Peran Guru Pendamping Khusus GPK

95 kemampuan dan kebutuhan anak secara individual. Dari hasil penelitian diketahui bahwa guru hanya menggunakan hasil diagnosis dari psikolog untuk melakukan perencanaan pebelajaran bagi anak tunagrahita kategori ringan. Dalam perencanaan pembelajaran tersebut termasuk menentukan strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pembelajaran, serta hal-hal yang mendukung pembelajaran seperti metode dan media pembelajaran. Namun, untuk pengembangan program pembelajaran individual belum dapat terlaksana. Hal tersebut dikarenakan menurut guru subyek anak tunagrahita kategori ringan dapat mengikuti pembelajaran di kelas tanpa harus menggunakan perencanaan pembelajaran individual. Dalam kegiatan diagnosis, guru dan guru pendamping khusus tidak ikut dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti yang dikatakan oleh guru pendamping khusus, sebagai berikut: “iya GPK ikut berperan dengan menjembatani dan menfasilitasi apa-apa yang di butuhkan saat pelaksanaan assessmen, seperti data-data ABK, dan lain-lain .” Dari perkataan guru pendamping khusus tersebut, dapat dicermati bahwa peran guru pendamping khusus yaitu membantu psikolog dengan menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam kegiatan diagnosis. Selain dari itu semua pelaksanaan kegiatan diagnosis dilaksanakan oleh psikolog. Hasil dari kegiatan tersebut digunakan oleh guru pendamping khusus untuk memberitahukan atau memberikan arahan kepada guru kelas dalam penyusunan program pembelajaran. 96 Merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Budiyanto, dkk 2009:19, mengenai tugas guru kelas dan guru pendamping khusus salah satunya adalah menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya. Jika dilihat dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru kelas dan guru pendamping khusus belum dapat melaksanakan salah satu tugasnya. Hal tersebut dikarenakan guru kelas dan guru pendamping khusus tidak membuat instrumen asesmen dan melaksanakan kegiatan asesmen untuk anak. Dari hasil penelitian yang diperoleh, tugas tersebut tidak terlaksana dikarenakan keterbatasan pengetahuan guru kelas mengenai anak berkebutuhan khusus, serta kurangnya alokasi waktu yang tersedia untuk guru kelas dan guru pendamping khusus dalam merancang dan melaksanakan kegiatan asesmen tersebut.

2. Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru tidak berdasarkan hasil asesmen. Perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru bagi anak tunagrahita kategori ringan tidak berbeda dengan yang dibuat untuk anak reguler. Sehingga, guru tidak membuat PPI untuk anak tunagrahita kategori ringan, guru hanya menggunakan RPP yang digunakan secara kalsikal. Dengan kata lain, guru tidak membuat perencanaan pembelajaran untuk anak tunagrahita kategori ringan berdasarkan kemampuan dan kebutuhan anak tunagrahita kategori ringan. Selain itu, perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru hanya berdasarkan kurikulum umum yang digunakan di sekolah, yaitu kurikulum KTSP. Guru tidak melakukan modifikasi dan akomodasi 97 dalam perencanaan pembelajaran bagi anak tunagrahita kategori ringan. Seperti yang diungkapkan oleh guru kelas, sebagai berikut: “tapi karena ini anaknya masih bisa mengikuti jadinya pakai duplikasi. Cuma untuk tempat duduk anak tunagrahita diletakkan di depan di samping anak yang pintar, biar anak bisa membantu anak tunagrahita dalam belajar.” Dari ungkapan tersebut, dapat dicermati lebih lanjut bahwa guru tidak melakukan perubahan dalam penggunaan kurikulum untuk anak tunagrahita kategori ringan. Guru hanya melakukan perencanaan pengelolaan kelas dengan meletakkan posisi tempat duduk anak tunagrahita kategori ringan di samping anak reguler. Diketahui bahwa karakteristik anak tunagrhita kategori ringan dalam penelitian ini mengalami hambatan dalam berpikir abstrak, daya konsentrsi rendah, tidak dapat menerima intruksi yang sulit, daya ingatnya rendah, dan sulit dalam menganalisis. Oleh sebab itu, perlunya guru melakukan modifikasi dan akomodasi dalam perencanaan pembelajaran. Sehingga, pembelajaran yang dilaksanakan dapat mengatasi atau mengurangi hambatan- hambatan yang dialami oleh anak. Budiyanto, dkk 2009:19 mengungkapkan bahwa salah satu tugas dari guru kelas adalah menyusun program pembelajaran dengan kurikulum modifikasi bersama-sama dengan guru pendamping khusus. Dari pendapat tersebut jelas bahwa melakukan modifikasi kurikulum sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak perlu dalam menyusun program pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus termasuk anak tunagrahita kategori ringan yang memiliki hambatan dalam aspek intelektualnya.