0.29 4.41 1.31 0.08 1.59 Pilihan dan Implikasi Kebijakan Infrastruktur Transportasi

165 Tabel 8.6. Dampak Kebijakan Infrastruktur Tol terhadap Pertumbuhan Produksi Sektoral Wilayah Dampak Pertumbuhan Produksi Sektoral PDRB Wilayah Kenaikkan Investasi Tol Jakarta 10 Perdagangan Perangkutan Rum-Bang. Industri Jakarta 3.34

23.14 0.29

3.70 2.60 Bogor 1.42 1.03 - 0.42 1.04 0.85 Tangerang 0.57 0.89 17.09 0.88 1.45 Bekasi - 0.34 0.51 9.87 2.33 0.54 Jabodetabek 1.57 Kenaikkan Investasi Tol Bogor 10 Jakarta 0.91 3.76 0.08 1.69 0.71 Bogor 0.22 - 0.25 0.19 1.14 0.62 Tangerang 0.71 - 4.24

15.62 4.41

2.77 Bekasi 0.09 - 0.28

14.51 1.31

0.55 Jabodetabek 0.77 Kenaikkan Investasi Tol Tangerang 10 Jakarta 0.96

3.97 0.08

1.79 0.75 Bogor 0.57 - 0.43 0.45

2.92 1.59

Tangerang 0.71 - 4.24 15.57 4.37 2.75 Bekasi 0.06 0.03 9.62 1.24 0.47 Jabodetabek 0.81 Kenaikkan Investasi Tol Bekasi 10 Jakarta - 0.85 - 3.25 0.04 0.23 1.83 Bogor - 3.08 - 1.75 0.05 - 0.86 - 0.26 Tangerang - 0.56 - 0.23 - 3.62 - 0.58 1.10 Bekasi 0.03 0.07 - 4.70 - 0.49 0.32 Jabodetabek 1.03

8.4. Pilihan dan Implikasi Kebijakan Infrastruktur Transportasi

Penetapan pilihan kebijakan hendaknya didasarkan pada investasi infrastruktur jaringan jalan yang berdampak menciptakan atau menghasilkan pertumbuhan persentase Produksi Domestik Regional Bruto PDRB terbesar baik yang bernilai positif maupun negatif. Dari hasil simulasi pada Lampiran 5. dan kemudian diringkas ke Tabel 8.5. pilihan kebijakan investasi tol yang sebaiknya menjadi perhatian adalah kebijakan investasi tol di wilayah Bogor, Tangerang dan Jakarta, karena injeksi investasi til 166 wilayah-wilayah berpotensi signifikan menaikkan persentase PDRB masing- masing sebesar 2.77 persen, 2.60 persen dan 2.60 persen. Berdasarkan hasil analisis studi di kawasan JABODETABEK, dan merujuk pada hasil studi yang dilakukan Stephan di Jerman tersebut, mengindikasikan kebijakan pembangunan jalan tol di kawasan JABODETABEK direspon secara signifikan dan positif terutama oleh aktivitas sektor rumah-bangunan di wilayah Jakarta, dan sektor rumah-bangunan di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Hal ini juga mengindikasikan bahwa jaringan jalan tol kawasan JABODETABEK mampu menjadi networking jejaring dalam keterkaitan antarwilayah khususnya dalam aktivitas sektor rumah-bangunan. Sebaliknya pada kebijakan investasi jalan raya, pilihan kebijakan hendaknya ditujukan pada kebijakan yang paling signifikan menurunkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Tangerang, Bekasi dan Jakarta berpotensi signifikan menurunkan pertumbuhan PDRB masing-masing sebesar – 5.85 persen, - 3.92 persen dan – 2.09 persen semuanya berdampak di wilayah Bogor. Kebijakan ini menjadi penting, agar dampak-dampak tersebut menjadi perhatian wilayah dalam mengantisipasi pembangunan jalan raya. Infrastruktur jalan raya yang semakin baik, berimplikasi arus lalu lintas menjadi lancar, hal ini menjadi prasarana yang tepat bagi pelaku usaha melakukan mobilitas keluar-masuk dari dan ke wilayahnya. Apabila aktivitas suatu sektor keluar dari wilayahnya, hal ini akan mengurangi aktivitas sektor tersebut bagi wilayah dan sebaliknya. Namun kondisi ini dapat terealisasi, apabila berlaku asumsi apabila pemerintah tidak terlalu berperan intervensi didalam menentukan lokasi berbagai pusat kegiatan, termasuk aktivitas sektoral, Christaller dalam Pacione, 2001. 167 Demikian pula kebijakan menaikkan investasi jaringan jalan rel Jabotabek sebesar 10 persen, berdampak signifikan terhadap menurunnya pertumbuhan PDRB wilayah Bogor sebesar – 8.85 persen, sekalipun kebijakan ini untuk wilayah Jakarta dan Bekasi berdampak positif.

8.5. Komparasi dengan Hasil Penelitian Sebelumnya