subletal yang sering disebut dengan perubahan degeneratif dan perubahan letal yang disebut nekrosis. Proses degeneratif merupakan proses yang reversibel, yaitu
terjadi perubahan morfologi dan fungsi yang bersifat sementara, jika stimulus yang menyebabkan kerusakan dihilangkan maka sel akan kembali normal.
Umumnya yang sering menunjukkan perubahan ini adalah sel-sel yang secara metabolik aktif seperti pada hati, ginjal, dan jantung. Sedangkan proses nekrosis
merupakan suatu proses irreversibel, yaitu apabila hati mendapatkan jejas secara terus menerus dimana sel tidak lagi mampu memperbaiki diri sehingga terjadi
perubahan fungsi seperti hilangnya permeabilitas membran, kerusakan pada mitokondria, dan berakhir dengan kematian sel Price dan Wilson, 2006.
Serangkaian perubahan morfologi dapat ditemui pada sel yang mengalami degenerasi maupun nekrosis. Pada sel yang mengalami degenerasi, perubahan
morfologi yang paling sering dijumpai adalah penimbunan air dalam sel yang bersangkutan sehingga terjadi pembengkakan sel. Jika terdapat aliran masuk air
yang hebat sebagian dari organela sitoplasma dapat diubah menjadi kantong- kantong air. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat sitoplasma bervakuola,
perubahan ini disebut dengan perubahan hidropik. Perubahan yang lebih penting dari pembengkakan sel adalah penimbunan lipid intrasel. Secara mikroskopis
sitoplasma tampak bervakuola sangat mirip dengan perubahan hidropik, tetapi isi dari vakuola tersebut adalah lemak bukan air Price dan Wilson, 2006. Sel hati
yang nekrosis maka inti sel akan menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap piknosis, inti kemudian hancur menjadi bagian kecil-kecil karioreksis,
dan inti akan menghilang begitu saja kariolisis Cheville, 2006.
2.5. Mekanisme Kerusakan Hati Akibat Timbal dan Perlindungan
Soyghurt terhadap Hati
Secara farmakokinetik, setiap zat yang masuk ke dalam tubuh secara oral mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi Sulistia et al.,
1995. Masuknya timbal ke dalam tubuh akan diabsorpsi dengan cepat dari saluran cerna, hanya 3-4 yang dilepaskan dalam urin dan feces dalam bentuk
utuh. Setelah diabsorpsi di saluran cerna, timbal diangkut melalui vena porta ke hati, jadi hati adalah organ pertama yang dikenai oleh timbal yang diabsorpsi dari
saluran cerna. Di hati terjadi proses detoksifikasi timbal, dan hati akan merubah kembali timbal menjadi produk yang dapat dikeluarkan melalui urin dan cairan
empedu, aktivitas hati dalam merubah dan membersihkan timbal menyebabkan hati terkena efek toksik timbal. Proses detoksifikasi ini menyebabkan kerusakan
pada sel-sel hati dan akibatnya hati kehilangan fungsi, sehingga mempengaruhi proses metabolisme yang berdampak pada seluruh organ. Akibat dari kerusakan
hati terjadi kematian pada sel-sel hati Malhi dan Gores, 2008. Kerusakan hati yang disebabkan oleh timbal diawali dengan pembentukan
radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif karena elektronnya tidak berpasangan sehingga berusaha menarik elektron dari molekul
disekitarnya dan dapat berikatan secara kovalen dengan protein, lipid, dan DNA. Radikal bebas merupakan salah satu bentuk spesies oksigen reaktif reactive
oxygen species atau ROS Suryohudoyo, 1993. Zat yang terambil elektronnya akan menjadi radikal bebas juga, sehingga akan memulai suatu reaksi berantai,
yang akhirnya terjadi kerusakan pada sel tersebut Arief, 2003. Umumnya radikal bebas merusak struktur sel melalui tiga tahapan yaitu, tahap inisiasi pembentukan
radikal bebas, propagasi reaksi berantai radikal dan terminasi reaksi dengan radikal lain atau dengan antioksidan untuk membentuk senyawa yang stabil
Simanjuntak, 2007. Radikal bebas yang paling berbahaya adalah radikal
hidroksil OH· karena reaktifitasnya sangat tinggi sehingga dapat merusak tiga
senyawa penting dalam mempertahankan integritas sel yaitu lipid, protein, dan DNA Suryohudoyo, 1993.
Kerusakan sel hati akibat pemberian timbal, didahului pada kerusakan membran sel, terutama kerusakan asam lemak tak jenuh yang merupakan
komponen penting penyusun membran sel dihancurkan oleh radikal hidroksil
OH·, hal ini menimbulkan reaksi rantai yang dikenal dengan peroksidasi lipid,
akhir dari rantai reaksi ini adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi aldehid yang toksis terhadap sel, sehingga mengakibatkan kerusakan membran sel dan
organela sel secara luas. Interaksi radikal bebas lainnya dengan protein, mendorong terjadinya oksidasi asam amino yaitu sistein sebagai penyusun protein
membentuk ikatan disulfida Suryohudoyo, 1993. Pembentukan disulfida protein meningkatkan permeabilitas membran, dengan hilangnya potensial membran,
menyebabkan penurunan sintesa ATP, penghambatan dari Ca
2+
Pengaruh negatif dari radikal bebas pada hati dapat diatasi dengan sistem antioksidan pada tubuh. Berdasarkan sumbernya antioksidan terbagi dua yaitu:
antioksidan endogen dihasilkan oleh tubuh sendiri terdiri atas enzim-enzim superoksid dismutase SOD, glutation peroksidase GPx atau glutation reduktase
GR serta enzim katalase Gurer dan Ercal, 2000; antioksidan eksogen adalah antioksidan yang diasup dari luar tubuh seperti vitamin
A β-karoten, C, E, isoflavon, antosianin, katekin, isokatekin, dan asam lipoat Djamil dan Anelia,
2009. Enzim-enzim ini mencegah teroksidasinya asam lemak tak jenuh agar tidak membentuk lipid peroksida dan mencegah berlangsungnya reaksi berantai
senyawa radikal Gurer dan Ercal, 2000. Bila sistem antioksidan endogen tidak mencukupi untuk meredam radikal bebas, maka sangat dibutuhkan antioksidan
eksogen seperti vitamin A β-karoten, C, E, dan isoflavon. Senyawa-senyawa ini
membantu melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. , penghancuran
mikrofilamen, dan pembentukan vesikel pada membran, selanjutnya membran sel akan ruptur. Oksidasi lemak dan protein juga dapat mengaktifkan sel-sel imunitas,
sel kupffer, dan sel-sel polimorfonuklear Grattagliano et al., 2009. Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai perubahan pada DNA seperti hidroksilasi basa
timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin serta terputusnya rantai fosfodiester DNA. Bila kerusakan tak terlalu parah maka masih bisa diperbaiki
oleh sistem perbaikan DNA DNA repair system, tetapi jika kerusakan terlalu parah misalnya rantai DNA terputus-putus diberbagai tempat, maka kerusakan
tersebut tak dapat diperbaiki dan replikasi sel akan terganggu sehingga menimbulkan mutasi, selanjutnya dapat menimbulkan kanker Suryohudoyo,
1993.
Pembentukan radikal bebas yang sangat besar menyebabkan terjadi ketidak seimbangan antara senyawa-senyawa radikal yang ada dengan antioksidan
endogen. Pemberian antioksidan eksogen dapat dilakukan dengan pemberian soyghurt. Soyghurt merupakan makanan hasil fermentasi susu kedelai dengan
bakteri asam laktat S. thermophilus dan L. bulgaricus banyak mengandung berbagai vitamin, terutama vitamin A, B, C, D, dan E. Vitamin B dan asam amino
esensil berperan sebagai senyawa antioksidan dan detoksikan yang potensial
Eltean, 2005 dalam Mahdi et al., 2007. Gabungan vitamin A β-karoten, E, dan
C dapat menghambat dan menetralkan radikal bebas yang baru terbentuk, sehingga kerusakan sel hati lebih lanjut dapat dicegah Kumar et al., 2003.
Dengan demikian dengan suplementasi soyghurt diharapkan dapat mencegah dengan mengeliminasi senyawa ROS dan radikal bebas akibat paparan timbal,
mencegah terjadinya stres oksidatif dan kerusakan pada sel dan organ hati Mahdi et al., 2007. Disamping itu bahan dasar dari pembuatan soyghurt adalah kedelai
yang diketahui mengandung senyawa isoflavon. Isoflavon merupakan komponen bioaktif pada kedelai, dengan kandungan cukup tinggi mencapai 5,1-5,5 mgg.
Satu porsi hidangan makanan tradisional terbuat dari kedelai dapat memberikan sekitar 25-60 mg isoflavon, tempe kedelai mentah didapati kandungan 3,1 mgg,
tahu mentah tofu 2,1 mgg, susu kedelai 2 mgg Alrasyid, 2007. Isoflavon adalah sejenis fitonutrien, yang terdapat dalam kacang kedelai
dan produk-produk kacang kedelai, berbagai jenis isoflavon terkandung dalam kedelai tetapi jenis genistein, daidzein, dan glisitein yang paling banyak. Ketiga
jenis ini berpotensi sebagai antioksidan dan berperan melindungi sel untuk melawan radikal bebas Cavallini et al., 2009; Pyo dan Song, 2009; Vij et al.,
2011; Chen et al., 2012. Diantara ketiga unsur ini ternyata efek genistein telah terbukti sebagai penghambat tirosin kinase yang kuat, berperan pada pembentukan
trombin serta gangguan yang ditimbulkannya Alrasyid, 2007. Telah banyak potensi senyawa isoflavon genistein, daidzein, dan glisitein
berhasil diidentifikasi dan diketahui fungsi fisiologisnya sebagai antioksidan, dan telah dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Berbagai potensi senyawa isoflavon
untuk keperluan kesehatan antara lain: Sebagai anti inflamasi yaitu menghambat pelepasan histamin pada jalur metabolisme asam arakidonat melalui mekanisme
ini sel lebih terlindung dari pengaruh negatif, sehingga meningkatkan viabilitas sel Loggia et al., 1986 dalam Pawiroharsono, 2001. Sebagai anti kanker genistein
menghambat perkembangan sel kanker prostat Koswara, 1992, sel kanker hati Hendrich et al., 1997 dan sel kanker payudara Lamartiniere et al., 2002
penghambatan sel kanker oleh genistein melalui mekanisme penghambatan proliferasi sel baik sel normal, maupun sel kanker yang terinduksi yang
diakibatkan oleh penghambatan pembentukan membran sel, khususnya
penghambatan pembentukan protein yang mengandung tirosin, penghambatan aktivitas enzim DNA isomerase II, penghambatan regulasi siklus sel. Vij et al.
2011 melaporkan konsumsi soyghurt mengurangi perkembangan tumor usus pada tikus yang diinduksi azoxymethane. Selain berfungsi untuk mencegah
kanker senyawa isoflavon genistein, daidzein, dan glisitein yang terdapat pada soyghurt makanan fermentasi susu kedelai juga berfungsi menurunkan resiko
terkena penyakit jantung, diabetes, mencegah aterosklerosis penyumbatan dan penyempitan pembuluh darah, arthritis radang sendi, dan osteoporosis keropos
tulang. Hasibuan 2011 dalam penelitiannya melihat adanya penurunan kadar kolesterol dengan konsumsi soyghurt yang dicobakan pada mencit.
Dibandingkan dengan kasein, protein kedelai sebagai antioksidan lebih besar kemampuannya dalam mencegah peroksidasi lipid, senyawa isoflavon lebih
meningkatkan aktivitas beberapa enzim antioksidan dalam hati. Senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat pada susu fermentasi yoghurt dan susu kedelai fermentasi
soyghurt memberikan manfaat kesehatan bagi inangnya terutama terhadap pencegahan dari infeksi atau penyakit, sehingga dapat dijadikan alternatif sebagai
probiotik pangan fungsional Vij et al., 2011.
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Struktur
Perkembangan Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian,
Laboratorium Mikrobiologi dan Patalogi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Laboratorium Klinik Pramita Medan.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini ialah mencit Mus musculus L. jantan usia 8- 11 minggu dengan berat 30-40 g, belum pernah digunakan untuk percobaan lain,
sehat ditandai dengan gerakannya yang aktif, diperoleh dari Fakultas MIPA USU. Sampel penelitian terdiri dari 28 ekor mencit yang dibagi dalam empat kelompok
perlakuan dan dalam setiap kelompok terdiri dari 7 ekor mencit.
3.3. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan Alat untuk Perlakuan - Bahan: timbal asetat 0,2 0,2 g100 ml dalam bentuk bubuk
produksi Merck Jerman.
- Alat: kandang mencit, tempat makan dan minum, timbangan, dan
jarum gavage.
Bahan dan Alat untuk Pembuatan Soyghurt - Bahan: kacang kedelai, gula pasir, susu bubuk full cream, NaHCO
3
- Alat: timbangan, beaker glass, inkubator, lemari es, plastik
poliethilen, termometer, panci, kompor, kain saring, dan blender Miyako.
0,5, dan yoghurt komersial merk Bio Kul.