Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

(1)

ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU PELAYANAN

DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM

MALAHAYATI MEDAN

GELADIKARYA

Oleh :

AMERINA SYAFHARINI, ST

087007074

KONSENTRASI PEMASARAN TEKNOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Gladikarya : ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU PELAYANAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM MALAHAYATI MEDAN Nama Mahasiswa : Amerina Syafharini, ST

NIM : 087007074

Program Studi : Magister Manajemen Konsentrasi : Pemasaran - Teknologi

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Harmein Nasution, MSIE Ketua


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Geladikarya saya yang berjudul :

“ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN MUTU PELAYANAN DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM MALAHAYATI

MEDAN”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya.

Sumber-sumber data yang diperoleh dan digunakan telah dinyatakan secara jelas dan benar.

Medan, Maret 2012 Yang Membuat Pernyataan,


(4)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Manajemen mutu bagi suatu Rumah Sakit (RS) kini sangat penting dikarenakan persaingan antar RS yang sudah semakin ketat sehingga menuntut mutu pelayanan yang harus terus menerus diperbaiki dan disempurnakan oleh manajemen khususnya pada instalasi rawat inap. Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas di sebuah RS, Departemen Kesehatan (Depkes) serta forum independen Indonesian Health Quality Network (IHQN) menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai syarat pelayanan yang harus dipenuhi oleh sebuah RS dan sebagai indikator tingkat penilaian mutu pelayanan RS, Depkes menggunakan 5 indikator utama agar RS tersebut dikatakan berkualitas, yakni angka hunian pasien rawat inap (Bed Occupancy Rate=BOR), lama rata-rata perawatan pasien di RS (Average Length of Stay=AVLOS), frekuensi penggunaan tempat tidur rata-rata/tahun oleh berbagai pasien (Bed Turn Over=BTO), rata-rata lama sebuah tempat tidur berada dalam keadaan kosong (Turn Over Interval=TOI),

Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati Medan adalah sebuah RS tipe C milik swasta yang memiliki kapasitas 100 unit tempat tidur (TT). Dari kelima indikator yang utama penilaian mutu pelayanan, nilai BTO dari RSI Malahayati 2 tahun terakhir berada di luar batas standar (50 kali/tahun) yakni 52,5 (tahun 2009) dan 52,6 (tahun 2010). Tingginya nilai BTO memberikan dampak positif terhadap pendapatan operasional namun juga memiliki dampak negatif yakni menggangu kualitas pelayanan dari RS itu sendiri. Oleh karena itu dilakukan evaluasi daripada pelayanan yang diberikan dengan membandingkannya dengan SPM yang telah ditetapkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan manajemen mutu pelayanan di instalasi rawat inap RSI Malahayati sejauh ini.

Dari hasil evaluasi, terlihat bahwa RSI Malahayati masih belum memenuhi SPM Depkes dan IHQN untuk masing-masing kategori pelayanan medis, rekam medik dan peralatan medis. Indikator yang belum terpenuhi untuk sub sistem pelayanan medis antara lain jam visite dokter, evaluasi mutu, pelatihan, infeksi pasca operasi, infeksi nosokomial, pasien jatuh/medication error, kematian pasien > 48 jam, tidak adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB dan pre operative death rate. Sedangkan untuk sub sistem rekam medik antara lain kelengkapan pengisian rekam medik dan informed consent, kecukupan tenaga rekam medik, master data yang terkomputerisasi, fasilitas rekam medik dan evaluasi mutu. Dan untuk sub sistem peralatan medis antara lain kecepatan waktu dalam menanggapi kerusakan alat, ketepatan waktu pemeliharaan alat, ketepatan waktu dalam kalibrasi.

Dari hasil analisis terlihat bahwa masih banyak kekurangan manajemen dalam melaksanakan manajemen mutu pelayanan sehingga menyebabkan belum terpenuhinya beberapa indikator diatas. Oleh karena itu, manajemen kini harus melakukan perubahan dengan cara melakukan perubahan konsep manajemen yang meliputi strategi, budaya RS dan kepedulian terhadap pelanggan serta melakukan perbaikan berupa menghancurkan hambatan internal, memotivasi dan meningkatkan kemampuan karyawan, melakukan riset pasar, membangun hubungan jangka panjang dengan pasien dan pemasok, teknologi untuk memperbaiki pelayanan kepada pelanggan


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Geladikarya ini dengan baik dan lancar.

Penelitian untuk Geladikarya ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan dengan judul penelitian adalah “Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Tulisan ini disusun berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap perusahaan khususnya pada pelayanan instalasi rawat inap yang meliputi, pelayanan medis, rekam medik dan peralatan medis serta literatur yang berkaitan dengan judul penelitian di atas.

Dalam menyelesaikan Geladikarya ini penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sebagai pedoman dalam penulisan lainnya. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Universitas Sumatera Utara, Penulis,


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

RINGKASAN EKSEKUTIF ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Rumah Sakit 2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit ... 7


(7)

2.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit ... 8

2.1.3. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law) ... 9

2.2. Instalasi Rawat Inap ... 10

2.2.1. Kualitas Pelayanan Rawat Inap ... 11

2.2.2. Pelayanan Tenaga Medis dan Paramedis ... 11

2.2.3. Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat obatan ... 12

2.3. Rekam Medik ... 13

2.4. Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap 2.4.1. Standar Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan RI ... 14

2.4.2. Standar Pelayanan Indonesian Health Quality Network (IHQN) ... 16

2.5. Mutu ... 18

2.6. Mutu Pelayanan Kesehatan ... 21

2.7. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan ... 22

2.8. Manajemen Mutu 2.8.1. Manajemen Mutu Layanan Kesehatan ... 23

2.8.2. Alat Manajemen Mutu (Quality Management Tools) ... 26

2.8.3. Strategi Kaizen ... 30

2.8.4. Kaizen dan Manajemen ... 31

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 33

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Metodologi Penelitian ... 35


(8)

4.2. Lokasi dan Jadwal Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 35

4.2.2. Jadwal Penelitian ... 35

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 36

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

4.5. Variabel dan Indikator yang Digunakan ... 37

4.6. Metode Analisis Data ... 38

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ... 40

5.2. Fasilitas atau Pelayanan Kesehatan ... 41

5.3. Struktur Organisasi Rumah Sakit Malahayati Medan ... 42

5.4. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... 43

5.5. Visi, Misi dan Motto ... 49

BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem Pelayanan Instalasi Rawat Inap ... 50

6.2. Sub-sistem Pelayanan Medis... 53

6.2.1. Input ... 53

6.2.2. Lingkungan ... 55

6.2.3. Proses ... 57

6.3. Sub-sistem Rekam Medik 6.3.1. Input ... 72


(9)

6.3.3. Proses ... 73

6.4. Sub-sistem Peralatan Medis ... 76

6.4.1. Input ... 77

6.4.2. Lingkungan ... 77

6.4.3. Proses ... 77

6.5. Analisis Masalah ... 6.5.1. Sub-sistem Pelayanan Medis ... 79

6.5.2. Sub-sistem Rekam Medik ... 88

6.5.3. Sub-sistem Peralatan Medis ... 91

6.6. Tindakan Perbaikan ... 92

6.6.1. Perbaikan Konsep Manajemen ... 92

6.6.2. Mengatasi Akar Masalah... 103

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 118

7.2. Saran ... 119


(10)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Indikator Pelayanan ... 1

2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan ... 15

2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan ... 16

2.3. Indikator Riset Fasilitas IHQN... 17

4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 36

4.2. Variabel dan Indikator Penelitian Berdasarkan Standar Departemen Kesehatan ... 37

4.3. Variabel dan Indikator Penelitian Berdasarkan Standar IHQN ... 38

6.1. Indikator Pelayanan Rawat Inap RSI Malahayati Tahun 2009 ... 51

6.2. Indikator Pelayanan Rawat Inap RSI Malahayati Tahun 2010 ... 51

6.3. Evaluasi Jumlah Tenaga Medis Berdasarkan Standar ... 54

6.4. Angka Infeksi Pasca Operasi RSI Malahayati Januari-Juni 2011 ... 60

6.5. Angka Infeksi Nosokomial RSI Malahayati Januari-Juni 2011 ... 61

6.6. Net Death Rate RSI Malahayati Tahun 2008-2011 ... 64

6.7. Angka Kejadian Pulang Paksa RSI Malahayati Tahun 2008-2011 .... 66

6.8. Rekapitulasi Tingkat Pelayanan dan Kepentingan ... 68

6.9. Rekapitulasi Standar Pelayanan Minimal untuk Pelayanan Medis ... 71

6.10. Persentase Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medik ... 75

6.11. Rekapitulasi Standar Pelayanan Minimal untuk Rekam Medik ... 76

6.12. Rekapitulasi Standar Pelayanan Minimal untuk Peralatan Medis ... 79


(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Model Kualitas Jasa ...20

2.2. Kedudukan dan Peranan Indikator ...23

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ...34

4.1. Blok Diagram Analisis Data ...39

5.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Malahayati Medan ...43

6.1. Grafik Perubahan Jumlah Tenaga Medis Periode 2006-2011...53

6.2. Alur Pasien Rawat Inap ...58

6.3. Grafik Angka Infeksi Pasca Operasi Periode Januari-Juni 2011 ...60

6.4. Grafik Infeksi Nosokomial Periode Januari-Juni 2011 ...61

6.5. Grafik Insiden Keselamatan Pasien Periode Januari-Juni 2011 ...62

6.6. Grafik Net Death Rate Periode 2008-2011 ...63

6.7. Grafik Kejadian Pulang Paksa Periode 2008-2011 ...65

6.8. Grafik Gap Pelayanan dan Kepentingan ...69

6.9. Alur Rekam Medik Pasien Rawat Inap ...73

6.10. Pillar Diagram Sub-Sistem Pelayanan Medis ...81

6.11. Cause-effect Diagram Tingginya Angka Kematian ...84

6.12. Cause-effect Diagram Tingginya Angka Infeksi Nosokomial...87

6.13. Cause-effect Diagram Tingginya Angka Ketidaklengkapan Pengisian Rekam Medik ...91


(12)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Manajemen mutu bagi suatu Rumah Sakit (RS) kini sangat penting dikarenakan persaingan antar RS yang sudah semakin ketat sehingga menuntut mutu pelayanan yang harus terus menerus diperbaiki dan disempurnakan oleh manajemen khususnya pada instalasi rawat inap. Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas di sebuah RS, Departemen Kesehatan (Depkes) serta forum independen Indonesian Health Quality Network (IHQN) menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai syarat pelayanan yang harus dipenuhi oleh sebuah RS dan sebagai indikator tingkat penilaian mutu pelayanan RS, Depkes menggunakan 5 indikator utama agar RS tersebut dikatakan berkualitas, yakni angka hunian pasien rawat inap (Bed Occupancy Rate=BOR), lama rata-rata perawatan pasien di RS (Average Length of Stay=AVLOS), frekuensi penggunaan tempat tidur rata-rata/tahun oleh berbagai pasien (Bed Turn Over=BTO), rata-rata lama sebuah tempat tidur berada dalam keadaan kosong (Turn Over Interval=TOI),

Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati Medan adalah sebuah RS tipe C milik swasta yang memiliki kapasitas 100 unit tempat tidur (TT). Dari kelima indikator yang utama penilaian mutu pelayanan, nilai BTO dari RSI Malahayati 2 tahun terakhir berada di luar batas standar (50 kali/tahun) yakni 52,5 (tahun 2009) dan 52,6 (tahun 2010). Tingginya nilai BTO memberikan dampak positif terhadap pendapatan operasional namun juga memiliki dampak negatif yakni menggangu kualitas pelayanan dari RS itu sendiri. Oleh karena itu dilakukan evaluasi daripada pelayanan yang diberikan dengan membandingkannya dengan SPM yang telah ditetapkan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan manajemen mutu pelayanan di instalasi rawat inap RSI Malahayati sejauh ini.

Dari hasil evaluasi, terlihat bahwa RSI Malahayati masih belum memenuhi SPM Depkes dan IHQN untuk masing-masing kategori pelayanan medis, rekam medik dan peralatan medis. Indikator yang belum terpenuhi untuk sub sistem pelayanan medis antara lain jam visite dokter, evaluasi mutu, pelatihan, infeksi pasca operasi, infeksi nosokomial, pasien jatuh/medication error, kematian pasien > 48 jam, tidak adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB dan pre operative death rate. Sedangkan untuk sub sistem rekam medik antara lain kelengkapan pengisian rekam medik dan informed consent, kecukupan tenaga rekam medik, master data yang terkomputerisasi, fasilitas rekam medik dan evaluasi mutu. Dan untuk sub sistem peralatan medis antara lain kecepatan waktu dalam menanggapi kerusakan alat, ketepatan waktu pemeliharaan alat, ketepatan waktu dalam kalibrasi.

Dari hasil analisis terlihat bahwa masih banyak kekurangan manajemen dalam melaksanakan manajemen mutu pelayanan sehingga menyebabkan belum terpenuhinya beberapa indikator diatas. Oleh karena itu, manajemen kini harus melakukan perubahan dengan cara melakukan perubahan konsep manajemen yang meliputi strategi, budaya RS dan kepedulian terhadap pelanggan serta melakukan perbaikan berupa menghancurkan hambatan internal, memotivasi dan meningkatkan kemampuan karyawan, melakukan riset pasar, membangun hubungan jangka panjang dengan pasien dan pemasok, teknologi untuk memperbaiki pelayanan kepada pelanggan


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesadaran akan kesehatan dan meningkatnya kehidupan sosial ekonomis masyarakat mendorong pertumbuhan dan persaingan di industri rumah sakit. Kini rumah sakit tidak lagi hanya bisa dipandang hanya sebagai institusi sosial, tetapi sudah menjadi institusi yang bersifat sosio ekonomis. Terlebih lagi dengan adanya era globalisasi dan persaingan bebas, telah menciptakan tantangan rumah sakit yang semakin besar, yakni kompetisi yang semakin ketat dan pelanggan yang semakin selektif dan berpengetahuan. Tantangan seperti ini menghadapkan rumah sakit pada dua pilihan yaitu masuk ke dalam arena kompetisi dengan melakukan penyempurnaan dan perbaikan mutu oleh manajemen atau keluar dari kompetisi tanpa melakukan perubahan dan perbaikan.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pertumbuhan rumah sakit di Indonesia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Namun, pertumbuhan tersebut tidak menjamin baiknya mutu pelayanan. Untuk menjamin mutu pelayanan yang diberikan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) telah menetapkan berbagai aturan dan bahkan saat ini telah mengeluarkan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, agar wajib akreditasi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan.

Mutu pelayanan sebuah rumah sakit merupakan cerminan dari semua sistem yang berjalan di dalamnya. Untuk menciptakan, menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan, perhatian tidak hanya terfokus pada salah


(14)

satu/beberapa unit saja melainkan berjalan di semua tingkatan dan membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit. Selain dana investasi, upaya peningkatan mutu jasa layanan rumah sakit juga harus dibarengi dengan profesionalisme dalam pengelolaannya.

Program menciptakan, menjaga dan memperbaiki mutu tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan standar, karena kegiatan pokok program tersebut adalah menetapkan masalah, penyebab masalah, cara penyelesaian masalah, menilai hasil dan saran perbaikan yang harus selalu mengacu kepada standar yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai alat menuju terjaminnya mutu. Standar dasar yang wajib diikuti oleh setiap rumah sakit di Indonesia adalah Standar Pelayanan Minimal (SPM). Selain Depkes, forum independen Indonesian Health Quality

Network (IHQN) juga membuat standar pelayanan sebagai penunjang

terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan efisien.

Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati Medan adalah sebuah rumah sakit tipe C milik swasta yang menyediakan beberapa pelayanan medis dan penunjang, berlokasi di Jalan Diponegoro No.2-4 Medan dengan kapasitas 100 unit tempat tidur (TT). Saat ini RSIM sedang berupaya menjadi rumah sakit berakreditasi sesuai dengan himbauan Depkes RI yang bekerja sama dengan Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) agar semua rumah sakit daerah terakreditasi minimal 5 pelayanan, yaitu: Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Medik, Pelayanan Administrasi, Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Rekam Medik. Untuk memperoleh akreditasi tersebut, tentunya RSIM harus terus menjaga dan meningkatkan mutu yang menjadi tanggung jawab manajemen dan karyawan.


(15)

Untuk mengetahui mutu pelayanan dari suatu rumah sakit khususnya bagian rawat inap, Depkes menggunakan 5 parameter yakni angka hunian pasien rawat inap (Bed Occupancy Rate = BOR), lama rata-rata perawatan pasien di rumah sakit (Average Length of Stay = AVLOS), frekuensi penggunaan tempat tidur rata-rata/tahun oleh berbagai pasien (Bed Turn Over = BTO), maupun rata-rata lama sebuah tempat tidur berada dalam keadaan kosong (Turn OverInterval

= TOI), nilai yang diperoleh oleh RSI Malahayati dapat terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1.1. Indikator Pelayanan

Indikator 2006 2007 2008 2009 2010 Batas Ideal (Depkes 2005) BOR (%) 43.68 63.94 55.61 68.725 76.58 60-85 % AVLOS (hari) 4.5 4.83 4.475 4.53 5.125 6-9 hari TOI (Hari) 7.5 2.71 3.575 2.167 1.55 1-3 hari BTO (kali/tahun) 27.6 48.4 43.8 52.5 52.6 40-50 kali/tahun Sumber:Medical Record Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Dari data diatas nilai pada indikator BOR sudah menunjukkan peningkatan yang baik, begitu juga dengan TOI meskipun secara rata-rata TOI masih berada diluar standar yang ditetapkan. Untuk indikator AVLOS terlihat masih berada dibawah batas standar yang ditetapkan. Sedangkan indikator BTO memiliki trend yang semakin meningkat keluar dari batas standar. Peningkatan nilai BTO tersebut dapat memberikan dampak positif bagi pendapatan operasional namun juga dapat memberikan dampak negatif antara lain dapat menurunkan kinerja mutu medis dan menimbulkan ketidakpuasan.

Meskipun peningkatan nilai BTO dilihat belum terlalu signifikan, namun RSI Malahayati perlu melakukan perbaikan secara kontinu dari hal sekecil apapun untuk memberikan dan menjaga mutu pelayanan yang diberikannya. Dalam


(16)

melakukan pencegahan dan perbaikan mutu medis sangat diperlukan komitmen dan tanggung jawab manajemen yang didasari atas partisipasi dari keseluruhan sumber daya manusia dan ditujukan pada kesuksesan jangka panjang atau berkelanjutan melalui kepuasan pelanggan (internal, eksternal) dan sesuai standar yang berlaku bukan hanya „slogan‟ serta memberikan manfaat pada anggota

organisasi dan masyarakat.

Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan evaluasi daripada mutu pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit dengan membandingkannya terhadap SPM yang telah ditetapkan oleh Depkes dan IHQN untuk mengetahui sejauh mana pencapaian rumah sakit terhadap standar tersebut dan menganalisis bagaimana pelaksanaan manajemen mutu pelayanan di instalasi rawat inap RSI Malahayati. Pengkajian masalah, pencegahan dan peningkatan mutu ini nantinya dilakukan dengan menggunakan tools of quality dan pendekatan Kaizen dimana melibatkan manajemen untuk melakukan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk dan pelayanan.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

1. Bagaimanakah kinerja mutu pelayanan RSI Malahayati berdasarkan standar pelayanan dari Depkes dan IHQN ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan manajemen mutu rumah sakit dalam memenuhi standar pelayanan Depkes dan IHQN ?


(17)

Berdasarkan permasalahan diatas maka akan dilakukan penelitian dengan rancangan judul, “Analisis Pelaksanaan Manajemen Mutu Pelayanan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Malahayati Medan”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kinerja mutu berdasarkan evaluasi indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Depkes dan IHQN pada rawat inap RSI Malahayati Medan 2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak terpenuhinya indikator

SPM dan menganalisis pelaksanaan manajemen mutu saat ini.

3. Memberikan solusi dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pasien.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Secara teoritis hasil penelitian ini akan bermanfaat dalam pengembangan teori, khususnya tentang manajemen mutu pelayanan

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran yang lebih riil, khususnya tentang pelaksanaan manajemen mutu di RSI Malahayati, yang dapat dijadikan bahan pertimbangan manajemen dalam upaya peningkatan mutu pelayanan.

1.5. Batasan dan Ruang Lingkup Penelitian


(18)

1. Manajemen mutu didefinisikan sebagai aspek dari seluruh fungsi manajemen yang menjamin dan melaksanakan kebijakan mutu berdasarkan ketentuan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

2. Instalasi rawat inap didefinisikan sebagai unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. 3. Pelayanan rawat inap yang dievaluasi adalah pelayanan medis dan pelayanan

penunjang klinis yang meliputi peralatan medis dan rekam medik.

4. Standar pelayanan yang digunakan sebagai acuan adalah standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan IHQN (Indonesian Health Quality Network).


(19)

BAB II

KERANGKA TEORITIS

2.1. Rumah Sakit

2.1.1. Definisi dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Organisasi Rumah Sakit disusun dengan tujuan untuk mencapai visi dan misi menjalankan tata kelola rumah sakit yang baik (Good Hospital Governance) dan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance). Tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance) adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan profesional, dan akreditasi rumah sakit.

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Menurut UU No. 44 tahun 2009, fungsi rumah sakit adalah :

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan seuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.


(20)

c. Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang kesehatan.

Sebagai bagian dari sistem pelayanan publik, pelayanan kesehatan di suatu daerah harus memenuhi kriteria Availability, Appropriateness, Continuity-Sustainability, Acceptability,Affordable, Efficient dan Quality 1.

2.1.2. Klasifikasi Rumah Sakit

Berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No.983/Menkes/SK/XI/1992, rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi2 :

1. Berdasarkan kepemilikan, yakni rumah sakit pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten), rumah sakit BUMN (ABRI), dan rumah sakit yang modalnya dimiliki swasta (BUMS) ataupun luar negri (PMA).

2. Berdasarkan Jenis Pelayanan, yakni :

a. Rumah Sakit Umum yaitu rumah sakit yang melayani semua bentuk pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuannya yang bersifat dasar, spesialistik, dan subspesialistik.

b. Rumah Sakit Khusus yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis pelayanan tertentu.

1

A.A.Gde Muninjaya : Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 24

2

A.A.Gde Muninjaya: Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.Edisi Kedua.2004, hlm 221


(21)

3. Berdasarkan Kelas, rumah sakit dibedakan menjadi (Kepmenkes No. 51 Menkes/SK/11/1979 dan Permenkes No.340 tentang Klasifikasi Rumah Sakit):

a. Rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas.

b. Rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terbatas.

c. Rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.

2.1.3. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law)

Dalam rangka melindungi penyelenggaraan rumah sakit, tenaga kesehatan dan melindungi pasien maka rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal rumah sakit yang biasa disebut hospital by laws. Peraturan tersebut meliputi aturan-aturan berkaitan dengan pelayanan kesehatan, ketenagaan, administrasi dan manajemen. Bentuk peraturan internal rumah sakit (HBL) yang merupakan materi muatan pengaturan dapat meliputi antara lain: Tata tertib rawat inap pasien, identitas pasien, hak dan kewajiban pasien, dokter dan rumah sakit, informed consent, rekam medik, visum et repertum, wajib simpan rahasia kedokteran, komete medik, panitia etik kedokteran, panitia etika rumah sakit, hak akses dokter


(22)

terhadap fasilitas rumah sakit, persyaratan kerja, jaminan keselamatan dan kesehatan, kontrak kerja dengan tenaga kesehatan dan rekanan.

Bentuk dari Hospital by laws dapat merupakan Peraturan Rumah Sakit,

Standar Operating Procedure (SOP), Surat Keputusan, Surat Penugasan, Pengumuman, Pemberitahuan dan Perjanjian (MOU). Peraturan internal rumah sakit (HBL) antara rumah sakit satu dengan yang lainnya tidak harus sama materi muatannya, hal tersebut tergantung pada: sejarahnya, pendiriannya, kepemilikannya, situasi dan kondisi yang ada pada rumah sakit tersebut. Namun demikian peraturan internal rumah sakit tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya seperti Keputusan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah dan Undang-undang. Dalam bidang kesehatan pengaturan tersebut harus selaras dengan Undang-undang nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan peraturan pelaksanaannya.

2.2. Instalasi Rawat Inap

Instalasi rawat inap merupakan unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan rawat inap. Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yng merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya3.

3


(23)

2.2.1. Kualitas Pelayanan Rawat Inap

Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:

b) Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku c) Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya d) Keselamatan Pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien

e) Kepuasan Pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Adji Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik apabila:

a) Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit. b) Menyediakan pelayanan yang profesional.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut: a) Petugas harus mampu melayani dengan cepat

b) Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu membuat kepercayaan pada pasien.

c) Ruangan yang bersih dan nyaman,

d) Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai tambah.

2.2.2. Pelayanan Tenaga Medis dan Paramedis

Tenaga medis merupakan unsur yang berpengaruh besar dalam menentukan kualitas pelayanan yang diberikan. Fungsi utamanya adalah


(24)

memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggungjawabkan kepada pasien dan rumah sakit. Donabedian (1980), mengatakan bahwa perilaku dokter dalam aspek teknis manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen psikologi manajemen kontinuitas, koordinasi kesehatan dan penyakit harus mencakup beberapa hal : a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua anggota keluarga.

Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit secara menyeluruh, yang sekaligus merupakan tolok ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah sakit, bahkan sering menjadi faktor penentu citra rumah sakit di mata masyarakat. Keperawatan sebagai suatu profesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam menyelenggarakan upaya mutu, karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses keperawatan.

2.2.3. Penyediaan Sarana Medik, Non Medik, dan Obat obatan

Standar peralatan yang harus dimiliki oleh rumah sakit sebagai penunjang untuk melakukan diagnosis, pengobatan, perawatan dan sebagainya tergantung dari tipe rumah sakit. Dalam rumah sakit, obat merupakan sarana yang mutlak diperlukan, bagian farmasi bertanggung jawab. atas pengawasan dan kualitas obat.


(25)

Persediaan obat harus cukup, penyimpanan efektif, diperhatikan tanggal kadaluarsanya, dan sebagainya.

2.3. Rekam Medik

Rekam medik adalah kompilasi dari fakta-fakta yang relevan berkaitan dengan riwayat kesehatan pasien dari dulu hingga sekarang, diagnosis, pengobatan dan hasil akhir dari setiap perawatan4. Para profesional rekam medik harus memastikan bahwa semua yang diisi relevan dengan fakta yang ada dan bukan rekayasa.

Tujuan utama dari rekam medik adalah untuk memberikan informasi yang akuran mengenai sejarah kesehatan pasien, dimulai dari masa lalu hingga saat ini, pengobatan yang telah diberikan dan kejadian-kejadian pada pasien selama masa perawatan. Rekam medik berisi banyak informasi yang berguna untuk banyak pihak. Para pengguna rekam medik dibagi menjadi 2 jenis yakni personal dan impersonal.

a. Personal yaitu rekam medik digunakan untuk penggunaan pribadi pasien b. Impersonal yaitu rekam medik digunakan untuk studi penelitian atau uji klinis.

Informasi yang terkandung di dalam rekam medik memberikan kegunaan tersendiri untuk masing-masing pihak. Adapun nilai rekam medik bagi pihak tersebut adalah :

a. Bagi pasien, menyediakan bukti asuhan keperawatan, merupakan data untuk pengobatan selanjutnya dan memberikan perlindungan hukum dalam kasus-kasus tertentu.

4

A.V.Srinivasan, Managing a Modern Hospital 2nd Edition, SAGE Publication, Ltd, 2008,India, hlm.203


(26)

b. Bagi fasilitas layanan kesehatan, memiliki data untuk pekerja tenaga medis, bukti untuk tagihan pembayaran, mengevaluasi sumber daya, mengevaluasi mutu pelayanan, dan membantu dalam membuat perencanaan dan pemasaran. c. Bagi pemberi pelayanan, menyediakan informasi untuk membantu seluruh

tenaga medis, membantu dokter dalam menyediakan data perawatan dan sebagai data untuk penelitian.

2.4. Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap

2.4.1. Standar Pelayanan Minimal Departemen Kesehatan RI

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Selain itu juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan Umum. Dengan disusunnya SPM diharapkan dapat membantu pelaksanaan penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

Pelaksanaan pelayanan di instalasi rawat inap berkaitan dengan pelayanan medis dan penunjang klinis meliputi rekam medis dan kegiatan pemeliharaan sarana. Dengan pelayanan rekam medis dan pemeliharaan sarana yang baik, pasien di rawat inap akan merasa puas dan nyaman dalam proses penyembuhannya. Adapun SPM untuk jenis layanan rawat inap, rekam medis dan pemeliharaan sarana berdasarkan ketentuan Depkes adalah sebagai berikut.


(27)

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan

No Jenis Layanan Indikator Standar

1 Rawat Inap

Pemberi Pelayanan a. Dokter Spesialis

b.Perawat min.pendidikan D3 Dokter penanggung jawab pasien 100 %

Ketersediaan Pelayanan Dasar Anak, Penyakit Dalam, Kebidanan, Bedah

Jam visite dokter spesialis 08.00-14.00 setiap hari kerja Kejadian infeksi pasca operasi ≤1,5 %

Kejadian infeksi pasca nasokomial ≤1,5 % Tidak ada pasien jatuh yang berakibat

cacat/meninggal

100 %

Kematian pasien > 48 jam ≤ 0.24%

Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri (PAPS)

≤ 5 %

Kepuasan Pelanggan ≥ 90 %

Rawat Inap pasien TBC

a. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB

b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS

a. ≥ 60 % b. ≥ 60 %

2 Rekam Medik

Kelengkapan pengisian rekam medik 24

jam setelah selesai pelayanan 100 %

Kelengkapan informed concent setelah

mendapatkan informasi yang jelas 100 % Waktu penyediaan dokumen rekam medik

pelayanan rawat inap ≤ 15 menit

3

Pelayanan pemeliharaan sarana rumah

sakit

Kecepatan waktu menanggapi kerusakan ≤ 80 % Ketepatan waktu pemeliharaan alat 100 % Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai

dengan ketentuan 100 %

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/ Tentang Standar Pelayanan Minimal Tahun 2008

Selain menentukan SPM, Depkes juga menentukan indikator pelayanan rumah sakit yang dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator tersebut terbagi untuk masing-masing unit. Indikator untuk unit rawat inap antara lain :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio) adalah persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.


(28)

3. TOI (Turn Over Interval) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.

4. BTO (Bed Turn Over) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. 5. NDR (Net Death Rate) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk

tiap-tiap 1000 penderita keluar.

6. GDR (Gross Death Rate) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar.

Dari masing-masing indikator Depkes menentukan nilai standar ideal yang yang dibuat berdasarkan standar yang telah dibuat oleh Huffman, yakni :

Tabel. 2.2. Indikator Rawat Inap Menurut Departemen Kesehatan

Indikator Standar Ideal (Huffman)

Standar Ideal Menurut Depkes BOR (Bed Occupancy Ratio) > 75-85 % 60-85% BTO (Bed Turn Over) 30 kali 40-50 kali LOS (Length of Stay) 3-12 hari 6-9 hari TOI (Turn Over Interval) 1-3 hari 1-3 hari NDR (Net Death Rate) ≤ 25 ‰ ≤ 25 ‰ GDR (Gross Death Rate) ≤ 45 ‰ ≤ 45 ‰ Sumber : Statistik Rumah Sakit, Ery Rustiyanto, Graha Ilmu, 2010

2.4.2. Standar Pelayanan Indonesian Health Quality Network (IHQN)

Indonesian Health Quality Network (IHQN) diresmikan pada tanggal 30 Juni 2005. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu semakin berkembang sehingga berbagai inisiatif dan upaya dilakukan oleh praktisi, peneliti, pengambil kebijakan, pendidik dan konsultan untuk menunjang mutu dunia kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan. IHQN memiliki visi “menjadi jejaring utama dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan di


(29)

Indonesia melalui kerjasama ditingkat nasional dan internasional”. Dan misi

menyediakan jaringan kerja sama dalam mewujudkan mutu pelayanan kesehatan

yang aman dan efisien”. Dalam menjalankan kegiatannya sebagai pembuat kebijakan guna mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan efisien, IHQN membuat beberapa indikator dan variabel seperti berikut.

Tabel 2.3. Indikator Riset Fasilitas IHQN

Layanan Indikator

Rawat Inap Visite dokter spesialis

Kejadian infeksi pasca operasi Kejadian infeksi nosokomial

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/meninggal Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri

Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS Kesesuaian pelayanan dengan SOP

Angka pasien dekubitus

Angka kejadian infeksi jarum infus Medication error dan tindak lanjutnya Pre-operative death rate

Kelengkapan dokumen keperawatan Evaluasi mutu

Rekam Medik (RM) Adanya tenaga RM sebagai penyelenggara dan pengolah data

Adanya master data pasien

Adanya rekam medis ibu dan bayi yang terpisah Adanya RM yang terpisah antara aktif dan non aktif

Adanya backup data pasien dalam server

Adanya penyelenggara RM elektronik (RME) Adanya standar barcode dan labelling

Adanya sistem data capture RME

Penyelenggaraan audit kualitatif dan kuantitatif Adanya standar penyimpanan dan pemusnahan RM Ketersediaan buku pedoman penyelenggaraan RM Ketersediaan, kecukupan dan kualifikasi tenaga RM Kecukupan fasilitas dan peralatan RM

Kelengkapan dan ketepatan pengisian RM

Pengembangan (pelatihan dan pendidikan) staf RM Penyampaian laporan secara berkala

Kelengkapan informed consent setelah mendapatkan informasi

Waktu penyediaan dokumen RM pelayanan rawat inap Evaluasi mutu

Pemeliharaan Sarana Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat

Ketepatan waktu pemeliharaan alat

Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan


(30)

2.5. Mutu

Mutu adalah keseluruhan karakteristik barang/jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun kebutuhan yang tersirat5. Menurut beberapa pakar, definisi terhadap mutu adalah sebagai berikut 6 :

1. Mutu adalah “Fitness for Use”, atau kesesuaian dengan tujuan atau manfaatnya (J.M.Juran).

2. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan yang meliputi availability, delivery, reliability, maintainability dan cost effectiveness (Philip B. Crosby). 3. Mutu harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan

mendatang (Deming, 1982)

Dalam pelaksanaan konsep mutu, mutu dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang fundamental yang dikenal dengan 9M, yakni men, money, materials, machines and menchanization, modern information methods, markets, management, motivation dan Mounting Product Requirement.

Berdasarkan penelitian Zeithaml, Berry dan Parasuraman dimensi mutu secara umum yang diterapkan pada perusahaan jasa dikelompokkan menjadi 78 : 1. Realibility (keandalan) yakni berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk

memberikan layanan yang akurat dan konsisten dengan yang telah dijanjikan. 2. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kesediaan dan kemampuan karyawan

untuk membantu pelanggan, merespon permintaan, dan menyediakan pelayanan yang cepat dan tepat.

5

Imbalo.S.Pohan : Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, Jakarta, hlm 12

6

Iskandar Indranata : Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas, Jakarta, hlm 35

7

Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, : Total Quality Management, Yogyakart, hlm 27

8


(31)

3. Assurance (jaminan) mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya.

4. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan dan masalah pelanggan.

5. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat komunikasi.

Dimensi-dimensi mutu pelayanan harus diramu dengan baik, meskipun hal itu tidak semudah yang dibayangkan. Dapat saja terjadi kesenjangan antara organisasi dan pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Parasuraman et.al mengenai

costumer perceived quality pada empat industri jasa, teridentifikasikan lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak menajemen tidak selalu dapat memahami apa yang menjadi keinginan pelanggannya secara tepat. Akibatnya tidak tahu bagaimana mendesain jasa tersebut.

2. Gap antara persepsi manajemen dan penjabaran jasa.

Dalam hal ini manajemen mampu memahami apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen


(32)

terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, dan karena adanya kelebihan permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa penyebab gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja, dan tidak mau memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan yang dibuat oleh organisasi. Resiko yang dihadapi organisasi adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja organisasi dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

Personal Needs Words of Mouth

Communication Past Experience

Expected Service

Preceived Service

Service Delivery (including pre and post contact)

External Communication to Consumers

Translation of perceptions into service quality

spesification

Management perceptions of consumer expeditions

Costumer

Provider GAP 1

GAP 5

GAP 3

GAP 2

GAP 4


(33)

2.6. Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata dan penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi9. Menurut Kemenkes RI, mutu pelayanan kesehatan meliputi kinerja yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, tidak saja yang dapat menimbulkan kepuasan bagi pasien sesuai dengan kepuasan rata-rata penduduk tetapi juga sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan 10. Adapun faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan kesehatan adalah kelayakan, kesiapan, kesinambungan, efektivitas, kemanjuran, efisiensi, penghormatan dan perhatian, keamanan dan ketepatan waktu.

Pandangan terhadap mutu layanan kesehatan memiliki perspektif yang berbeda bagi setiap komponen, perbedan tersebut dapat terlihat sebagai berikut 11 : a. Perspektif Pasien, adalah layanan yang dapat memenuhi kebutuhan yang

dibutuhkan dan diselenggarakan dengan sopan, tepat waktu dan tanggap. b. Perspektif Pemberi Layanan Kesehatan (provider), adalah ketersediaan

peralatan, prosedur kerja, kebebasan profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.

c. Perspektif Penyandang Dana, adalah suatu layanan yang efisien dan efektif. d. Perspektif Pemilik Sarana Layanan Kesehatan, adalah layanan yang

menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan dengan tarif pelayanan masih terjangkau.

9

Azrul Azwar : Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 30

10

A.A.Gde Muninjaya : Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta, hlm 19

11


(34)

e. Perspektif Administrator Layanan Kesehatan, adalah layanan yang bermutu jika mampu menyusun prioritas dan dapat menyediakan apa yang menjadi kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat.

2.7. Indikator Mutu Pelayanan Kesehatan

Indikator adalah suatu perangkat yang dapat digunakan dalam pemantauan suatu proses tertentu12. Indikator layanan kesehatan adalah suatu ukuran penatalaksanaan pasien atau keluaran dari layanan kesehatan Indikator dibuat untuk memantau bagian kritis dari layanan kesehatan13. Indikator yang secara umum dapat dibedakan atas 2 jenis, yakni14 :

1. Indikator persyaratan minimal, menunjukkan pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan, lingkungan atau proses.

Indikator ini dapat dibagi lagi menjadi 3, yaitu :

a. Indikator Masukan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar masukan seperti ukuran tenaga pelaksana, sarana serta dana yang tersedia di dalam suatu organisasi kesehatan.

b. Indikator Lingkungan, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar lingkungan seperti ukuran kebijakan, organisasi serta manajemen yang dianut oleh organisasi kesehatan.

c. Indikator Proses, ukuran terpenuhi atau tidaknya standar proses.

2. Indikator Penampilan Minimal, menunjuk pada ukuran terpenuhi atau tidaknya standar penampilan minimal pelayanan kesehatan yang

12

Imbalo.S.Pohan, Ibid, hlm 212

13

Imbalo.S.Pohan, Ibid, hlm 232

14


(35)

diselenggarakan. Indikator penampilan minimal ini disebut dengan indikator keluaran (output/outcome).

Masing-masing indikator memiliki fungsi pengukuran yang berbeda, jika yang ingin diukur adalah faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan (penyebab) maka yang dipergunakan adalah indikator persyaratan minimal. Tetapi jika yang diukur adalah mutu pelayanan kesehatan (akibat) maka yang dipergunakan adalah indikator keluaran (penampilan). Secara sederhana kedudukan dan peranan kedua indikator digambarkan dalam bagan berikut.

Indikator Lingkungan

Indikator Masukan

Indikator Proses

Indikator Keluaran

Penyebab Masalah Mutu Pelayanan

Kesehatan

Masalah Mutu Pelayanan Kesehatan

Gambar 2.2. Kedudukan dan Peranan Indikator

2.8. Manajemen Mutu

2.8.1. Manajemen Mutu Layanan Kesehatan

Manajemen Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan fungsi manajemen dari kebijakan, tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam bentuk perencanaan mutu (quality planning), jaminan mutu (quality assurance), kendali mutu (quality control), dan peningkatan mutu (quality improvement) dalam satu sistem mutu1516.

15


(36)

a. Perencanaan Mutu (Quality Planning)

Perencanaan mutu (quality planning) dilakukan dengan mengidentifikasi standar kualitas yang relevan terhadap objek dan menentukan bagaimana cara memuaskan konsumen. Standar dilihat sebagai target eksplisit yang harus dipenuhi atau definisi kuantitatif yang menyatakan persyaratan. Standar berhubungan dekat dengan spesifikasi. Standar mengarahkan bagaimana proses dapat terselesaikan sedangkan spesifikasi merupakan target dari kinerja. Metrik merupakan pengukuran untuk menentukan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi. Standar mengarahkan objek ke dalam implementasi untuk mencapai kesuksesan proses. Banyak standarisasi yang biasa digunakan seperti ISO, Malcolm Baldridge Award, Keputusan Menteri Kesehatan,

Indonesian Health Quality Network (IHQN) dan lain sebagainya. b. Jaminan Mutu (Quality Assurance)

Jaminan kualitas (Quality Assurance) adalah suatu kegiatan sistematis untuk memastikan bahwa proyek akan mempekerjakan semua proses dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Mengembangkan kegiatan jaminan kualitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Pilih standar yang relevan atau spesifikasi.

2) Menggunakan definisi operasional, menentukan kegiatan yang akan diteliti, mengumpulkan data dan membandingkan hasil pada rencana. 3) Mengembangkan dan menerapkan metrik

4) Menentukan dan menyediakan sumber daya.

5) Menetapkan tanggung jawab untuk suatu entitas tertentu.

16

Kenneth.H.Rose, Project Quality Management (Why,What and How), J.Ross Publishing,USA 2005 p.41


(37)

6) Merakit kegiatan menjadi rencana jaminan kualitas.

Adanya jaminan Mutu (Quality Assurance), memberikan manfaat terhadap pihak-pihak yang terlibat (Heriandi, 2007), yakni :

- Bagi rumah sakit, QA yang baik membuat rumah sakit mampu untuk bersaing dan tetap eksis di lingkungan bisnisnya.

- Bagi pelanggan, QA dapat dijadikan sebagai faktor untuk memilih RS yang bermutu dan baik.

- Bagi praktisi medis, dengan adanya QA para praktisi medis dituntut untuk semakin teliti, telaten, dan hati–hati dalam menjaga mutu pelayanannya. - Bagi pemerintah sendiri, adanya QA dapat menjadikan standar dalam

memutuskan salah benarnya suatu kasus yang terjadi di Rumah sakit c. Pengendalian Mutu (Quality Control)

Pengendalian kualitas ialah keseluruhan cara yang digunakan untuk menetapkan dan mencapai standar mutu atau dapat dikatakan bahwa pengawasan mutu adalah suatu sistem yang terdiri atas pengujian, analisis, dan tindakan yang harus diambil yang berguna untuk mengendalikan mutu suatu produk sehinggga mencapai standar yang diinginkan (Kaoru Ishikawa:1985). d. Peningkatan Mutu (Quality Improvement)

Peningkatan mutu adalah suatu metodologi yang berawal dari pengumpulan dan analisis data kualitas, serta menentukan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk, guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.


(38)

2.8.2. Alat Manajemen Mutu (Quality Management Tools)

Mutu merupakan tanggung jawab dari setiap anggota organisasi yang terlibat dalam suatu proses pelayanan. Dalam penerapannya, diperlukan manajerial yang baik dalam perencanaan, jaminan, pengendalian dan perbaikan.

Tools of quality adalah alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan. Selanjutnya analisa yang dihasilkan dapat membantu organisasi dalam pengambilan keputusan yang tepat sesuai sasaran dan strategi organisasi. 7 Tools of Quality dan 7 New Tools of Quality merupakan kumpulan alat-alat yang dipakai dalam manajemen kualitas yang biasanya digunakan bagi yang menerapkan metodologi 7 Steps of Quality Improvement.

The New Seven Tools dibuat untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada Seven Tools versi sebelumnya. Perbedaan keduanya adalah jika 7 tools lebih ke eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi kualitatif. Eksplorasi kuantitatif oleh 7 tools mencakup: Check Sheet, Histogram, Grafik, Scatter Diagram, Pareto Diagram, Fish Bone Diagram dan Control Chart. Sedangkan ekslorasi kualitatif oleh 7 Alat Manajemen (7 New Tools):

Interrelationship Diagram, Affinity Diagram, Tree Diagram, Matrix Diagram,

Matrix Data Analysis, Arrow Diagram dan PDPC (Process Decision Program Chart).

Evolusi teori kualitas dan praktek telah menciptakan sejumlah alat yang dapat diterapkan untuk mengelola kualitas. Alat-alat tersebut dapat dipadukan


(39)

untuk mengangkat permasalahan dan memberikan solusi dari permasalahan yang ada pada manajemen mutu. Untuk memahami pelaksanaan manajemen mutu maka diperlukan pemahaman terhadap data dan proses. Langkah-langkah analisis terbagi ke dalam lima kategori yang juga menggunakan beberapa kombinasi tools

dari 7 tools dan 7 new tools, yakni 1718:

1. Pengumpulan data, data dapat dikumpulkan melalui Check Sheet.

2. Memahami data, empat alat yang membantu untuk memahami data, adalah : a. Grafik, tujuannya untuk mengatur, meringkas, dan menampilkan data,

biasanya dari waktu ke waktu.

b. Histogram, merupakan salah satu alat bantu statistik untuk menyajikan data dalam jumlah besar sehingga dapat dianalisa distribusinya

c. Grafik Pareto, pareto dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab utama dalam penyelesaian masalah dan porsi masalah utama tersebut terhadap keseluruhan masalah.

d. Diagram pencar (Scatter Diagram), digunakan untuk melihat hubungan antara sepasang, sekolompok data atau dua variabel untuk mengetahui jenis korelasinya dan juga tingkat hubungannya.

3. Memahami proses

Memahami data sangat penting namun hal tersebut hanya langkah awal dari proyek manajemen kualitas. Data merupakan suara dari proses. Ketika proses berjalan maka hasil akan terekspresikan melalui data. Untuk memahami manajemen mutu, data tidaklah cukup sehingga perlu dilakukan pemahaman proses. Tiga alat bantu untuk memahami proses antara lain :

17

Kenneth.H.Rose , Ibid, hlm 92

18


(40)

a. Flow Chart, mengidentifikasi urutan peristiwa dalam suatu proses.

b. Run Chart, sebuah grafik yang digunakan untuk mengamati kinerja proses dari waktu ke waktu.

c. Control Chart, adalah alat untuk memantau, mengendalikan, dan

meningkatkan proses dari waktu ke waktu. Peta kendali digunakan untuk memperlihatkan variasi di dalam kualitas keluaran

4. Analisis proses

Setelah mencapai pemahaman tentang data dan proses, maka tahapan kemudian adalah menganalisis proses dan memecahkan masalah. Pemahaman proses tertentu bukan merupakan dasar yang cukup untuk mengambil tindakan. Tindakan tanpa analisis terbatas pada preseden, percobaan intuisi, dan kesalahan, atau menebak. Analisis diperlukan untuk menentukan aspek-aspek interaksi sistem proses dan hubungan sebab-akibat. Alat bantu untuk menganalisis proses ini antara lain :

a. Cause and Effect Diagram, diagram sebab akibat adalah diagram yang disusun dari garis-garis dan simbol yang dirancang untuk menunjukkan hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu masalah. Untuk setiap akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.


(41)

b. Pillar Diagram, diagram pilar adalah kombinasi dari diagram sebab dan akibat dan alat kualitas lainnya, dengan mengaitkan digraf. Diagram ini menunjukkan hubungan antara himpunan penyebab dan hasil. Sebuah digraf keterkaitan digunakan untuk menentukan hubungan di antara semua elemen kontribusi dari suatu sistem. Tujuan dari diagram pilar ini adalah untuk mengidentifikasi akar penyebab yang terkait dengan beberapa hasil.

5. Pemecahan masalah

Mengumpulkan, pemahaman dan menganalisis data, serta menganalisis proses merupakan tahapan yang penting sebagai langkah persiapan untuk mengambil tindakan. Empat alat bantu kualitas dalam memecahkan masalah antara lain : a. Force Field Analysis, merupakan suatu diagram yang menunjukkan

analisis terhadap perhitungan kekuatan-kekuatan (positif) dan kelemahan-kelemahan (negatif) yang dijumpai untuk mencapai sasaran perbaikan proses terus menerus (continuous improvement).

b. Klasifikasi Masalah Kualitas.

c. Brainstorming, merupaka aktivitas yang efektif dan efisien untuk mengeluarkan ide-ide baru untuk pemecahan masalah.


(42)

d. Affinity Diagram, diagram gabungan yang sering menggunakan hasil

brainstorming untuk mengorganisasikan informasi sehingga mudah

dipahami untuk mengadakan perbaikan proses.

e. Nominal Group Technique and Multivoting, nominal Group Technique

adalah sebuah cara untuk menentukan prioritas masalah yang diinginkan. 6. Membuat rencana penanggulangan masalah

Tujuan dari langkah ini adalah memberikan arah dan jenis aktifitas yang akan dilaksanakan dalam rangka penanggulangan masalah dengan cara menetapkan rencana tindakan, menetapkan proses pelaksanaan penanggulangan, menentukan personil, fasilitas, waktu dan tempat.

2.8.3. Strategi Kaizen

Kaizen adalah suatu filosofi dari Jepang yang memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan secara terus menerus atau berkesinambungan, Kai=change Zen=for the better sehingga memiliki arti perubahan kearah yang lebih baik. Kaizen melibatkan pemodal, karyawan dan manajer semua lini dalam perusahaan untuk pengembangan perusahaan ke arah yang lebih baik. Kaizen berarti berhadapan dengan penyebab permasalahan dan pencegahannya.

Strategi kaizen meliputi pandangan terhadap fungsi tugas; pandangan terhadap konsep perbaikan; hubungan proses dan hasil, siklus Plan Do Check

- Act (PDCA) = Rencanakan – Kerjakan – Periksa – Tindak lanjut dan siklus

Standardize Do Check - Act (SDCA) = Standarisasi – Kerjakan – Periksa – Tindak lanjut; mengutamakan kualitas; berbicara dengan data yang akurat dan pentingnya posisi konsumen. Kunci Sukses penerapan Kaizen ada pada penerapan


(43)

prinsip-prinsipnya. Dalam hal pemenuhan kepuasan pelanggan, Menurut Wellington kaizen memiliki beberapa prinsip yaitu fokus pada pelanggan, melakukan perbaikan terus-menerus, mengakui masalah secara terbuka, mendorong keterbukaan, menciptakan tim kerja, mengelola proyek melalui tim lintas fungsional, mengembangkan proses hubungan yang tepat, mengembangkan disiplin pribadi, memberikan informasi kepada setiap karyawan, membuat setiap karyawan menjadi mampu19.

Kaizen merupakan aktivitas harian yang pada prinsipnya memiliki dasar berorientasi pada proses dan hasil, berpikir secara sistematis pada seluruh proses dan tidak menyalahkan, tetapi terus belajar dari kesalahan yang terjadi. Dampak positif dari penerapan metode perbaikan dengan konsep Kaizen antara lain : 1. Setiap orang akan mampu menemukan masalah dengan cepat.

2. Setiap orang akan perhatian dan menekankan pada tahap perencanaan. 3. Mendukung cara berfikir yang berorientasi proses.

4. Setiap orang konsentrasi pada masalah yang lebih penting dan mendesak untuk diselesaikan.

5. Setiap orang akan berpartisipasi dalam membangun sistem yang baru.

2.8.4. Kaizen dan Manajemen

Manajemen dalam konteks kaizen, mempunyai dua fungsi utama yaitu pemeliharaan dan penyempurnaan atau perbaikan. Pemeliharaan didefinisikan dengan kegiatan untuk memelihara teknologi, sistem manajerial, standar operasional yang ada, dan menjaga standar tersebut melalui pelatihan serta

19


(44)

disiplin. Dalam fungsi pemeliharaan, manajemen mengerjakan semua tugasnya sehingga semua orang dapat memenuhi prosedur pengoperasian standar. Sedangkan perbaikan diartikan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan meningkatkan atau menyempurnakan standar yang ada.

Manajemen harus menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk dan prosedur untuk semua kegiatan, kemudian mengawasinya agar semua orang menerapkannya. Dalam setiap bisnis, karyawan bekerja menurut standar yang telah ada, baik yang tertulis maupun yang tidak, yang dibebankan oleh manajemen.

Kaizen secara umum sangat sederhana, cepat dan mudah diterapkan di semua sektor industri, langsung menuju permasalahan, fokus pada major issue,

teamworking, dan melewati semua batasan birokrasi dari manager hingga karyawan. Selain itu, dengan kaizen maka tujuan utama bisnis proses dapat diarahkan. Kaizen hanya bisa dijalankan dalam 3 prinsip yakni (1) concern pada proses dan hasil (tidak pada hasil saja), (2) Berpikir sistematis dan global, serta (3) tidak menuduh atau menyalahkan, karena tuduhan hanya dapat menyebabkan

waste. Agar filosofi kaizen ini dapat berjalan dengan baik sebaiknya diterapkan pada seluruh level organisasi, mulai dari manajemen puncak hingga karyawan terendah.


(45)

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka konseptual merupakan gambaran mengenai konsep dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Dasar pemikiran penelitian dilakukan berdasarkan tinjauan teoritis yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya yang kemudian membentuk kerangka konseptual yang dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Baik tidaknya mutu pelayanan yang diterima seorang pasien merupakan hasil gabungan dari beberapa komponen (input) yang bekerja sama melalui berbagai proses untuk menghasilkan pelayanan (output). Perencanaan, perancangan, pelaksanaan dan pengendalian dari input dan proses tersebut merupakan tanggung jawab dari manajemen. Sehingga baik tidaknya mutu pelayanan bergantung kepada baik tidaknya manajemen dalam mengelola input

dan prosesnya.

Kebijakan manajemen dalam mengelola dan menjaga mutu pelayanan rumah sakit tentunya diatur berdasarkan standar yang sudah ditetapkan oleh pihak yang lebih berwenang yakni Departemen Kesehatan. Sebagai acuan dasar pelayanan, Depkes mengeluarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM), sehingga dalam menjalankan pelayanannya, Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati harus tunduk dan memenuhi SPM tersebut.

Untuk mengetahui sejauh mana komitmen rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang baik, maka dapat dilakukan dengan mempelajari dokumentasi dan mengamati penerapan manajemen mutu oleh pihak manajemen RSI Malahayati


(46)

Medan. Hasil pengamatan dan dokumentasi kemudian dibandingkan dengan indikator standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan dan forum independen Indonesian Health Quality Network (IHQN) sebagai pelengkap. Perbandingan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pihak rumah sakit berkomitmen dalam memberikan pelayanan yang bermutu berdasarkan standar yang ditetapkan dengan tujuan agar pasien mendapatkan kepuasan dalam pelayanan.

Dari hasil pengukuran nantinya akan diperoleh beberapa item dari standar yang belum terpenuhi dan kemudian dilakukan analisis. Pada bagian analisis tersebut dilakukan pengkajian sebab-akibat terjadinya permasalahan yang kemudian diberikan solusi pemecahan dan pencegahan masalah.

Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Pelayanan Rawat Inap

Standar Pelayanan Minimal

Departemen Kesehatan Standar IHQN

Evaluasi Pelayanan Berdasarkan Standar

Analisis Permasalahan

Pemecahan dan Pencegahan Timbulnya Masalah dengan

- Tools of Quality

- Konsep Kaizen


(47)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney:1960). Metode riset ini dapat digunakan dengan lebih banyak segi dan lebih luas dari metode yang lain, memberikan informasi yang mutakhir dan bermanfaat serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah.

Menurut Travers (1978), metodologi ini bertujuan untuk menggambarkan suatu sifat yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Maka dari itu, pada penelitian ini metode deskriptif digunakan untuk mengetahui apa masalah yang terjadi pada manajemen jaminan mutu rumah sakit sehingga masih terjadi ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.

4.2. Lokasi dan Jadwal Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Islam Malahayati yang beralamat di Jl. Diponegoro No.2-4 Medan.

4.2.2. Jadwal Penelitian

Penelitian direncanakan akan dilakukan selama 8 (delapan) minggu efektif dengan jadwal pelaksanaan seperti pada Tabel berikut :


(48)

Tabel 4.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

NO KEGIATAN Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 1. Pengajuan Judul Geladikarya

2. Penyusunan Kolokium Geladikarya 3. Kolokium Geladikarya

4. Pengumpulan Data 5. Analisis Data

6. Penulisan Geladikarya 7. Seminar Perusahaan 8. Sidang Geladikarya 4.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan untuk penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder yang pembagiannya adalah sebagai berikut :

1. Data primer, yaitu data yang berasal dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan pihak yang perusahaan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam pengolahan data. Pengambilan data primer ini dilakukan dengan metode in-depth interview dengan pihak manajemen. 2. Data sekunder adalah data yang sudah jadi atau dipublikasikan untuk umum

oleh instansi atau lembaga yang mengumpulkan, mengolah dan menyajikan. Pengambilan data sekunder ini diperoleh dari administrasi dan dokumentasi unit layanan RSIM.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Metode Wawancara, sumber datanya yakni Kepala Komite Mutu, Kepala

Bagian Rekam Medik, Kepala Bagian Rawat Inap dan Kepala Bagian Peralatan serta karyawan.


(49)

2. Metode Observasi, sumber data dari metode ini merupakan data yang langsung diamati yang dapat digunakan sebagai analisa.

3. Metode Dokumentasi, sumber data dari metode ini merupakan data yang telah didokumentasikan oleh perusahaan.

4.5. Variabel dan Indikator yang Digunakan

Standar yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini adalah standar berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) dan dari forum IHQN.

Tabel. 4.2. Variabel dan Indikator Penelitian Berdasarkan Standar Departemen Kesehatan

No Variabel Indikator

1 Kualitas Layanan Rawat Inap

Pemberi Pelayanan

Dokter penanggung jawab pasien Ketersediaan Pelayanan Dasar Jam visite dokter spesialis Kejadian infeksi pasca operasi Kejadian infeksi pasca nasokomial

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/meninggal Kematian pasien > 48 jam

Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri (PAPS) Kepuasan Pelanggan

Rawat Inap pasien TBC

a. Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB

b. Terlaksana kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS

2 Kualitas Layanan Rekam Medik

Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan

Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi yang jelas

Waktu penyediaan dokumen rekam medik 3

Kualitas Pelayanan pemeliharaan sarana rumah

sakit

Kecepatan waktu menanggapi kerusakan Ketepatan waktu pemeliharaan alat


(50)

Tabel. 4.3. Variabel dan Indikator Penelitian Berdasarkan Standar IHQN

Variabel Indikator

Kualitas Layanan Rawat Inap

Visite dokter spesialis

Kejadian infeksi pasca operasi Kejadian infeksi nasokomial

Tidak ada pasien jatuh yang berakibat cacat/meninggal Kejadian pulang paksa/atas permintaan sendiri

Penegakan diagnosis TB melalui pemeriksaan mikroskopis TB Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di RS Kesesuaian pelayanan dengan SOP

Angka pasien dekubitus

Angka kejadian infeksi jarum infus

Medication error dan tindak lanjutnya

Pre-operative death rate

Kelengkapan dokumen keperawatan Evaluasi mutu

Kualitas Layanan Rekam Medik (RM)

Adanya tenaga RM sebagai penyelenggara dan pengolah data Adanya master data pasien

Adanya rekam medis ibu dan bayi yang terpisah Adanya RM yang terpisah antara aktif dan non aktif Adanya backup data pasien dalam server

Adanya penyelenggara RM elektronik (RME) Adanya standar barcode dan labelling

Adanya sistem data capture RME

Penyelenggaraan audit kualitatif dan kuantitatif Adanya standar penyimpanan dan pemusnahan RM Ketersediaan buku pedoman penyelenggaraan RM Ketersediaan, kecukupan dan kualifikasi tenaga RM Kecukupan fasilitas dan peralatan RM

Kelengkapan dan ketepatan pengisian RM

Pengembangan (pelatihan dan pendidikan) staf RM Penyampaian laporan secara berkala

Kelengkapan informed consent setelah mendapatkan informasi Waktu penyediaan dokumen RM pelayanan rawat inap

Evaluasi mutu Kualitas Pelayanan

pemeliharaan sarana rumah sakit

Kecepatan waktu menanggapi kerusakan alat Ketepatan waktu pemeliharaan alat

Peralatan terkalibrasi tepat waktu sesuai dengan ketentuan 4.6. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan melihat hasil perbandingan antara nilai-nilai standar yang telah ditetapkan dengan nilai dan data


(51)

yang diperoleh di Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati. Dari hasil perbandingan tersebut, akan diperoleh indikator-indikator yang belum memenuhi standar yang kemudian dijadikan permasalahan. Indikator yang belum memenuhi standar tersebut kemudian dianalisis untuk hubungan sebab-akibat yang menyebabkan standar tersebut belum terpenuhi. Pada proses perbandingan dan analisis ini nantinya akan menggunakan tools of quality.

Setelah diketahui beberapa penyebab yang memungkinkan terjadinya permasalahan, maka dilakukan analisis dengan menggunakan pendekatan kaizen untuk memperoleh gambaran dalam melakukan perbaikan dan memberikan usulan tindakan. Dalam analisis ini, nantinya juga digunakan alat bantu Minitab untuk mempermudah peneliti dalam menggunakan tools of quality. Adapun tahapan pengolahan dan analisis data secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Mengumpulkan data indikator

Membandingkan indikator dengan standar pelayanan minimal Depkes RI dan IHQN

Tindak Perbaikan Peningkatan Manajemen Mutu Layanan

Analyzing

Menganalisis penyebab belum terpenuhinya beberapa standar Memisahkan standar-standar

yang belum terpenuhi Collecting

Comparing

Separating

Solving


(52)

BAB V

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1. Sejarah Rumah Sakit Islam Malahayati Medan

Ide pembentukan Rumah Sakit Islam Malahayati dimulai pada tahun 1970-an dimana terdapat sebuah bangunan milik Yayasan Kerukunan Aceh bersama dengan Dewan Pimpinan Pusat Aceh Sepakat Sumatera Utara yang terletak di Jl. P.Dipenogoro No. 4 Medan. Pada saat itu, bangunan ini hanya digunakan sebagai tempat pertemuan yang sifatnya tidak rutin sehingga timbul pemikiran untuk memanfaatkannya dengan mendirikan komplek rumah sakit.

Nama Malahayati terpilih menjadi nama rumah sakit ini dengan arti sebagai Mal al hayati, “kekayaaan dari hidup” yaitu kekayaan hidup kita paling

berharga yaitu kesehatan. Sedangkan Laksamana Malahayati diartikan sebagai

Srikandi, yang memimpin Armada Aceh dalam pertempuran melawan Portugis pada abad ke-16.

Setelah 6 bulan melakukan persiapan dan dirasa sudah cukup, maka tepat pada tanggal 10 Mei 1973 dibentuklah Yayasan Rumah Sakit Malahayati dengan Akte Notaris : Kusmulyanto dengan Akte : No. 42 tanggal 10 Mei 1973. Pengelolaan oleh sebuah yayasan bukan sebuah PT., CV., atau Firma atau badan usaha lain adalah sebuah pemikiran bahwa Rumah Sakit Malahayati Medan nantinya tetap sebagai usaha nonprofit. Dengan pengertian jika nanti ada keuntungan yang dihasilkan, maka keuntungan tersebut akan digunakan untuk perluasan dan peningkatan kegiatan-kegiatan rumah sakit itu sendiri.


(1)

5. Teknologi Untuk Memperbaiki Pelayanan Kepada Pelanggan

Aspek ini diharapkan dapat menghapuskan kendala mengenai kondisi, penggunaan dan jumlah peralatan medis, penyimpanan data serta menciptakan lingkungan rumah sakit yang nyaman dan aman bagi pasien. Perkembangan teknologi melahirkan semangat perubahan yang luar biasa. Komputer, sistem informasi dan SDM menjadi satu kesatuan yang utuh.

Electronic Data Interchange (EDI) adalah metode untuk saling bertukar data, informasi atau transaksi secara elektronik melalui jaringan komputer. EDI adalah satu bentuk “e-commerce” yang secara formal diperkenalkan kepada

seluruh masyarakat secara luas dengan menggunakan media komputer.

Pada saat ini, banyak rumah sakit menggunakan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM-RS) yang merupakan suatu tatanan yang berkaitan dengan pengumpulan data, pengelolaan data, penyajian informasi, analisis dan penyimpulan informasi serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit. Sistem informasi rumah sakit ini meliputi sistem informasi klinik, sistem informasi administrasi dansistem informasi manajemen. Peran SIMRS yang utama adalah dalam mendukung pengendalian mutu pelayanan medis, penilaian produktivitas, analisis pemanfaatan, penjadwalan perawatan dan kalibrasi, perkiraan kebutuhan, perencanaan dan evaluasi program, menyederhanakan pelayanan, penilaian klinis dan serta pendidikan.

Tiga hal yang mendorong dimulainya pengembangan suatu sistem informasi, yaitu permasalahan yang timbul di sistem lama, semakin berkembangnya Teknologi Informasi (IT), adanya instruksi dari pimpinan ataupun


(2)

waktu, dan lain-lain. Perkembangan teknologi di bidang kesehatan telah melahirkan pemikiran bahwa dokumentasi dapat dilakukan dengan benar, lebih cepat, mudah dan sistematis. Adanya pendokumentasian yang benar, legal dan sistematis tersebut, maka setiap tindakan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan dapat digunakan sebagai data acuan untuk pengembangan selanjutnya. Disamping teknologi dalam sistem informasi, teknologi lain yang diperlukan dalam memperbaiki pelayanan adalah peralatan medis dengan teknologi terbaru, fasilitas dengan teknologi yang canggih serta pemeliharaan lingkungan dan penyediaan fasilitas dengan memanfaatkan peralatan yang canggih untuk menciptakan lingkungan yang sehat,bersih, aman dan nyaman.

Di RSI Malahayati, sistem informasi manajemen belum diterapkan secara sempurna. Setiap divisi kerja masih menggunakan kertas kerja sebagai media penyampai informasi ke divisi lainnya. Sistem komputerisasi yang telah dibuat hanya berupa sistem untuk menyimpan database pasien (rekam medik). Namun sistem itu juga belum dipergunakan sebagaimana harusnya. Selain sistem tersebut masih berupa sistem dengan konsep DOS, para karyawan juga belum memiliki kemampuan dalam menggunakannya. Sehingga disini terlihat bahwa sosialisasi penggunaan teknologi informasi masih sangat kurang. Para karyawan belum tanggap terhadap manfaat dan penggunaan dari perkembangan dunia teknologi informasi yang dapat membantu mereka dalam menyelesaikan pekerjaan. Selain itu karyawan juga belum memiliki kemampuan dalam memelihara dan memperbaiki peralatan medis yang ada di rumah sakit.


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pelaksanaan manajemen mutu pelayanan di instalasi rawat inap Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati, maka dapat disimpulkan antara lain :

1. Rumah Sakit Islam (RSI) Malahayati belum memenuhi keseluruhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan oleh Depkes RI dan standar yang dikeluarkan IHQN dalam memberikan pelayanan rawat inap yang meliputi pelayanan medis, rekam medik dan peralatan medis.

2. Beberapa indikator yang belum dapat dipenuhi oleh Rumah Sakit Islam Malahayati antara lain :

a. Sub sistem pelayanan medis : jam visite dokter, evaluasi mutu, pelatihan, infeksi pasca operasi, infeksi nosokomial, pasien jatuh/medication error, kematian pasien > 48 jam, tidak adanya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB dan pre operative death rate.

b. Sub sistem rekam medik : kelengkapan pengisian rekam medik dan

informed consent, kecukupan tenaga rekam medik, master data yang terkomputerisasi, fasilitas rekam medik dan evaluasi mutu.

c. Sub sistem peralatan medis : kecepatan waktu dalam menanggapi kerusakan alat, ketepatan waktu pemeliharaan alat, ketepatan waktu dalam kalibrasi.


(4)

7.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Menciptakan kondisi sadar mutu dengan cara :

a. Melakukan sosialisasi standar pelayanan kepada seluruh lapisan karyawan b. Memperbaiki proses perekrutan, penempatan, pelatihan dan pembinaan

karyawan

c. Melakukan dokumentasi terhadap seluruh kegiatan dan kejadian

d. Fokus, komitmen dan bertindak tegas terhadap penyimpangan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan mutu.

2. Melakukan pengukuran kinerja tidak hanya dari perspektif keuangan melainkan juga perspektif keseluruhan sistem seperti pelayanan, SDM, teknologi dengan menggunakan auditor internal dan eksternal.

3. Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga untuk menerapkan sistem komputerisasi yang terintegrasi di seluruh bagian.

4. Mengalokasikan dana untuk program pemeliharaan dan peningkatan mutu pelayanan sekitar 2,5-4,5% dari pendapatan operasional yang terdiri dari biaya pencegahan, penilaian dan kegagalan dengan ratio 60% : 25% :15%

5. Disamping memenuhi standar pelayanan minimal yang telah ditetapkan pemerintah, rumah sakit hendaknya juga berupaya untuk menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta memperoleh sertifikasi mutu lainnya baik sertifikasi nasional maupun internasional untuk menjamin dan meningkatkan kualitas pelayanan di era persaingan yang semakin ketat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Advanced Quality System, D1-9000. Advanced Quality System Tools. USA, 1998. Ammerman, Max. The Root Cause Analysis Handbook. New York, USA :

Productivity Press, 1998.

Azwar, Azrul. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta, 1993.

Hoyle, David. Quality Management Essentials. Oxford, England : Elsevier Limited,2007.

Indranata, Iskandar. Pendekatan Kualitatif untuk Pengendalian Kualitas. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia, 2008

__________. Terampil dan Sukses Melakukan Audit Mutu Internal. Bandung : Penerbit Alfabeta, 2006.

Kelly, Diane.L. Applying Quality Management in Healthcare. Washington, USA : AUPHA Press, 2006.

Koentjoro, T. Regulasi Kesehatan di Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Andi, 2007 Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI. Pedoman Akreditasi

Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta, 2008

Muninjaya, A.A.Gde. Manajemen Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Edisi kedua, 2004

__________. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011

Peters, George. Medical Error and Patient Safety (Human Factors in Medicine). USA : CRC Press, 2008.

Pohan, Imbalo.S. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006

Ransom.S, Joshi.M, Nash.D. The Healthcare Quality Book, Vision, Strategy and Tools. Washington, USA : AUPHA Press, 2005

Rose, Kenneth.H. Project Quality Management (Why, What and How). USA : J.Ross Publishing, 2005.


(6)

Sabarguna, Bob. Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta : Sagung Seto, 2008.

Sindoro, Alexander (alih bahasa). Strategi Kaizen untuk Kepedulian pada Pelanggan. Batam : Interaksara, 1998.

Srinivasan,A.V. Managing a Modern Hospital, 2nd Edition. India : SAGE Publications, Ltd. 2008

ST University. Tools for Quality Improvement. France : 2003.

Tjiptono, Fandy. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta : Penerbit Andi, 2005.

________.; Diana.A. Total Quality Management. Yogyakarta : Penerbit Andi, 2003

_________; Chandra, G. Service,Quality & Satisfaction. Yogyakarta : Penerbit Andi, 2005

Damanik,Viva.S. Analisis Kebutuhan Pelanggan terhadap Kualitas Pelayanan Jasa Rawat Inap Menggunakan Metode SERVQUAL dan QFD di RSI Malahayati Medan. Departemen Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara. Medan, 2011

Varkey, Prathibha. Medical Quality Management Theory And Practice. USA : Jones and Bartlett Publishers. 2010

Widjokongko, Martin (alih bahasa). Kaizen Strategies for Winning Through People. Batam : Interaksara, 1998.

Firmanda, Dody. Makalah : Penerapan Sistem Manajemen Mutu di Rumah Sakit. Jakarta, 2010

Cahyadi, A. Artikel : Antara Kepuasan Pasien Dan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Di Indonesia. Sulawesi Barat, 2010.

Jati, Sutopo.Patria. Beberapa Konsep Dasar tentang Manajemen Rumah Sakit, 2009

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit