Khalifah Umar

c. Khalifah Umar

Ibn Abil Hadîd menyebutkan kritikan kelima yang ditujukan kepada Umar bin Khatab bahwa ia senantiasa memberikan harta Baitul Mâl kepada orang- orang yang tidak berhak. Bahkan, ia memberikan sepuluh ribu Dirham kepada ‘Aisyah dan Hafshah setiap tahun dan mencegah khumus dari Ahlul Bait ....

Ia menjawab kritikan tersebut seraya berkata: “Baitul Mâl ditujukan untuk membagi-bagikan harta sesuai dengan hak masing-masing individu. Berkenaan dengan banyak dan sedikitnya (pemberian itu), hal itu diserahkan kepada pengurusnya untuk berijtihad. Berkenaan dengan pelarangan khumus itu, hal itu terjadi karena masalah ijtihad ....”

Ia melanjutkan: “Dengan hukumnya itu, Umar tidak keluar dari metode ijtihad. Barang siapa mempertanyakan tindakannya itu, berarti ia

‘Alâ’uddîn memiliki andil dalam membangun bangunan teropong bintang di Samarqand. Ia pernah pergi ke Tabriz dan kemudian ke Konstantinopel untuk mendamaikan antara rajanya yang berasal dari silsilah Utsmaniyah dan raja Tabriz, Hasan Ath-Thawîl. Raja Utsmaniyah yang bernama Muhammad itu memuliakannya dan menobatkannya sebagai penanggung jawab penuh di sekolah Aya Sophia. Ia meninggal dunia di Aya Sophia pada tahun 897 Hijriah. Silakan Anda rujuk biografinya dalam buku Hadiyah Al- ‘Ârifîn, jil. 1, hal. 736 dan Al-Kunâ wa Al-Alqâb, jil. 3, hal. 77.

1 Ini adalah pendapat Al-Qûsyajî dalam buku Syarah At-Tajrîd, cet. Tabriz tahun 1301 H., hal. 407. Silakan Anda rujuk juga Syarah Nahjul Balâghah, jil. 4, hal. 183,

tuduhan kenam. 2 Târîkh Ibn Katsîr, jil. 6, hal. 323.

84 B AB III: P ASAL K ETIGA

telah mempertanyakan metode ijtihad yang merupakan metode yang telah dilakukan oleh para sahabat.” 1

Diriwayatkan dari Ibn Al-Jauzî bahwa ia pernah berkata dalam masalah khumus: “Masalah ini adalah sebuah masalah yang menyangkut ijtihad.” 2

Ibn Abil Hadîd juga menukil kritikan ketujuh bahwa Umar sangat beraneka ragam dalam menentukan hukum. Bahkan, diriwayatkan ia pernah menentukan hukum untuk kakek sebanyak tujuh puluh ketentuan dan diriwayatkan juga, sebanyak seratus ketentuan. Ia selalu memilih kasih dan melebihkan satu golongan atas golongan yang lain ketika memberi bantuan Baitul Mâl, sedangkan Allah swt. telah menyamaratakan antara seluruh lapisan masyarakat. Ia juga sering menentukan hukum atas dasar pendapat pribadi dan persangkaan.

Ia menyebutkan jawaban yang telah diberikan para ulama bahwa mereka berkata: “Masalah-masalah yang berhubungan dengan ijtihad memperbolehkan perbedaan pendapat dan berpindah dari satu pendapat ke pendapat yang lain sesuai dengan persangkaan yang dominan dan tanda- tanda (kebenaran sebuah pendapat) yang ada.”

Ia melanjutkan: “Pembahasan yang ada adalah berkenaan dengan konsep qiyâs dan ijtihad itu sendiri. Jika kedua konsep itu dapat dibuktikan, maka seluruh penyelewengan itu tidak dapat dijadikan sebagai kritikan ( 3 tha‘n) atasnya.”

Dalam menjawab kritikan Syaikh Ath- Thûsî yang berkata: “Ia memberikan bantuan kepada para istri Nabi saw. dan mewajibkan hal itu, sedangkan ia mencegah Fathimah dan keluarganya untuk mendapatkan hak khumus mereka. Ia menentukan hukum untuk kakek dengan seratus ketentuan dan melebihkan satu golongan atas golongan yang lain dalam pembagian hak Baitul Mâl, sedangkan semua hal itu tidak pernah terjadi pada masa Nabi saw”, ia berkata: “Keempat alasan itu tidak dapat dijadikan kritikan atasnya, karena masalah itu termasuk dalam perbedaan pendapat antara satu orang mujtahid dengan mujtahid lainnya berkenaan dengan masalah- 4 masalah yang berhubungan dengan ijtihad.”

1 Syarah Nahjul Balâghah , jil. 2, hal. 153, syarah “Wa min Kalâmin Lahu lillâhi Bilâdu Fulân”. Ia juga berkata pada jil. 3, hal. 180 dalam rangka menjawab kritikan

tersebut: “Ini adalah tindakan yang dituntut oleh ijtihadnya.” 2 Ibid., hal. 154.

3 Ibid., hal. 165. 4 Syarah At-Tajrîd, hal. 408.

B AB III: P ASAL K ETIGA 85

Maksud dia adalah, bahwa perbedaan penentangan Khalifah Umar bin Khatab ra. atas Rasulullah saw. dalam seluruh hukum tersebut termasuk kategori penentangan seorang mujtahid, yaitu Umar, atas pendapat seorang mujtahid yang lain, yaitu Rasulullah saw., dan tiada cela dalam masalah ini. 1