SGPT di dalam darah akan naik Satyawirawan dan Suryaatmadja, 1983; Widman, 1992.
GOT dan GPT terdapat di dalam sel-sel beberapa organ seperti jantung, hati, ginjal, dan pankreas. Dalam hal kuantitas GOT terdapat dalam otot jantung
sedangkan GPT terdapat dalam sel hati. Distribusi kedua enzim ini di dalam sel ternyata berbeda. GOT sebagian besar terikat dalam organela sel hati dan sebagian
dalam sitoplasma, sedangkan GPT hanya terdapat dalam sitoplasma, sehingga kenaikan aktivitas GOT dalam serum lebih tinggi bila kerusakan sel-sel hati
mengenai organelanya, sebaliknya kerusakan sel hati yang mengenai dinding sel akan mengakibatkan kenaikan GPT dalam serum yang lebih tinggi dibandingkan
dengan GOT. Peningkatan aktivitas enzim SGOT dan SGPT dalam serum merupakan petunjuk yang penting terhadap adanya kerusakan sel-sel hati
Panjaitan et al., 2007. Pada orang normal, kadar SGOT berkisar 10-45 UL, dan kadar SGPT berkisar 10-36 UL. Sedangkan pada mencit kadar SGOT berkisar
70-400 UL dan kadar SGPT berkisar 25-200 UL Hall, 2007.
2.4.5. Intoksikasi Hati
Hati merupakan organ paling sering rusak Lu, 1995, ada dua hal penyebab terjadinya kerusakan. Hal pertama karena hati menerima 80 suplai
darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal, sehingga memungkinkan zat-zat toksik yang berasal dari bakteri atau virus, logam
berat, obat-obatan, dan zat-zat kimia diserap ke darah porta ditransportasikan ke hati Bateson, 2001. Hal kedua karena hati menghasilkan enzim-enzim yang
mampu melakukan biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen maupun endogen untuk dieliminasi oleh tubuh Lu, 1995. Hati juga mempunyai kadar
enzim yang tinggi untuk metabolisme xenobiotik terutama sitokhrom P-450 yang membuat sebagian besar toksikan menjadi kurang toksik dan lebih mudah
larut dalam air sehingga mudah diekskresikan Lu dan Kacew, 2009. Kerusakan hati terjadi tergantung pada jenis zat toksikannya, berat
intoksikasi, dan lamanya menderita baik akut maupun kronis Hodgson dan Levi, 2000. Jika sel hati mengalami kerusakan maka serangkaian perubahan morfologi
dapat dijumpai pada sel-sel hati. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan
subletal yang sering disebut dengan perubahan degeneratif dan perubahan letal yang disebut nekrosis. Proses degeneratif merupakan proses yang reversibel, yaitu
terjadi perubahan morfologi dan fungsi yang bersifat sementara, jika stimulus yang menyebabkan kerusakan dihilangkan maka sel akan kembali normal.
Umumnya yang sering menunjukkan perubahan ini adalah sel-sel yang secara metabolik aktif seperti pada hati, ginjal, dan jantung. Sedangkan proses nekrosis
merupakan suatu proses irreversibel, yaitu apabila hati mendapatkan jejas secara terus menerus dimana sel tidak lagi mampu memperbaiki diri sehingga terjadi
perubahan fungsi seperti hilangnya permeabilitas membran, kerusakan pada mitokondria, dan berakhir dengan kematian sel Price dan Wilson, 2006.
Serangkaian perubahan morfologi dapat ditemui pada sel yang mengalami degenerasi maupun nekrosis. Pada sel yang mengalami degenerasi, perubahan
morfologi yang paling sering dijumpai adalah penimbunan air dalam sel yang bersangkutan sehingga terjadi pembengkakan sel. Jika terdapat aliran masuk air
yang hebat sebagian dari organela sitoplasma dapat diubah menjadi kantong- kantong air. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat sitoplasma bervakuola,
perubahan ini disebut dengan perubahan hidropik. Perubahan yang lebih penting dari pembengkakan sel adalah penimbunan lipid intrasel. Secara mikroskopis
sitoplasma tampak bervakuola sangat mirip dengan perubahan hidropik, tetapi isi dari vakuola tersebut adalah lemak bukan air Price dan Wilson, 2006. Sel hati
yang nekrosis maka inti sel akan menyusut, batasnya tidak teratur dan berwarna gelap piknosis, inti kemudian hancur menjadi bagian kecil-kecil karioreksis,
dan inti akan menghilang begitu saja kariolisis Cheville, 2006.
2.5. Mekanisme Kerusakan Hati Akibat Timbal dan Perlindungan