55 tahun 89,6, berjenis kelamin perempuan 57,8, menempuh pendidikan 9 tahun 68,2 dan tidak bekerja 60.
C. Hubungan Merokok Dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Setu
Kota Tangerang Selatan
Setelah mengetahui distribusi variabel merokok, selanjutnya dilakukan analisis bivariat. Hasil analisis bivariat yang menggambarkan risiko masing-
masing variabel terhadap kejadian TB akan dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 6 Merokok dengan Kejadian TB Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Setu Kota Tangerang Selatan No
Variabel n+
Odd Ratio OR
95 CI 1.
Status Merokok
Tidak merokok Pernah merokok
Merokok 1259
1420 1956
1,00 3,44
1,69 Reference
1,37-8,66 0,742-3,35
2. Usia Mulai Merokok
20 tahun 10-19 tahun
916 2460
1,00 0,71
Reference 0,28-1,83
3. Jumlah Rokok yang dihisap
1-12 batanghari 13 batanghari
2863 513
1,00 1,16
Reference 0,38-3,55
4. Lama Merokok
1-15 tahun 16 tahun
2037 1339
1,00 0,69
Reference 0,30-1,57
5. Jenis Rokok
Putih Kretek
1646 1730
1,00 1,63
Reference 0,72-3,71
+ : Jumlah kasus dan kontrol
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara pernah merokok dengan kejadian TB paru dengan besar risiko 3,44 kali
lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol. Merokok berisiko untuk terjadinya TB paru 1,69 kali lebih besar pada kasus dibanding pada kontrol,
namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa responden yang menghisap
rokok rata-rata 13 batanghari bersiko untuk terjadinya TB paru 1,16 kali lebih besar dibanding responden yang menghisap rokok rata-rata 1-12
batanghari, namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Begitu pula dengan jenis rokok, responden yang menghisap rokok kretek bersiko untuk
terjadinya TB paru 1,63 kali lebih besar dibanding responden yang menghisap rokok putih, namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Sedangkan
usia mulai merokok dan lama merokok bersifat proteksi terhadap kejadian TB paru.
D. Hubungan Karakteristik Dengan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Setu Kota Tangerang Selatan
Setelah mengetahui distribusi karakteristik selanjutnya dilakukan analisis bivariat. Hasil analisis bivariat yang menggambarkan risiko masing-
masing variabel terhadap kejadian TB akan dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 7 Karakteristik dengan Kejadian TB Paru
di Wilayah Kerja Puskesmas Setu, Kota Tangerang Selatan No
Variabel n+
Odd Ratio OR
95 CI 1.
IMT
Normal Kurang
Kegemukan 2384
1920 331
1,00 3,47
2,83 Reference
1,59-7,56 0,79-10,09
2. Umur
56 tahun 17-55 tahun
614 39121
1,00 0,75
Reference 0,27-2,09
3. Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
2678 1957
1,00 1,00
Reference 0,51-1,98
4. Pendidikan Terakhir
Sekolah wajib 9 tahun Tidak sekolah wajib 9 tahun
2392 2243
1,00 2,05
Reference 1,03-4,07
5. Pekerjaan
Bekerja Tidak bekerja
2153 2482
1,00 0,75
Reference 0,38-1,48
+ : Jumlah kasus dan kontrol
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara IMT kurang dengan kejadian TB paru, dengan besar risiko 3,47 kali
lebih besar dibanding responden dengan IMT normal. Responden dengan IMT kegemukan bersiko untuk terjadinya TB paru 2,83 kali lebih besar dibanding
responden dengan IMT normal, namun tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara tidak sekolah wajib 9 tahun dengan kejadian TB paru, dengan besar
risiko 2,05 kali lebih besar dibanding responden sekolah wajib 9 tahun. Pada