31
merencanakan hal-hal berikut: pengelolaan kelas, pengorganisasian bahan, strategi pendekatan kegiatan belajar mengajar, prosedur kegiatan
belajar mengajar, penggunaan sumber dan media belajar, serta merencanakan penilaian.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dimulai dari kegiatan apersepsi; menyajikan materibahan pelajaran; mengimplementasikan
metode, sumbermedia belajar, dan bahan latihan yang sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik anak, serta sesuai dengan tujuan
pembelajaran; mendorong
anak untuk
terlibat secara
aktif, mendemontrasikan penguasaan materi pelajaran dan relevansinya dalam
kehidupan; membina hubungan antar pribadi, antara lain: bersikap terbuka, toleran, dan simpati terhadap anak, menampilkan kesungguhan,
serta mengelola interaksi antar anak. 5
Penilaian dan Sertifikasi Menurut Budiyanto, dkk 2009: 23 penilaian dalam setting inklusif
mengacu pada model pengembangan kurikulum yang dipergunakan, yaitu: a.
Penilaian hasil belajar dalam pendidikan inklusif mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
b. Anak yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang
dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
c. Anak yang memiliki hambatan dan mengikuti pembelajaran
berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar
32
pendidikan nasional, mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
d. Anak yang menyelesaikan pendidikan dan lulus ujian sesuai dengan
standar pendidikan nasional mendapatkan ijazah yang blangkonya dikeluarkan oleh pemerintah.
e. Anak yang memiliki kelainan menyelesaikan pendidikan berdasarkan
kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar pendidikan nasional, mendapatkan surat tanda tamat belajar
yang blangkonya
dikeluarkan oleh
satuan pendidikan
yang bersangkutan.
f. Anak yang memperoleh surat tanda tamat belajar dapat melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan satuan pendidikan khusus.
6 Sarana dan Prasarana Pendidikan
Anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan yang berbeda, sehingga membutuhkan sarana dan prasarana khusus untuk menunjang
pembelajaran, aksesibilitas, dan mobilitasnya. Sarana dan prasarana khusus tersebut disediakan untuk membantu anak berkebutuhan khusus
dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dialami oleh anak. 7
Manajemen Sekolah Manajemen sekolah inklusif memberikan kewenangan penuh
kepada sekolah untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan mengevaluasi komponen-komponen
pendidikan inklusif. Komponen-komponen pendidikan inklusif tersebut,
33
yaitu: manajemen kesiswaan, manajemen kurikulum, manajemen pembelajaran, manajemen penilaian, manajemen ketenagaan, manajemen
sarana-prasarana, manajemen pembiayaan, dan manajemen sumberdaya lingkungan.
8 Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Budiyanto, dkk 2009: 25, partisipasi dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif: perencanaan,
penyediaan tenaga ahli, pengambil keputusan, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi, pendanaan, pengawasan, dan penyaluran lulusan.
Berdasarkan penjelasan
diatas mengenai
komponen-komponen penyelenggaraan pendidikan inklusif, dapat disimpulkan bahwa satuan
pendidikan yang akan menjadi penyelenggaraan pendidikan inklusif harus mampu
memahami persiapan-persiapan
yang dibutuhkan
dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif, satuan pendidikan harus dapat memahami dan mempersiapkan delapan komponen dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, yaitu sebagai
berikut: peserta didik, kurikulum, tenaga pendidik, kegiatan pembelajaran, penilaian dan sertifikasi, sarana dan prasarana pendidikan, manajemen sekolah
dan pemberdayaan masyarakat.
D. Tinjauan tentang Sistem Pembelajaran Inklusif Bagi Anak Tunagrahita
Kategori Ringan
Kajian tentang sistem pembelajaran inklusif bagi anak tunagrahita kategori ringan akan membahas mengenai komponen-komponen proses sistem
34
pembelajaran inklusif, meliputi kegiatan asesmen, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Berikut dijabarkan
mengenai komponen-komponen proses sistem pembelajaran inklusif:
1. Asesmen
Secara umum asesmen adalah proses pengumpulan informasi yang relevan mengenai subyek secara individual sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Ainscow dalam Riana Bagaskorowati 2007: 77-78, bahwa asesmen dilakukan berkenaan dengan
pemberian informasi kepada sejawat teman guru, catatan khusus mengenai pekerjaan yang dilakukan oleh anak, pemberian bantuan untuk meninjau
kemajuan pembelajaran anak, pemberian bantuan pada guru untuk melakukan perencanaan pembelajaran bagi anak, pengenalan terhadap
kekuatan dan kelemahan pada anak, dan pemberian informasi kepada pihak- pihak yang terkait seperti orang tua, psikolog, dan para ahli yang
membutuhkan informasi tersebut. Berkaitan dengan asesmen pendidikan anak berkebutuhan khusus
Mcloughlin dan Lewis dalam Sunardi dan Sunaryo 2007: 83, menjelaskan bahwa asesmen pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah proses
pengumpulan informasi yang relevan dengan kepentingan pendidikan anak, yang dilakukan secara sistematis dalam rangka pemberian layanan khusus.
Lebih lanjut dijelaskan oleh Burton dalam Mumpuniarti 2007:75, asesmen pada anak tunagrahita adalah mengumpulkan data dalam rangka
menentukan keadaan anak tunagrahita. Keadaan tersebut meliputi keadaan
35
kecerdasan, kemampuan adaptasi tingkah laku, tingkatan perkembangannya, perkembangan bahasa, perkembangan keterampilan motorik, serta kondisi
kesehatan secara umum. Dengan demikian dapat disimpulkan asesmen bagi anak tunagrahita
kategori ringan dilakukan untuk mengetahui tentang kebutuhan dan kemampuan anak dalam belajar, dan hasil asesmen yang dilakukan menjadi
salah satu dasar dalam penyusunan program pembelajaran. Sehingga program pembelajaran yang disusun dapat sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan anak tunagrahita kategori ringan.
2. Perencanaan pembelajaran
Perencanaan pembelajaran biasa disebut dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP adalah rancangan yang menggambarkan prosedur
pembelajaran yang dilakukan guru maupun siswa guna mencapai suatu kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Pada setting inklusif rencana
pembelajaran untuk anak tunagrahita kategori ringan menuntut adanya suatu rencana pembelajaran khusus yang berorientasi pada kebutuhan individual,
dikembangkan berdasarkan kurikulum khusus yang dibuat berdasarkan hasil asesmen. Rencana pembelajaran khusus tersebut dikenal dengan Program
Pembelajaran Individual PPI. Program Pembelajaran Individual PPI adalah program yang disusun
untuk anak berkebutuhan khusus berdasarkan hasil asesmen dan disesuaikan dengan kondisi, kemampuan, dan kebutuhan anak yang bersangkutan.
Dijelaskan oleh Endang Rochyadi dan Zaenal Alimin 2005: 103, bahwa
36
Program Pembelajaran Individual PPI dikembangkan berdasarkan atas dua sisi. Pertama, berdasarkan data hasil asesmen yang menggambarkan
kebutuhan belajar anak secara individual. Kedua, berdasarkan pada materi kurikulum dari bidang studi yang bersangkutan. Dengan kata lain, Program
Pembelajaran Individual PPI merupakan penyesuaian antara kebutuhan belajar anak yang diperoleh dari hasil asesmen dengan materi yang diambil
dari kurikulum umum. Menurut Mumpuniarti 2007: 77, secara garis besar PPI harus
meliputi: a deskripsi tingkat kemampuan anak; b tujuan umum jangka panjang dan tujuan khusus jangka pendek; c rincian layanan pendidikan
khusus dan layanan yang terkait, termasuk seberapa besar anak dapat berperan serta dalam pendidikan di kelas biasa; d tanggal dimulainya
setiap program, termasuk perkiraan waktu selesai dan evaluasinya; e kriteria untuk menentukan ketercapaian setiap tujuan.
PPI merupakan cara yang mengakomodasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita kategori ringan. Dengan
demikian, pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan anak, pembelajaran yang diberikan dapat mudah diterima oleh anak, dan anak
tunagrahita kategori ringan dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, serta dapat mengembangkan kemampuan dan potensi dalam diri
anak. Oleh karena itu, PPI tepat digunakan dalam proses pembelajaran anak tunagrahita kategori ringan.
37
Pada dasarnya anak tunagrahita kategori ringan memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata, tidak mampu berpikir abstrak, mengalami
kesulitan konsentrasi, daya ingat rendah, tidak dapat menerima instruksi yang sulit, dan kurang mampu menganalisis. Sehingga muncul permasalahan dalam
bidang akademik yang membuat anak tunagrahita kategori ringan membutuhkan pembelajaran khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya. Oleh karena itu, guru diharapkan mampu melakukan modifikasi, akomodasi, dan adaptasi.
Modifikasi disini merupakan perubahan yang dilakukan pada proses pembelajaran yang memungkinkan anak tunagrahita kategori ringan untuk
dapat lebih mudah mengikuti pembelajaran sesuai kemampuannya. Akomodasi merupakan perubahan yang dilakukan pada cara menyampaikan pembelajaran
tanpa mengubah konten dan tingkatan kurikulum. Sedangkan, adaptasi merupakan perubahan yang dilakukan pada isi dan tingkatan kurikulum, pada
tujuan pembelajaran, dan metodenya. Direktorat PLB dalam Tarmansyah 2007: 195, mengemukakan
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan kegiatan pembelajaran, sebagai berikut:
1 Merencanakan kegiatan pembelajaran
a. Merencanakan pengelolaan kelas
b. Merencanakan pengorganisasian bahan
c. Merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran
d. Merencanakan penggunaan sumber belajar