Anfâl (Harta Rampasan Perang)

5.4.4. Anfâl (Harta Rampasan Perang)

Anfâl adalah bentuk plural dari nafal. Secara linguistik, nafal berarti pem- berian dan hibah. Nafl berarti tambahan atas kadar yang wajib. Naffalahû naflan wa tanfîlan wa anfalahû iyyâh, berarti a‘thâhu naflan (memberikan kepadanya kadar yang lebih dari yang wajib). Termasuk dalam kategori ini, nafluhû salaba Al-qatîl (pemberiannya berhasil merampas orang yang akan dibunuh itu) dan nawâfil Ash-shalâh (salat-salat sunah). 2

Di dalam syariat Islam, kata anfâl digunakan untuk pertama kalinya dalam surah Al- Anfâl: “Mereka bertanya kepadamu tentang anfâl ....” (QS. Al-

mengumpulkan sebanyak empat ribu delapan ratus hadis dan kusebutkan hadis yang Shahîh, yang serupa dengan hadis Shahîh, dan yang mendekati hadis Shahîh.” Ia berdomisili di Bashrah dan meninggal dunia di situ. Silakan Anda rujuk tafsir kisah tersebut di dalam Ad-Durr Al-Mantsûr, dalam tafsir ayat tersebut.

1 Al-Azharî Abu Manshûr Muhammad bin Ahmad bin Al-Azhar Al-Hirawî Asy- Syâfi‘î. Ia adalah seorang ahli bahasa Arab. Para pengikut aliran Qarâmithah pernah

maenawannya dan ia pernah hidup bersama mereka berdomisili di gurun pasir selama berabAd-abad. Dengan itu, ia banyak terpengaruh oleh gaya bicara dan kultur kehidupan mereka sehari-hari. Di antara karya-karya tulisnya adalah At-Tahdzîb. Ketika ia mendefinisikan shawâfî, mungkin ia terpengaruh oleh gaya bahasa dan percakapan para penganut aliran Qarâmithah yang berkenaan dengan peperangan, penawanan tawanan, dan harta rampasan perang. Atas dasar ini, definisinya ini bukanlah sebuah definisi terminologi syar‘î sehingga pendapatnya layak untuk dijadikan tolok ukur dalam menafsirkan kosa kata-kosa kata tertentu yang terdapat di dalam hadis.

2 Silakan Anda rujuk buku-buku kamus bahasa Arab, khususnya Lisân Al- ‘Arab, kata [ لفن].

B AB III: P ASAL K ETIGA 121

Anfâl [8]:1) Sebab turun ayat ini adalah, muslimin melakukan peperangan untuk pertama kalinya di bawah komanda Rasulullah saw. di perang Badar Al-Kubrâ pada tahun kedua Hijriah. Ketika perang usai dengan kemena- ngan telak muslimin atas bangsa Quraisy, mereka berbeda pendapat dalam menangani harta rampasan perang yang berhasil mereka dapatkan. Mereka merujuk kepada Rasulullah saw. dalam hal ini, dan turunlah beberapa ayat Al- Qur’an dari permulaan surah Al-Anfâl:

“Mereka menanyakan kepadamu tentang [pembagian] anfâl [harta rampasan perang]. Katakanlah, ‘Harta rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfâl [8]:1)

Dalam Sîrah Ibn Hisyâm, Târîkh Ath-Thabarî, Sunan Abi Dâwûd, 1 dan buku- buku yang lain disebutkan —redaksi kisah ini dinukil dari buku pertama:

“Rasulullah saw. memerintahkan untuk mengumpulkan seluruh harta laskar musuh yang masih bisa dimanfaatkan. Seluruh harta itu pun dikumpulkan dan muslimin berselisih pendapat tentang harta itu. Orang- orang yang telah mengumpulkan hari itu berkata, ‘Harta itu untuk kami.’ Orang- orang yang berperang melawan laskar musuh berkata, ‘Demi Allah, seandainya bukan karena kami, kamu sekalian tidak akan pernah mendapatkannya. Kamilah orang-orang yang telah menyibukkan kaum itu darimu sehingga kamu mendapatkan harta yang telah kamu dapatkan.’ Dan orang-orang yang telah berjasa melindungi Rasulullah saw. dari serangan musuh berkata, ‘Demi Allah, kamu tidak lebih berhak atas harta itu daripada kami. Kami sempat ingin membunuh musuh ketika Allah memberikan kekuasaan kepada kami atas mereka dan kami juga sempat ingin mengambil harta ketika tidak ada orang yang mencegahnya dari kami. Akan tetapi, kami khawatir musuh akan menyerang balik Rasulullah saw. Oleh karena itu, kami berdiri tegak membela beliau. Dengan ini, kamu tidak lebih atas harta ini daripada kami.’”

Ibn Hisyâm juga meriwayatkan dari ‘Ubâdah bin Shâmit bahwa ia pernah berkata tentang surah Al- Anfâl: “Ayat ini turun berkenaan kami,

para prajurit Badar ketika kami berselisih pendapat tentang harta rampasan perang dan perangai kami menjadi buruk karena itu. Lalu Allah mencabut hak harta itu dari tangan kami dan menyerahkannya kepada Rasulullah saw.

1 Sunan Abi Dâwûd, kitab Al-Jihâd, bab Fî An-Nafl, jil. 3, hal. 9.

B AB III: P ASAL K ETIGA

sepenuhnya. Rasulullah pun membagi-bagikannya di kalangan muslimin dengan sama rata.”

Ia meriwayatkan dari Abu Usaid As- Sâ‘idî bahwa ia pernah berkata: “Pada perang Badar, aku berhasil mendapatkan pedang Bani ‘Â’idz Al- Makhzûmî yang bernama Marzbân. Ketika Rasulullah saw. memerintah-kan seluruh prajurit untuk mengembalikan seluruh harta rampasan perang yang telah diambilnya, aku datang dan meletakkan pedang tersebut di timbunan harta rampasan perang itu.”

Ibn Hisyâm berkata: “Setelah itu, Rasulullah saw. berangkat menuju ke Madinah dengan membawa seluruh musyrikin yang telah menjadi tawanan perang. Ketika beliau keluar dari daerah selat Ash- Shafrâ’, beliau berhenti di sebuah padang pasir yang terhampar luas dan membagi-bagikan harta rampasan perang yang telah dianugerahkan Allah kepada muslimin dari harta musyrikin itu secara merata di situ.” 1

Dari seluruh penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa ketika Allah swt. menggunakan kosa kata anfâl dalam ayat Al- Qur’an, yang Dia maksud adalah arti leksikalnya, yaitu hibah dan pemberian. Artinya, harta musuh yang berhasil kamu kuasai tidaklah berdasarkan perampasan (an- nahb wa as-salb) untuk memilikinya sesuai dengan tradisi masyarakat Jahiliyah, tetapi semua harta itu adalah pemberian dari Allah. Kemudian, seluruh harta itu adalah kepunyaan Allah dan Rasul-Nya, dan kamu berkewajiban untuk mengembalikannya kepada Rasul-Nya supaya beliau memperlakukannya (baca: mengalokasikannya) sesuai dengan pandangan beliau.

1 Sîrah Ibn Hisyâm, jil. 2, hal. 283-286, dan menurut cet. yang lain, jil. 2, hal. 296. Tafsir ayat tersebut terdapat di dalam Tafsir Ath-Thabarî dan buku-buku tafsir

lainnya. ‘Ubâdah bin Shâmit Abul Walîd Al-Anshârî Al-Khazrajî. Ia pernah menyaksikan peristiwa Baiat ‘Aqabah Pertama dan Kedua dan seluruh peperangan Rasulullah saw. Ia adalah salah seorang nuqabâ’ kaum Anshar dan termasuk salah seorang yang hafal Al- Qur’an pada masa Nabi saw. Ia meninggal dunia pada tahun 34 atau 45 Hijriah di Ar-Ramlah atau Baitul Maqdis. Biografinya terdapat di dalam Usud Al-Ghâbah, jil.

3, hal. 107. Abu Usaid Mâlik bin Rabî‘ah Al-Anshârî Al-Khazrajî. Ia pernah menyaksikan perang Badar dan peperangan-peperangan setelahnya. Tahun kewafatannya diselisihkan di kalangan ulama antara tahun 60 atau 65 Hijriah. Biografinya terdapat di dalam Usud Al-Ghâbah , jil. 4, hal. 279. Bani ‘Â’idz bin Abdullah bin Umar bin Makhzûm berasal dari kabilah Quraisy. Silsilah keturunan mereka terdapat dalam buku Nasab Quraisy , karya Mush‘ab Az- Zubairî, hal. 299.

B AB III: P ASAL K ETIGA 123

Dari penjelasan ini kita dapat memahami kesesuaian arti adekuansi (munâsabah) mengapa kosa ini (anfâl) digunakan digunakan di dalam hadis- hadis para imam Ahlul Bait as. dan yang dimaksud darinya adalah “seluruh harta di ambil dari negeri kafir (dâr al-harb) tanpa peperangan, setiap bumi yang ditinggalkan oleh penduduknya tanpa peperangan, harta milik pribadi para raja yang berada di tangannya bukan dengan jalan ghashab, hutan belantara, lembah-lembah, tanah- 1 tanah mati, dan lain sebagainya.” Karena semua harta itu adalah pemberian Allah dan hibah untuk Rasul-Nya, dan untuk para imam sepeninggal beliau. Dengan penggunaan terkahir ini, di dalam tradisi ( ‘urf) Islami, kosa kata anfâl—menurut pandangan para imam Ahlul Bait as —adalah nama untuk seluruh harta yang telah kami sebutkan di dalam tanda petik tersebut.