8. Hasil Estimasi Unit Industri Kecil (UIKC) ... 129


(17)

xix

7.10. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Perangkutan (TKANG) ... 133

7.11. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Perumahan (TKRUM) ... 135

7.12. Hasil Estimasi Tenaga Kerja Sektor Industri (TKIND) ... 137

7.13. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perdagangan (QDAG) ... 140

7.14. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perangkutan (QANG) ... 142

7.15. Hasil Estimasi Produksi Sektor Perumahan (QRUM) ... 144

7.16. Hasil Estimasi Produksi Sektor Industri (QIND) ... 146

8.1. Skenario Kebijakan Infrastruktur Transportasi Jalan ... 150

8.2. Hasil Simulasi Kebijakan Infrastuktur Jalan Raya terhadap PDRB Wilayah ... 155

8.3. Hasil Simulasi Kebijakan Infrastuktur Jalan Tol terhadap PDRB Wilayah ... 158

8.4. Hasil Simulasi Kebijakan Jaringan Jalan Rel terhadap PDRB Wilayah ... 161

8.5. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya terhadap Pertumbuhan Produksi Sektoral ... 163

8.6. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Tol terhadap Pertumbuhan Produksi Sektoral ... 165

9.1. Dampak Kebijakan Investasi Jalan Raya ... 171

9.2. Dampak Kebijakan Infrastruktur Jalan Raya terhadap Komplemen dan Kompetisi Antarwilayah ... 173

9.3. Dampak Kebijakan Investasi Jalan Tol ... 175

9.4. Dampak Kebijakan Infrastuktur Jalan Tol terhadap Komplemen dan Kompetisi Antarwilayah ... 17


(18)

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman Nomor

2.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah ... 18 2.2. Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi ... 20 3.1. Bagan Keterkaitan Jaringan Jalan Antarwilayah

JABODETABEK ... 39 3.2. Kerangka Pikir Transmisi Pengaruh Infrastruktur Transportasi

Terhadap PDRB Wilayah ... 40 4.1. Prosedur Pembuatan Model Ekonometrik ... 51 4.2. Diagram Keterkaitan Antar Variabel Model Infrastruktur


(19)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Nomor

1. Program Estimasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ... 185 2. Hasil Estimasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ... 193 3. Program Validasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ... 265 4. Program Simulasi Model Infrastruktur Transportasi

Jabodetabek ... 278 5. Hasil Validasi Model Infrastruktur Transportsasi

Jabodetabek ... 291 6. Hasil Simulasi Model Infrastruktur Transportasi


(20)

1.1. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan harapan masyarakat dan pemerintah di berbagai wilayah. Aktivitas ekonomi yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan produksi aktivitas ekonomi tersebut, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan biasanya dicerminkan oleh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan terus berusaha mendorong pertumbuhan tersebut, salah satunya dengan memilih dan menentukan macam serta jenis infrastruktur yang dibutuhkan agar mendorong tercapainya pertumbuhan ekonomi di berbagai wilayah.

Infrastruktur merupakan prasyarat bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan dapat menstimulasi berbagai aktivitas (kegiatan) ekonomi maupun non ekonomi dan akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Polak dan Heertje, 2001). Perluasan infrastruktur yakni dengan membangun infrastruktur yang baru maupun melakukan rehabilitasi infrastruktur yang telah rusak juga dapat mendorong peningkatan produksi dari aktivitas-aktivitas ekonomi. Sehingga peningkatan produksi dari aktivitas ekonomi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Ramirez dan Esfahani, 1999). Demikian pula perbaikan atau pembangunan infrastruktur transportasi yang baru akan menurunkan biaya transportasi yang selanjutnya akan menstimulasi kegiatan produksi pada masing-masing wilayah maupun antarwilayah serta menciptakan relokasi input-input kapital dan tenaga kerja antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001).

Infrastruktur transportasi khususnya jalan adalah jenis infrastruktur yang menentukan pembangunan suatu wilayah. Bahkan efek spillover investasi


(21)

infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak saja berdampak di wilayah sendiri tetapi juga berdampak pada wilayah-wilayah sekitar atau tetangganya (Calderon, et al, 2004). Infrastruktur transportasi jalan juga sangat berperan dalam pembangunan wilayah terutama pada Provinsi-provinsi yang bertetangga dan dapat mengembangkan pertumbuhan yang kuat pada Provinsi tersebut serta mendorong pertumbuhan Provinsi lainnya yang relatif terbelakang. Dengan demikian infrastruktur transportasi jalan tersebut diharapkan mampu menghubungkan, mengaitkan antarwilayah oleh karenanya pertumbuhan ekonomi di satu wilayah tidak dapat dilepaskan ketergantungannya dengan wilayah lainnya.

Infrastruktur transportasi khususnya jaringan jalan yang terletak di perbatasan wilayah biasanya akan memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian wilayah sekitarnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Adanya kerjasama dalam menangani jaringan jalan antarwilayah akan memberikan keseragaman kualitas jalan dimaksud sehingga terjadi kelancaran distribusi barang dan jasa (Departemen Kimpraswil, 2003).

Wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi secara geografis berbatasan satu dengan lainnya. Keterkaitan antarwilayah yang saling berbatasan tersebut semakin kompak (solid) melalui infrastruktur transportasi jalan yang menghubungkannya. Letak geografis Jakarta berada di tengah (pusat) dari wilayah-wilayah tetangganya dan sekaligus menjadi center dari berbagai kegiatan ekonomi bisnis, perdagangan dan pemerintahan.

Dalam keterkaitan antarwilayah, Jakarta menjadi stimulus dan secara langsung mempengaruhi pembangunan di wilayah tetangganya. Penelitian Fulton dan Susantono (2002) menemukan bahwa pertumbuhan infrastruktur jalan raya


(22)

sebesar 6 persen per tahun pada periode tahun 1976 sampai 1994 di Jakarta memberikan dampak yang menentukan dan mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah tetangganya.

Demikian juga jaringan kereta Rel Listril (KRL) Jabotabek yang dibangun dan dioperasikan sejak tahun 1978, digunakan untuk mengangkut penumpang dari arah Jakarta ke Bogor, Depok sekitarnya dan sebaliknya. Jaringan jalan rel ini terus dikembangkan untuk melayani penumpang sampai wilayah penyangga lainnya seperti Tangerang dan sekitarnya yaitu Bintaro, Serpong dan sekitarnya, juga Bekasi dan sekitarnya

Akses transportasi di wilayah-wilayah tersebut telah memberikan kesempatan pada para pekerja untuk bekerja di Jakarta atau wilayah lainnya dengan menempuh jarak yang jauh dengan pergi-pulang bekerja setiap hari, mereka ini disebut penglaju (commuter). Dalam penelitiannya Fulton dan Susantono (2002) menemukan area geografi Jakarta yang luas dan pembangunan wilayah yang telah masuk ke kota-kota pinggiran, telah menghasilkan frekuensi pergi-pulang yang padat setiap hari. Antara tahun 1985 dan 1993, jumlah pekerja yang pergi-pulang bekerja per hari dari kota-kota pinggiran Jakarta meningkat empat kali lipat, dan pada tahun 2005 tercatat sebanyak 4 juta orang lebih penglaju bekerja atau beraktivitas di Jakarta.

Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa infrastruktur transportasi jalan di suatu wilayah memiliki peranan sangat besar terhadap pertumbuhan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut serta berfungsi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi di wilayah tetangga nya.

Oleh karena itu, kiranya perlu dilakukan suatu penelitian yang komprehensif, yang mampu menjelaskan kekuatan infrastruktur transportasi jalan


(23)

di satu wilayah yang mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan wilayah tetangganya.

1.2. Perumusan Masalah

Secara hukum Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13 tahun 1976 telah menjadi kerangka dasar pengembangan wilayah Jakarta dengan wilayah tetangganya. Instruksi Presiden tersebut menyatakan bahwa wilayah Jakarta selaku ibukota negara dikembangkan ke wilayah-wilayah sekitarnya yang berfungsi sebagai penyangga. Wilayah penyangga tersebut adalah Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tangerang, serta Kabupaten dan Kota Bekasi. Sehingga wilayah Jakarta beserta wilayah-wilayah penyangganya sering disebut sebagai kawasan JABODETABEK.

Berdasarkan landasan hukum ini, pembangunan dan pengembangan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dari sudut pandang tata ruang merupakan suatu kesatuan yang saling mendukung. Ini menunjukkan akan terjadi keterkaitan antarwilayah yang secara intensif baik dari segi geografi, pembangunan ekonomi, transportasi dan lainnya. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat dan Daerah di tiap wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi memiliki peran penting dalam melaksanakan pembangunan di wilayahnya.

Berkaitan dengan pelaksanaan Intruksi Presiden Nomor 13 tahun 1976 tersebut, Pemerintah merealisasi pembangunan Tol Jagorawi sepanjang 46 kilometer yang dioperasikan tahun 1978. Jaringan jalan tol ini menghubungkan wilayah Jakarta dan Bogor dan wilayah sekitarnya. Tol Jagorawi berperan sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitar, terutama kenaikan output di beberapa sektor di Jawa Barat (Bogor Dalam Angka, 1983). Sampai saat ini jaringan Tol Jagorawi menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejumlah aktivitas


(24)

ekonomi di wilayah Bogor, Bekasi dan Jakarta. Jaringan jalan Tol Jagorawi membawa dampak pada pertumbuhan seperti sektor perumahan dari berbagai tipe, mulai dari Rumah Sangat Sederhana (RSS) hingga real estate. Demikian juga berbagai jenis angkutan penumpang dan barang terus bertambah jumlahnya, hal ini seiring dengan bertambahnya perusahaan-perusahaan otomotif (PO). Sedangkan pertumbuhan di sektor perdagangan ditandai dengan semakin bertambahnnya tempat-tempat perbelanjaan (shopping centre), pertokoan, mal dan tempat rekreasi.

Pembangunan jalan tol terus diperluas yaitu dengan dioperasikan jaringan Tol Cipularang sepanjang 129 km pada tahun 2005. Tol Cipularang bermanfaat sangat besar bagi wilayah-wilayah yang dilewatinya yaitu Jakarta, Bekasi dan wilayah Jawa Barat lainnya. Jaringan tol ini adalah sambungan Tol Cikampek ke arah lingkar luar Jakarta, ini adalah satu jalur pendek untuk mempersingkat waktu tempuh Jakarta ke Bandung dan sebaliknya.

Kehadiran jaringan tol ini menjadikan ibukota Jawa Barat ini bertumbuh pesat, laju pertumbuhan ekonomi Bandung pada tahun 2005 mencapai 7.8 persen lebih besar dibanding tahun sebelumnya 7.5 persen. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat 25 persen dari Rp 34.8 triliun menjadi Rp 43.5 triliun. Tingkat penyerapan tenaga kerja naik sebesar 30 persen, dan tingkat pengangguran turun 10,3 persen (Laporan Pertanggung Jawaban Wali Kota Bandung, 2007).

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa peranan jaringan jalan di satu wilayah akan membuat produksi aktivitas-aktivitas ekonomi di wilayah tersebut bertumbuh, dan selanjutnya akan menaikan pertumbuhan wilayah. Selain dapat meningkatkan pertumbuhan wilayah, pembangunan infrastruktur transportasi


(25)

jalan dapat pula akan menciptakan relokasi input-input kapital dan labor (tenaga kerja) antarwilayah (Reitveld dan Nijkamp, 2001). Artinya pembangunan infrastruktur tersebut dapat memobilisasi unit-unit input, kapital dan labor berpindah dari satu wilayah ke wilayah tetangganya.

Berikut ini adalah beberapa fenomena yang mendekati maksud dari Reitveid. Adalah wilayah Parung, wilayah ini dahulu cukup ramai dilalui dan disinggahi kendaraan penumpang dan barang dari Jakarta menuju Bogor dan sebaliknya. Keramaian wilayah ini kemudian dikuti dengan tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi khusunya disepanjang jaringan jalannya. Namun dibukanya Tol Jagorawi tahun 1978, telah membawa pengaruh besar terhadap perubahan aktivitas ekonomi Parung. Saat ini aktivitas ekonomi di sepanjang jaringan jalan tersebut relatif tidak berkembang. Keadaan tersebut kini sangat berbeda, jalur tersebut kini relatif sepi, aktivitas utama hanyalah jalur angkutan kota (angkot) dari Parung ke Bogor dan sebaliknya. Dengan demikian aktivitas ekonomi dijalur inipun relatif tidak berkembang (Laporan Tahunan Pemda Cibinong, 1990).

Demikian pula dibukanya akses jaringan jalan Tol Cikampek (diperpanjang menjadi Cipularang) juga berdampak kurang menguntungkan bagi sebagian wilayah di jalur Jakarta-Bandung melalui Puncak. Di jalur jaringan Jakarta-Bandung melalui Puncak tersebut awalnya dipenuhi berbagai aktivitas seperti usaha tempat istirahat, rumah makan, warung, toko-toko yang penjual berbagai kebutuhan, penginapan, dan tempat rekreasi . Saat ini pendapatan pada sektor-sektor tersebut relatif menurun, bahkan beberapa pengusaha menutup usahanya dan sebagian berpindah lokasi usaha. Penurunan ini terjadi khususnya di kawasan wisata Cipanas yaitu berkurangnya omset penjualan para pedagang


(26)

makanan dan barang lainnya hingga mencapai 30 – 70 persen (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, 2006).

Kota Purwakarta dahulu ramai karena dilewati jalur Jakarta-Bandung (atau sebaliknya) melalui Padalarang, namun saat ini kota relatif sepi dari berbagai aktivitas ekonomi, bahkan kota ini pernah disebut sebagai ”kota mati.” Pertumbuhan ekonomi kota ini turun drastis, ratusan pedagang khususnya di sektor informal (warung makan, kios keramik, beberapa SPBU) dan tempat usaha lainnya terpaksa menutup usahanya, karena nyaris sepi pembeli (Nurlaela Munir, 2006). Demikian pula Cianjur yang dahulu ramai menjadi akses tujuan perjalanan Jakarta-Bandung, sekarang menjadi sepi sama dengan kota Purwakarta (Cipularang Impact, 2008).

Keberadaan dari jaringan jalan raya, jalan tol, jalan rel dapat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi wilayah baik positip maupun negatif. Hal ini merupakan fenomena yang muncul dari kekuatan infrastruktur transportasi dan

networking wilayah-wilayah yang terbentuk olehnya. Oleh karena itu, kiranya

diperlukan suatu analisis tentang bagaimanakah infrastruktur transportasi di satu wilayah berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan terhadap wilayah tetangganya.

Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini hendak menganalisis seberapa besar pengaruh infrastruktur transportasi terhadap pertumbuhan ekonomi di satu wilayah, dan juga pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tetangga nya. Dengan demikian masalah penelitian yang dirumuskan didalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh infrastruktur transportasi terhadap aktivitas ekonomi di suatu wilayah dan wilayah tetangganya ?


(27)

2. Kebijakan infrastruktur transportasi manakah yang memberikan dampak pada aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh pada wilayah di kawasan JABODETABEK ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis pengaruh infrastruktur transportasi di satu wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dan wilayah tetangga nya,

2. Menganalisis pengaruh kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi di satu wilayah terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayahnya dan dampaknya pada wilayah tetangganya.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rekomendasi yang bermanfaat terhadap kebijakan dan upaya pemerintah pusat maupun daerah dalam menetapkan pembangunan infrastruktur transportasi. Khususnya dalam mengalokasikan investasi infrastruktur transportasi yang memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di wilayah-wilayah di kaw asan JABODETABEK.

1.4. Lingkup Penelitian

Lingkup dari penelitian ini difokuskan untuk menganalisis pengaruh infrastruktur transportasi di satu wilayah terhadap pertumbuhan aktivitas ekonomi di wilayah tersebut, dan terhadap aktivitas ekonomi di wilayah tetangganya. Adapun yang dimaksud dengan infrastruktur transportasi adalah jalan yang melingkupi jalan raya meliputi jalan negara dan jalan kabupaten, jalan tol serta jaringan jalan rel (lintasan kereta api).


(28)

Pendekatan operasional variabel infrastruktur transportasi adalah jalan (jalan raya, jalan tol, dan jalan rel) tersebut akan didekati (proxy) dengan nilai nominal investasi. Investasi yang tersebut adalah sejumlah pengeluaran yang digunakan sebagai investasi dalam bentuk public capital oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda) untuk membiayai pembangunan jalan yang dikeluarkan setiap tahunnya.

Adapun yang dimaksud aktivitas ekonomi adalah aktivitas sektoral yaitu suatu aktivitas dimana dalam kegiatannya dalam berproduksi, berada atau melekat (inherent) pada jalan baik jalan raya, jalan tol atau jaringan jalan rel (kereta api). Secara rinci aktivitas ekonomi tersebut dinyatakan dalam jumlah unit dan dikelompokan kedalam: (1) Aktivitas Perdagangan terdiri dari, unit Padagang Kaki Lima (PKL), Grosir-Ritel terdiri dari unit toko, pasar, mini market dan super

market, hypermarket dan mal), serta Aktivitas Perhotelan unit hotel, (2) Aktivitas

Perangkutan terdiri dari unit angkutan penumpang (orang) dan unit angkutan kota (angkot), bus kota dan luar kota, taksi dan kendaraan penumpang pribadi, serta unit angkutan barang yang terdiri dari truk (atau sejenisnya) yang terdiri dari berbagai tipe, (3) aktivitas Unit Perumahan-Bangunan terdiri dari unit rumah (yang dibangun pemerintah dan pengembang swasta) dan unit bangunan yang terdiri dari unit kantor swasta dan pemerintah, dan akhirnya (4) Aktivitas Industrian yang terdiri dari unit industri besar-menengah, serta unit industri kecil.

Cakupan wilayah penelitian meliputi wilayah provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Tangerang, serta Kabupaten dan Kota Bekasi. Alasan dipilihnya wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi karena secara geografis wilayah-wilayah tersebut berbatasan satu dengan lainnya. Selain itu ke lima wilayah-wilayah ini


(29)

sudah terhubungkan oleh jalan darat (jalan raya, tol, dan rel) sedemikian rupa sehingga membentuk satu kesatuan atau networking. Kesatuan wilayah secara geografis ini diharapkan dapat terus menciptakan dampak berkelanjutan di berbagai aktivitas ekonomi antarwilayah, dan akhirnya membentuk satu kesatuan ekonomi.

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dibagi kedalam 10 (sepuluh) bab, tiap bab terdiri sub-bab dan juga anak sub-bab, semuanya menjelaskan maksud dari bab secara rinci. Adapun penjelasan singkat dari tiap tersebut adalah sebagai berikut.

Bab 1, berisi pendahuluan yang memuat latar belakang, permasalahan dan

tujuan penelitian serta ruang lingkup penelitian.

Bab 2, merupakan tinjauan pustaka, berisi teori yang terkaitan dengan

topik penelitian ini. Selanjutkan pada sub-bab studi empiris berisi kajian berbagai penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan isu dengan penelitian ini. Studi empiris ini dibuat oleh beberapa peneliti di berbagai negara.

Pada bab 3, memuat kerangka pemikiran, kerangka tersebut menjelaskan konsep dan sistematika berpikir yang digunakan untuk membangun model persamaan. Bab 4 menjelaskan metode penelitian, bab ini berisi proses pengumpulan data, tahapan penelitian dan pembentukan model persamaan ekonometrik. Model persamaan ekonometrik dibangun berdasarkan konsep dan kerangka berpikir di bab 3 sebelumnya.

Selanjutnya adalah bab 5 memuat deskripsi wilayah penelitian ditinjau dari aspek geografis, kependudukan. Selain itu akan disajikan pula data mengenai keberadaan secara fisik jalan raya, jalan tol dan jaringan jalan rel di kawasan JABODETABEK. Pada bab ini, akan disajikan pula pertumbuhan jumlah unit-unit


(30)

aktivitas perdagangan, perangkutan, perumahan-bangunan dan unit aktivitas industri dalam kurun waktu 1996 sampai 2006.

Pada sistematika di bab 6, memuat deskripsi lebih rinci mengenai variabel yang digunakan dalam model persamaan. Dalam bab ini juga akan dijelaskan karakteristik dari variabel jalan, dan terakhir penjelasan mengenai pemberian nama atau inisial (karakter) dalam mode, dan terakhir penjelasan mengenai pemberian nama atau inisial (karakter) dalam model persamaan.

Bab 7 menyajikan hasil estimasi yang diperoleh dari operasional model

bersama dengan data. Hasil estimasi akan menjelaskan pengaruh infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan jumlah unit di berbagai aktivitas sektor, juga pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan produksi pada tiap sektor.

Sedangkan pada bab 8, secara khusus menganalisis dampak beberapa kebijakan. Kebijakan dilakukan dengan menaikan besaran persentase pada nilai investasi untuk jaringan jalan tertentu. Dilanjutkan dengan bab 9 berisi bahasan mengenai hubungan antarwilayah yang bersifat komplemen atau kompetisi. Dua wilayah d ikatakan saling berkomplemen (melengkapi) apabila kenaikkan investasi jalan di salah satu wilayah menyebabkan keduanya bersama-sama merespon positip atau negatif terhadap pertumbuhan produksi sektor tertentu. Demikian sebaliknya, untuk dua wilayah yang saling berkompetisi.

Penulisan diakhiri dengan bab 10 yang berisi kesimpulan, implikasi kebijakan bagi pemerintah atas hasil penelitian, dan akhirnya saran untuk penelitian selanjutnya.


(31)

2.1. Infrastruktur Transportasi

Infrastruktur transportasi memiliki peran menciptakan nilai (value) suatu barang. Sesuai teori neoklasik, suatu barang memiliki nilai sesuai dengan biaya produksi atau secara spesifik oleh biaya pengorbanan tenaga kerja yang dikeluarkan atasnya. Transportasi merupakan suatu alat yang dapat menciptakan nilai yang lebih tinggi pada suatu barang, sehingga barang tersebut dapat memenuhi kepuasan konsumen. Dalam hal ini, transportasi memberikan nilai bagi suatu barang melalui proses pemindahan barang dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Penciptaan nilai atas barang oleh transportasi ini menjadikan transportasi sebagai suatu alat yang bernilai secara ekonomi (Polak dan Heertje, 2001).

Dalam ilmu ekonomi transportasi, kehadiran ruang (space) menjelaskan tentang pemisahan sejumlah aktivitas ekonomi oleh jarak dan pengorganisasian ekonomi ke dalam area-area berbeda seperti kota dan wilayah (Vickerman, 1995). Dalam cara lebih formal, space didefinisikan sebagai sebuah relasi pada sejumlah obyek (Gattrell, 1983). Infrastruktur trasportasi memiliki peran menghubungkan antara dua ruang (space) yang berbeda dan menciptakan berbagai manfaat kepada wilayah-wilayah tersebut.

Secara ekonomi, investasi infrastruktur transportasi memiliki dua pengaruh, yaitu pengaruh ekonomi yang bersifat sementara (temporary effects) dan pengaruh yang bukan sementara atau permanen (permanent effects) (Tabel 2.1). Efek-efek yang temporer akan terjadi dalam sektor konstruksi (secara langsung) dan secara tidak langsung dalam semua sektor lain melalui perantara menengah. Investasi infrastruktur transportasi juga menghasilkan efek negatif


(32)

yaitu, crowding-out terutama pada investasi berskala besar. Efek crowding-out

bersumber dari : infrastruktur transportasi sering dibiayai oleh obligasi (hutang) pemerintah. Hutang pemerintah dapat mendorong kenaikan suku bunga menjadi lebih tinggi yang akhirnya menekan investasi swasta lebih rendah di dalam perekonomian. Dari sisi permintaan (demand side), umumnya pengaruh yang muncul dari infrastruktur transportasi adalah bersifat sementara, yang kemudian merupakan stimulus bagi tersedianya sejumlah lapangan kerja (employment), dan pendapatan (income) selama masa pembangunan konstruksi infrastruktur tersebut (Polak dan Heertje, 2001).

Efek infrastruktur transportasi yang permanen pada perekonomian adalah menyebabkan bertambahnya kuantitas faktor-faktor produksi yang diperlukan untuk pengoperasian dan pemeliharaannya. Salah satu jenis efek permanen yang perlu diperhatikan adalah yang disebut dengan ”program” atau efek ”spin-off.” Efek program menunjuk pada perubahan tidak langsung dalam jangka panjang di dalam income, employment dan investasi pada sektor swasta, yaitu efek-efek yang mana didorong oleh peluang baru yang ditawarkan oleh pembangunan atau perluasan infrastruktur.

Tabel 2.1. Tipe Efek Investasi Infrastruktur Transportasi

Tipe Efek Sisi Permintaan Sisi Penawaran

Temporer Efek konstruksi :

Crowding-out --

Permanen (structural) Biaya operasi dan pemeliharaan

Efek pada produktivitas dan lokasi aktivitas - aktivitas baru.


(33)

Kaitan antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi dijelaskan oleh Hess dan Ross (1997) melalui konsep production possibilities

boundary (PPB). Dari sisi prinsip ekonomi, konsep production possibilities

boundary (PPB) adalah sebuah kurva yang menunjukkan kombinasi-kombinasi

output barang dan jasa akhir yang dapat dihasilkan pada satu periode waktu tertentu dalam suatu perekonomian dengan menggunakan semua sumberdaya yang tersedia secara penuh dan efisien. Ekspansi atau perluasan pada PPB mengindikasikan pertumbuhan output atau ekonomi sebagai hasil dari kenaikan di dalam kuantitas dan kualitas sumberdaya tersedia dan kemajuan teknologi. Jika produksi output meningkat lebih cepat dibanding populasi maka output per kapita meningkat dan pertumbuhan ekonomi terjadi.

Selanjutnya dijelaskan bahwa input kapital atau investasi merupakan input yang memiliki peranan penting. Inves tasi dalam bentuk stok kapital fisik pada perekonomian terdiri atas pabrik, peralatan, mesin, berbagai bentuk hunian dan bangunan lainnya, infrastruktur ekonomi seperti transportasi dan network

komunikasi. Stok kapital tersebut dari periode ke periode makin berkembang dan berakumulasi sehingga menumbuhkan kapasitas produksi yang menyebabkan terjadi pertumbuhan ekonomi.

2.2. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Pertumbuhan ekonomi menurut Todaro (2009) adalah kenaikan Gross

Domestic Product (GDP) atau kenaikan Gross National Product (GNP) tanpa

memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Dalam penggunaan yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk menyatakan perkembangan ekonomi. Selanjutnya


(34)

dinyatakan bahwa suatu perekonomian mengalami perkembangan jika pendapatan per kapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat dalam jangka panjang.

Selain itu masih menurut Todaro (2009), ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Pertama, akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan, antara lain : tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia. Kedua,

pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja. Ketiga, kemajuan teknologi.

Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) fisik suatu negara (yakni, nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadi peningkatan output di masa-masa mendatang. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur

ekonomi dan sosial. Contohnya adalah pembangunan jalan raya, penyediaan listrik, persediaan air bersih dan perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi dan sebagainya, dan kesemuanya itu mutlak dibutuhkan dalam rangka menunjang dan mengintegrasikan segenap aktivitas ekonomi produktif.

Boediono (dalam Tarigan, 2004) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Juga menurut Boediono ada ahli ekonomi yang membuat definisi lebih ketat, yaitu bahwa pertumbuhan itu haruslah bersumber dari proses intern perekonomian


(35)

tersebut. Ketentuan ini sangat penting diperhatikan dalam ekonomi wilayah, karena bisa saja suatu wilayah mengalami pertumbuhan tetapi pertumbuhan itu tercipta karena banyaknya bantuan atau suntikan dana dari pemerintah pusat dan pertumbuhan itu terhenti apabila suntikan dana dihentikan. Dalam kondisi seperti ini, sulit dikatakan ekonomi wilayah itu bertumbuh.

2.3. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah dari Pendekatan Penawaran

Dalam membuat kebijakan untuk membangun pertumbuhan wilayah, landasan yang dibuat pemerintah haruslah mengacu pada keadaan dan karakter suatu wilayah. Sumber daya wilayah atau faktor-faktor lokal seringkali tidak mampu mendukung perekonomian wilayah, oleh sebab itu mendesak untuk melakukan usaha dalam rangka meningkatkan sumberdaya tersebut secara kuantitas dan kualitas. Berdasarkan pendekatan penawaran (supply side

approach), ketersediaan faktor-faktor lokal diberi tekanan penting untuk

mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian dapat dirumuskan hubungan antara hasil ekonomi wilayah (Q) dan ketersediaan sumber-sumberdaya lokal sebagai berikut :

Q = f (f1, f2,f3..., fn) ... (2.1)

Dalam rumus tersebut, f1, f2, f3,… fn adalah faktor-faktor dari pasokan lokal (local

supply) yang mempengaruhi produktivitas wilayah, antara lain adalah :

1. Kapital atau modal. Modal dalam pengertian ekonomi dapat berasal pemerintah, pelaku ekonomi atau korporat, dan individual. Upaya menyediakan atau memasukkan modal atau investasi harus didorong melalui kebijakan investasi yang kondusif khususnya dari luar wilayah. Kelembagaan dalam penyediaan modal dapat berupa perbankan, pasar modal, surat berharga atau kerjasama lainnya.


(36)

2. Tenaga kerja. Upaya perbaikan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan dengan pelatihan keterampilan, pendidikan, dan perbaikan sistem insentif. Sementara itu, bila dirasakan jumlah tenaga kerja dalam wilayah terbatas, dibenarkan ”mengimpor” tenaga kerja dari luar wilayah. Kebijakan ketenagakerjaan harus disusun terintegrasi di dalam perencanaan pembangunan wilayah dalam rangka mengurangi kesenjangan hasil ekonomi yang berupa ketidakefisienan dan pengangguran.

3. Masukan antara (intermediate input). Di luar faktor-faktor dasar yang

disebutkan di atas, sistem produksi di dalam wilayah memerlukan sumberdaya bahan setengah jadi atau masukan antara yang ketersediaannya harus dicukupi. Masukan antara dapat dihasilkan di dalam maupun didatangkan dari luar wilayah. Untuk dapat mensinkronisasikan keperluannya dengan sistem produksi secara keseluruhan, diperlukan koordinasi terintegrasi dalam waktu ataupun sasaran produksi setiap sektor dalam wilayah.

Kemampuan wilayah menyediakan faktor-faktor tersebut sangat bergantung pada keadaan sosial, ekonomi, dan lingkungan serta keputusan politik yang mengendalikan alokasi setiap faktor. Wilayah yang memiliki kekurangan dalam satu faktor mungkin perlu menyediakan atau mensubstitusi atau bahkan mendatangkan faktor lainnya agar lebih optimal. Suatu wilayah yang mengandalkan sektor pertanian secara ekstensif dengan sendirinya memerlukan faktor lahan dan tenaga kerja. Sementara itu, wilayah yang miskin lahan mengharuskan penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas dan jiwa kewirausahaan.


(37)

2.4. Peranan Infrastruktur Transportasi dalam Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Rietveld dan Nijkamp (2000) menyatakan bahwa pembangunan wilayah dapat dikenali dari hasil dari kombinasi faktor-faktor produksi yang tepat, seperti tenaga kerja dan modal, tetapi juga infrastruktur secara umum, dan khususnya transportasi. Dalam Kasikoen (2005) mengemukakan bahwa fasilitas infrastruktur seperti jalan, jembatan, komunikasi, pasar, sekolah serta air bersih merupakan unsur-unsur penting sebagai landasan prime mover dalam mendukung pembangunan wilayah. Peningkatan infrastruktur transportasi aka n membawa pada menurunnya biaya transport, diikuti dengan meningkatnya produktivitas dari faktor-faktor produksi swasta. Oleh karena itu, pengurangan infrastruktur transportasi akan membawa penurunan produktivitas dari berbagai faktor produksi. Berikut adalah mekanisme dari pengaruh infrastruktur transportasi terhadap pertumbuhan wilayah (Gambar 2.1).

Infrastruktur

Manfaat Perusahaan Manfaat Rumah

Tangga

Penurunan Biaya Perluasan

Pasar Peningkatan

Kesejahteraan

Pertumbuhan Wilayah

Gambar 2.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Wilayah


(38)

Diawali dengan menurunnya biaya angkut (transportasi) dan manfaatnya langsung diterima oleh rumah tangga dan perusahaan. Pengaruh infrastruktur transportasi bagi rumah tangga akan meningkatkan kesejahteraan dan perluasan pasar, sedangkan bagi perusahaan selain meningkatkan pasar juga menurunkan biaya. Ketiga hal itu akhirnya akan menciptakan pertumbuhan yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan wilayah.

Untuk melihat peranan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah umumnya dilakukan dengan pembuatan model analisis. Model tersebut diharapkan mampu menjelaskan efek infrastruktur transportasi terhadap perubahan beberapa sektor ekonomi. Salah satu di antaranya adalah model keseimbangan umum atau sering disebut computable general equilibrium (CGE), model ini mampu menganalisis efek perubahan infrastruktur transportasi terhadap beberapa sektor. Gambar 2.2 berikut adalah sketsa model keseimbangan umum Pluym dan Roosma, (1984).

Beberapa aspek penting yang ditemukan pada model tersebut, adalah peran penting yang dimainkan oleh perantara intermediate. Juga, terdapat kompetisi yang makin kuat di dalam tenaga kerja (employment). Harga-harga produk akan menurun sehingga konsumen dapat membelanjakan lebih banyak produk-produk.

Dalam jangka panjang proses realokasi kapital dan tenagakerja

(employment) dari satu wilayah ke wilayah lainnya dapat terjadi namun mungkin


(39)

2.5. Analisis Keterkaitan Antarwilayah : Model Berbasis Fungsi Produksi Reitveld dan Nijkamp (2001), mengemukakan beberapa kekurangan dari studi-studi yang menganalisis peningkatan infrastruktur transportasi terhadap produktivitas regional dengan mengambil level perusahaan. Analisis level perusahaan (level mikro) hanya melihat pada peningkatan produktivitas perusahaan-perusahaan yang langsung dipengaruhi oleh peningkatan infrastruktur, sementara efek-efek tidak langsung pada perusahaan atau sektor lain tidak diperhitungkan. Sehingga ditemukan bahwa efek peningkatan

Pembangunan infrastruktur transportasi

Pengurangan biaya transportasi

Produk-produk ekspor lebih murah Produk-produk

impor lebih murah Perantara

Ekspansi dari total produksi Bagian produksi

domestik yang disubstitusi oleh

impor Diseconomies

of scale

Economies of scale

Peningkatan produksi dan kesempatan kerja Penurunan produksi dan

kesempatan kerja

Gambar 2.2. Efek Peningkatan Infrastruktur Transportasi


(40)

infrastruktur transportasi terhadap produktivitas regional adalah rendah. Karena itu penting untuk menggunakan pendekatan modeling dengan fungsi produksi agregat, dan berbagai elemen dapat dimasukan ke dalam persamaan.

Formulasi fungsi produksi Cobb-Douglas untuk sektor i dalam region r, dengan berbagai tipe infrastruktur yang diusulkan oleh Reitveld dan Nijkamp (2000) adalah :

) ,..., ; ,

( ir ir r r

ir

ir f L K IA IN

Q = ... (2.2)

keterangan :

Qir = nilai tambah sektor i, wilayah r

Lir = kesempatan kerja sektor i, wilayah r

Kir = kapital privat sektor i, wilayah r

IAr,…,INr = berbagai tipe infrastruktur wilayah r, misalnya transportasi,

komunikasi, suplai energi, suplai air, pendidikan, pelayanan kesehatan, dan lain-lain.

Pendekatan dilakukan dengan membedakan berbagai tipe infrastruktur transportasi menurut cakupan ruang mereka yakni intra-regional, dan

inter-regional, bahkan mungkin internasional.

Boarnet (1995), menggunakan pendekatan fungsi produksi untuk menganalisis efek infrastruktur transportasi terhadap produktivitas ekonomi. Infrastruktur transportasi didekati dengan variabel stok kapital highway dan street

dan fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk log-linear, ditunjukkan sebagai :

log (GCPit) = α0 + α1 log (Lit) + α2 log (Kit) + α3 log (Hit) + uit ... (2.3)

keterangan:

GCP = gross produk (produk regional bruto=PDRB) wilayah

L = input labor (employment) wilayah

K = stok kapital swasta

H = stok kapital highway dan street i, t = indeks wilayah dan indeks waktu.


(41)

Fungsi produksi ini kemudian diperluas dengan memasukkan stok kapital

highway dan street dari region tetangga untuk melihat efek infrastruktur

transportasi wilayah tetangga terhadap produksi wilayah bersangkutan. Fungsi tersebut adalah :

log (GCPit) = α0 + α1log(Lit) + α2log(Kit) + α3log(Hit) + α4log(W*Hit) + uit ... (2.4)

keterangan :

W*H = lag tahun pertama dari jumlah kapital highway dan street dalam semua wilayah tetangga.

Persamaan fungsi produksi baik sektoral maupun wilayah di atas menunjukkan bahwa, hubungan infrastruktur transportasi dengan produksi baik sektoral maupun wilayah serta keterkaitan antarwilayah yang berhubungan dapat diestimasi.

2.6. Studi Empiris

Penelitian dan berbagai studi yang mengarah adanya hubungan infrastruktur transportasi dengan pertumbuhan sektor ekonomi dan pertumbuhan ekonomi wilayah sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Selain itu arah penelitian juga terus dikembangkan kepada keterkaitan antarwilayah terutama terhadap wilayah sekitar atau tetangganya. Berikut ini adalah beberapa penelitian yang pernah dilakukan di beberapa negara dan termasuk di Indonesia.

Aschauer (1989), dalam studinya yang berhubungan dengan kebijakan fiskal ia menggunakan pendekatan klasik baru (newclassical). Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat lebih jauh adanya relasi antara produktivitas agregate dan stok serta variabel pengeluaran pemerintah. Dengan harapan riset mendatang dapat mengembangkan analisis yang lebih baik, dan bermanfaat bagi negara-nagara yang hendak membandingkan (comparison) investasi publik


(42)

(public investment) dengan produktivitas yang dihasilkan. Selama periode pengamatan studi 1973 sampai 1985, memperlihatkan investasi publik neto dari Amerika Serikat dan Jepang rata-rata 0.3 persen dan 5.1 persen dari gross

domestic product (GDP), dengan tingkat pertumbuhan pertumbuhan

masing-masing GDP per tenaga kerja adalah 0.6 persen dan 3.1 persen per tahun. Dalam ilustrasinya, regresi sederhana dari rata-rata tahunan tingkat pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di negara yang tergabung dalam G-7 berlawanan dengan ratio investasi publik dan gross domestic output dari periode 1973 sampai 1985 dengan koefisien slope 0.47. Dengan kata lain, pertumbuhan output per jam di wilayah penelitian (Amerika Serikat) selama periode penelitian adalah mempunyai relasi positif terhadap ratio konsumsi pemerintah dengan output. Sehingga hasil penelitian tersebut mengindikasikan pertama, stok modal pada publik non militer (the nonmilitary public capital) secara dramatis sangat menentukan produktivita, juga terkait dengan arus pengeluaran (flow of spending)

dari pengeluaran non militer dan pengeluaran militer. Kedua, modal yang tertanam pada infrastruktur militer (military capital) berkorelasi kecil (rendah) terhadap produktivitas. Ketiga, basis inti (core) dari infrastruktur, seperti jalan, jalan raya, bandara, angkutan massa, dan sistem pengairan merupakan kekuatan

(power) yang mampu menjelaskan timbulnya produktivitas. Dalam studi ini juga

memperlihatkan nilai elastisitas yang tinggi yaitu sebesar 0.39 dan 0.34 dari investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai pengembalian investasi (return) yang sangat tinggi yaitu sebesar 60 persen.

Secara spesifik Boarnet (1995), melakukan studi yang berkenaan dengan evaluasi dari proyek pembangunan jalan raya (highway). Bahwa public capital


(43)

sebagian besar aktivitas ekonomi melalui perubahan aktivitas tersebut dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Dan yang menjadi masalah bahwa produktivitas terjadi pada skala geografi yang terbatas (small geographic) tetapi tidak pada area yang lebih luas dari itu. Pada tes hipotesis studi ini, menggunakan pendekatan model fungsi produksi dari modal ’jalan raya’ dan ’jalan raya yang lebar’ (road capital

and highway) di wilayah-wilayah California dari tahun 1969-1988. Hasil penelitian

memperlihatkan, produksi (output) dari masing-masing wilayah berasosiasi positif dengan highway capital di wilayah tersebut. Tetapi output di wilayah lain yang terdekat (neighboring counties) berasosiasi negatif dengan highway capital. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar pengaruh dari produktivitas dari

highway capital merubah aktivitas ekonomi di masing-masing wilayah, sedangkan

pengaruh highway capital terhadap wilayah tetangga terdekat (neighboring

counties) adalah negatif.

Fakta ini memberikan kesan bahwa satu hal dari public capital adalah bernilai produktif, menciptakan tambahan output, dan memberikan competitive

advantage di area lokasi suatu wilayah, namun hal ini di wilayah lain yang

terdekat (nearby places) memberikan dampak negatif. Paling tidak, pesan yang hendak disampaikan adalah pentingnya untuk mempertimbangkan skala geografi. Hal ini penting untuk mempertimbangkan pertanyaan apakah public infrastructure

selalu memberikan menghasilkan produktivitas ?.

Studi lain yang dilakukan oleh Bank Dunia, menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) ternyata mempunyai hubungan erat. Hubungan ini secara umum dapat diukur dengan besarnya elastisitas, artinya perubahan atau kenaikan sebesar satu persen dari ketersediaan infrastruktur akan berpengaruh terhadap perubahan


(44)

persentase dari pertumbuhan PDB per kapita, di berbagai negara besarnya elastisitas tersebut bervariasi antara 0.07 sampai 0.44 (World Bank, 2003).

Sedangkan studi terbaru dari Calderondan Serven (2004) menyebutkan bahwa elastisitas infrastruktur terhadap PDB per tenaga kerja (labor) di negara-negara Amerika Latin untuk telepon sebesar 0.156, listrik sebesar 1.63, dan jalan sebesar 0.178. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya kenaikan satu persen penambahan kapasitas tenaga listrik (kwh per tenaga kerja) diharapkan akan meningkatkan 0.156 persen PDB per tenaga kerja. Lebih lanjut World Bank juga mendapatkan bukti adanya asosiasi yang kuat antara ketersediaan infrastruktur, khususnya telekomunikasi, listrik, jalan beraspal, dan akses terhadap air bersih, dengan PDB per kapita (Bappenas, 2003).

Stephan (1997), dalam studinya melihat adanya hubungan kaitan sektor manufaktur dengan infrastruktur jalan raya. Dengan menggunakan data

time-series cross-section sektor manufaktur pada 11 Bundeslander tahun 1970-1993

di Jerman. Temuannya, adalah bahwa ada indikasi korelasi kuat antara infrastruktur jalan raya dengan output yang dihasilkan sejumlah kawasan manufaktur (Bundeslander) tersebut di wilayah Jerman. Dengan keterbatasannya, studi ini pun menemukan besarnya estimasi elastisitas output dari berbagai spesifikasi infrastruktur jalan dengan rentang nilai dari 0.325 sampai 1.130, angka ini cukup tinggi untuk mengestimasi tingkat pengembalian (return) infrastruktur jalan raya. Stephan menggunakan tiga mendekatan yang berbeda, yaitu; fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi translog dan pendekatan

growth accounting, dan kesemua pendekatan tersebut membuktikan bahwa ada

pengaruh signifikan infrastruktur jalan terhadap produktivitas di sektor manufaktur.


(45)

Studi yang mirip juga dilakukan oleh Seitz (1993), dalam mengamati dampak perubahan produktivitas atas perbaikan, pengembangan dari jaringan jalan raya (higway) di Jerman (sebelumnya Jerman Barat). Model yang dipakai adalah fungsi biaya Leontief, dan menggunakan panel data dari 31 sektor indus tri di berbagai manufaktur, serta data tahunan kapital stok dari sejumlah jaringan jalan di Jerman Barat tahun 1970 sampai 1989. Studi ini menemukan, bahwa penambahan investasi pada infrstruktur transportasi akan menaikkan marjinal produk atas private capital.

Studi yang dilakukan Buurman dan Rietveld (1999) di Bangkok ini menggunakan GIS (graphical information system), keduanya menemukan dampak positif dari keberadaan jalan raya utama (roads) untuk mencapai pelabuhan (ports) terhadap lokasi industri. Sekalipun dampak tersebut relatif rendah (modest), namun keberadaan jarak mencapai pelabuhan tersebut dinyatakan cukup signifikan. Selain itu pula zona-zona yang dekat dari Bangkok cenderung lebih dapat berinteraksi dengan dengan lokasi-lokasi industri tadi. Dan fenomena inilah yang melatar belakangi (background) banyak hal dalam mengelola sumber utama (resource based) atau bisnis pertanian.

Dengan menggunakan model keseimbangan umum terapan (KUT

/Computable General Equilibrium) penelitian ini dilakukan pada jaringan jalan

lintas Sulawesi, penelitian ini dapat menggambarkan perbedaan kondisi sebelum dan sesudah pembangunan jaringan jalan. Hasil penelitian memberi indikasi bahwa peningkatan sektor jalan memberi kontribusi ke pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) melalui sektor-sektor yang membentuknya dan memiliki elastisitas relatif lebih besar.


(46)

Indikasi ini terlihat dari besarnya kontribusi investasi jalan raya di Sulawesi Utara terhadap pembentukan PDRB aktual yaitu sebesar 5,18 persen. Hal ini berarti, apabila PDRB tumbuh sebesar 100 persen, maka 5,18 persen diantaranya disebabkan karena investasi jalan raya, selebihnya merupakan sumbangan sektor-sektor lainnnya. Hal ini bisa berarti, bahwa intensitas penggunaan jaringan jalan oleh sektor-sektor ekonomi di propinsi-propinsi yang ada di Sulawesi masih relatif rendah.

Rendahnya intensitas jalan, secara konseptual memang beralasan karena fungsi infrastruktur jalan adalah sebagai penunjang (neccessary condition) dalam pembentukan PDRB, bukan faktor utama (sufficient condition). Ini bukan berarti pula bahwa jaringan jalan di sana tidak penting bagi pengembangan wilayah. Sebaliknya justru merupakan peluang agar kualitas dan kuantitas jaringan jalan yang ada saat ini lebih bisa ditingkatkan sehingga dapat lebih memacu pertumbuhan ekonomi wilayah. (Ditjend. Prasarana Wilayah, Departemen Kimpraswil , 2003).

Selanjutnya adalah pene litian yang dilakukan Azis (1994), dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk menganalisis dampak positip dan negatif secara menyeluruh dari sebuah pembangunan jalan raya yaitu, Jalan Lintas Sumatera (JLS). Hasil penelitian menunjukkan, bahwa dampak positif yang timbul dari pembangunan JLS adalah dampak ekonomi yang mendominasi dampak sosial dan lingkungan. Adanya JLS tersebut menimbulkan lebih banyak manfaat antardaerah dari pada intradaerah dalam bentuk perdagangan sebagai urutan teratas dalam dampak positif ekonomi. Selain propinsi Sumatera Selatan, propinsi-propinsi yang dilalui JLS menempatkan manfaat perdagangan antar-daerah sebagai urutan prioritas teratas dalam


(47)

dampak ekonomi positf .Sedangkan propinsi Sumatera Selatan memperoleh urutan prioritas tertinggi kedua. Selain itu peningkatan komunikasi merupakan manfaat sosial terpenting dari JLS, disusul oleh peningkatan keamanan dan kepercayaan. Peningkatan komunikasi dianggap sebagai sumber berbagai jenis manfaat; misalnya perbaikan pendidikan dan kesehatan mulai dirasakan, penduduk yang berada di tempat yang jauh semakin mudah mencapai sekolah dan puskesmas.

Sedangkan dampak negatif yang timbul dari keberadaan JLS ini adalah, berkenaan dengan biaya sosial. Perubahan gaya hidup dan goyahnya nilai sosial yang sering disebut ”biaya modernisasi” dan dianggap sebagai dampak negatif tertinggi. Pertemuan sosial yang diikuti dengan pertukaran informasi pada ruas-ruas jalan sebelum JLS, dirasa makin jarang diketemukan, gaya hidup penduduk setempat agak terganggu. Betapa pun kurang pentingnya gejala ini, suatu studi dampak yang lengkap harus memasukkan masalah ini secara eksplisit. Sedangkan dampak langsung dan tidak langsung JLS dapat diidentifikasi melalui angka pembongkaran barang di pelabuhan. Setelah JLS selesai, jumlah dalam ton yang dimuat di pelabuhan Bakauheni melonjak sebesar 71 persen, sedangkan komoditas yang dibongkar meningkat sebesar 61 persen.

Faktor kuat yang menentukan dan membuka peluang bagi semakin bertumbuhnya kota-kota di pinggiran, adalah karena adanya pertumbuhan yang terjadi pada infrastruktur transportasi. Hal ini dikemukakan oleh Fulton dan Susantono (2002), bahwa pertumbuhan infrastruktur jalan raya yang cepat sebesar 6 persen per tahun sejak tahun 1976-1994 di Jakarta telah memberikan peluang mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah sekitarnya.


(48)

Garcia-Mila dan Mc Guire (1992), mengestimasi suatu model fungsi produksi dengan memasukkan input modal publik yang digabungkan dengan modal highway dan sumberdaya manusia (SDM), yang diukur melalui pengeluaran pendidikan. Input ketiga adalah modal swasta dan output adalah produk kotor negara bagian (Gross Domestik Produk). Estimasi elastisitas GDP terhadap modal highway yang diperoleh adalah 0.04 dan untuk SDM sebesar 0.15 (elastisitas untuk struktur swasta dan peralatan modal swasta masing-masing adalah sebesar 0.10 dan 0.37).

Temuan yang hampir sama pada elastisitas GSP terhadap infrastruktur transportasi (stock highway) dilakukan oleh Munnell (1990b). Dengan menggunakan data dari 48 negara bagian di USA pada tahun 1970-1986, diperoleh bahwa elastisitas GDP terhadap highway adalah 0.06, dan terhadap infrastruktur air dan gorong-gorong adalah 0.04. Elastisitas untuk kategori stock publik lainnya adalah 0.01, sementara pada tenaga kerja dan modal swasta masing-masing adalah 0.24 dan 0.31.

Eisner (1991), lebih lanjut menguji hasil estimasi Munnell dengan data yang sama. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika data dirancang secara cross

section, modal publik juga menunjukkan dampak yang kecil dan signifikan

terhadap pertumbuhan negara bagian. Namun, ketika data dirancang secara variabel longitudinal, dampak dari modal publik menjadi tidak signifikan.

Ditemukan pula bahwa negara bagian dengan per kapita modal publik yang tinggi menghasilkan per kapita output yang tinggi pula, demikian pula halnya dengan investasi pada modal publik pada tahun berjalan tidak meningkatkan output pada tahun tersebut. Hal ini tampaknya dilematis dengan adanya hubungan kausalitis antara infrastruktur publik dengan pertumbuhan, atau akibat


(49)

dari spesifikasi model empiris (misalnya, penggunaan variabel lag) maupun keduanya.

McGuire (1992), lebih lanjut mempelajari sensitivitas dan hasil berbeda pada Munnell (1990b) dan Garcia-Mila dan McGuire (1992) menyatakan bahwa perbedaan tersebut hanya disebabkan oleh besaran yang diperoleh. Dengan menggunakan data yang sama dia memasukkan highway, air dan gorong-gorong sebagai modal publik. Dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, estimasi elastisitas output yang diperoleh terhadap modal highway berada pada kisaran 0.121 sampai 0.370. Ketika ingin mengetahi dampak negara bagian, diperoleh elastisitas output (diukur dengan GSP) terhadap modal infrastruktur highway berada pada kisaran 0.121 sampai 0.127 (elastisitas output terhadap air dan gorong-gorong berada pada kisaran 0.0043 sampai 0.064).

Permasalahan utama dengan model fungsi produksi yang menggunakan basis negara bagian (GSP) adalah tidak mampu menerangkan interaksi antar negara bagian untuk faktor-faktor mobilitas seperti modal dan tenaga kerja. Sehingga, dampak utama dari investasi pada infrastruktur transportasi adalah perubahan relatif yang terjadi pada aksesibilitas dan daya tarik faktor-faktor tersebut. Dampak ini pada akhirnya akan merelokasi perusahaan-perusahaan secara yuridis dengan pegawainya (serta mitra kerja) ke wilayah lain. Kesalahan dengan tidak memperhitungkan perubahan spasial ini akan menghasilkan estimasi elastisitas yang bias (lihat juga studi oleh Deno et al., 1997 dibawah ini).

Beberapa studi empiris menemukan bahwa dengan menggunakan model lag ternyata dampak infrastruktur publik terhadap pertumbuhan adalah berbeda secara statistik dan signifikan (Durkin dan Wassmer, 1994). Kelejian dan Robinson (1997) mengestimasi suatu model fungsi produksi dimana output


(50)

swasta pada waktu t merupakan fungsi dari tenaga kerja pada waktu t serta stock modal publik dan swasta pada t-1. Modal publik merupakan gabungan dari stock modal highway, air dan gorong-gorong serta modal publik lainnya. Untuk memperhitungkan dampak sebaran juga dimasukkan ratio output terhadap tenaga kerja di negara bagian tetangga. Berdasarkan estimasi yang diperoleh disimpulkan bahwa hasil sebelumnya yang menyatakan bahwa marjinal produktivitas tenaga kerja terhadap infrastruktur yang positif tidak didukung.

Keeler dan Ying (1988), menggunakan pendekatan fungsi biaya untuk mengkaji dampak investasi highway terhadap biaya dan produktivitas perusahaan truk swasta. Studi ini menguji penggunaan Class dari perusahaan truk regional di USA sejak tahun 1950. Hasil menunjukkan bahwa perluasan highway antara tahun 1950-1973 memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan produktivitas sekor usaha truk swasta.

Deno (1988), menggunakan model fungsi keuntungan dimana keuntungan sektor swasta dispesifikasikan berdasarkan fungsi harga dan jumlah dari tenaga kerja modal swasta dan stock modal publik. Modal publik diperoleh dari modal

highway, air dan gorong-gorong. Dengan menggunakan database negara bagian,

hasil estimasi elastisitas output terhadap modal highway adalah 0.31 (terhadap gorong-gorong adalah 0.30 dan air adalah 0.07).

Haughwout (1996), mempelajari dampak dari modal highway terhadap perekonomian di negara bagian melalui model keseimbangan spasial. Pada akhirnya dia mengestimasi dengan model 2 SLS dimana persamaan pertama menerangkan output (unit GSP) sebagai fungsi dari area lahan negara bagian, modal swasta, kepadatan penduduk dan jumlah tenaga kerja. Persamaan kedua kepadatan penduduk merupakan fungsi dari modal highway public, modal publik


(51)

lain dan hutang negara bagian. Dengan menggunakan data dari 48 negara bagian pada tahun 1977-1992, disimpulkan bahwa investasi highway akan mendorong kepadatan penduduk semakin meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan output meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Tabel 2.2 meringkas hasil-hasil utama dari studi ini.

Tabel 2.2. Ringkasan Hasil Studi Dampak Investasi Infrastruktur Transportasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Studi Jenis Model dan Data

Dampak Investasi Transportasi

Elastisitas Output dari Modal Publik (?) Aschauer

(1991)

Model pertumbuhan fungsi produksi (data USA)

1. Dampak modal transport total terhadap

pertumbuhan

2. Dampak modal transit terhadap pertumbuhan KP/L

3. Dampak modal highway

terhadap pertumbuhan KP/L

0.166

0.384

0.231

Seitz (1993)

Fungsi biaya Leontif (data highway Jerman)

Perubahan pada rata-rata

biaya swasta, dCP/dKG 0.05 Garcia-Mila

dan McGuire (1992)

Fungsi produksi (data 48 negara bagian di USA)

Elastisitas GSP terkait

dengan modal highway 0.04

Munnell (1990b)

Fungsi produksi (data 48 negara bagian di USA)

Elastisitas GSP terkait

dengan modal highway 0.06

McGuire (1992)

Fungsi produksi (data 48 negara bagian di USA)

1. Elastisitas GSP terkait dengan modal highway

2. Elastisitas GSP terkait dengan modal highway-kontrol dampak dari negara bagian

0.121 - 0.370 0.121 - 0.127

Deno (1988) Model fungsi produksi (data USA)

Elastisitas output terkait

dengan modal highway 0.31

Haughwout (1996)

Model

keseimbangan spasial 2 SLS (data 48 negara bagian di USA)

Elastisitas output terkait

dengan modal highway 0.08


(52)

Pada Tabel 2.2 menunjukkan bahwa kisaran elastisitas output terhadap terhadap modal transportasi cukup besar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam model spesifikasi, metoda estimasi dan database yang digunakan. Meskipun masih banyak keraguan dalam besaran yang diperoleh dari elastisitas output terhadap perubahan pada modal transportasi, hasil-hasil tersebut menyarankan beberapa hal berikut ini: pertama modal infrastruktur transportasi memberikan dampak yang relatif kecil dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (dalam hal elastisitas output), meskipun beberapa hasil sebelumnya juga menunjukkan bahwa input lain, seperti pendidikan, mempunyai dampak yang cukup besar dan signifikan terhadap pertumbuhan dibandingkan dengan transportasi (tidak ditunjukkan dalam studi ini). Kedua, implikasi utama adanya hubungan kausalitas yang sama besarnya antara pembangunan infrastruktur transportasi dengan pertumbuhan ekonomi dilihat dari arah, hubungan fungsional dan dampak intervensi variabel yang digunakan.

Meskipun hasil-hasil tersebut merekomendasikan bahwa peningkatan modal investasi transportasi (demikian juga dengan peningkatan modal input publik lainnya) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menaikkan produktivitas ekonomi, namun masih belum jelas benar kondisi seperti apa tepatnya yang mampu mentransfer hasil tersebut. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan populasi yang tinggi bersamaan dengan kenaikan kepadatan penduduk, akan menciptakan permintaan yang tinggi terhadap jasa transportasi, mungkin ini sebagai suatu prasyarat agar investasi infrastruktur transportasi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.


(1)

308

Lampiran 6. (lanjutan)

9 SIMULASI KENAIKAN JALAN KABUPATEN & NEGARA BEKASI 10 PERSEN

JAKARTA BOGOR TANGERANG BEKASI

NO. PEUBAH Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan

Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas %

1 UPKL -2600 -2.33 -2276 -7.33 -206 -2.14 131 0.94

2 UGR -118 -0.33 -231 -4.79 -16 -1.28 285 1.97

3 UHTL -7 -2.68 0 -0.07 0 0.01 0 -0.17

4 UTP 1298 0.06 -1341 -3.87 -1446 -1.13 -2461 -2.59

5 UTRK -161 -0.04 -128 -1.55 -440 -1.51 -1155 -0.88

6 URUM 134854 41.67 619 2.70 -2286 -17.31 -1798 -33.20

7 UIBM 2 0.10 -29 -3.19 -7 -0.53 -29 -0.63

8 UIKC -8 -0.10 3 0.41 -145 -2.46 21 0.62

9 TUDAG -2725 -1.85 -2507 -6.95 -222 -2.02 415 1.46

10 TUANG 1137 0.05 -1469 -3.42 -1885 -1.20 -3616 -1.60

11 TUIND -8 -0.08 -26 -1.57 -151 -2.09 -8 -0.10

12 TKDAG -5081 -0.69 -22174 -5.82 -2591 -1.06 3041 0.39

13 TKANG 235 0.03 15050 6.95 -1382 -0.65 -4738 -1.03

14 TKRUM -331 -0.03 -4253 -0.87 -10389 -2.83 -8081 -1.64

15 TKIND -3184 -0.99 -19970 -7.87 2515 1.07 -1847 -0.16

16 QDAG -207127 -1.26 -176294 -7.75 -33317 -1.39 40887 0.09

17 QANG 1986 0.05 -15731 -4.01 -6153 -0.57 -3704 -0.30

18 QRUM -12506 -0.04 -1270 -0.17 -43967 -8.60 -28448 -4.24

19 QIND -58438 -0.40 -193321 -3.98 -50494 -0.86 -109983 -0.54

20 PDRB -276085 -0.34 -386618 -3.92 -133932 -1.20 -101248 -0.14


(2)

309

Lampiran 6. (lanjutan)

10 SIMULASI GABUNGAN KENAIKAN JALAN KABUPATEN & NEGARA JABODETABEK 10 PERSEN

JAKARTA BOGOR TANGERANG BEKASI

NO. PEUBAH Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan

Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas %

1 UPKL -4100 -3.67 -3178 -10.23 -53 -0.55 29 0.21

2 UGR -536 -1.51 -322 -6.68 8 0.64 435 3.01

3 UHTL -11 -3.98 -1 -0.40 -6 -4.00 2 4.15

4 UTP -85323 -4.19 -1881 -5.43 -13399 -10.47 -4637 -4.89

5 UTRK -12642 -3.32 -190 -2.30 -5557 -19.11 -634 -0.48

6 URUM 193317 59.73 778 3.39 1577 11.94 2566 47.39

7 UIBM 0 0.00 -42 -4.63 39 2.97 -16 -0.35

8 UIKC -33 -0.43 4 0.56 432 7.32 41 1.22

9 TUDAG -4647 -3.15 -3501 -9.71 -51 -0.46 466 1.64

10 TUANG -97964 -4.05 -2071 -4.83 -18956 -12.07 -5271 -2.33

11 TUIND -34 -0.35 -38 -2.29 471 6.53 25 0.31

12 TKDAG -14455 -1.95 -31650 -8.31 3490 1.42 8470 1.09

13 TKANG -20242 -2.69 21649 10.00 -2630 -1.24 -6569 -1.42

14 TKRUM -942 -0.08 -6071 -1.24 9992 2.72 12721 2.57

15 TKIND -9058 -2.81 -28504 -11.23 -3387 -1.44 7288 0.62

16 QDAG -405448 -2.47 -250524 -11.01 -5625 -0.24 65668 0.15

17 QANG -171109 -4.37 -22115 -5.64 -50293 -4.68 -5261 -0.43

18 QRUM -35580 -0.11 -1943 -0.26 32414 6.34 40874 6.09

19 QIND -173336 -1.19 -277249 -5.70 203837 3.48 332293 1.64

20 PDRB -785473 -0.98 -551832 -5.60 180332 1.61 433576 0.59


(3)

310

Lampiran 6. (lanjutan)

11 SIMULASI GABUNGAN KENAIKAN REL KERETA API JABOTABEK 10 PERSEN

JAKARTA BOGOR TANGERANG BEKASI

NO. PEUBAH Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan

Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas %

1 UPKL 1595 1.43 -4642 -14.95 -1227 -12.77 438 3.14

2 UGR -55 -0.16 -1366 -28.35 -185 -14.75 74 0.51

3 UHTL 9 3.32 -10 -5.04 -7 -4.68 0 0.36

4 UTP -145585 -7.15 -3832 -11.05 -19659 -15.36 -5809 -6.12

5 UTRK -3094 -0.81 -614 -7.45 -7476 -25.71 -2507 -1.91

6 URUM 364 0.11 1072 4.67 1388 10.51 4648 85.84

7 UIBM 127 6.31 -3 -0.37 45 3.42 -61 -1.32

8 UIKC 243 3.14 -21 -2.86 100 1.69 65 1.93

9 TUDAG 1550 1.05 -6018 -16.68 -1418 -12.88 512 1.80

10 TUANG -148679 -6.15 -4445 -10.36 -27134 -17.27 -8316 -3.68

11 TUIND 369 3.78 -25 -1.51 145 2.01 4 0.05

12 TKDAG 1287 0.17 -50006 -13.13 -3005 -1.22 6115 0.79

13 TKANG -30722 -4.08 26557 12.27 -6814 -3.21 -11073 -2.40

14 TKRUM 84 0.01 -9592 -1.96 -1299 -0.35 20347 4.12

15 TKIND 806 0.25 -45035 -17.74 2917 1.24 1949 0.17

16 QDAG 103304 0.63 -428643 -18.85 -206057 -8.62 59692 0.14

17 QANG -259690 -6.63 -50348 -12.84 -75130 -7.00 -9092 -0.74

18 QRUM 3167 0.01 -3263 -0.43 21057 4.12 73394 10.94

19 QIND 223127 1.53 -389629 -8.02 104800 1.79 6793 0.03

20 PDRB 69908 0.09 -871883 -8.85 -155331 -1.39 130788 0.18


(4)

311

Lampiran 6. (lanjutan)

12 SIMULASI GABUNGAN TOL DAN JALAN RAYA JABOTABEK 10 PERSEN

JAKARTA BOGOR TANGERANG BEKASI

NO. PEUBAH Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan

Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas %

1 UPKL -1390 -1.24 -2209 -7.11 -156 -1.62 -141 -1.01

2 UGR 1662 4.70 183 3.80 14 1.12 -602 -4.16

3 UHTL 9 3.32 3 1.76 1 0.53 5 9.54

4 UTP 437473 21.49 -1042 -3.01 686 0.54 2667 2.81

5 UTRK 60941 16.01 -39 -0.47 452 1.55 1837 1.40

6 URUM -148984 -46.03 -1743 -7.60 2442 18.49 1721 31.78

7 UIBM 91 4.52 19 2.12 7 0.53 51 1.10

8 UIKC 71 0.92 -15 -2.08 36 0.61 -19 -0.56

9 TUDAG 281 0.19 -2022 -5.61 -142 -1.29 -738 -2.59

10 TUANG 498415 20.62 -1081 -2.52 1140 0.73 4504 1.99

11 TUIND 160 1.64 4 0.24 43 0.60 32 0.40

12 TKDAG 30410 4.10 -14560 -3.82 799 0.33 -4379 -0.56

13 TKANG 102986 13.69 9091 4.20 542 0.26 5771 1.25

14 TKRUM 1983 0.18 -2793 -0.57 7826 2.13 8530 1.73

15 TKIND 19055 5.91 -13113 -5.17 -775 -0.33 5804 0.50

16 QDAG 291089 1.77 -140133 -6.16 -20140 -0.84 -68616 -0.16

17 QANG 870552 22.22 -11923 -3.04 3418 0.32 4313 0.35

18 QRUM 74848 0.23 -3480 -0.46 44544 8.71 27416 4.09

19 QIND 415863 2.84 -98328 -2.02 13458 0.23 327114 1.61

20 PDRB 1652353 2.05 -253864 -2.58 41280 0.37 290229 0.40


(5)

312

Lampiran 6. (lanjutan)

13 SIMULASI GABUNGAN TOL, JALAN RAYA, KA. JABOTABEK 10 PERSEN

JAKARTA BOGOR TANGERANG BEKASI

NO. PEUBAH Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan

Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas %

1 UPKL 1374 1.23 72 0.23 53 0.55 -306 -2.20

2 UGR 1797 5.08 414 8.59 29 2.31 -1209 -8.36

3 UHTL 16 6.08 3 1.80 1 0.56 5 9.58

4 UTP 437536 21.49 301 0.87 2110 1.65 5248 5.53

5 UTRK 61500 16.16 88 1.07 921 3.17 2944 2.24

6 URUM -285825 -88.32 -2319 -10.11 4724 35.77 3427 63.29

7 UIBM 91 4.52 50 5.43 14 1.06 79 1.70

8 UIKC 84 1.09 -19 -2.50 179 3.03 -42 -1.25

9 TUDAG 3188 2.16 489 1.36 83 0.75 -1511 -5.31

10 TUANG 499038 20.65 389 0.91 3033 1.93 8192 3.62

11 TUIND 173 1.77 31 1.87 193 2.67 36 0.45

12 TKDAG 36019 4.86 7818 2.05 3383 1.38 -11283 -1.45

13 TKANG 103115 13.70 -6174 -2.85 1922 0.91 10427 2.26

14 TKRUM 2349 0.21 1499 0.31 18190 4.95 16021 3.24

15 TKIND 22569 7.00 7040 2.77 -3283 -1.40 6797 0.58

16 QDAG 513706 3.13 36667 1.61 13581 0.57 -149600 -0.34

17 QANG 871640 22.25 3798 0.97 9591 0.89 7437 0.60

18 QRUM 88653 0.27 -2139 -0.28 88419 17.30 54355 8.10

19 QIND 483118 3.30 97981 2.02 63211 1.08 432004 2.13

20 PDRB 1957117 2.43 136306 1.38 174801 1.56 344197 0.47


(6)

313

Lampiran 6. (lanjutan)

14 SIMULASI GABUNGAN JALAN RAYA DAN REL JABOTABEK 10 PERSEN

JAKARTA BOGOR TANGERANG BEKASI

NO. PEUBAH Perubahan Perubahan Perubahan Perubahan

Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas % Kuantitas %

1 UPKL -1336 -1.20 -898 -2.89 -82 -0.85 55 0.39

2 UGR -401 -1.13 -91 -1.89 -6 -0.48 231 1.60

3 UHTL -3 -1.22 -1 -0.37 0 -0.11 -1 -1.90

4 UTP -85260 -4.19 -538 -1.55 -586 -0.46 -1058 -1.11

5 UTRK -12082 -3.17 -62 -0.75 -184 -0.63 -776 -0.59

6 URUM 56475 17.45 201 0.88 -894 -6.77 -667 -12.32

7 UIBM 0 0.00 -12 -1.31 -2 -0.15 -19 -0.41

8 UIKC -20 -0.26 1 0.14 -56 -0.95 7 0.21

9 TUDAG -1740 -1.18 -990 -2.74 -88 -0.80 285 1.00

10 TUANG -97341 -4.03 -600 -1.40 -769 -0.49 -1834 -0.81

11 TUIND -21 -0.22 -11 -0.66 -58 -0.80 -12 -0.15

12 TKDAG -8847 -1.19 -9272 -2.43 -1015 -0.41 1696 0.22

13 TKANG -20114 -2.67 6384 2.95 -548 -0.26 -2438 -0.53

14 TKRUM -577 -0.05 -1779 -0.36 -4064 -1.11 -3301 -0.67

15 TKIND -5544 -1.72 -8351 -3.29 985 0.42 -2226 -0.19

16 QDAG -182831 -1.11 -73724 -3.24 -13277 -0.56 26510 0.06

17 QANG -170021 -4.34 -6394 -1.63 -2496 -0.23 -1790 -0.14

18 QRUM -21775 -0.07 -602 -0.08 -17191 -3.36 -10624 -1.58

19 QIND -106082 -0.73 -80940 -1.67 -19495 -0.33 -125498 -0.62

20 PDRB -480708 -0.60 -161662 -1.64 -52459 -0.47 -111401 -0.15