Implementasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana di MIN Jejeran

153 terjadi. Terkait aspek psikomotorik dapat dilihat dari kebiasaan siswa untuk memarkir kendaraan dan penataan sepatu untuk menghadap keluar.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Implementasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana di MIN Jejeran

Implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran sesuai dengan pendapat Coppola 2007:178-179 tentang dua tipe mitigasi bencana yakni mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural. Berikut adalah pengkategorisasian dua tipe mitigasi bencana yang diterapkan di MIN Jejeran. a. Mitigasi Struktural Mitigasi struktural merupakan mitigasi yang lebih fokus pada tindakan pembangunan fisik, dengan memanfaatkan teknik-teknik yang telah dikembangkan sebelumnya yang berguna untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana. Hal ini terlihat dalam keseriusan MIN Jejeran untuk menyediakan tempat belajar yang nyaman, aman, serta memiliki ketahanan akan kejadian bencana yang mengancam seperti gempa bumi dan angin puting beliung. Terbukti dari bangunan sekolah yang terbuat dari beton serta penggunaan baja ringan sebagai atap bangunan sekolah. Selain itu ada penyettingan kelas yang aman, seperti penataan lemari serta tata letak tempat duduk yang memudahkan siswa sewaktu-waktu menyelamatkan diri dari ancaman bencana. Kepemilikan area evakuasi serta pembuatan denah evakuasi sekolah merupakan salah satu upaya mitigasi struktural yang dilakukan sekolah. 154 b. Mitigasi Non-Struktural Mitigasi Non-struktural merupakan mitigasi yang fokusnya lebih pada modifikasi perilaku manusia misalnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bencana gempa bumi baik itu mengenai bencana nya itu sendiri maupun mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan jika gempa bumi terjadi. Implementasi mitigasi non-struktural di MIN Jejeran terlihat pada pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana ke dalam proses pembelajaran. Selain itu pembiasaan budaya aman dan siaga untuk menata kendaraan dan sepatu selalu menghadap keluar di kalangan warga sekolah dilakukan untuk memodifikasi perilaku untuk selalu siap siaga terhadap segala ancaman bencana yang sewaktu- waktu dapat terjadi. Berikut pembahasan lebih jelasnya implementasi sistem pembelajaran pembelajaran di MIN Jejeran dilihat dari komponen sistem pembelajaran, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sistem pembelajaran mitigasi bencana. 1 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan program Sekolah Siaga bencana tercermin dalam visi, misi, dan tujuan sekolah. Visi MIN Jejeran yaitu “Terwujudnya warga madrasah religius, cerdas sebagai penyelamat lingkungan hidup, modern, sehat, ramah anak, dan siaga bencana”. Di dalam visi tersebut terdapat poin siaga bencana yang mengindikasikan bahwa madrasah ini mengharapkan warga madrasah siaga 155 akan datangnya bencana yang bisa terjadi kapan saja. Adapun Misi dari MIN Jejeran yang berkaitan dengan pendidikan mitigasi bencana pada poin 8 yaitu “meningkatkan kesiapsiagaan warga Madrasah meghadapi bencana”. selain itu juga tercermin dalam tujuan madrasah pada poin 9 yaitu” meningkatkan kesiapsiagaan warga madrasah menghadapi bencana” dan poin 14 yaitu “mengkondisikan kesiapan warga madrasah dalam menghadapi bencana”. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa MIN Jejeran menjalankan pendidikan pengurangan risiko bencana dalam proses pembelajaran dan menjadikan salah satu tujuan khusus dalam implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana. Perumusan tujuan khusus madrasah yang tercantum dalam visi, misi, dan tujuan madrasah sesuai pendapat Oemar Hamalik 2010: 57 yang mengemukakan sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Setiap sistem pasti memiliki tujuan yang pasti, karena tujuan itulah yang menggerakkan sistem. Komitmen MIN Jejeran dalam melaksanakan program Sekolah siaga bencana terlihat dari keseriusan sekolah dalam merumuskan tujuan khusus yang hendak dicapai untuk mewujudkan kesiapsiagaan warga madrasah dalam menghadapi bencana dengan menggerakkan seluruh unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling berinteraksi. Selain itu tujuan-tujuan khusus harus berorientasi pada pencapaian tujuan umum tersebut. Rumusan tujuan pembelajaran, harus mencakup tiga domain yang 156 diistilahkan oleh Bloom, 1956 dalam Wina Sanjaya, 2010: 40-45, hal ini senada dengan yang dilakukan para guru MIN Jejeran dalam merencanakan tujuan khusus pembelajaran dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif, serta psikomotorik dan itu semua terlihat dalam pelaksanaan implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran. 2 Pengalaman Belajar Salah satu cara untuk menanamkan kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi bencana ialah dengan membiasakan dalam kehidupan sehari termasuk di dalamnya dengan memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Hal ini senada dengan yang dikemukan oleh Wina Sanjaya 2010: 42 bahwa belajar bukan hanya sekedar mencatat dan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman. Oleh sebab itu, para guru merancang kegiatan belajar yang mengutamakan pengalaman belajar yang bermakna dalam kaitan kebencanaan adalah membentuk kesiapsiagaan siswa dalam mengahdapai bencana. Kesiapsiagaan merupakan fase dimana dilakukan upaya-upaya persiapan yang dilakukan untuk mengadapi bencana yang terjadi, salah satu tindakan yang dapat dilakukan berupa pelatihan, simulasi bencana. Hal ini terlihat dalam kegiatan yang disusun terkait pembelajaran mitigasi bencana dengan mengadakan simulasi yang dilakukan secara berkala. Kegiatan simulasi ini sesuai dengan langkah yang di kemukakan oleh Coppala 2007: 210 untuk meningkatkan kesiapsiagaan adalah dengan pelatihan dan latihan langsung. Melalui kegiatan simulasi, guru menghadirkan pembelajaran yang menyerupai keadaan yang sesungguhnya 157 dengan kerjasama yang dilakukan seluruh elemen sekolah dan juga instansi terkait untuk menyiapkan simulasi seperti keadaan yang sesungguhnya. Pengalaman belajar yang bermakna, nantinya akan membentuk budaya baru bagi anak-anak dimana dalam hal ini adalah kesiapsiagaan para dalam menghadapi bencana terutama gempa bumi. Selain itu, guru MIN Jejeran juga memanfaatkan secara maksimal lingkungan, fasilitas fisik, sarana dan prasaran yang mendukung dalam memberikan pengalaman belajar yang bermakna untuk para siswa. Kunjungan ke puskemas terdekat, kepolisian, pasar, ataupun lingkungan yang ada di sekitar sekolah merupakan beberapa usaha yang dilakukan para guru untuk memberikan pengalaman belajar baru bagi para siswanya. 3 kegiatan belajar Kegiatan belajar dirancang untuk kegiatan belajar secara kelompok atau individual. Selain itu itu, guru juga harus memperhatikan kemampuan para siswa demi tercapainya tujuan pembelajaran dari ketiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar di MIN Jejeran terkait materi mitigasi bencana, guru mengintegrasikan materi mitigasi bencana dengan mata pelajaran lain. Masuknya materi mitigasi bencana ini sesuai dengan yang dikemukakan Faisal Ilyas 2014 dalam parameter Sekolah Siaga Bencana untuk capaian indikator kebijakan yang menetapkan masuknya materi kesiapsiagaan terhadap bencana dalam proses belajar mengajar di sekolah. 158 Penetapan masuknya materi kesiapsiagaan terhadap bencana dalam proses belajar mengajar di MIN Jejeran langsung terintegrasi dengan mata pelajaran yang dalam penyampaian materinya dapat disisipi materi kebencanaan. Para guru dalam proses pengintegrasian materi mitigasi bencana tidak hanya terbatas pada mata pelajaran seperti IPA dan IPS saja, tetapi bisa diintegrasikan dengan mata pelajaran Matematika, PKn, Fiqih, dan lain-lain. Untuk kegiatan belajar mengajar, guru memanfaatkan sejumlah faktor pendukung dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sekolah untuk dijadikan sumber belajar. Kegiatan belajar tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, namun kegiatan di luar kelas dapat dilakukan untuk mengenalkan kepada anak sesuatu yang baru. Selain itu guru dapat merancang kegiatan belajar yang tidak hanya aktifitas individu, namun bisa dengan kegiatan secara berkelompok. Salah satu kegiatan kelompok yang digunakan oleh para di MIN Jejeran diantaranya adalah dalam pembuatan poster yang berkaitan dengan kebencanaan dan diskusi dalam memecahkan permasalahan yang dihadirkan oleh guru. Senada dengan pendapat Etty Sofyantiningrum 2009: 8 bahwa pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dengan meningkatkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah. Kegiatan seperti sangat penting untuk membentuk dan mengembangkan kemampuan siswa untuk mencapai ketiga aspek tujuan pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan belajar yang disesuaikan dengan kemampuan para siswa. 159 4 Orang-orang yang terlibat Perencanaan pembelajaran dengan pendekatan sistem juga bertanggung jawab dalam menentukan oarang yang akan membantu dalam proses pembelajaran. Hal ini senada yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya 2010: 43 orang-orang yang terlibat dalam proses pembelajaran khususnya yang berperan sebagai sumber belajar meliputi instruktur atau guru, dan juga tenaga profesional. MIN Jejeran memiliki tenaga profesional atau guru yang sudah mendapatkan pelatihan yang bekerjasama dengan PLAN dan LINGKAR tentang kebencanaan yang di dalamnya ada pelatihan untuk mengintegrasikan materi kebencanaan dengan mata pelajaran lain. Pelatihan yang dilakukan selain pengetahuan tentang kebencanaan, namun juga pelatihan untuk menangani siswa yang mengalami trauma psikologis terhadap bencana. Selain itu MIN Jejeran juga bekerjasama dengan beberapa instansi terkait untuk menyukseskan program Sekolah Siaga bencana. MIN Jejeran bekerjasama dengan BPBD untuk memberikan pengetahuan kepada para siswa tentang rawannya wilayah mereka terhadap beberapa bencana diantaranya gempa bumi, banjir, dan angin puting beliung. BPBD juga memberikan beberapa bantuan buku kepada sekolah yang dapat dijadikan sumber belajar para siswa, sehingga dapat menambah pengetahuan dan informasi para siswa dalam mengurangi risiko bencana. Sekolah ini juga memiliki MOU dengan puskesmas terdekat dalam memberikan pelatihan tentang pertolongan pertama pada korban bencana untuk tim dokter kecil. 160 Pengadaan obat-obatan dan pengetahuan tentang fungsi dari tanaman obat keluarga TOGA yang dapat digunakan sebagai pengobatan tradisional jika tidak ada obat-obatan yang dibutuhkan. PMI juga digandeng oleh sekolah sebagai salah satu instansi yang dilibatkan dalam pelaksanaan simulasi untuk simulasi besar, misal waktu ada tamu dari Konferensi Asia Pasifik terkait pendidikan pengurangan risiko bencana pada tahun 2012 lalu. Sekolah juga bekerjasama dengan kepolisian terdekat untuk melatih PKS Polisi Keamanan Sekolah yang dilakukan berkala. Beberapa kerjasama yang dilakukan oleh MIN Jejeran menunjukkan keseriusan sekolah dalam usaha mencapai tujuan khusus program Sekolah Siaga Bencana. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ardito M. Kondijat 2012, yaitu Membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah dengan mengembangkan jejaring bersama para pemangku kepentingan di bidang penanganan bencana. Kerjasama yang dilakukan sekolah tersebut merupakan upaya untuk membangun kesadaran warga sekolah bahwa pentingnya membangun budaya siaga dan budaya aman di sekolah sehubungan dengan rawannya letak sekolah akan bencana gempa bumi, banjir, dan angin puting beliung. 5 Bahan dan Alat Penggunaan bahan dan alat dalam sistem perencanaan pembelajaran sangat menunjang dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirancang. Para guru di MIN Jejeran memanfaatkan semaksimal mungkin ketersediaan fasilitas bahan dan alat yang dapat digunakan dalam 161 mengintegrasikan pembelajaran mitigasi bencana. Para guru hampir tidak mengalami kesulitan dalam pemilihan alat dan bahan karena kelas sudah terbagi sesuai dengan kemampuan intelektual siswa. MIN Jejeran tidak memiliki buku pegangan untuk siswa materi mitigasi bencana, namun usaha guru tidak berhenti sampai disitu, namun tetap mengusahakan pemberian materi kebencanaan dengan memberikan tambahan materi melalui handout materi. Ketersediaan alat pembelajaran sebagai penunjang penyelenggaran pembelajaran mitigasi bencana yang dimiliki oleh MIN Jejeran terbilang lengkap. Kelengkapan tersebut dimaksimalkan oleh guru untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Uraian tersebut sesuai dengan penggunaan bahan dan alat seperti yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya 2010: 44 dengan beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu, keberagaman kemampuan intelektual siswa, jumlah dan keberagaman tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai oleh siswa, tipe- tipe media yang diproduksi dan digunakan secara khusus, berbagai alternatif pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, bahan dan alat yang dimanfaatkan, dan fasilitas fisik yang tersedia. 6 Fasilitas Fisik Kelengkapan fasilitas fisik yang dimiliki sekolah dapat menunjang keberhasilan suatu proses pembelajaran. MIN Jejeran memiliki fasilitas fisik yang cukup lengkap terutama untuk pemenuhan penyelenggaran proram Sekolah Siaga Bencana. Bangunan sekolah yang sudah distandarisasi ketahanannya oleh instansi terkait dengan penggunaan material-material yang 162 tahan rusak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soehatman Ramli 2010: 33 tentang pendekatan teknis, misalnya dengan membuat rancangan bangunan tahan gempa, membuat material-material yang tahan rusak apabila bencana terjadi. Hal ini memang perlu dilakukan sekolah-sekolah yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana sebagai upaya pencegahan timbulnya dampak yang lebih parah ketika bencana terjadi. Penataan almari, meja, dan kursi yang susun sedemikian rupa untuk menciptakan kelas yang aman dari hal-hal yang dapat menciderai siswa yang ada didalamnya. Kepemilikan fasilitas UKS yang lengkap dengan kebersihan yang sangat dijaga menjadi hal yang menonjol dari MIN Jejeran. Kelengkapan obat-obatan yang dimiliki, ketersediaan oksigen, beberapa tempat tidur yang diperuntukkan bagi siswa yang sakit saat berada di sekolah. Ketersediaan area evakuasi yang digunakan untuk mengamankan siswa jika bencana terjadi juga dilengkapi dengan rambu jalur evakuasi untuk memudahkan siswa menuju area evakuasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Coppala 2007: 185-190 tentang modifikasi fisik non-struktural yang meliputi modifikasi fisik pada bangunan atau properti yang dapat menghasilkan penurunan risiko. Dari yang kita ketahui banyak kejadian gempa bumi, sebagian besar luka disebabkan oleh kejatuhan perabotan dan barang-barang lainnya yang tidak aman posisinya. Penataan fasilitas fisik yang dilakukan di MIN Jejeran merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahkan menghilangkan dampak dari bahaya bencana itu sendiri. 163 7 Perencanaan evaluasi dan pengembangan program Perencanaan evaluasi dan pengembangan program perlu dilakukan untuk melakukan pembenahan terhadap hal-hal yang dirasa kurang dan membutuhkan perbaikan. Untuk proses pembelajaran, para guru dapat melakukan evaluasi dan pengembangan program di akhir tahun untuk perbaikan dan pengembangan di tahun ajaran baru. Di MIN Jejeran selalu melakukan evaluasi dan pengembangan program-program unggulan yang dimiliki sekolah disetiap akhir tahun ajaran. Terkati pengintegrasian materi mitigasi bencana dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat disisipi, para guru melalukan rapat guna membenahi hal-hal yang butuh pembenahan. Para guru lebih memperbaiki pada RPP dari yang sudah ada dengan meng-update materi yang sesuai dengan perkembangan zaman, instrumen evaluasi pembelajaran, dan pemanfaatan media pembelajaran untuk mengembangkan ketiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diharapkan dapat mewujudkan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana dengan berpanduan dengan parameter pengetahuan dan keterampilan sekolah siaga bencana berdasarkan pendapat Ardito M. Kondijat 2012. Para guru dapat menambahkan bahkan menghilangkan materi-materi yang dirasa kurang cocok. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan Soehatman Ramli 2010: 33 tentang pengembangan program yang perlu dilakukan. Pengembangan program perlu ditingkatkan setiap tahunnya demi mencapai tujuan dari pelaksanaan program Sekolah Siaga Bencana untuk menghasilkan 164 siswa yang memiliki kesiapsiagaan yang tinggi dalam menghadapi segala bencana yang dapat datang sewaktu-waktu.

2. Perencanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana