1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusif dikenal juga sebagai pendidikan tanpa diskriminasi, mulai dicanangkan pada Konferensi Internasional yang
diselenggarakan UNESCO pada tanggal 7 – 10 Juni 1994 di Salamanca
Spanyol. Konferensi Internasional tersebut menghasilkan kesepakatan yang dikenal dengan Kesepakatan Salamanca, yang menyepakati pentingnya
pelaksanaan pendidikan inklusif oleh semua negara. Sehingga, setiap anak termasuk anak berkebutuhan khusus dapat memperoleh pelayanan pendidikan
dari setiap sekolah tanpa adanya pengecualian. Permendiknas No. 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus agar
mampu mengenyam pendidikan yang layak di sekolah reguler. Sekarang ini banyak sekolah-sekolah yang telah menerapkan pendidikan inklusif, dengan
menerima siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama dengan siswa-siswa normal pada umumnya.
Anak tunagrahita kategori ringan merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang sebagian besar memperoleh kesempatan masuk ke
sekolah inklusif. Menurut T. Sujuhati Soemantri 2006: 106, mengatakan bahwa tunagrahita ringan disebut juga
moron
atau
debil
. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut skala binet sedangkan untuk skala wisckler
memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat membaca, menulis, menghitung sederhana dan dengan bimbingan yang baik anak tunagrahita kategori ringan
masih dapat berpenghasilan untuk dirinya sendiri. Anak tunagrahita mampu
2
didik
debil
adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan walaupun tidak maksimal. Kemampuan yang dapat dikembangkan antara lain: 1 membaca, menulis, mengeja dan
berhitung; 2 kemampuan menyesuaikan diri dan ketergantungan terhadap orang lain; 3 keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja
dikemudian hari Mohammad Efendi 2009: 90. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita kategori ringan adalah anak
yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata, namun masih dapat dikembangkan potensi akademiknya walaupun dalam tahap sederhana.
Kemampuan anak tunagrahita kategori ringan berbeda dengan anak normal pada umumnya, dan ini yang menjadikan pelayanan pendidikan bagi
setiap anak tunagrahita kategori ringan akan berbeda. Oleh karena itu, dalam pendidikan inklusif guru dituntut untuk melakukan penyesuaian atau
modifikasi pembelajaran bagi anak tunagrahita kategori ringan. Dengan demikian, guru dalam setting pendidikan inklusif dapat memberikan
pembelajaran yang bermanfaat sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak tunagrahita kategori ringan.
Sistem pembelajaran dapat diartikan sebagai kesatuan komponen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Oemar Hamalik
dalam Wina Sanjaya 2011: 6, sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
3
Anak tunagrahita kategori ringan kelas VA di SD Negeri Gadingan Kulon Progo dalam kegiatan pembelajaran masih banyak mengalami
hambatan, seperti: masih belum optimalnya guru dalam memahami karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan anak tunagrahita kategori ringan
menyebabkan anak kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga hasil belajar anak kurang optimal; kemampuan guru dalam melakukan
pengembangan kurikulum dan menyusun perangkat pembelajaran berdasarkan hasil asesmen yang mencerminkan kebutuhan anak belum optimal; peran guru
pembimbing khusus masih belum maksimal dan kurangnya koordinasi antara guru kelas dengan guru pembimbing khusus dalam memberikan bimbingan dan
pendampingan belajar pada anak. Berdasarkan permasalahan-permasalahan dari hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada indikasi sistem
pembelajaran inklusif belum optimal, belum disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan belajar anak, serta belum berjalan sesuai dengan prinsip
pendidikan inklusif. Peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai sistem pembelajaran
inklusif bagi anak tunagrahita kategori ringan di SD Negeri Gadingan Kulon Progo
adalah karena
sekolah tersebut
merupakan sekolah
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif, dan khususnya di kelas VA terdapat
anak tunagrahita kategori ringan. Penelitian mengenai sistem pembelajaran dalam setting inklusif ini dilakukan untuk mengetahui apakah sistem
pembelajaran tersebut sudah sesuai ataukah belum dengan prinsip-prinsip penyelenggaran pendidikan inklusif, serta sudah sesuai ataukah belum dengan
4
kebutuhan dan kemampuan anak tunagrahita kategori ringan. Jika belum sesuai maka diperlukan solusi-solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut, serta
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran inklusif bagi anak tunagrahita kategori ringan. Penelitian dilakukan dengan pengamatan saat proses
pembelajaran di kelas berlangsung dan dengan melakukan wawancara terhadap guru kelas, guru pembimbing khusus, dan anak tunagrahita kategori ringan.
Hasil penelitian ini akan berupa pemaparan gambaran sistem pembelajaran inklusif bagi anak tunagrahita kategori ringan kelas VA di SD Gadingan Kulon
Progo.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian singkat dalam latar belakang masalah di atas. Tampak bahwa permasalahan mengenai sistem pembelajaran dalam penerapan
pendidikan inklusif cukup komplek. Secara lebih eksplisit masalah yang terkait dengan penerapan sistem pembelajaran pada setting pendidikan inklusif
sebagai berikut: 1.
Masih belum optimalnya pemahaman guru mengenai karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan anak tunagrahita kategori ringan yang
menyebabkan anak kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, sehingga hasil belajar anak kurang optimal.
2. Kemampuan guru dalam melakukan pengembangan kurikulum dan
menyusun perangkat pembelajaran berdasarkan hasil asesmen yang mencerminkan kebutuhan anak masih belum optimal.
5
3. Peran guru pembimbing khusus masih belum maksimal dan kurangnya
koordinasi antara guru kelas dengan guru pembimbing khusus dalam memberikan bimbingan dan pendampingan belajar pada anak.
4. Ada indikasi sistem pembelajaran inklusif belum optimal, belum
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan belajar anak, serta belum berjalan sesuai dengan prinsip pendidikan inklusif.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas penelitian ini membatasi masalah yang diambil, yaitu adanya indikasi sistem pembelajaran inklusif yang
belum optimal, belum disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan belajar anak, serta belum berjalan sesuai dengan prinsip pendidikan inklusif,
khususnya bagi anak tunagrahita kategori ringan kelas VA di SD Negeri Gadingan Kulon Progo.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah dalam penelitian ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana sistem
pembelajaran inklusif bagi anak tunagrahita kategori ringan kelas di VA SD Negeri Gadingan Kulon Progo?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah: Untuk mengetahui dan mendeskripsikan sistem pembelajaran
inklusif bagi anak tunagrahita kategori ringan kelas VA di SD Negeri Gadingan Kulon Progo.