Para Sahabat Imam Maksum yang Pernah Melihat Kitab Ali as.

i. Para Sahabat Imam Maksum yang Pernah Melihat Kitab Ali as.

 Dari Abi Bashîr, dia berkata: “Abu Ja‘far telah memperlihatkan sebuah kitab yang di dalamnya terdapat halal dan haram dan kewajiban- kewajiban. Aku bertanya, ‘Apa ini, wahai Imam?’ Beliau bersabda, ‘Ini adalah hasil dikte Rasulullah dan dengan tulisan tangan

Ali as. sendiri.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah ia tidak akan usang?’ Beliau menjawab, ‘Apa yang dapat menjadikannya usang?’ Beliau berkata, ‘Kitab ini adalah Al-Jâmi‘ah.’” 5

 Diriwayatkan dari Muhammad bin Muslim dengan dua sanad, dia berkata: “Abu Ja‘far telah membacakan kepadaku sebagian isi kitab

1 Al-Istibshâr, bab Ath-Thalâq wa Ar- Rujû‘, jil. 3, hal. 283; At-Tahdzîb, jil. 8, hal. 81- 82; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 15, hal. 375, hadis ke-28220.

2 Al-Kâfî, bab Mîrâts Al-Gharqâ, jil. 7, hal. 136; Ma Lâ Yahdhuruhu Al-Faqîh, jil. 4, hal. 225; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 589, hadis ke-33038.

3 Al-Kâfî, bab Qatl Maqthû‘ Al-Yad, jil. 7, hal. 316; At-Tahdzîb, jil. 10, hal. 277; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 9, hal. 82, hadis ke-35254.

4 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 165. 5 Ibid, hal. 144.

B AB III: P ASAL K EEMPAT

Ali as. Dalam kitab itu disebutkan, ‘Aku melarangmu memakan ikan kucing (catfish), ikan zimmîr (sebuah jenis ikan yang punggung-nya berduri dan hidup di air tawar), belut, ikan yang mati di air, dan empedu.’ Aku bertanya, ‘Wahai putra Rasulullah, semoga Allah memberikan rahmat kepadamu, sesungguhnya kami pernah diberi ikan yang tidak bersisik.’ Beliau bersabda, ‘Makanlah setiap ikan yang memiliki sisik, sedang ikan yang tidak memiliki sisik, maka janganlah kau makan.’” Telah disinggung sebelumnya enam hadis dengan sanad yang beragam dari Imam Ash-Shâdiq as. yang semua-nya diriwayatkan dari kitab Ali as. dalam topik hukum yang sama. Kami telah menyebutkan semua sumbernya dalam judul “Jenis Ikan yang Haram Dikonsumsi”. 1

 Diriwayatkan dari Abu Bashîr bahwa Abu Ja‘far as. berkata: “Dalam kitab Ali disebutkan bahwa seorang wanita meninggal dunia dan

meninggalkan seorang suami. Ia tidak memiliki satu pun ahli waris. Maka semua harta peninggalannya adalah milik suaminya.” 2

 Abdul Malik bin A‘yân berkata: “Abu Ja‘far telah menunjukkan kepadaku sebagian isi kitab Ali as. ....” 3

 Di antara para sahabat itu adalah Abdul Malik. Bashâ’ir Ad-Darajât meriwayatkan dari Abdul Malik, dia berkata: “Abu Ja‘far as. pernah meminta untuk dibawakan kitab Ali as. Maka Ja‘far mengambilkan kitab itu. Kitab itu sebesar paha manusia yang dilipat. Di antara isinya adalah 4 ....”

 Dalam Al-Kâfî dan At-Tahdzîb, Muhammad bin Muslim berkata: “Aku melihat shahîfah yang sedang dilihat oleh Abu Ja‘far as. Aku membaca sebagian isinya yang menegaskan bahwa bagian harta warisan keponakan dan kakek adalah sama. Lantas aku bertanya kepada Abu Ja‘far as., ‘Yang beredar sekarang adalah hukum yang berbeda dengan hukum ini. Mereka tidak memberikan sedikit pun warisan kepada

1 Furû‘ Al-Kâfî, bab Mâ Hurrima min As-Samak, jil. 6, hal. 219 dan 220; At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 2; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 16, hal. 332 dan 400, hadis ke-30157.

2 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 145. 3 Ibid, hal. 162.

Abdul Mal ik bin A‘yun Abu Dharâs Asy-Syaibânî meriwayatkan hadis dari Imam Al- Bâqir dan Imam Ash-Shâdiq as. Ia meninggal dunia pada masa Imam Ash-Shâdiq as. Silakan Anda rujuk Qâmûs Ar-Rijâl, jil. 6, hal. 181.

4 Bashâ’ir Ad-Darajât, hal. 165, hadis ke-14; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 522, hadis ke-32836.

B AB III: P ASAL K EEMPAT 466

keponakan bila masih ada lah kakek mayit.’ Abu Ja‘far menimpali, ‘Akan tetapi ini adalah hasil dikte Rasulullah dan tulisan tangan Ali as. sendiri.’”

 Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Muhammad bin Muslim berkata: “Abu Abdillah mengulur lembaran yang berisi pembagian saham harta warisan. Masalah pertama yang aku dapatkan di dalamnya adalah saham keponakan dan kakek ....” 1

Sepertinya setelah melakukan tanya jawab tentang shahîfah itu, Muhammad bin Muslim tidak sedikit meriwayatkan tentang saham warisan ahli waris, seperti yang telah diriwayatkan dalam Al-Kâfî, Man Lâ Yahdhuruh Al-Faqîh , dan At-Tahdzîb darinya. Muhammad Bin Muslim berkata:

 “Abu Ja‘far as. membacakan kepadaku sebuah shahîfah tentang saham warisan para ahli waris yang telah didikte oleh Rasulullah dan ditulis oleh Al i as. Aku mendapati di dalamnya, ‘Jika seorang laki-laki

meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak perempuan dan ibu, maka anak perempuan itu memperoleh separuh harta warisan ....’” 2

 Dalam At-Tahdzîb dari Muhammad bin Muslim, dia berkata: “Abu Ja‘far membacakan kepadaku sebuah shahîfah tentang saham warisan para ahli waris yang telah didikte oleh Rasulullah dan ditulis langsung oleh Ali as. Dalam shahîfah itu disebutkan bahwa saham warisan tidak bisa lebih dari ketentuan yang ada ( 3 ‘awl).

 Zurârah juga merasa heran terhadap perbedaan saham warisan yang ia lihat dalam kitab Ali as. dan saham warisan yang diyakini oleh madrasah Khulafâ’, seperti diriwayatkan oleh Umar bin Udzainah berikut ini:

Umar bin Udzainah meriwayatkan dari Zurârah. Zurârah ber-kata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Ja‘far as. tentang saham warisan kakek. Beliau menjawab, ‘Aku tidak menemukan seorang pun yang

1 Al-Kâfî, jil. 7, hal. 113; At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 308; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 486, hadis ke-32702. Riwayat kedua terdapat di dalam Al-Kâfî, jil. 7, hal. 112 dan

Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 475, hadis ke-32698. 2 Al-Kâfî, bab Mîrâts Al- Walad ma‘a Al-Abawain, jil. 7, hal. 93; Ma Lâ Yahdhuruhu

Al-Faqîh , jil. 4, hal. 192; At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 270; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 463, hadis ke-32702.

3 At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 247, hadis ke-2; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 423, hadis ke-32503.

B AB III: P ASAL K EEMPAT

berpendapat tentang masalah ini kecuali ia berpendapat sesuai dengan pendapatnya sendiri, kecuali Amirul Mukminin Ali as.’ Aku bertanya, ‘Semoga Allah menjaga Anda! Bagaimana penda-pat Amirul Mukminin as.?’

Beliau menjawab, ‘Kemarilah besok, supaya aku bacakan kepadamu pendapat beliau dari sebuah kitab.’ Aku menimpali, ‘Semoga Allah menjaga Anda! Sebutkanlah pendapat Anda sendiri, karena pendapat Anda lebih kusukai ketimbang Anda membacanya dari sebuah kitab.’

Beliau menimpali kembali, ‘Turutilah ucapanku. Jumpailah aku besok, dan aku akan membacakan pendapat beliau kepadamu dari sebuah kitab.’

Pada keesokan hari, aku menjumpai beliau setelah mengerjakan salat Zhuhur. Waktu ini adalah waktu aku selalu menyendiri dengan beliau antara salat Zhuhur dan Ashar. Aku tidak ingin mengajukan pertanyaan kepada beliau kecuali pada waktu yang sepi, karena aku enggan beliau memberikan fatwa kepada ku secara taqiyah lantaran khawatir kepada orang-orang yang hadir. Setelah aku memasuki rumah beliau, beliau menyuruh putranya, Ja‘far Ash-Shâdiq as., ‘Bacakanlah untuk Zurârah shahîfah tentang saham warisan.’

Setelah berkata demikian, beliau berdiri untuk beranjak tidur. Aku menyendiri bersama Ja‘far as. di rumah beliau. Ja‘far bin Muha- mmad bangkit dan mengeluarkan sebuah shahîfah seukuran paha unta. Beliau berkata, ‘Aku tidak akan membacakan kepadamu kecuali kamu bersaksi demi Allah tidak akan memberitahukan kepada siapa pun apa yang akan kamu baca nanti kecuali aku meng- izinkan.’ Beliau tidak mengatakan, ‘Kecuali ayahku mengizinkan.’

Aku menimpali, ‘Semoga Allah menjaga Anda! Mengapa Anda mempersempit diriku, padahal ayah Anda tidak memerintahkan Anda berbuat demikian?’

Beliau menjawab, ‘Setelah kamu melihat shahîfah itu, kamu pasti akan bertindak sesuai dengan apa yang telah kukatakan kepadamu

itu.’ Aku menyanggah, ‘Itu terserah Anda. Aku adalah orang yang ahli dalam bidang saham warisan dan wasiat. Aku memahami dan sering memecahkan masalah harta warisan. Aku hidup di dunia untuk mencari masalah (baru dalam bidang) saham warisan dan wasiat. Jika

B AB III: P ASAL K EEMPAT 468

masalah itu diajukan kepadaku, aku tidak pernah mengetahuinya, dan secara otomatis aku tidak akan mampu mem ecahkannya.’

Ketika Ja‘far bin Muhammad membeberkan ujung shahîfah kepadaku, kuperhatikan kitab itu adalah sebuah kitab yang tebal peninggalan orang-orang kuno.

Aku memperhatikan shahîfah tersebut. Dalam shahîfah itu terdapat hal-hal yang bertentangan dengan konsep silaturahmi dan amak makruf yang telah beredar di kalangan masyarakat dan sudah tidak diperselisihkan lagi. Seluruh isi kitab demikian. Aku melanjutkan membacanya dengan berat hati, rasa jengkel, dan buruk sangka hingga sampai di akhir kita. Aku berseloroh sembari membacanya, ‘Semua isi kitab ini adalah salah.’ Kututup kita itu dan kuserahkan kembali kepada Ja‘far bin Muhammad.

Di pagi keesokan hari, aku menjumpai Abu Ja‘far as. Beliau bertanya kepadaku, ‘Apakah kamu telah membaca shahîfah yang me njelaskan saham warisan itu?’

‘Ya’, jawabku pendek. Beliau bertanya lagi, ‘Bagaimana pendapatmu tentang hal yang

telah kamu baca itu?’ Aku menjawab, ‘Tidak benar dan bertentangan dengan keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat banyak.’ Beliau berkata, ‘Sumpah demi Allah, hai Zurârah, sesungguhnya yang telah kamu lihat itu adalah yang benar. Semua itu adalah dikte Rasulullah saw. dan tulisan tangan Ali as.’

Tiba- tiba setan datang seraya membisikkan dalam diriku, ‘Mana mungkin tulisan itu adalah dikte Rasulullah dan tulisan tangan Ali sendiri?’

Beliau menimpali sebelum aku mengucapkan isi hatiku itu, ‘Hai Zurârah, janganlah kau ragu. Setan menginginkan agar kamu ragu. Bagaimana mungkin aku tidak mengetahui bahwa itu adalah dikte Rasulullah dan tulisan tangan Ali, padahal ayahku telah menceritakan kepadaku sesungguhnya Amirul mukminin telah menegaskan hal tersebut kepadanya.’

Aku menjawab, ‘Tidak, (aku tidak ragu). Bagaimana mungkin Allah menjadikanku sebagi tebusan Anda (bila aku ragu)? Aku

menyesal lantaran aku tidak mengetahui isi kitab itu. Jika aku membacanya dan mengetahui (bahwa kitab itu adalah kitab Ali),

B AB III: P ASAL K EEMPAT

maka sungguh aku berharap agar tak satu huruf pun yang luput dariku.’” 1

Dari hadis-hadis tersebut tampak bahwa seluruh masyarakat telah terbiasa dengan saham warisan yang telah diputuskan oleh para faqih madrasah Khulafâ’. Para imam maksum as. telah berusaha mengerahkan seluruh tanaga untuk menyebarkan cara pembagian saham warisan seperti yang telah dijelaskan dalam kitab Ali as. dari Rasulullah saw. Di antara orang- orang yang merasa heran atas keputusan ini adalah Zurârah dan Muhammad bin Muslim. Kemudian mereka menyesal dan kembali kepada riwayat yang telah mereka baca dalam shahîfah tersebut. Zurârah meriwayatkan dan berkata:

 “Abu Ja‘far memerintahkan Abu Abdillah. Maka Abu Abdillah

membacakan shahîfah yang berisi tata cara pembagian saham harta warisan kepadaku. Aku melihat ....” 2 Dia menyebutkan dua saham

warisan dalam dua hadis.  “Abu Abdillah memperlihatkan shahîfah yang berisi tata cara

pembagian s 3 aham warisan kepadaku.” Dan ia juga berkata:  “Aku mendapatkan dalam shahîfah yang berisi tata cara pembagian

saham warisan tersebut.” 4  Abu Bashîr adalah salah satu sahabat yang pernah melihat shahîfah

tersebut dari tangan Imam Abu Abdillah as. Hal ini seperti yang telah diriwayatkan dalam kitab Al-Kâfî dan At-Tahdzîb. Abu Bashîr berkata: “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah tentang beberapa hukum pembagian sahan harta warisan.’ Beliau bertanya, ‘Apa kamu ingin kukeluarkan kitab Ali as. untukmu?’ Aku ba lik bertanya, ‘Apakah kitab beliau as. belum sirna?’ Beliau menjawab, ‘Hai Abu Muhammad, sesungguhnya kitab Ali belum sirna —dalam naskah yang lain, belum lenyap.’

1 Al-Kâfî, jil. 7, hal. 94-95; At-Tahdzîb, jil.9, hal. 271. 2 Furû‘ Al-Kâfî, jil. 7, hal. 81, hadis ke-4; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 422, hadis

ke-32496. 3 Al-Tahdzîb, jil. 9, hal. 273, hadis ke-9 dan hal. 306, hadis ke-16; Wasâ’il Asy-Syi‘ah,

jil. 17, hal. 428, hadis ke-32519; Al-Istibshâr, jil. 4, hal. 158; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 493.

4 At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 272; Al-Kâfî, jil. 7, hal. 94; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 18, hal. 463, hadis ke-32635.

B AB III: P ASAL K EEMPAT 470

Beliau lantas mengeluarkan kitab itu. Kitab itu adalah sebuah kitab yang amat agung. Di dalam nya disebutkan, ‘Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan satu orang paman dari jalur ayah dan satu orang paman dari jalur ibu. Beliau berkata, ‘Paman dari dari jalur ayah memperoleh dua pertiga harta warisan, sedang paman dari jalur ibu hanya memperoleh 1 sepertiga harta.’”

Dalam hadis ini Abu Bashîr merasa heran bila kitab Ali as. masih tetap bertahan slama sekitar satu abad lebih, padahal kita melihat sekarang banyak buku yang masih bertahan selama berabad-abad.

Pada hadis yang lain disebutkan bahwa Abu Bashîr tidak merasa heran dengan semua itu, seperti yang terdapat dalam Al-Kâfî:  Abi Bashîr berkata: “Abu Abdillah pernah membacakan untukku kitab Ali as. yang berisi tentang pembagian saham warisan. Saham warisan paling banyak adalah lima atau empat saham. Dan maksimal adalah enam saham.”

 Dalam Mir’âh Al-Ushûl Al-Majlisî berkata: “Jika seorang anak perempuan bersama salah seorang orang tuanya, maka warisan dibagi menjadi empat bagian menurut Syi‘ah.” 2

 Dalam Al-Kâfî dan At-Tahdzîb, Abu Bashîr berkata: “Aku pernah berada di sisi Abu Abdillah as. Beliau meminta supaya seseorang

mengambil Al- Jâmi‘ah. Beliau melihat isinya. Dalam kitab itu disebutkan, ‘Seorang perempuan meninggal dunia dengan meninggalkan suami, dan ia tidak memiliki ahli waris yang lain.

Semu 3 a harta peninggalan adalah untuk suaminya.’”  Mu‘tab berkata: “Abu Abdillah as. pernah mengeluarkan shahîfah

antik di antara sekian shahîfah Imam Ali as. yang ada. Dalam

1 Al-Kâfî, bab Mîrâts Dzawi Al-Arhâm, jil. 7, hal. 119; At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 324; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 504, hadis ke-32771.

2 Al-Kâfî, jil. 7, hal. 81; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 422, hadis ke-32498. 3 Al-Kâfî, jil. 7, hal. 125; At-Tahdzîb, jil. 9, hal. 94, hadis ke-13; Al-Istibshâr, jil. 4,

hal. 149; Wasâ’il Asy-Syi‘ah, jil. 17, hal. 512, hadis ke-32795. Kedua hadis Abi Bashîr nomor 1 dan 3 yang telah ia riwayatkan dari Abu Ja‘far serupa dengan kedua hadisnya yang lain nomor 14 dan 16 ini. Menurut pendapat kami, kedua hadis pertama itu juga diriwayatkan dari Imam Ash-Shâdiq as. Para perawi dan penulis menyangkanya berbeda ketika mereka menyalinnya. Tidak ada larangan jika keduanya telah diucapkan oleh kedua imam tersebut, dan hadis kedua imam, ayah dan anak itu, bisa saja serupa.

B AB III: P ASAL K EEMPAT

shahîfah itu terdapat keyakinan yang kita yakini bahwa kita membaca tasyahud bila kita 1 duduk.”

 Ibn Bukair berkata: “Zurârah pernah bertanya kepada Abu Abdillah tentang salat seseorang dengan mengenakan bulu srigala, tupai, dan

bulu-bulu hewan yang lain. Beliau mengeluarkan sebuah kitab yang beliau yakini sebagai hasil dikte Rasulullah saw. Dalam kitab itu disebutkan bahwa salat dengan mengenakan bulu, rambut, kulit, kencing, kotoran, dan seluruh bagian tubuh hewan yang haram dimakan adalah batal. Salat itu tidak akan diterima sehingga ia salat dengan mengenakan segala sesuatu yang halal dimakan. Kemudian beliau berkata, ‘Hai Zurârah, semua ini berasal dari Rasulullah. Maka jagalah baik- 2 baik ....’”

Para imam dari Ahlul Bait merujuk kepada Al-Jafr dan mushaf Fathimah as. untuk mencari tahu tentang berita dunia. Dan kadang-kadang mereka juga merujuk kepada Al- Jâmi‘ah dalam menjelaskan hukum dan etika Islam. Mereka meriwayatkan secara khusus dari Al- Jâmi‘ah dengan menyebutkan sanad dan terkadang dengan tidak menyebutkan sanad, seperti dapat kita lihat dalam dua contoh berikut ini: