Hambatan yang dialami anak tunagrahita kategori ringan

93 membutuhkan penangan inklusif untuk membantu mengatasi hambatannya, memberikan pelayanan individual secara penuh dan berkelanjutan, serta memberikan layanan program pembelajaran remedial dan atau pengayaan bagi anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan. Alasan guru pendamping khusus belum dapat berperan dalam melaksanakan kegiatan tersebut adalah karena banyaknya tugas guru pendamping khusus di luar sekolah. Guru pendamping khusus di SD Gadingan juga merupakan guru di SLB Negeri 1 Kulon Progo. Sehingga, dengan usaha dan kemampuan guru pendamping khusus dalam menjalankan berbagai macam tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan di luar sekolah masih ada beberapa tugas guru pendamping khusus yang belum dapat terlaksana.

D. Pembahasan

Penelitian ini mengungkap komponen-komponen proses dalam sistem pembelajaran inklusif. Komponen-komponen proses tersebut yaitu mengenai pelaksanaan asesmen, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Berikut dijabarkan mengenai komponen- komponen proses tersebut: 1. Asesmen Dari hasil penelitian yang diperoleh, diketahui bahwa di sekolah belum melaksanakan kegiatan asesmen, namun hanya melakukan diagnosis. Seperti yang diungkapkan oleh Buston dalam Mumpuniarti 2007:75, asesmen pada anak tunagrahita adalah mengumpulkan data dalam rangka 94 menentukan keadaan anak tunagrahita. Keadaan tersebut meliputi keadaan kecerdasan, kemampuan adaptasi tingkah laku, tingkatan perkembangannya, perkembangan bahasa, perkembangan keterampilan motorik, serta kondisi kesehatan secara umum. Sedangkan, diagnosis seperti yang diungkapkan oleh Mumpuniarti 2007:72, diagnosis pada anak tunagrahita adalah kegiatan untuk menentukan kelainan tunagrahita dengan melalui pemeriksaan berbagai metode. Dari penjelasan para ahli tersebut jelas bahwa kegiatan penanganan yang dilakukan di sekolah bukan merupakan kegiatan asesmen melainkan masih dalam tahap kegiatan diagnosis. Seperti yang diungkapkan oleh guru kelas, sebagai berikut: “Guru tidak melakukan asesmen. Jadi hasil yang dari psikolog ya kita mengikuti itu. Misal hasilnya C ya kita memberikan pembelajarannya berdasar hasil C itu. Jadi kita cuma mengikuti hasil dari psikolog saja .” Merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Moh. Amin 1995: 125, bahwa asesmen yang dilakukan setelah anak tunagrahita dideteksi adalah: 1 Untuk menyaring kemampuan anak tunagrahita, 2 Untuk keperluan pengklasifikasian, penempatan, dan penentuan program pendidikan anak tunagrahita, 3 Untuk menentukan arah dan kebutuhan pendidikan anak tunagrahita, 4 Untuk mengembangkan program pendidikan yang diindividualisasikan, 5 Untuk menentukan strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pembelajaran. Jika dilihat dari pendapat yang dikemukakan oleh Moh. Amin diatas, dapat disimpulkan bahwa penanganan yang dilakukan masih pada tahap diagnosis, guru belum melakukan kegiatan asesmen untuk mengetahui tingkat 95 kemampuan dan kebutuhan anak secara individual. Dari hasil penelitian diketahui bahwa guru hanya menggunakan hasil diagnosis dari psikolog untuk melakukan perencanaan pebelajaran bagi anak tunagrahita kategori ringan. Dalam perencanaan pembelajaran tersebut termasuk menentukan strategi, lingkungan belajar, dan evaluasi pembelajaran, serta hal-hal yang mendukung pembelajaran seperti metode dan media pembelajaran. Namun, untuk pengembangan program pembelajaran individual belum dapat terlaksana. Hal tersebut dikarenakan menurut guru subyek anak tunagrahita kategori ringan dapat mengikuti pembelajaran di kelas tanpa harus menggunakan perencanaan pembelajaran individual. Dalam kegiatan diagnosis, guru dan guru pendamping khusus tidak ikut dalam pelaksanaan kegiatan. Seperti yang dikatakan oleh guru pendamping khusus, sebagai berikut: “iya GPK ikut berperan dengan menjembatani dan menfasilitasi apa-apa yang di butuhkan saat pelaksanaan assessmen, seperti data-data ABK, dan lain-lain .” Dari perkataan guru pendamping khusus tersebut, dapat dicermati bahwa peran guru pendamping khusus yaitu membantu psikolog dengan menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan dalam kegiatan diagnosis. Selain dari itu semua pelaksanaan kegiatan diagnosis dilaksanakan oleh psikolog. Hasil dari kegiatan tersebut digunakan oleh guru pendamping khusus untuk memberitahukan atau memberikan arahan kepada guru kelas dalam penyusunan program pembelajaran.