Membuka Peluang bagi Hadis-hadis Israiliyah

e. Membuka Peluang bagi Hadis-hadis Israiliyah

Ketika mazhab K hulafâ’ menutup pintu periwayatan hadis dari Rasulullah saw. bagi seluruh muslimin —seperti telah kami paparkan pada pembahasan yang lalu, mereka membuka pintu periwayatan hadis-hadis Israiliyah 1 lebar- lebar. Mereka telah mengizinkan kepada orang-orang seperti Tamîm Ad-

1 Yaitu, hadis-hadis Bani Israiliyah yang diambil dari Taurat.

B AB III: P ASAL K EDUA 58

Dârî 2 yang beragama Kristiani dan Ka‘b Al-Ahbâr yang beragama Yahudi — yang telah memeluk Islam setelah agama ini tersebar —untuk menyebarkan

1 Abu Ruqaiyah Tamîm bin Aus Ad-Dârî. Ia adalah pengikut agama Kristiani, seorang ulama ahlulkitab, rahib penduduk masanya, dan seorang ‘âbid di Palestina. Ia tiba di

Madinah setelah peristiwa perang Tabuk dan menyatakan memeluk Islam setelah ia terbukti mencuri dengan tujuan untuk menghindari hukuman mencuri yang harus diterimanya. Kisahnya adalah sebagai berikut ini: Ia pergi ke Syam untuk berdagang bersama ‘Adî bin Badâ’ dan seseorang dari kabilah Bani Sahm. Orang yang berasal dari kabilah Sahm itu meninggal dunia dan ia berwasiat supaya mereka berdua menyampaikan seluruh hartanya kepada keluarganya. Ia memasukkan surat wasiatnya di dalam hartanya itu. Mereka berdua mengambil harta yang sangat menarik bagi mereka. Di antara harta yang diambil oleh mereka adalah sebuah bejana yang terbuat dari perak dan di dalam terdapat 300 mitsqâl uang dinar yang berlapis emas. Ketika mereka berdua menyerahkan sisa hartanya, mereka merasa kehilangan sebagian hartanya. Para pewaris melihat surat wasiat itu dan mereka mendapatkan seluruh hartanya lengkap tertulis di dalamnya, tidak ia jual dan tidak juga ia hibahkan kepada orang lain. Para pewaris mengadukan tindakan mereka berdua kepada Nabi saw. Beliau menyuruh mereka berdua bersumpah di samping mimbar setelah mengerjakan salat Asar. Mereka berdua bersumpah dan beliau membiarkan mereka berdua pergi. Setelah itu, mereka menemukan bejana itu di rumah Tamîm. Para pewaris pun mengadukan mereka berdua lagi kepada Nabi saw. Lalu, turunlah ayat: “Wahai orang-orang yang beriman, persaksian di antara kamu semua ....” Kedua orang dari kabilah Bani Sahm bersumpah bahwa harta itu milik sahabat mereka. Para pewaris mengambil seluruh harta itu dari tangan Tamîm dan sahabatnya. Kemudian, Tamîm mengaku bahwa ia t elah berkhianat. Nabi berkata kepadanya: “Celakalah engkau. Hai Tamîm, masuklah Islam, niscaya Allah akan mengampunimu.” Ia pun masuk Islam. Tamîm hidup di Madinah hingga masa kekuasaan Umar. Umar sangat mengagungkannya dan pernah berkomentar bahwa ia adalah penduduk Madinah yang terbaik. Umar menyamakan hadiah negara kepadanya dengan para sahabat yang pernah mengikuti perang Badar. Ketika Umar menciptakan sunah untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan, ia memerintahkan Tamîm dan Ubay untuk menjadi imam salat. Setelah Utsman terbunuh, ia pindah ke Syam dan hidup di bawah lindungan Mu‘âwiyah. Ia mati pada tahun 40 Hijriah. Kami telah memaparkan kisah dan biografi Tamîm secara ringkas dalam buku Min Târîkh Al-Hadîts . Dalam buku ini juga dipaparkan peristiwa dan buku-buku referensi berkenaan dengan kisah itu.

2 Abu Ishâq Ka‘b bin Mâti‘. Ia adalah salah seorang ulama besar ahlulkitab dan pendeta agama Yahudi di Yaman. Ia pergi ke Madinah dan menyatakan masuk Islam

pada masa Umar berkuasa. Ia pun menetap di kota itu atas permintaan Umar. Ketika tanda-tanda pemberontakan atas Utsman mulai muncul, ia hengkang ke Syam dan hidup di sisi Mu‘âwiyah dengan penuh penghormatan. Ia mati pada tahun 34 Hijriah di Himsh setelah berusia 104 tahun. Silakan Anda rujuk biografinya dalam buku kami, Min Târîkh Al-Hadîts . Sesungguhnya Ka‘b pendeta agama Yahudi yang pasti keberadaannya ini adalah orang yang telah berpengaruh atas pemikiran Islam dalam sebagian sisinya, bukan

59 B AB III: P ASAL K EDUA

hadis-hadis Israiliyah demi mendekatkan diri (baca: menjilat) para khalifah sepeninggal Rasulullah saw. Mazhab Khulafâ’ melapangkan lahan bagi mereka berdua dan untuk orang-orang seperti mereka untuk menyebarkan hadis-hadis Israiliyah di tengah-tengah muslimin sesuka hati mereka. Khalifah Umar memberikan waktu khusus kepada Tamîm selama satu jam untuk membacakan hadis di masjid Rasulullah saw. sebelum pelaksanaan salat Jumat dan Utsman mengubah hal itu menjadi dua jam dalam sehari pada saat ia berkuasa.

Berkenaan dengan Ka‘b pendeta agama Yahudi itu, khalifah Umar, Utsman, 1 dan Mu‘âwiyah sering bertanya kepadanya tentang asal mula

penciptaan, peristiwa hari kiamat, tafsir Al- Qur’an, dan lain sebagainya. Para sahabat seperti Anas bin Mâlik, Abu Hurairah, 2 Abdullah bin

Umar bin Khatab, Abdullah bin Zubair, Mu‘âwiyah, dan orang-orang setipe mereka dari kalangan sahabat dan tabiin telah meriwayatkan hadis dari mereka berdua.

Penukilan hadis-hadis Israiliyah tidak hanya terbatas dilakukan oleh dua orang ulama ahlulkitab dan para murid mereka tersebut. Sekelompok orang juga ikut andil bersama mereka dan setelah periode mereka. Realita itu berlanjut hingga masa kekhalifahan dinasti Bani Abbasiyah, kecuali pada

Abdullah bin Saba’ yang diada-adakan itu yang memiliki pengaruh tersebut—seperti yang mereka sangka. Silakan Anda rujuk buku Abdullah bin Saba’.

1 Utsman bin ‘Affân bin Abil ‘Âsh Al-Qarasyî Al-Umawî. Ibunya adalah Arwâ binti Karîz Al- Umawî dan ibu Arwâ adalah Baidhâ’ binti Abdul MuThalib, bibi Rasulullah

saw. Ia menikahi Ruqaiyah, putri Rasulullah dan berhijrah ke Habasyah, lalu ke Madinah. Setelah Ruqaiyah wafat, ia menikahi sudarinya, Ummu Kultsûm yang juga meninggal dunia karena disiksa. Utsman tidak memiliki keturunan dari mereka berdua. Ketika Ali enggan menerima syarat untuk mengamalkan sirah kedua Khalifah pertama, Abdurrahman bin ‘Auf membai‘atnya pada tanggal 1 Muharam 24 Hijriah. Ketika ia berkuasa, Bani Umaiyah (orang-orang yang memiliki kekuasaan) memperlakukan muslimin dengan tidak senonoh. Mereka memberontak kepadanya di bawah komando kaum Quraisy pada bulan Dzulhijjah 36 Hijriah. Mereka menolak Utsman dikuburkan di pemakaman Baqi‘. Dengan demikian, ia dikuburkan di ladang Kaukab yang kering. Para penulis kitab Shihâh telah meriwayatkan hadis darinya sebanyak 146 hadis. Silakan Anda rujuk Jawâmi‘ As-Sîrah, hal. 277 dan Ahâdîts Ummil Mukminin ‘Aisyah, pasa “Pada Masa Dua Ipar”.

2 Abu Hurairah Ad-Dausî. Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama dan nasabnya. Para ahli hadis telah meriwayatkan hadis darinya sebanyak 5374 hadis. Ia

mati pada tahun 57 atau 58 hijriah. Silakan Anda rujuk Jawâmi‘ As-Sîrah, hal. 276 dan buku Syaikh Al-Mudhîrah, karya seorang alim Mesir, Syaikh Mahmûd Abu Rayyah.

B AB III: P ASAL K EDUA 60

masa kekuasaan Imam Ali as. Beliau mengusir mereka dari masjid-masjid muslimin, dan mereka dikenal dengan gelar “para pembual kisah” (Al- Qashshâshîn ). Mereka telah banyak mempengaruhi pemikiran Islam yang terdapat di kalangan para pengikut mazhab Khulafâ’, dan dari sini kebudayaan Israiliyah berhasil merasuk ke dalam Islam dan mewarnainya

dengan warnanya (yang khas). Dengan demikian, di kalangan mazhab Khulafâ’ tersebar keyakinan bahwa Allah adalah jisim, para nabi dapat

berbuat kemaksiatan, dan pandangan khusus berkenaan dengan konsep awal penciptaan dan hari akhir, dan pemikiran-pemikiran Israiliyah lainnya. Pengaruh mereka bertambah besar pada masa kekuasaan dinasti Bani Umaiyah, khususnya pada saat Mu‘âwiyah berkuasa ketika ia menjadikan orang-orang penting dan berpengaruh dari kalangan para pengikut agama Kristiani sebagai juru tulisnya, seperti Sir John, 1 sebagai dokter pribadinya,

2 seperti Ibn Atsâl, 3 dan penyairnya, seperti Al-Akhthal. Dan dapat

1 Sir Jhon bin Manshûr Ar-Rûmî. Silakan Anda rujuk Târîkh Ath-Thabarî, jil. 2, hal. 205 dan Târîkh Ibn Al-Atsîr, jil. 4, hal. 7. Ia adalah juru tulis dan tempat menyimpan

rahasia baginya. Dan ia juga menjadi juru tulis Yazîd sepeninggalnya. Di dalam Al- Aghânî , jil. 16, hal. 68 disebutkan, Yazîd selalu menjadi Sir Jhon sebagai sahabatnya ketika menenggak khamar. Ia adalah orang yang telah mengUshûlkan kepada Yazîd untuk menunjuk Ibn Ziyâd menjadi penguasa Kufah ketika ia mendengar berita Muslim bin ‘Aqîl berada di kota itu. Silakan Anda rujuk Târîkh Ath-Thabarî, jil. 2, hal. 228 dan 239 dan Târîkh Ibn Al-Atsîr, jil. 4, hal. 17. Anak Sir John juga menjadi juru tulis Abdul Malik. Silakan Anda rujuk At-Tanbîh wa Al-Isrâf , karya Al- Mas‘ûdî, hal. 261 dan Al-Khuthath, karya Al-Maqrîzî, jil. 1, hal. 159.

2 Ketika Mu‘âwiyah ingin membai‘at anaknya, Yazîd untuk menjadi putra mahkota sepeningganya, ia melihat penduduk Syam lebih condong kepada Abdurrahman bin

Khâlid bin Walîd. Ia memerintahkan dokter pribadinya, Ibn Atsâl untuk meracun Abdurrahman dan berjanji kepadanya untuk membebaskan pajak darinya selama setahun dan memberikan hak kuasa penuh kepadanya atas pajak daerah Himsh. Ibn Atsâl melakukannya dan Mu‘âwiyah memenuhi janjinya. Ia dibunuh oleh Khâlid bin Abdurrahman atau keponakannya, Muhâjir. Silakan Anda rujuk Al-Aghânî, jil. 15, hal. 12-13, Târîkh Ath-Thabarî, jil. 2, hal. 82-83, dan Târîkh Ibn Al-Atsîr, jil. 3, hal. 378. Di dalam At-Târîkh-nya, jil. 2, hal. 223, Al- Ya‘qûbî berkata: “Mu‘âwiyah menunjuk Ibn Atsâl untuk menguasai pajak daerah Himsh, sedangkan tak seorang Khalifah pun sebelum dia yang mengangkat para pengikut agama Kristiani untuk menjadi orang penting ....”

3 Abu Mâlik Ghiyâts bin Ghauts Al-Akhthal., salah seorang pengikut agama Kristiani dari daerah Taghlib. Ia dilahirkan pada tahun-tahun permulaan kekhali-fahan Umar

dan mati pada tahun 95 Hijriah. Berkenaan dengan faktor kedekatannya dengan Mu‘âwiyah, Al-Jâhizh menjelaskan, Mu‘âwiyah ingin mengejek kaum Anshar lantaran mayoritas mereka adalah para sahabat Ali dan tidak sependapat dengan Mu‘âwiyah dalam masalah kekhalifahan.

61 B AB III: P ASAL K EDUA

dipastikan bahwa ketika mereka berhasil duduk di istana-istana Bani Umaiyah, mereka tidak akan meninggalkan haluan pemikiran dan tradisi- tradisi kekristianian mereka begitu saja. Tetapi, mereka pasti memboyongnya ke dalam istana kekhalifahan Bani Umaiyah tersebut bersama mereka.

Di samping itu, ibu kota pemerintahan Mu‘âwiyah adalah Syam yang sebelum itu kota ini pernah menjadi ibu kota para pengikut agama Kristiani

Romawi Bizantium. Kota ini memiliki kebudayaan yang sangat kuno. Inilah kondisi kota yang telah dipilih oleh Mu‘âwiyah.

Berkenaan dengan Mu‘âwiyah sendiri, ia telah hidup berkembang di tengah-tengah comberan masyarakat Jahiliyah yang selalu didominasi oleh

Anaknya, Yazîd meminta Ka‘b bin Ju‘ail untuk mengejek mereka dan ia menolak. Ka‘b berkata: “Akan tetapi, aku akan menunjukkan kepadamu seseorang dari kalangan kami yang beragama Kristiani. Lidahnya bak lidah sapi jantan dan tidak memiliki perhitungan untuk mengejek mere ka.” Ia menunjukkan Al-Akhthal kep- adanya. Silakan Anda rujul Al-Bayân wa At-Tabyîn, jil. 1, hal. 86. Dalam buku Al-Aghânî , jil. 13, hal. 142, diriwayatkan dari Ka‘b bin Ju‘ail bahwa Yazîd bin Mu‘âwiyah pernah berkata kepadanya: “Ibn Hassân telah mempermalu-kan Abdurrahman bin Hakam dan juga mempermalukan kami —terdapat kisah antara dia dan istri Ibn Hakam. Oleh karena itu, ejeklah kaum Anshar itu.” Ka‘b menimpali: “Apakah engkau ingin mengembalikanku kepada kemusyrikan? Apakah aku akan mengejek suatu kaum yang pernah menolong dan melindungi Rasulullah? Akan tetapi, aku akan menunjukkan kepadamu seseorang dari kalangan kami yang mengikuti agama Kristiani ....” Menurut sebuah riwayat lain, setelah riwayat itu disebutkan: “Mu‘âwiyah memaksa Ka‘b dan memerintahkannya untuk mengejek kaum Anshar. Ia menunjukkan Al- AKhthal. kepadanya ... Ia pun mengejek mereka dan di antara bait-bait syairnya adalah:

Kaum Quraisy membinasakan kemuliaan dan keagungan Dan berperangai keji di bawah sorban kaum Anshar.

Diriwayatkan bahwa kaum Anshar mengadukan Al- Akhthal. kepada Mu‘âwiyah. Ia menjawab: “Kekuatan lisannya untuk kamu sekalian. Hanya saja anakku telah menyewanya.” Pada waktu itu juga ia berkata kepada Yazîd: “Aku telah kepada kaum itu begini dan begitu, maka sewalah dia ....” Silakan merujuk Al-Aghânî, jil. 13, hal. 147. Di dalam jil. 8, hal. 299, ia berkomentar tentang dia: “Ia adalah seorang penganut agama Kristiani yang kafir dan mencerca muslimin. Ia selalu memakai jubah sutera dan mengenakan kalung emas bersalib di lehernya. Ia pernah pergi menemui Abdul Malik bin Marwân tanpa izin, sedangkan jenggotnya berlumuran khamar. Begitu juga ia pernah menyenandungkan syair di pintu masjid Kufah dalam kondisi yang serupa. Silakan lihat jil. 8, hal. 321. Ia senantiasa menemani Yazîd dalam mabuk-mabukan. (Jil. 16/ 68). Ia juga pernah pergi bersama Yazîd saat ia melaksanakan ibadah haji. (Al-Aghânî, jil. 8, hal. 301)

B AB III: P ASAL K EDUA 62

semangat kabilahisme yang senantiasa memerangi Islam dan seluruh tradisinya sehingga Islam menundukkannya dengan kekuatan pedang. Ia tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat tersebut sehingga tulang- belulangnya kokoh. Setelah usianya mulai menua, ia pindah dari Mekkah — setelah kota ini ditaklukkan oleh muslimin —ke Madinah dan dari kehidupan Jahiliyah ke Islam. 1 Ia tidak menghayati kehidupan masyarakat Islam kecuali dalam waktu yang relatif pendek. Masa yang sangat pendek itu tidak cukup baginya untuk menempa diri dengan tempaan Islami yang masih baru berkembang itu dan membiasakan diri dengannya sehingga ia akan mampu untuk mempengaruhi masyarakat yang memiliki kebudayaan gaya Romawi yang sudah mengakar selama berabad-abad itu. Bahkan sebaliknya, ia sendiri yang akan terpengaruh oleh kebudayaan mereka.

M u‘âwiyah selalu mengusir para sahabat yang sudah menjiwai kultur Islam yang murni, seperti Abu Dzar, Abu Dardâ’, dan para qârî Kufah yang berusaha memprotes metode hidupnya dari masyarakat tersebut. 2

Semua itu adalah faktor-faktor yang menyebabkan mazhab K hulafâ’ tercemari oleh kebudayaan ahlulkitab dari sejak masa Mu‘âwiyah, dan faktor-faktor itu belum ditelaah secara tematis dan tuntas hingga hari ini demi mengetahui sampai di mana pengaruh kebudayaan itu terhadap mazhab ini.

Selain yang telah dipaparkan itu, Mu‘âwiyah juga masih menjiwai kejiwaan dan tradisi masyarakat Jahiliyah, seperti semangat kabilahisme, dan selalu berusaha untuk menghidupkannya kembali. 3 Dengan itu semua,

1 Silakan merujuk buku Ahâdîts Ummil Mukminin ‘Aisyah, bab “Bersama Mu‘âwiyah”.

2 Silakan merujuk Ahâdîts Ummil Mukminin ‘Aisyah, pasal “Bersama Mu‘âwiyah”, hal. 237 dan Syarah Nahjul Balâghah, karya Ibn Abil Hadîd, cet. ke-1, Mesir, jil. 1,

hal. 159-160. 3 Al-Aghânî, cet. Dâr Al-Kutub, jil. 2, hal. 241-251.

Ketika Marwân menjadi penguasa Madi nah untuk Mu‘âwiyah, ia pernah menghukum Abdurrahman bin Arthât karena meminum khamar. Pada masa Jahiliyah, Abdurrahman adalah sekutu Harb, kakek Mu‘âwiyah. Mu‘âwiyah menulis surat kepadanya: “Ammâ ba‘du. Engkau telah mecambuk sekutu Harb di hadapan khal.ayak ramai sebanyak delapan puluh kali. Seandainya sekutu ayahmu, Hakam melakukan, hal. yang serupa, engkau tidak akan mencoreng mukanya. Ketahuilah, demi Allah. Engkau bisa memilih antara membatalkan hukumanmu dan meng-umumkan kesalahanmu, serta mengembalikan nama baiknya atau aku yang mem-batalkan hukumanmu dan memerintahkan supaya engkau dicambuk sebanyak delapan puluh kali sebagai qishâsh ...” Marwân melakukan segala yang diperin-tahkan oleh Mu‘âwiyah.

63 B AB III: P ASAL K EDUA

sebenarnya ia memiliki tujuan-tujuan lain, seperti mewariskan kerajaan kepada keturunannya dan melumpuhkan kekuatan para penentang yang menghunus pedang Rasulullah saw. di hadapannya. Untuk menggapai seluruh tujuan dan cita-citanya itu, ia harus bertindak demi mengobati seluruh penentangan itu. Dalam hal ini, ia memohon bantuan kepada sisa- sisa sahabat yang memiliki jiwa keagamaan yang rapuh dan kejiwaan yang lemah, seperti ‘Amr bin ‘Âsh, Samurah bin Jundub, 1 dan Abu Hurairah. Mereka mengabulkan permohonannya dan menciptakan hadis-hadis palsu yang dapat membantunya untuk mencapai tujuannya, dan mengatasnamakannya sebagai hadis-hadis Rasulullah saw.

Sebagai contoh, di dalam Al-Ahdâts-nya, Al- Madâ’inî meriwayatkan: “Mu‘âwiyah pernah menulis sepucuk surat kepada para gubernurnya setelah

tahun jamaah yang berisi, ‘Aku telah membebaskan diri dari orang yang meriwayatkan satu hadis berkenaan dengan keutamaan Abu Turâb dan keluarganya.’

Di antara tindakan-tindakannya juga, ia menisbatkan Ziyâd kepada ayahnya sesuai dengan tradisi Jahiliyah dan bertentangan dengan hukum Islam yang menegaskan bahwa anak mengikuti nasab ayahnya dan penzina harus dirajam. Silakan Anda rujuk Ahâdîts Ummil Mukminin ‘Aisyah dan Abdulah bin Saba’, jil. 1, pembahasan tentang permintaan Ziyâd untuk dinisbatkan kepadanya ayahnya. Di dalam Al- ‘Iqd Al-Farîd, jil. 3, hal. 413, Ibn Abdi Rabbih meriwayatkan bahwa Mu‘âwiyah pernah memanggil Ahnaf bin Qais dan Samurah bin Jundub seraya berkata: “Aku lihat orang-orang non-Arab ini telah banyak dan mereka menjelek- jelekkan orang-orang terdahulu. Aku juga melihat mereka akan menguasai bangsa Arab dan kerajaan ini. Menurutku, aku ingin membunuh sebagian mereka dan mem- biarkan sebagian yang lain untuk mengurusi pasar dan memperbai ki jalanan ....” Ahnaf menentangnya dan menolak untuk melakukan, hal. itu. Samurah berkata: “Wahai Amir, serahkanlah kepadaku. Aku yang akan melaksanakan semua itu sesuai dengan yang kau kehendaki.” Akhirnya, Mu‘âwiyah mengurungkan niat untuk membunuh mereka.

1 Samurah bin Jundub bin Hilâl Al-Fazârî. Ibunya membawanya ke Madinah setelah ayahnya mati. Setelah itu, Syaibân bin Tsa‘labah Al-Anshârî menikahinya. Samurah

menjadi sekutu kaum Anshar. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada sebagian sahabat yang di antara mereka terdapat Samurah: “Ia adalah orang terakhir di antara kamu yang akan mati di dalam api.” Dan Samurah adalah orang terakhir di antara mereka yang mati di dalam api.” Ia mati di Bashrah pada tahun 59 Hijriah. Biografinya terdapat dalam buku Usud Al-Ghâbah dan An- Nubalâ’. Seluruh penulis kitab Shihâh telah meriwayatkan hadis darinya. Kisah- kisahnya bersama Mu‘âwiyah, seluruh hadis yang telah dipalsukannya, dan jumlah orang yang telah dibantai selama ia menjadi gubernur telah disebutkan dalam buku Ahâdîts Ummil Mukminin ‘Aisyah, hal. 297- 298.

B AB III: P ASAL K EDUA 64

Ia juga menulis kepada mereka, ‘Carilah di sekitar kamu para pengi-kut Utsman, para pencintanya, orang-orang yang berpihak kepadanya, dan

orang-orang yang meriwayatkan keutamaan-keutamaannya. Dekatilah majelis-majelis mereka, dekatkanlah mereka, muliakanlah mereka, dan tulislah untukku seluruh riwayat yang telah diriwayatkan oleh setiap orang dari mereka, namanya, nama ayahnya, dan nama kabilahnya.’

Mereka melakukan perintahnya sehingga banyak orang meriwayatkan banyak hadis berkenaan keutamaan dan manâqib Utsman lantaran iming- iming hadiah, kantong uang, dan keistimewaan-keistimewaan yang akan diberikan oleh Mu‘âwiyah kepada mereka. Bangsa Arab dan non-Arab tidak ketinggalan dalam hal ini. Periwayatan hadis-hadis semacam ini menjadi semarak di seluruh penjuru setiap kota dan para penduduk saling berlomba untuk menggapai kedudukan dan harta dunia. Tak seorang pun yang telah menjadi sampah masyarakat datang kepada salah seorang gubernur Mu‘âwiyah dan ia meriwayatkan satu keutamaan tentang Utsman kecuali ia akan menulis namanya, menjadikannya sebagai orang dekatnya, dan memberikan syafaat kepadanya. Mereka melakukan hal ini selama beberapa masa.

Setelah itu, Mu‘âwiyah menulis surat kedua kepada para gubernurnya, ‘Sesungguhnya hadis-hadis berkenaan dengan keutamaan Utsman telah banyak dan tersebar di seluruh kota. Jika suratku ini telah sampai ke tanganmu, ajaklah masyarakat untuk membuat riwayat tentang keuta-maan- keutamaan para sahabat dan para khalifah pertama. Jangan kamu tinggalkan satu hadis yang diriwayatkan oleh salah seorang tentang keu- tamaan Abu Turâb kecuali kamu membuat hadis lain yang bertentangan dengan hadis itu berkenaan keutamaan para sahabat. Karena hal ini lebih aku cintai dan aku lebih berbahagia melihatnya, serta lebih meluluh- lantakkan hujah Abu Turâb dan para pengikutnya dan lebih berat bagi mereka daripada keutamaan Utsman.’

Surat-suratnya itu dibacakan di hadapan khalayak ramai, dan Banyaklah riwayat yang telah dipalsukan berkenaan dengan keutamaan para sahabat yang tidak memiliki hakikat sama sekali. Masyarakat pun beramai- ramai meriwayatkan riwayat-riwayat tentang mereka dan menyebutkannya di atas mimbar-mimbar. Para pengajar di surau-surau pun diwajibkan untuk mengajarkannya. Mereka mengajarkan riwayat-riwayat yang sangat banyak kepada para murid mereka dan mereka meriwayatkan dan mempelajarinya (dengan antusias) sebagaimana mereka mempelajari Al- Qur’an. Tidak sampai di situ saja, mereka juga mengajarkan hadis-hadis itu kepada putri-

65 B AB III: P ASAL K EDUA

putri, istri, dan para pembantu mereka. Kebiasaan ini pun berjalan hingga masa yang dikehendaki oleh Allah.”

“Bermunculanlah banyak hadis yang telah dipalsukan dan tuduhan- tuduhan yang tersebar di sana-sini, dan para fuqaha, hakim, dan para penguasa juga tidak luput dari malapetaka ini. Orang yang paling banyak

memiliki andil dalam hal ini adalah para qârî yang selalu ingin dipuji orang dan miskin yang menampakkan dirinya khusyu’ dan hamba yang saleh.

Mereka memalsukan banyak hadis demi menggapai nasib di sisi para penguasa, dekat dengan mereka, dan mendapatkan harta yang melimpah, kebun-kebun yang rindang, dan rumah-rumah yang mewah. Akhirnya, hadis dan riwayat-riwayat itu sampai ke tangan orang-orang beragama yang tidak memperbolehkan kebohongan dan tuduhan. Mereka pun menerima dan meriwayatkannya, sedangkan mereka meyakini bahwa hadis-hadis itu adalah benar. Seandainya mereka mengetahui bahwa hadis-hadis itu adalah bohong, niscaya mereka tidak akan meriwayatkannya dan tidak akan meyakininya.” 1

Ibn Abil Hadîd telah menyebutkan nama-nama para sahabat dan tabiin yang telah dipalsukan oleh Mu‘âwiyah untuk meriwayatkan hadis-hadis palsu. 2 Kami telah menyebutkan nama sebagian mereka dalam buku kami, Ahâdîts 3 Ummil Mukminin ‘Aisyah.

Mereka telah menamakan seluruh hadis palsu itu dengan sunah Rasulullah saw., dan kecelakaan akan menimpa orang yang mengingkari dan tidak membenarkannya. 4

1 Syarah Ibn Abil Hadîd Hadîd, syarah ucapan Imam Ali as. tentang hadis-hadis bid‘ah, nomor 203, jil. 3, hal. 15-16; Fajr Al-Islam, karya Ahmad Amîn, hal. 275.

2 Ketika ia menjelaskan ucapan Imam Ali as. kepad a sahabat beliau: “Ketahuilah, akan muncul seseorang di antara kamu sekalian sepeninggalku”, jil. 1, hal. 358.

3 Ahâdîts Ummil ‘Aisyah, pasal “Kesimpulan Pembahasan Bersama Mu‘âwiyah”, hal. 295-297.

4 Di dalam Târîkh Baghdad, jil. 14, hal. 7, Al-Khathîb meriwayatkan bahwa pada saat Harun Ar-Rasyîd duduk bersama salah seorang pembesar Quraisy, hadis Abu

Hurairah ini dibacakan: “Musa pernah berjumpa dengan Adam dan ia berkata kepadanya, ‘Engkau adalah Adam yang telah mengeluarkan kami dari surga.’ Orang Qurai sy itu bertanya: “Di manakah Musa berjumpa dengan Adam?” Harun marah besar seraya berkata: “Siksa dan penggallah lehernya. Demi Allah, ia adalah seorang zindîq . Ia telah menjelek- jelekkan hadis Rasulullah.” Perawi hadis itu (Abu Mu‘âwiyah) menenangkannya seraya berkata: “Wahai Amirul Mukminin, ucapannya terceplos dan ia tidak paham akan, hal. itu.” Akhirnya, ia berhasil menenangkannya.

B AB III: P ASAL K EDUA 66