Haji Mut‘ah dalam Sunah

6.1.4. Haji Mut‘ah dalam Sunah

Karena melaksanakan umrah pada bulan-bulan haji adalah kekejian yang paling keji dalam perspektif masyarakat Jahiliyah, Rasulullah saw.

1 Tafsir ayat tersebut di dalam Shahîh Al-Bukhârî, jil. 3, hal. 71 dan Sunan Al-Baihaqî, jil. 5, hal. 19.

2 Shahîh Muslim, bab Jawâz At- Tamattu‘, hal. 900, hadis ke-172; Tafsir Al-Qurthubî, jil. 2, hal. 338; Zâd Al- Ma‘âd, karya Ibn Al-Qayyim, jil. 1, hal. 252; Thabaqât Ibn

Sa‘d, cet. Eropa, jil. 2, hal. 28.

B AB III: P ASAL K ETIGA

menggunakan metode step by step dalam menyampaikan hukum umrah Tamatu‘. Hal ini dapat dipahami dari beberapa riwayat berikut ini:

Di dalam Shahîh Al-Bukhârî, Sunan Abi Dâwûd, Sunan Ibn Mâjah, dan Sunan Al-Baihaqî, kitab Al-Haj, bab Qawl An-Nabi: “Al-‘Aqîq wadin mubârak”, diriwayatkan dari Umar bin Khatab bahwa ia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda di lembah Al- ‘Aqîq, ‘Seorang utusan Tuhanku datang menjumpaiku seraya berkata, ‘Kerjakanlah salat di lembah yang penuh berkah ini dan katakanlah ibadah umrah di dalam ibadah haji!’”

Menurut riwayat yang lain: “Dan katakanlah ibadah umrah dan ibadah haji.” Menurut redaksi riwayat yang terdapat di dalam Sunan Al-Baihaqî: “Malaikat Jibril as. datang menjumpaiku.” Dan di akhir riwayat disebutkan: “Sungguh ibadah umrah telah menyatu dengan ibadah haji hingga hari kiamat.”

Al- ‘Aqîq—seperti dijelaskan di dalam Mu‘jam Al-Buldân—adalah sebuah lembah yang terletak di pertengahan lembah Dzul Hulaifah. Berkenaan dengan lembah telah diriwa yatkan sebuah hadis: “Engkau berada di atas sebuah lembah yang penuh berkah.” Lembah ini juga adalah tempat berihram penduduk Irak yang datang dari arah Dzâtu ‘Irq.

Ketika mensyarahi hadis ini di dalam Fath Al-Bârî-nya, Ibn Hajar berkata: “Jarak antara lembaha itu dan Madinah adalah 4 mil.” 1

Rasulullah saw. memberitahukan kepada Umar tentang turunnya wahyu yang memerintahkan beliau untuk mengumpulkan antara umrah dan haji, dan di dalam penyampaian itu —secara khusus—terdapat hikmah yang kita dapat mengetahuinya dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada masa beliau berkenaan dengan ibadah umrah.

Di lembah Al- ‘Aqîq, Rasulullah saw. memberitahukan kepada Umar tentang turunnya wahyu itu kepada beliau dan di rumah ‘Asafân, beliau

telah memberitahukan kepada Surâqah bin Mâlik Al-Madlajî tentang hal itu ketika menjawab pertanyaannya, sebagaimana hal ini diriwayatkan oleh Abu Dâwûd: “Ketika Rasulullah saw. berada di rumah ‘Asafân, Surâqah bin

1 Shahîh Al-Bukhârî, jil. 1, hal. 186. Riwayat kedua terdapat di dalam Shahîh Al- Bukhârî , kitab Al- I‘tishâm bi Al-Kitab wa As-Sunah, bab Mâ Dzakara An-Nabi wa

Hadhdha ‘alâ Ittifâq Ahl Al-‘Ilm, jil. 4, hal. 177; Sunan Abi Dâwûd, kitab Al-Manâsik, jil. 2, hal. 159; Sunan Ibn Mâjah, bab At- Tamattu‘ bi Al-‘Umrah ilâ Al-Haj, hal. 991, hadis ke-2976; Sunan Al-Baihaqî, jil. 5, hal. 13-14; Fath Al-Bârî, jil. 4, hal. 135; Târîkh Ibn Katsîr , jil. 5, hal. 117, 128, dan 136.

B AB III: P ASAL K ETIGA 259

Mâlik bertanya kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, tentukanlah bagi kami ketentuan sebuah kaum yang seakan- akan mereka dilahirkan pada hari ini.’

Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Allah swt. telah memasukkan sebuah umrah di dalam ibadah hajimu ini. Jika kamu telah tiba, maka barang siapa

telah melakukan tawaf di Baitullah dan melaksanakan sa‘i antara Shafa dan Marwah, maka ia telah ber-tahallul, kecuali orang yang membawa binatang kurban bersamanya.’” 1

‘Asafân adalah sebuah daerah yang terletak antara Juhfah dan Mekkah. Antara Juhfah dan Mekkah terdapat jarak 4 marhalah. Di daerah Saraf yang terletak sejauh 6 mile atau lebih dari Mekkah, beliau telah menyampaikan kepada para sahabat bahwa barang siapa di antara mereka ingin mengerjakan umrah, hendaklah ia melakukannya. ‘Aisyah berkata: “Kami pernah keluar keluar bersama Rasulullah saw. pada bulan-bulan haji, di malam-malam bulan haji, dan di daerah-daerah haram haji hingga akhirnya kami sampai di daerah Saraf. Beliau keluar menuju para sahabat seraya bersabda, ‘Barang siapa yang tidak membawa binatang kurban dan ingin meniatkan amalan ini sebagai umrah, maka ia dapat melakukannya. Tetapi, orang yang membawa binatang kurban, maka ia tidak boleh melakukannya.’ Ada sebagian dari para sahabat yang melaku- kannya dan sebagian lain tidak melaksanakannya.” 2

Dari pembahasan yang lalu dapat diketahui bahwa para sahabat yang tidak mau melakukan anjuran Rasulullah saw. itu adalah kaum Muhajirin Quraisy yang pada era Jahiliyah meyakini bahwa pelaksanaan umrah pada bulan-bulan haji adalah kekejian yang paling keji.

Beliau mengulang-ulangi menyampaikan hal ini setelah beliau sampai di pinggiran kota Mekkah, sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Ibn

1 Sunan Abi Dâwûd, kitab Al-Manâsik, bab Fî Al-Iqrân, jil. 1, hal. 159; Al-Muntaqâ, karya Ibn Timiyah, bab Mâ Jâ’a fî Naskh Al-Haj ilâ Al-‘Umrah, hadis ke-2427.

Surâqah bin Mâlik bin Ju‘syum Ani Sufyân Al-Kinânî Al-Madlajî. Ia berdomisili di daerah Qadîd, dekat Mekkah. Ia adalah orang yang membuntuti Rasulullah saw. ketika beliau berhijrah ke Madinah dengan tujuan untuk mengembalikan beliau kepada kaum Quraisy dengan imbalan seratus ekor unta. Tidak lama, kudanya ambruk. Ia memeluk Islam pada tahun penaklukan kota Mekkah dan meninggal dunia pada tahun 24 Hijriah. Para penulis kitab Shihâh, kecuali Muslim telah meriwayatkan hadis darinya sebanyak 19 hadis. Silakan merujuk Taqrîb At-Tahdzîb, jil. 1, hal. 284, Jawâmi‘ As-Sîrah, hal. 283, dan Sîrah Ibn Hisyâm, jil. 2, hal. 103, 250, dan 309.

2 Shahîh Al-Bukhârî, bab firman All ah: “Al-Haj Asyhurun ma‘lûmât”, jil. 1, hal. 189; Shahîh Muslim , hal. 875, hadis ke-121 dan 123 dengan disebutkan secara ringkas; Sunan Al-Baihaqî , bab Al-Mufrid aw Al-Qârin Yarîdu Al- ‘Umrah, jil. 4, hal. 356; Al- Mushannaf , karya Ibn Abi Syaibah, jil. 4, hal. 102.

B AB III: P ASAL K ETIGA

Abbas. Ia berkata: “Beliau tiba setelah empat hari berlalu dari bulan Dzulhijjah. Beliau mengerjakan salat Shubuh bersama kami di atas padang

pasir ping giran kota Mekkah itu. Setelah itu, beliau bersabda, ‘Barang siapa ingin menjadikan amalan ini sebagai ibadah umrah, maka ia dapat melakukannya.’” 1

Begitulah Rasulullah saw. menggunakan metode step by step dalam menyampaikan hukum ini. Ketika mereka telah meyempurnakan tawaf dan sa‘i, turunlah ketentuan terakhir tentang hal ini. Rasulullah pun memerintahkan mereka untuk melakukan ketentuan terakhir tersebut. Al- Baihaqî meriwayatkan bahwa ... ketentuan pamungkas itu turun ketika beliau berada antara Shafa dan Marwah. Akhirnya, beliau memerintahkan seluruh sahabat yang telah berihram untuk haji dan tidak membawa binatang kurban untuk menjadikan ibadah itu sebagai umrah. Beliau bersabda: “Jika aku telah mengerjakan tugasku, maka aku tidak akan pernah mundur kembali, asalkan aku tidak membawa binatang kurbanku. Akan tetapi, aku telah menggumpalkan (rambut) kepalaku 2 dan membawa binatang kurbanku. Oleh karena itu, aku tidak memiliki pilihan lain kecuali harus menyembelih binatang kurbanku ini.” Surâqah bin Mâlik ra. berdiri seraya bertanya: “Wahai Rasulullah, tentukanlah bagi kami ketentuan sebuah kaum yang seakan-akan mereka telah dilahirkan pada hari ini. Apakah kewajiban umrah kami ini hanya untuk tahun ini atau untuk selamanya?” Beliau menjawab: “Untuk selamanya ibadah umrah masuk ke dalam ibadah haji hingga hari kiamat...” 3

Di dalam hadis-hadis di atas, Rasulullah saw. bersabda kepada Umar: “Tuhanku memerintahkanku untuk mengatakan umrah di dalam haji” atau “umrah dan haji.” Artinya, di dalam perjalanan (ibadah kali ini) aku harus berniat mengumpulkan antara haji dan umrah.

Ketika menjawab Surâqah di ‘Asafân, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah memasukkan umrah ke dalam hajimu ini.” Beliau meng- khususkan penyampaian hukum itu berkenaan dengan haji mereka itu.

Kemudian, beliau menyampaikan hukum tersebut kepada seluruh jamaah haji yang bersama beliau di daerah Saraf dan padang pasir pinggiran

1 Sunan Al-Baihaqî, jil. 5, hal. 4. 2 Ungkapan bahasa Arabnya adalah labbadtu ra’sî. Maksudnya adalah memoleskan

sesuatu yang kental di atas kepala ketika melakukan ihram supaya rambutnya tidak kusut sehingga tidak menjadi sarang kutu. Tindakan ini —biasanya—dilakukan oleh orang yang berihram dalam waktu yang lama. Silakan merujuk Nihâyah Al-Lughah.

3 Sunan Al-Baihaqî, jil. 5, hal. 6.

B AB III: P ASAL K ETIGA 261

kota Mekkah dengan ungkapan: “Barang siapa ingin menjadikan ibadahnya ini sebagai umrah.” Ketika waktu pelaksanaan ibadah haji dan tahallul dari ibadah umrah tiba, beliau mengumumkan kepada seluruh jamaah haji bahwa umrah masuk di dalam ibadah haji untuk selamanya.

Dan ucapan Surâqah pada dua tempat itu: “Ketentuan sebuah kaum yang seakan-akan mereka dilahirkan pada har i ini” bermaksud tanpa

memperhatikan tradisi yang selalu dilakukan oleh masyarakat Quraisy pada masa Jahiliyah. Di sini, banyak hadis yang mutawâtir tentang tindakan yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan bagaimana beliau menyampai-kan hukum haji Tamatu‘ (melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu sebelum melakukan ibadah haji —pen.) itu. Hal ini dapat kita lihat di dalam riwayat- riwayat berikut ini:

Anas —seperti disebutkan di dalam Musnad Ahmad dan Al-Muntaqâ— berkata: “Kami pernah keluar untuk mengumandangkan (baca: melaksana- kan) ibadah haji. Ketika kami tiba di Mekkah, Rasulullah saw. memerin- tahkan kami untuk menjadikan ibadah haji itu sebagai umrah (baca: mengubah niat menjadi niat umrah) dan beliau bersabda, ‘Seandainya aku telah mengerjakan tugasku, niscaya aku tidak akan mundur kembali, dan aku pasti menjadikannya sebagai umrah. Akan tetapi, aku telah membawa binatang kurban dan membarengkan antara haji dan umrah.’” 1

Di dalam Shahîh Muslim dan Musnad Ahmad , Abu Sa‘id Al-Khudrî berkata: “Kami pernah keluar untuk mengumandangkan (baca: melak-

sanakan) ibadah haji. Ketika kami tiba di Mekkah, Rasulullah saw. memerintahkan kami untuk menjadikan ibadah haji itu sebagai umrah (baca: mengubah niat menjadi niat umrah) kecuali orang yang membawa binatang kurban. Ketika hari Tarwiyah tiba dan kami ingin berangkat ke Mina, kami berniat ihram untuk haji”. 2

Di dalam Zad Al- Ma‘âd, Ibn Al-Qayyim berkata: “Di dalam dua kitab Shahîh , diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ia pernah berkata, ‘Kami pernah keluar bersama Rasulullah saw. dan kami tidak membicarakan kewajiban lain selain ibadah haji ... Ketika kami tiba di Mekkah, Nabi saw. bersabda kepada para sahabatnya, ‘Jadikanlah ibadah ini sebagai ibadah umrah.’

1 Al-Muntaqâ, hadis ke-2393. Ia menukil riwayat tersebut dari Musnad Ahmad, jil. 3, hal. 266.

2 Shahîh Muslim, hal. 914, hadis ke-211, dan dalam hadis ke-212, hadis ini diriwayatkan dari Abu Sa‘îd Al-Khudrî dan Jâbir; Musnad Ahmad, jil. 3, hal. 3, 5, 71,

75, 148, dan 266; Al-Muntaqâ, hadis ke-2418. Redaksi hadis ini dinukil dari kitab pertama.

B AB III: P ASAL K ETIGA

Seluruh sahabat pun melakukan tahallul, kecuali orang yang membawa binatang kurban ....’ 1

Menurut redaksi riwayat Bukhârî, ‘Kami pernah keluar bersama Rasulullah saw. dan kami tidak melihat (baca: meyakini) kewajiban lain selain ibadah haji. Ketika kami tiba (di Mekkah), kami melakukan tawaf di sekeliling Baitullah. Lalu, Rasulullah saw. memerintahkan orang yang tidak membawa binatang kurban untuk ber-tahallul. Orang-orang yang tidak membawa binatang kurban pun ber-tahallul, dan istri-istri beliau tidak membawa binatang kurban, lalu mereka pun ber-tahallul juga.’

Di dalam Shahîh Muslim, diriwayatkan dari Ibn Umar, dari Hafshah, istri Nabi saw. Ibn Umar berkata, ‘Ia (Hafshah) pernah bercerita kepadaku bahwa pada waktu pelaksanaan haji Wadâ‘, Nabi saw. memerintahkan istri- istrinya untuk ber-tahallul. Aku bertanya kepada beli au, ‘Apa yang mencegah Anda untuk ber-tahallul ?’ Beliau menjawab, ‘Aku telah menggumpalkan (rambut) kepalaku dan menandai untaku. Oleh karena itu, aku tidak akan ber-tahallul sebelum aku menyembelih bintang kurban.’

Di dalam Shahîh Al-Bukhârî, diriwayatkan dari Ibn Abbas ra., ‘Kaum Muhajirin, kaum Anshar, dan istri-istri Nabi saw. melakukan ihram (untuk haji) pada saat pelaksanaan haji Wadâ‘, serta kami pun ikut melakukan ihram pula. Ketika kami tiba di Mekkah, beliau memerintahkan kami untuk menjadikan iba dah tersebut sebagai umrah. Beliau bersabda, ‘Jadikanlah ihram yang telah kamu niatkan untuk haji itu sebagai umrah kecuali orang yang telah menandai binatang kurban...’”

Riwayat yang paling sempurna dalam bab ini adalah riwayat Jâbir bin Abdillah Al-Anshârî yang menceritakan tata cara haji Rasulullah saw.

1 Hadis ini dan ketiga hadis setelahnya dinukil oleh Ibn Al-Qayyim di dalam Zâd Al- Ma‘âd dalam pasal Fî Ihlâl Man Lam Yakun Sâqa Al-Hady, jil. 1, hal. 246-247. Di

sini kami akan menyebutkan rujukannya: Hadis pertama terdapat di dalam Shahîh Muslim, hal. 873 dan 874, hadis ke-120 dan di dalam Sunan Ibn Mâjah, hadis ke-2981. Hadis kedua terdapat di dalam Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Haj, bab At- Tamattu‘ wa Al-Iqrân wa Al-Ifrâd bi Al-Haj , jil. 1, hal. 189, hadis ke-1, Shahîh Muslim, hal. 877, hadis ke-128, dan Sunan Abi Dâwûd, bab Ifrâd Al-Haj, jil. 2, hal. 154, hadis ke-1783. Di dalam redaksi buku ini tidak terdapat ungkapan “dan istri-istrinya”. Hadis ketiga terdapat dalam Shahîh Muslim, hal. 902, hadis ke-177 dan 179 dan Sunan Abi Dâwûd , jil. 2, hal. 161, hadis ke-1806. Hadis keempat terdapat di dalam Shahîh Al-Bukhârî, kitab An-Nikâh, bab ke-36, jil.

1, hal. 191.

B AB III: P ASAL K ETIGA 263

Riwayat ini juga telah diriwayatkan oleh para penulis kitab Shihâh. Kami akan menyebutkan ringkasannya di sini dari Shahîh Muslim.

Di dalam kitab Shahîh-nya, bab Hajjah An-Nabi, Muslim meriwayatkan dari J âbir bahwa ia pernah bercerita: “Rasulullah saw. diam (di Madinah) selama sembilan tahun dan tidak pernah melaksanakan ibadah haji. Pada tahun kesepuluh, beliau memberitahukan bahwa dirinya adalah melaku- kan ibadah haji. banyak masyarakat yang datang ke Madinah dan mereka mengharapkan untuk dapat mengikuti beliau dan mengerjakan amalan seperti yang beliau amalkan. Kami pun keluar bersama beliau. Ketika kami sampai di Dzul Hulaifah, beliau mengerjakan salat di masjid. Setelah itu, beliau menunggangi Al-Qashw â’, unta beliau. Ketika unta beliau telah sampai di padang sahara, aku melihat sejauh pandangan mataku (betapa banyaknya jamaah haji yang ikut); ada yang berjalan kaki dan ada juga yang menaiki tunggangan. Di sebelah kanan, kiri, dan belakang Nabi saw. jumlah mereka juga seperti itu. Rasulullah saw. berada di tengah-tengah kami. Beliaulah figur yang telah menerima Al- Qur’an dan mengetahui takwil- takwilnya. Setiap tindakan yang beliau lakukan, kami juga melaku-kannya. Setelah itu, beliau mengumandangkan suara tauhid... Pada waktu itu, kami tidak berniat kecuali ibadah haji. Kami tidak mengenal ibadah yang namanya umrah. Ketika kami sampai di sisi Baitullah, beliau mengusap dan menciumi Rukun Ka‘bah...”

Begitulah Jâbir menyifati segala tindakan Rasulullah saw. Ia melanjutkan: “Ketika sa‘i beliau tinggal satu kali menuju ke Marwah, beliau berkata, ‘Sendainya aku telah mengambil keputusan untuk menger-jakan tugasku, niscaya aku tidak akan meninggalkannya. Seandainya aku tidak membawa binatang kurban, niscaya aku akan menjadikan ibadah (haji) ini sebagai umrah. Barang siapa di antara kamu tidak membawa binatang kurban, maka hendaknya ia ber-tahallul dan menjadikan ibadahnya itu sebagai umrah.’

Tiba- tiba Surâqah bin Mâlik bin Ju‘syum berdiri seraya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah untuk tahun ini saja atau untuk selamanya?’ Beliau memasukkan jari-jemari tangannnya ke selah-selah jari-jemari tangannya yang lain seraya bersabda, ‘Ibadah umrah telah masuk (menjadi bagian dari) ibadah haji.’ Beliau mengucapkannya sebanyak dua kali. Lalu

B AB III: P ASAL K ETIGA

beliau melanjutkan, ‘Bukan untuk tahun ini saja. Tetapi, untuk selama- lamanya.’” 1

Menurut riwayat Bukhârî, Surâqah bertanya: “Apakah kewajiban ini hanya untuk kami saja?” Beliau menjawab: “Tidak. Tetapi, untuk selama- nya.” 2