Imam Ali bin Mûsâ Ar-Ridhâ as.

f. Imam Ali bin Mûsâ Ar-Ridhâ as.

Ali bin Yaqthîn berkata: “Abul Hasan pernah berkata kepadaku, ‘Hai Ali, ini adalah anakku yang memiliki pengetahuan agama paling dalam dan aku

1 Al-Kâfî, kitab Al-Hujjah, jil. 3, hal. 48; Al-Wâfî, jil. 2, hal. 133; Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 177, 186, dan 188.

2 Al-Kâfî, jil. 3, hal. 48; Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 177 dan 184; Al-Wâfî, jil. 2, hal. 133.

3 Al-Gaibah, karya An- Nu‘mânî, hal. 177; Bihâr Al-Anwâr, jil. 84, hal. 22, hadis ke- 24.

Mufadhdhal bin Umar Al- Ju‘fî Al-Kûfî meriwayatkan dari Imam Ash-Shâdiq dan Al- Kâzhim. Silakan Anda rujuk Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 9, hal. 93.

B AB III: P ASAL K EEMPAT 442

telah menghadiahkan kitab- kitabku kepadanya.’ Beliau berkata demikian sembari menunjuk kepada putra beliau Ali Ar- Ridhâ as.”

Dalam sebuah riwayat, Ali bin Yaqthîn berkata: “Aku pernah men- dengar beliau berkata, ‘Sesungguhnya anakku, Ali, adalah penghulu anak- anakku. Aku telah hadiahkan kepadanya kitab- 1 kitabku.’”

Dalam Al-Kâfî, Al-Irsyâd karya Syaikh Mufid, Al-Gaibah karya Syaikh Ath-Thûsî, dan Bihâr Al-Anwâr , dari Nu‘aim Al-Qâbûsî, dari Imam Abul Hasan Mûsâ Al- Kâzhim as. bahwa beliau berkata: “Anakku Ali adalah anakku yang paling besar, yang paling berbakti kepadaku, dan paling aku cintai. Ia bersamaku melihat Al-Jafr, dan tidak ada orang yang melihat Al-Jafr itu kecuali seorang nabi atau washî 2 .”

Dalam Rijal Al-Kasyî dan Bihâr Al-Anwâr, dari Nashr bin Qâbûs bahwa ia pernah berada di rumah Imam Al-Kâzhim as. Imam Al-Kâzhim as. memperlihatkan putra beliau Imam Ar-Ridhâ kepadanya, sedang beliau memandang Al-Jafr . Imam Mûsâ berkata: “Ini adalah anakku Ali yang melihat kitab tersebut.” 3

Begitulah mereka saling mewarisi kitab-kitab itu secara bergantian. Mereka juga senantiasa merujuk kepadanya dari generasi ke generasi, mengeluarkan ilmu pengetahuan dan hukum darinya, dapat dipahami dengan jelas dari hadis-hadis berikut ini:

7. Para Imam Merujuk kepada Kitab-Kitab Warisan Mereka

Tentang Al-Jafr dan mushaf Fathimah, kita temukan Imam Ash-Shâdiq as. merujuk kepada keduanya untuk mencari tahu tentang berkuasanya keturunan Imam Hasan Al-Mujtabâ, cucu terbesar Rasulullah saw.

Dalam Al-Kâfî dan Bashâ’ir Ad-Darajât, Fudhail bin Sakrah ber- kata:”Aku pernah bertamu kepada Imam Abu Abdillah Ash-Shâdiq as. Beliau berkata, ‘Hai Fudhail, tahukan kamu barusan aku melihat apa?’

‘Tidak tahu’, jawabku pendek.

1 Riwayat Ali bin Yaqthîn memiliki tiga sanad dalam Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 164 hadis ke-7, 8, dan 9. Dalam Al-Irsyâd, h al. 285. disebutkan: “kunyatî (julukanku),

bukan kutubî (buku- bukuku).” 2 Ushûl Al-Kâfî, jil. 1, hal. 311-312 hadis ke-2; Al-Irsyâd, karya Syaikh Mufîd, hal.

285-286; Al-Ghaibah, karya Syaikh Ath-Thûsî, hal. 28; Al-Wâfî, jil. 2, hal. 283. Mungkin maksud da ri Nu‘aim Al-Qâbûsî adalah Nu‘aim bin Al-Qâbûs, saudara Nashr bin Qâbûs yang akan kami sebutkan setelah ini. Dan dia termasuk perawi yang terpecaya dari Imam Al-Kâzhim as. Silakan rujuk Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 9/ 225.

3 Rijal Kasyi, hal. 382; Bihâr Al-Anwâr, jil. 49, hal. 27, hadis ke-46.

B AB III: P ASAL K EEMPAT

Beliau berkata: ‘Aku barusan melihat mushaf Fathimah as. Tiada raja yang memimpin dunia ini kecuali namanya dan nama ayahnya telah disebut

di sana. Aku tidak melihat satu pun dari keturunan Imam Hasan Al- Mujtabâ as.’” 1

Walîd bin Shubaih berkata: “Abu Abdillah pernah berkata kepadaku, ‘Hai Walîd, sesungguhnya aku pernah melihat mushaf Fathimah. Aku tidak melihat Bani Polan di dalamnya sel 2 ain seperti debu sandal.’”

Sulaiman bin Khâlid berkata: “Aku pernah mendengar Abu Abdillah berkata, ‘Sesungguhnya aku memiliki shahîfah. Dalam shahîfah ini terdapat nama para raja. Tetapi tidak satu pun keturunan Hasan as. terdapat di sana.’” 3

Dari Umar bin Udzainah, 4 dari sekelompok orang yang pernah mendengar Abu Abdillah berkata. Beliau pernah ditanya tentang

Muhammad. Beliau berkata: “Sesungguhnya aku memiliki dua kitab yang di dalamnya terdapat nama setiap nabi dan raja yang memimpin. Sumpah demi Allah, dalam kedua kitab itu tidak terdapat nama Muhammad bin Abdillah.”

Maksud Imam Abu Abdillah dari dua kitab tersebut adalah Al-Jafr dan mushaf Fathimah. Dan para nabi yang beliau maksud adalah seluruh nabi yang muncul sebelum kakek beliau as., sebagaimana hal ini dapat dipahami dengan jelas dari hadis-hadis berikut ini:

Dalam Bashâ’ir Ad-Darajât, Mu‘allâ bin Khunais berkata: “Abu Abdillah as. berkata, ‘Tiada seorang nabi, washî, dan juga raja pun kecuali terdapat dalam kitabku ini. Tidak, sumpah demi Allah, nama Muhammad bin

Abdillah bin Hasan tidak terdapat di dalamnya.’” 5

1 Ushûl Al-Kâfî, jil. 1, hal. 242, hadis ke-8; Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 169, hadis ke- 3; Al-Wâfî, jil. 2, hal. 136.

Fudhail bin Sakrah, Abu Muhammad Al-Asadî, meriwayatkan dari Imam Ash-Shâdiq as. Silakan Anda lihat Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 7, hal. 337.

2 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 170 dan 161, hadis ke-32, hadis serupa. Walîd bin Shubaih Al-Kûfî Al-Asadî adalah pembesar mereka. Ia meriwayatkan hadis

dari Imam Ash-Shâdiq as. Silakan Anda rujuk Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 9, hal. 254. 3 B ashâ’ir Ad-Darajât, hal. 169, hadis ke-5.

4 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 169, hadis ke-2. Riwayat yang mirip dengannya juga terdapat dalam Al-Kâfî dan Al-Wâfî yang akan kami sebutkan nanti.

Umar bin Udzainah adalah Muhammad bin Umar. Nama ayahnya lebih mendominasi nama dirinya. Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Umar bin Abdurrahman bin Udzainah, salah seorang budak Qais. Ia meriwayatkan hadis dari Imam Ash-Shâdiq dan Al-Kâzhim. Silakan Anda rujuk Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 7, hal. 179.

5 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 169, hadis ke-4.

B AB III: P ASAL K EEMPAT 444

Hadis yang serupa juga diriwayatkan oleh ‘Aish bin Qâsim. 1 Dalam Bashâ’ir Ad-Darajât, Mu‘allâ bin Khunais berkata: “Aku pernah

berada di sisi Abu Abdillah as. saat Muhammad bin Abdillah bin Hasan datang. Ia pamit dan kemudian pergi. Abu Abdillah sedih dan berlinang air mata. Aku bertanya kepada beliau, ‘Aku melihat anda melakukan hal yang belum aku lihat sebelumnya.’

Beliau menjawab, ‘Aku merasa iba kepadanya, karena ia dibebani masalah yang tidak akan dia miliki. Karena aku melihat dalam kitab Ali as.

bahwa dia bukan termasuk dari khalifah umat ini, dan juga bukan penguasa dari para penguasa umat.’” 2

‘Anbasah bin Bajjâd Al-‘Abid berkata: “Saat Ja‘far bin Muhammad melihat Muhammad bin Abdillah bin Hasan Al-Mujtabâ, matanya berkaca- kaca seraya berkata, ‘Sumpah demi jiwaku ini, sesungguhnya masyarakat mengatakan bahwa dialah Mahdî. Padahal dia akan terbunuh, dan dia tidak terdapat dalam kitab ayahnya, Ali as., bahwa dia termasuk khalifah umat ini.’” 3

Maksud Imam Ash-Shâdiq as. dari kitab Ali as. adalah Al-Jafr yang telah mereka warisi dari beliau. Dalam Al-Kâfî , dari Fudzail bin Yasâr, Buraid bin Mu‘âwiyah, dan Zurârah bahwa Abdul Malik bin A‘yân pernah berkata kepada Abu Abdillah: “Aliran Zaidiyah telah mengelu-elukan Muhammad bin Abdillah. Apakah ia akan menjadi seorang penguasa?”

Beliau menjawab: “Sumpah demi Allah, aku memiliki dua kitab yang di dalamnya terdapat nama semua para nabi dan penguasa yang akan memimpin dunia. Tidak, sumpah demi Allah, nama Muhammad bin Abdillah tidak terdapat dalam kitab tersebut.” 4

Imam telah mengambil sikap dalam menanggapi pergerakan paman beliau dari keturunan putra Imam Hasan Al-Mujtabâ dengan bersandar kepada kandungan Al-Jafr putih dan mushaf Fathimah as. Kadang-kadang

1 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 169, hadis ke-6. Abul Qâsim ‘Aish bin Al-Qâsim Al-Bajalî, keponakan Sulaiman bin Khâliq. Ia

meriwayatkan hadis dari Imam Ash-Shâdiq dan Al-Kâzhim as. Silakan Anda rujuk Qâmûs Ar-Rijâl , jil. 7, hal. 274, Al-Kâfî, dan Al-Wâfî, jil. 1, hal. 57.

2 Al-Kâfî, hal. 168-169, hadis ke-1. 3 Maqâtil Ath-Thâlibiyyîn, hal. 208; Al-Irsyâd, Syaikh Mufîd, hal. 260. 4 Ushûl Al-Kâfî, jil. 1, hal. 242, hadis ke-8; Al-Wâfî, jil. 2, hal. 136.

Buraid bin Mu‘âwiyah, Abu Qâsim Al-Ajalî, meriwayatkan hadis dari Imam Al-Bâgir dan Ash-Shâdiq as. dan wafat pada tahun 150 H. Silakan Anda rujuk Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 2, hal. 164.

B AB III: P ASAL K EEMPAT

beliau memberitahukan kepada mereka tentang akibat tindakan mereka itu seperti yang telah beliau dapatkan dalam kitab-kitab itu. Tetapi mereka tidak menggubris nasihat dan ucapan beliau itu. Riwayat berikut ini menjelaskan masalah tersebut.

Dalam Maqâtil Ath-Thâlibiyyîn , Abul Faraj berkata: “Sekelompok Bani Hâsyim berkumpul di Abwa’. Di antara mereka terlihat Ibrahim bin Muhammad bin Ali bin Abdillah bin Al- Abbâs, Abu Ja‘far bin Al-Manshûr, Saleh bin Ali Abdullah bin Al-Hasan Al-Mujtabâ dan kedua putranya, Muhammad dan Ibrahim, serta Muhammad bin Abdillah bin Amr bin

‘Utsmân. 1 Saleh bin Ali berkata, ‘Kalian telah mengetahui bahwa kalian adalah

orang yang diperhatikan oleh masyarakat, dan Allah telah mengumpulkan kalian di tempat ini. Maka berbaiatlah kepada salah satu dari kalian dan saling percayalah kalian terhadapnya, niscaya Allah akan memberikan kemenangan dan Dia adalah sebaik- baiknya pemberi kemenanga.’

Setelah mendengar itu, Abdullah bin Hasan menghaturkan puja dan puji kepada Allah saw . seraya berkata, ‘Kalian tahu bahwa anakku adalah Mahdî. Maka marilah kita membaiatnya.’

Abu Ja‘far Al-Manshûr berkata, ‘Apa yang telah menipu diri kalian? Sumpah demi Allah, kalian tahu bahwa tak seorang pun di antara manusia ini yang lebih ditaati dan l ebih cepat diterima daripada anak muda ini.’ Maksudnya adalah Muhammad bin Abdullah.

Mereka menimpali, ‘Demi Allah, kamu telah berkata benar. Hal inilah yang telah kita ketahui.’ Maka mereka membaiat Muhammad dan memegang tangannya. Mereka mengirim utusan 2 kepada Ja‘far bin Muhammad Ash-Shâdiq as. Ja‘far bin Muhammad datang. Abdullah bin Hasan mempersilakan beliau

1 Ibrahim bin Muhammad bin Ali Bin Abdillah bin Abbâs, digelari dengan imam. Ia adalah shâhib ad- da‘wah Bani Abbâs. Ia dipenjara oleh Marwân Al-Himâr, khalifah

terakhir dinasti Bani Umaiyah di Haran dan akhirnya dibunuh pada tahun 132 H. Silakan Anda rujuk Târîkh Ibnu Al-Atsîr, jil. 5, hal. 158 dan Murûj Adz-Dzahab karya Al- Mas‘ûdî, jil. 3, hal. 244. Saudaranya adalah Abu Ja‘far Al-Manshûr yang dibaiat setelah saudaranya, As- Saffâh, mati pada tahun 136 H. Dan Abu Ja‘far sendiri meninggal dunia pada tahun 158 H. saat perjalanan menuju ke Mekkah. Muhammad bin Abdillah bin Ammâr bin ‘Utsmân yang dikenal dengan Ad-Dîbâj telah dibunuh oleh Abu Ja‘far Al-Manshûr pada tahun 142 di Haran dan kepalanya dikirim ke kota Khurasan.

2 Dan dalam sebuah riwayat, Abdulah bin Hasan berkata kepada mereka: “Kita tidak menginginkan Ja‘far sehingga dia ikut campur dan merusak urusan kalian.”

B AB III: P ASAL K EEMPAT 446

duduk di samping dirinya. Abdullah berbicara seperti yang telah diucapkannya.

Ja‘far bin Muhammad berkata, ‘Jangan kalian lakukan ini, karena urusan ini belum tiba. Jika kamu meyakini bahwa putramu ini adalah Mahdî, maka hal ini tidak benar dan bukan waktunya. Jika kamu ingin

memberontak karena marah demi Allah, memerintahkan makruf, dan melarang kemungkaran, maka sumpah demi Allah kami tidak akan meninggalkanmu karena kamu adalah sesepuh kami dan kami akan membaiat putramu.’

Abdullah pun marah seraya berkata, ‘Kamu telah mengetahui apa yang bertentangan dengan yang kamu katakan itu. Sumpah demi Allah, Dia tidak akan memberitahukanmu tentang alam gaib-Nya. Kamu melakukan penentangan ini karena perasaan iri terhadap putraku.’ 1

Ja‘far bin Muhammad balik berkata, ‘Demi Allah bukan itu yang membuatku mengatakan demikian. Akan tetapi, dia, saudaranya, dan anak- anak mereka setelah kalian.’ Kemudian beliau menepuk punggung Abul Abbas dan memukul pundak Abdullah bin Hasan seraya berkata, ‘Demi Allah, kepemimpinan ini bukan untukmu dan bukan untuk kedua putramu. Akan tetapi, kepemimpinan ini adalah milik mereka, dan sesungguhnya kedua putramu ini akan terbunuh .’

Kemudian Ja‘far bin Muhammad bangkit dan bersandar kepada tangan Abdul Aziz bin ‘Imrân Az-Zuhrî seraya berkata, ‘Apakah kalian melihat pemilik jubah kuning —yaitu Abu Ja‘far? Sumpah demi Allah, sesungguhnya kami menemukan bahwa ia akan membunuh anaknya.’

Abdul Aziz bertanya, ‘Apakah Abu Ja‘far akan membunuh Muhammad?’ ‘Ya’, jawab beliau ringkas. Aku berkata kepada diriku sendiri, ‘Sumpah demi pemilik Ka‘bah, ini

adalah kedengkiannya.’ Abdul Aziz berkata, ‘Sumpah demi Allah, aku tidak pergi dari dunia ini sehingga aku melihat Abu Ja‘far membunuh kedua abaknya’. Ketika Ja‘far mengatakan hal itu, para hadirin pergi dan berpisah dan tidak berkumpul lagi setelah itu. Kemudian Abdush Shamad dan Abu Ja‘far

1 Ushûl Al-Kâfî, jil. 1, hal. 242, hadis ke-8; Al-Wâfî, jil. 2, hal. 136. Burai bin Mua- wiyah, Abu Qâsim Al Ajali, dia meriwayatkan dari dua Imam, Al-Bâgir dan Ash-

Shâdiq (w:150 H) Qâmûs Ar-Rijâl 2/164.

B AB III: P ASAL K EEMPAT

membuntuti Ja‘far bin Muhammad seraya bertanya, ‘Wahai Abu Abdillah, benarkah kamu berkata demikian?’

Ja‘far bin Muhammad menjawab, ‘Sumpah demi Allah, aku menga- takan hal itu dan mengetahuinya.’” 1 .

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Imam Ash-Shâdiq berkata kepada Abdullah bin Hasan: “Sesungguhnya kekuasaan ini bukan untukmu

dan bukan untuk kedua putramu. Akan tetapi untuk dia —yaitu As-Saffâh, kemudian untuknya —yaitu Al-Mashûr, kemudian untuk keturu-nannya. Kekuasaan ini akan tetap mereka pegang sehingga mereka menobatkan anak kecil menjadi pemimpin dan mengangkat kaum wanita sebagai badan musyawarah mereka ....”

Abdullah menimpali: “Hai Ja‘far, demi Allah, Dia tidak memberitahu- kan kepadamu tentang alam gaib- Nya ....” Imam Ash- Shâdiq menegaskan: “Tidak, demi Allah. Aku tidak iri terhadap putramu. Sesungguhn ya Abu Ja‘far ini akan membunuh anakmu itu di daerah Ahjâr Az-Zait, kemudian membunuh saudaranya setelah itu di medan laga, sedangkan kaki- 2 kaki kudanya berada dalam air ....”

Ath-Thabarî dan Abul Faraj meriwayatkan dari ibu Husain putri Abdullah bin Ali bin Muhammad Husain sang cucu Rasulullah, ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada pamanku Ja‘far bin Muhammad, ‘Semoga aku menjadi tebusanmu! Apa yang akan menimpa Muhammad bin Abdullah?’

Beliau menjawab, ‘Sebuah ujian! Ia akan terbunuh di samping rumah seorang berkebangsaan Romawi dan saudaranya akan terbunuh di Irak, sedang kaki- 3 kaki kudanya berada dalam air.’”

Ath-Thabarî juga meriwayatkan, ketika Isa, jenderal Al-Manshûr, memasuki Madinah, Imam Ja‘far bin Muhammad Ash-Shâdiq as. ber-tanya: “Apakah memang dia yang telah datang?”

Salah seorang balik bertanya: “Siapa yang Anda maksud, wahai Abu Abdillah?” Beliau menjawab: “Qrang yang akan bermain-main dengan darah kita. Sumpah demi Allah, dia akan membunuh Muhammad dan Ibrahim.”

1 Maqâtil Ath-Thâlibiyyîn hal. 206-208 dan Al-Irsyâd syah Mufid hal. 259-260. 2 Ibid, jil. 2, hal. 253-256. 3 Târîkh Ath-Thabarî, jil. 9, hal. 230, dan cet. Eropa, jil. 3, hal. 254; Maqâtil Ath-

Thâlibiyyîn , hal. 248.

B AB III: P ASAL K EEMPAT 448

Ath- Thabarî berkata: “Muhammad keluar bersama Hamzah bin Abdillah bin Muhammad bin Ali, sedang Ja‘far, pamannya, melarang ia keluar seraya berkata, ‘Demi Allah, dia akan terbunuh.’” 1