Pembahasan Hasil Penelitian HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dalam membuat dan mempertahankan keputusan. Sedangkan indikator yang peningkatannya rendah ada tiga, yaitu indikator dalam mengidentifikasi atau
merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan jawaban, menerapkan prinsip- prinsip yang dapat diterima, dan menuliskan asumsi yang dibutuhkan. Untuk kelas
kontrol, terdapat dua indikator yang peningkatannya sedang yakni indikator dalam menilai kredibilitas sumber berdasarkan keahlian dan menuliskan asumsi yang
dibutuhkan. Sedangkan peningkatan enam indikator lainnya rendah, tidak ada indikator yang peningkatannya tinggi.
Jadi, dapat disimpulkan penguasaan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini disebabkan model
pembelajaran inquiry training yang digunakan oleh kelas eksperimen terdapat tahapan pengumpulan data verifikasi di mana siswa akan mencari segala jenis
informasi tentang materi yang akan diselidiki dan harus dibuktikan pada tahapan pengumpulan data eksperimen, baik informasi berupa contoh peristiwa,
pengertian, maupun istilah yang digunakan. Kedua tahapan tersebut disempurnakan pada dua tahapan terakhir, yaitu tahapan organisasi data dan
formulasi kesimpulan dan tahapan analisis proses inkuiri, sehingga pembelajaran fisika menjadi lebih bermakna. Sementara itu pembelajaran di kelas kontrol, pada
tahapan bertanya tidak cukup untuk memberikan informasi yang akan digunakan pada tahapan eksplorasi sehingga siswa tidak dapat menjelaskan bentuk definisi,
hanya ahli dalam mengetahui kredibilitas sumber. Selanjutnya, berdasarkan analisis lembar observasi keterlaksanaan
model pembelajaran inquiry training, rata-rata persentase keterlaksanaannya sebesar 92,20. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran
inquiry training adalah baik. Semua tahapan pada model pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan baik. Namun, ada beberapa sub tahapan kegiatan
pembelajaran yang pelaksanaannya kurang maksimal. Sub tahapan tersebut rata- rata yakni kegiatan guru dalam membimbing siswa dalam mengumpulkan
informasi atau data-data tentang konsep yang akan dipelajari melalui studi pustaka dari berbagai referensi pada tahapan pengumpulan data verifikasi. Di sana
terdapat catatan bahwa masih ada siswa yang tidak melakukannya. Hal ini
disebabkan referensi belajar siswa yang terbatas sehingga siswa kurang mengeksplorasi konsep yang akan dipelajari meskipun guru telah melaksanakan
tahapan tersebut. Sub tahapan lainnya yang rata-rata kurang maksimal adalah kegiatan guru dalam menumbuhkan dan meningkatkan interaksi antara siswa pada
tahapan pengumpulan data eksperimen. Di sana terdapat catatan bahwa masih ada kelompok siswa yang belum kompak. Hal ini dapat dilihat dari persiapan
kelompok yang kurang maksimal sebelum dilaksanakannya pembelajaran berupa persiapan alat dan bahan untuk praktikum, serta pelaksanaan praktikumnya yang
hanya terpusat pada beberapa siswa di setiap kelompoknya. Sub tahapan terakhir yang rata-rata tidak maksimal adalah kegiatan guru dalam membimbing siswa
untuk memahami pola-pola eksperimen yang telah dilakukan pada tahapan analisis proses inkuiri. Hal ini dikarenakan pada tahapan terakhir ini, menurut
observer, peneliti langsung melanjutkan atau mengintegrasikan sub tahapan tersebut dengan sub tahapan berikutnya di mana kegiatan guru dalam
membimbing siswa untuk menganalisis tahap-tahap inkuiri yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan hasil analisis data, baik dari hasil pretest dan posttest keterampilan berpikir kritis siswa maupun dari lembar observasi keterlaksanaan
model pembelajaran inquiry training, dapat dilihat bahwa model pembelajaran ini dapat mempengaruhi atau meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa secara
signifikan. Hal ini disebabkan model pembelajaran inquiry training ini dibangun atas dasar di mana kesadaran siswa terhadap proses inkuiri ditingkatkan sehingga
siswa dapat diajarkan prosedur pemecahan masalah secara ilmiah. Selain itu, siswa diajarkan bahwa segala pengatahuan itu bersifat sementara dan dapat
berubah dengan munculnya teori-teori baru sehingga mereka disadarkan bahwa pendapat orang lain dapat memperkaya pengetahuan yang dimiliki.
1
1
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, h.76.
Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan konsep dasar berpikir kritis dan disposisi menurut
Ennis di mana salah satu disposisi berpikir kritis dapat dilihat dari kecenderungan
seseorang memiliki rasa peduli terhadap harga diri dan martabat setiap orang.
2
Sementara itu, pembelajaran yang disesuaikan dengan Kurikulum 2013 juga dapat mempengaruhi keterampilan berpikir kritis siswa, walaupun kurang
signifikan dari siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inquiry training. Hal ini disebabkan proses pembelajaran pada Kurikulum 2013
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik di mana satu di antara kriterianya
adalah mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran. Jadi, nilai sikap menghargai pendapat orang lain sama-sama dikembangkan, baik
dari segi peningkatan keterampilan berpikir kritis maupun di dalam model pembelajaran inquiry training itu sendiri.
3
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran inquiry
training dengan keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran yang disesuaikan Kurikulum 2013. Meskipun keterampilan berpikir
kritis siswa sama-sama dapat ditingkatkan di kelas eksperimen maupun kelas Pembelajaran dengan pendekatan saintifik
ini berbasis pada penyingkapan atau penelitian sehingga pembelajaran pada kelas eksperimen dan kontrol tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya terletak pada
tahapan analisis proses inkuiri yang dilakukan di akhir pembelajaran kelas eksperimen, berfungsi untuk memperbaiki proses inkuiri itu sendiri sehingga
siswa dapat belajar menganalisis strategi berpikir mereka sendiri dan memperkaya pengetahuan karena pendapat orang lain ikut dihargai. Sedangkan di kelas kontrol
tidak ada tahapan tersebut sehingga peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa kurang maksimal.
2
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Kognitif: Perkembangan Ragam Berpikir, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012, cet.1, h.197.
3
Resti Fauziah, Ade Gafar Abdullah, dan Dadang Lukman Hakim, Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah, Invotec Vol.IX No.2, 2013,
h.166.
kontrol, namun peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen jauh lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Puspandini yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam
hasil prestasi belajar siswa. Nilai rata-rata kelas eksperimen yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training sebesar 70,3, sedangkan nilai
rata-rata siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran 5E Learning adalah sebesar 63,8.
4
Model pembelajaran inquiry training digunakan untuk mendorong siswa agar mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai materi.
Siswa akan lebih tertarik terhadap materi yang disampaikan lewat serangkaian metode ilmiah yang tersusun secara runtut. Guru mengawali pembelajaran dengan
menampilkan puzzling event peristiwa atau fenomena yang membingungkan. Ketika menghadapi permasalahan tersebut, siswa akan termotivasi untuk
memecahkan puzzle tersebut secara alamiah.
5
Berdasarkan hasil penelitian Hayati dan Susanti menunjukkan bahwa model pembelajaran Inquiry Training sangat efektif dalam meningkatkan motivasi
siswa sehingga hasil belajar siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran Inquiry Training lebih baik.
Jadi, pencapaian siswa yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran inquiry training lebih baik
dibandingkan dengan pencapaian siswa yang belajar dengan tidak menggunakan model pembelajaran tersebut. Di dalam model pembelajaran inquiry training,
siswa dihadapkan dengan puzzling event atau peristiwa yang membingungkan sehingga motivasi siswa lebih tinggi dalam belajar.
6
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Prasetiyanti, Sutrisno, dan Rahmawati pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan penggunaan
Dengan demikian, pencapaian siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inquiry training lebih baik karena
motivasi belajar siswa meningkat.
4
Riska Puspandini, Perbedaan Pengaruh Model Pembelajaran Inquiry Training dan 5E Learning Cycle terhadap Prestasi Belajar dan Kerja Ilmiah Fisika Siswa Kelas X Sma Negeri 7
Malang Tahun Ajaran 20132014, diakses pada 19 Januari 2015, h.3, jurnal-
online.um.ac.iddataartikelartikel05B4C0D70BEC68E4CDCEC5E2A0203542.pdf.
5
Ibid., h.4.
6
Ibid.
metode Training Inquiry Model dengan bantuan KWL Chart pada mata kuliah Konstruksi Bangunan Gedung mahasiswa program studi Pendidikan Teknik
Bangunan Universitas Sebelas Maret dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa ditinjau dari aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor.
7
Jadi, peningkatan pencapaian siswa dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dapat
meningkat karena pembelajaran siswa diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inquiry training.
7
Tutut Prasetiyanti, Sutrisno, dan Anis Rahmawati, Pembelajaran Training Inquiry Model dengan Bantuan KWL Chart terhadap Hasil Belajar Mahasiswa Pendidikan Teknik
Bangunan Universitas Sebelas Maret dalam Mata Kuliah Konstruksi Bangunan Gedung, diakses pada 4 Desember 2014, h.12,
jurnal.fkip.uns.ac.idindex.phpptbarticledownload33492349 .
64