B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Kebiasaan berpikir kritis belum ditradisikan secara maksimal di sekolah.
2. Siswa-siswi SMA Negeri 9 Bekasi rata-rata belum dibiasakan berpikir secara
kritis dalam pembelajaran fisika. 3.
Banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memecahkan persoalan yang berhubungan dengan materi kalor.
4. Siswa belum dilibatkan secara aktif untuk mencari konsepnya sendiri karena
kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh pendekatan konvensional.
C. Pembatasan Masalah
Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti karena keterbatasan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
perlu dilakukan pembatasan masalah, yaitu keterampilan berpikir kritis siswa dinilai berdasarkan indikator keterampilan berpikir kritis Ennis berupa
mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk menilai kemungkinan jawaban; Menilai kredibilitas sumber berdasarkan keahlian; membuat generalisasi;
mengutamakan penerapan prinsip-prinsip yang dapat diterima; menjelaskan bentuk definisi; menuliskan asumsi yang dibutuhkan; mempertimbangkan dan
memberikan alasan dengan membuat pengandaian posisi kondisi; serta mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis dalam membuat dan
mempertahankan keputusan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran inquiry training terhadap
keterampilan berpikir kritis siswa pada konsep kalor?
2. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa melalui model
pembelajaran inquiry training?
3. Bagaimana peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa melalui model
pembelajaran inquiry training berdasarkan indikatornya?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inquiry training terhadap keterampilan berpikir kritis siswa pada
konsep kalor, mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa melalui model pembelajaran inquiry training, serta mengetahui sejauh mana penguasaan
keterampilan berpikir kritis siswa berdasarkan indikatornya melalui model pembelajaran inquiry training.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, siswa, dan guru. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan informasi tentang pengaruh model
pembelajaran inquiry training terhadap keterampilan berpikir kritis siswa. 2.
Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, serta meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
3. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model
pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
6
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoritis
1. Model Pembelajaran Inquiry Training
a. Pengertian Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
1
Inkuiri yang dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inkuiri sebagai suatu proses umum yang dilakukan
manusia untuk mencari atau memahami informasi. Dengan
demikian, jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan dapat dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa melalui kegiatan pembelajaran inkuiri yang
menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis.
2
Dalam inkuiri, seseorang bertindak sebagai seorang ilmuwan scientist, melakukan eksperimen, dan mampu melakukan proses mental berinkuiri.
Dengan demikian, dalam mencari atau memahami informasi, manusia akan melakukan suatu proses yang
dinamakan dengan proses inkuiri.
3
Rutherford dan Ahlgren dalam Zulfiani, dkk., menyatakan pengertian scientific inquiry inkuiri ilmiah tidak begitu saja diambil dari konteks
penyelidikan tertentu. Namun, inkuiri ilmiah lebih tepat dikaitkan dengan tahapan-tahapan tindakan para saintis yang mengarahkan mereka pada
Jadi, kemampuan-kemampuan dasar yang dimiliki oleh seorang ilmuwan harus
digunakan oleh seorang siswa dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri.
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2006, h.196.
2
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP, Jakarta: Kencana, 2013,
cet.6, h.166.
3
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, cet.3, h.219.
pengetahuan ilmiah.
4
Dalam kegiatan ilmiah, para saintis melakukan pengamatan, menemukan masalah, melakukan hipotesis, bereksperimen, mengumpulkan data
berdasarkan instrumen yang dibuatnya, dan membuat kesimpulan. Tahapan- tahapan ini sering disebut metode ilmiah. Sementara itu, proses inkuiri
menekankan pada pengembangan pertanyaan pada setiap tahap dari metode ilmiah.
Dengan demikian, kemampuan inkuiri ilmiah dapat dilatih pada setiap orang dari segala sesuatu yang menarik dalam kehidupannya sehari-
hari walaupun inkuiri ilmiah seolah-olah dikaitkan dengan sebagian tindakan saintis profesional.
5
Melalui rangkaian kegiatan ini, para saintis dapat menemukan teori baru yang menjadi pengetahuan baru. Metode ilmiah memberikan struktur
sistematis untuk pemprosesan informasi inkuiri yang menempatkan guru dan siswa dalam pola informasi ilmuwan.
Jadi, pengembangan pertanyaan dari metode ilmiah ditekankan dalam bentuk proses inkuiri di mana metode ilmiah itu sendiri biasa dilakukan oleh para
saintis.
6
Keller dalam Zulfiani, dkk., menyatakan bahwa adanya hubungan inquiry dengan inquired. Bila dikaitkan dengan proses belajar mengajar maka
inquiry mengacu pada siswa sebagai penemu pengetahuan dan inquired mengacu pada apa yang akan ditemukan pengetahuan.
Dengan demikian, struktur sistematis yang dilakukan oleh para saintis dapat diberikan dalam pemrosesan informasi inkuiri
pada guru dan siswa yang ditempatkan seperti dalam pola informasi ilmuwan dalam bentuk metode ilmiah sehingga teori baru yang menjadi pengetahuan baru
dapat ditemukan.
7
4
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h.120.
5
Ibid.
6
Ibid.
7
Ibid.
Jadi, siswa yang bertindak sebagai penemu pengetahuan melakukan inkuiri dalam proses belajar mengajar dan
pengetahuan tersebut merupakan hasil dari inkuiri.