dealer, perawatan dilakukan secara berkala. Namun peralatan yang dibeli oleh pihak rumah sakit, tidak ada jadwal tertentu untuk melakukan perawatan.
Pihak rumah sakit melakukan pemeriksaan peralatan hanya apabila peralatan telah mengalami kerusakan.
3. Ketepatan waktu dalam Kalibrasi Pengkalibrasian peralatan juga dilakukan oleh pihak eksternal dengan jangka
waktu yang tidak terjadwal dengan baik. Pada tahun 2011, tercatat dari 58 jumlah alat yang perlu dilakukan kalibrasi, tercatat hanya 23 alat yang
dilakukan proses kalibrasi. Dari pengukuran input, lingkungan dan proses diatas, baik untuk standar
yang berdasarkan aturan Depkes maupun IHQN maka pemenuhan standar pelayanan minimal yang dilakukan RSI Malahayati untuk sub sistem peralatan
dapat dilihat pada tabel rekapitulasi berikut ini.
Tabel.6.12. Rekapitulasi Standar Pelayanan Minimal untuk Peralatan Medis Indikator
Nilai Standar RSI Malahayati
Ket
Kecepatan waktu dalam menanggapi kerusakan alat
80 Tergantung ketersediaan
teknisi dari dealer Tidak
Terpenuhi Ketepatan waktu pemeliharaan alat
100 Tidak ada jadwal tetap
Tidak Terpenuhi
Ketepatan waktu dalam Kalibrasi 100
Tidak berkala Tidak
Terpenuhi
6.5. Analisis Masalah
6.5.1. Sub-Sistem Pelayanan Medis
Dari masing-masing sub sistem yang dibahas pada sub-bab sebelumnya, terlihat bahwa di masing-masing sub-sistem memiliki permasalahan yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda-beda. Untuk sub-sistem pelayanan medis, masalah yang terhimpun dari hasil evaluasi standar pelayanan minimal SPM adalah sebagai berikut :
1. Belum adanya ketentuan penempatan tenaga medis perawat dan administrasi 2. Belum berjalannya beberapa program komite mutu
3. Belum berjalannya kegiatan evaluasi mutu secara berkala 4. Masih kurangnya partisipasi karyawan dalam mengikuti pelatihan
5. Jam visite dokter yang tidak terjadwal 6. Rata-rata angka infeksi nosokomial yang masih berada diatas
≤ 1,5 . 7. Angka insiden cenderung mengalami peningkatan untuk kategori insiden
kejadian tidak diharapkan KTD dan jumlah yang juga tidak konstan pada kategori insiden nyaris cedera KNC.
8. Rata-rata angka kematian dalam 4 tahun terakhir adalah 29,4
00
, angka ini masih berada diatas angka standar Depkes yakni 24
00
. 9. Belum adanya dokumentasi lengkap untuk pelaporan TB
10. Tidak adanya dokumentasi untuk nilai Pre-operative death Kesepuluh hal diatas memiliki hubungan sebab-akibat untuk menimbulkan
permasalahan. Contohnya seperti dengan tidak adanya ketentuan dan penempatan tenaga medis berdasarkan kompetensi dapat menyebabkan meningkatnya angka
insiden, angka kematian atau angka infeksi pada pasien rawat inap. Masing- masing standarisasi saling mempengaruhi satu sama lainnya. Untuk melihat
keterkaitannya secara lebih jelas, maka dapat dilihat pada Gambar 6.10. Pillar diagram merupakan tools untuk menganalisis berbagai aspek yang terkait yang
dapat menimbulkan permasalahan tersebut. Caranya adalah dengan mendaftarkan penyebab-penyebab di digraf sebelah kiri yang kemudian dihubungkan dengan
Universitas Sumatera Utara
hasilpermasalahan yang terdaftar pada digraf sebelah kanan. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi akar penyebab yang terkait dengan beberapa hasil.
Tidak adanya Penempatan Karyawan berdasarkan Kompetensi
Program Komite Mutu Tidak Berjalan Tidak ada Kegiatan Evaluasi Mutu
Partisipasi Karyawan Rendah dalam Mengikuti Pelatihan
Jam Visite Dokter Tidak Terjadwal Angka Infeksi Nosokomial diatas
≤ 1,5 . Tingginya Angka Insiden Kecelakaan
Rata-Rata Angka Kematian Masih Tinggi
Dokumentasi belum Lengkap PENYEBAB
AKIBATHASIL
Gambar 6.10. Pillar Diagram Sub-Sistem Pelayanan Medis
Akibathasil yang terlihat di digraf sebelah kanan tersebut dapat dianalisis lebih detail untuk mengetahui mengapa hal-hal tersebut dapat terjadi. Analisis
dilakukan dengan menggunakan cause-effect diagram fishbone diagram yang menganalisis lebih mendalam mengapa suatu permasalahan terjadi dengan melihat
dari berbagai aspek yaitu personilorang, mesinalat, metode, material, pengukuran dan lingkungan. Analisis untuk ke-empat hal diatas adalah sebagai
berikut.
1. Rata-rata angka kematian masih tinggi Kematian adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh manusia, namun
kematian juga merupakan salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan yang penting. Tingginya angka kematian bukanlah merupakan masalah yang tidak
dapat diatasi
.
Komplikasi penyakit yang diderita oleh pasien mungkin merupakan alasan yang sangat umum, namun beberapa kasus lain tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dijelaskan penyebab kematian dan menjadi cerminan dari kualitas pelayanan. Adapun beberapa penyebab secara umum yang dapat menunjang tingginya
tingkat kematian pasien secara keseluruhan adalah seperti yang tergambar pada Gambar 6.11. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa penyebab dari
tingginya angka kematian dapat disebabkan oleh beberapa hal yakni : a. People, orang yang dimaksud adalah perawat, dokter dan pasien.
Kematian dapat disebabkan kesalahan dari ketiga pihak tersebut. Ketidakmahiran, kurangnya ketanggapan dan ketersediaan, kesalahan
pemasangan alat, kesalahan komunikasi oleh dokter atau perawat merupakan kesalahan yang dapat mengancam jiwa dari pasiennya. Selain
kesalahan dari pihak karyawan rumah sakit, kesalahan juga dapat disebabkan oleh pasien atau keluarga dari pasien tersebut. Ketidakpatuhan
pasienkeluarganya terhadap aturan yang diberikan rumah sakit ataupun dokterperawat dan minimnya komunikasi antara dokter dan pasien dapat
membahayakan kondisi dari pasien tersebut. b. Management, dalam hal ini pihak manajemen juga dapat dilibatkan dalam
tingginya angka kematian pasien. Hal ini dikarenakan pihak manajemen bertanggung jawab dalam memberikan pelatihan kepada seluruh
karyawannya agar memiliki kompetensi,kesigapan dan kualitas dalam bekerja. Kurangnya minat karyawan dan kurang tegasnya sanksi terhadap
karyawan yang melakukan kesalahan merupakan salah satu penyebab dari ketidakefektifan pelatihan yang diselenggarakan. Masih banyak karyawan
yang tidak menghadiri pelatihan dengan memberikan alasan-alasan tertentu. Disamping pelatihan yang terkesan tidak efektif, manajemen juga
Universitas Sumatera Utara
terlibat dalam tidak berjalannya evaluasi mutu yang telah dibuat ntuk setiap bagian yang ada di rumah sakit. Manajemen tidak bertindak tegas
kepada sub-bagian yang tidak melakukan evaluasi mutu secara berkala. Evaluasi mutu penting untuk dilakukan dan dilaporkan untuk mengetahui
sejauh mana pelayanan yang diberikan oleh suatu sub-bagian sehingga dapat mengetahui kekurangan yang masih ada untuk dilakukan perbaikan.
c. Method Procedure, metode dan prosedur yang dimaksud disini adalah kesalahan dokter atau perawat dalam melaksanakan prosedur pencegahan
dan keterlambatan dalam mendiagnosa penyakit. Pencegahan yang tidak adekuat artinya tindakan untuk mencegah dinilai tidak diambil dengan cara
yang memadai dan tidak juga tepat pada waktu, karena dokter tidak memperbaharui instruksi pada hari perawatan berikutnya. Hal ini dapat
terjadi akibat kurangnya komunikasi antara dokter dan perawat. Sedangkan keterlambatan diagnosis disebabkan lambatnya dokter dalam
mengambil keputusan. Selain pencegahan dan diagnosis, kesalahan metodeprosedur dapat terjadi apabila pihak rumah sakit terlambat dalam
memutuskan untuk merujuk pasien ke rumah sakit lain untuk penanganan penyakitnya lebih lanjut. Kurangnya fasilitas perawatan mengharuskan
rumah sakit untuk merujuk pasien ke rumah sakit lain. d. Measurement, yang termasuk ke dalam pengukuran disini adalah
kesalahan anamnese dan diagnosa oleh dokter. Kesalahan terhadap kedua hal ini berakibat sangat fatal dalam menangani pasien. Kesalahan
anamnese dan diagnosa dapat terjadi akibat kesalahan interpretasi antara dokter dan pasien dalam memberikan informasi mengenai penyakit pasien.
Universitas Sumatera Utara
e. Equipment, yang termasuk dalam kategori ini adalah peralatan medis yang tidak siap pakai saat dibutuhkan, peralatan yang sedang mengalami
kerusakan, kurangnya peralatan medis, kesalahan penggunaan peralatan dan kurangnya persediaan obat-obatan. Penyebab untuk kategori ini sangat
berkaitan dengan pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis. Ketidakdisiplinan dalam melakukan pemerliharaan dan perawatan dapat
membahayakan hasil diagnosa dan perawatan pasien.
Angka Kematian Tinggi People
Management
Measurement Equipment
Perawat Tidak Cepat Tanggap Pelatihan tidak efektif
Kurangnya Alat Periksa
Method Procedure
Tenaga medis tidak berkompeten Dokter Tidak Berada di Tempat
Diagnosis Terlambat
Kesalahan Diagnosis Pencegahan Tidak Adekuat
Peralatan tdk siap pakai saat dibutuhkan KondisiKetidaktaatan Pasien
Kesalahan Komunikasi antara tenaga medis Kurang tegasnya sanksi
Tidak adanya evaluasi mutu Peralatan rusak
Kesalahan Pemasangan Alat Kesalahan Anamnese
Tidak tersedianya obat-obatan Terlambat merujuk pasien
Gambar 6.11. Cause-Effect Diagram Tingginya Angka Kematian
2. Tingginya angka insiden kecelakaan. Tingginya angka insiden kecelakaan yang terjadi meliputi insiden kategori
Kejadian Tidak Diharapkan KTD dan Kejadian Nyaris Cedera KNC. KTD meliputi kejadian seperti kesalahan prosedur, pemberian infus, pergantian
infus, pemasangan O
2,
tidak mengetahui pemasangan skin test, dll. Sedangkan KNC merupakan kejadian seperti salah suntik, salah dosis obat, alergi
transfusi darah, post operasi, dll. Kesalahan-kesalahan ini umumnya
Universitas Sumatera Utara
merupakan kesalahan yang diakibatkan oleh kesalahan manusia human error. Kesalahan ini dapat terjadi karena keteledoran dari para karyawan
khususnya perawat dalam memberikan pelayanan yang intensif sepanjang harinya. Kurangnya pengetahuan dan kemampuan mereka dalam melakukan
pekerjaan sangat mempengaruhi hasil kerja mereka dalam melayani pasien yang dapat berakibat buruk bagi pasiennya.
3. Angka infeksi nosokomial masih berada diatas ≤ 1,5 .
Angka infeksi nosokomial yang terjadi di RSI Malahayati masih mengalami fluktuasi yang tidak stabil. Bahkan pada hasil record yang terakhir yakni Juni
2011, angka infeksi mencapai 5,87 dengan infeksi yang sering terjadi adalah akibat transfusi 17,6. Tingginya angka infeksi nosokomial terjadi
karena adanya kontribusi peran dari dari semua factor, seperti: tenaga medis, pasien, peralatan dan lingkungan dalam pelayanan kesehatan yang
mengakibatkan munculnya infeksi nosokomial. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.12.
a. People, yang termasuk dalam kategori ini antara lain pasien dan tenaga medis rumah sakit. Dokter dan personil paramedis merupakan sumber
infeksi yang penting dalam terjadinya infeksi nosokomial; perlu diperhatikan kesehatan dan kebersihannya, pengetahuan tentang septik dan
aseptik, dan ketrampilan dalam menerapkan teknik perawatan. Salah satu yang menjadi sumber infeksi dari para tenaga medis seperti kurangnya
perhatian tenaga medis terhadap prinsip bersih atau steril selama melakukan tindakan. Masih terdapat perawat atau dokter yang enggan
untuk melakukan cuci tangan dengan berbagai alasan diantaranya
Universitas Sumatera Utara
mengaku keterbatasan waktu yang digunakan untuk melakukan cuci tangan, kondisi pasien, dan perawat menyatakan mencuci tangan
merupakan hal yang dirasanya kurang praktis untuk dilakukan. Kondisi seperti ini tentu saja berdampakmunculnya masalah seperti terjadinya
kasus-kasus infeksi. Sedangkan infeksi yang berasal dari pasiennya terjadi akibat rendahnya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan,
dimana hal ini sehubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien. Dan hal ini juga dipengaruhi oleh buruknya komunikasi antara tenaga medis
dan pasien, dimana seharusnya tenaga medis selalu menyampaikan informasi yang lengkap dan mudah dipahami mengenai prosedur
pengobatan dan akibatnya jika prosedur tersebut tidak dilaksanakan. b. Peralatan, Adanya keteledoran dalam penggunaan, membersihkan dan
mensterilkan, produk darah yang belum di-screening dan cara menyimpan dan mempertahankan kesterilannya.
c. Lingkungan, Kurangnya perhatian terhadap kebersihan lingkungan seperti air yang dipakai dan udara yang bersih, mengalir dan dengan kelembaban tertentu
Dalam hal tertentu udara perlu disaring filtrasi. Bahan yang harus dibuang disposal diusahakan tidak menjadi sumber infeksi, misalnya dengan
memakai kantong plastik yang dapat segera ditutup, tempat-tempat sampah yang tertutup, dan kadang-kadang perlu fumigasi atau pemusnahan bahan.
Selain itu serta penempatan pasien yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan peningkatan infeksi nosokomial. Pasien seharusnya ditempatkan sesuai
dengan penyakitnya. Rumah sakit tidak boleh menempatkan pasien dengan sembarang, dan tetap menjaga frekuensi penggunaan tempat tidur rata-
Universitas Sumatera Utara
ratatahun Bed Turn Over-BTO pada batasnya tidak hanya untuk mengejar keuntungan finansial.
Angka Infeksi Nosokomial Tinggi People
Environment Equipment
Kebersihan tenaga medis Kurangnya pengetahuan tentang septik dan aseptik
Udara kotor Ketrampilan menerapkan teknik perawatan
Air tidak bersih Keteledoran dalam penggunaan alat
AlatFasilitas yang tidak bersihsteril Produk darah yang tidak di-screening
Tempat Pembuangan Penempatan pasien tidak sesuai
Gambar 6.12. Cause-Effect Diagram Tingginya Angka Infeksi Nosokomial
4. Program Komite Mutu tidak berjalan dengan baik Tidak berjalannya program komite mutu dalam meningkatkan kualitas
pelayanan, merupakan kesalahan manusia human error yang disebabkan oleh :
a. Kurangnya sosialisasi program yang mengakibatkan kurang pahamnya para karyawan akan program yang akan diimplementasikan dan manfaat
dari program tersebut. b. Tidak tegasnya sanksi yang diberikan manajemen terhadap karyawan yang
tidak melakukan program tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6.5.2. Sub-Sistem Rekam Medik