Evaluasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

149

4. Evaluasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

Evaluasi pembelajaran dalam proses pembelajaran merupakan patokan ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah disusun selama pelaksanaan proses pembelajaran berlangsung. Berikut penuturan Ibu HN terkait evaluasi yang digunakan di MIN Jejeran. “Tidak ada teknik penilaian khusus untuk pembelajaran mitigasi bencana, karena include dengan mata pelajaran lain. Bisa dengan tes baik tertulis maupun tidak tertulis dan dengan non tes seperti penilaian sikap.” WWGK110515 Penuturan Ibu HN tersebut menunjukkan bahwa penilaian terkait kebencanaan tidak ada teknik penilaian khusus namun menyatu dengan mata pelajaran yang terintegrasi dengan materi kebencanaan. Instrumen penilaian dibutuhkan agar ketercapaian tujuan pembelajaran dapat terlihat. Berikut penuturan Ibu HN terkait instrumen penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. “Karena kita terintegrasi, jadi kita berupa soal, bisa berupa daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru. Bisa soal isian, bisa juga uraian, bisa menjelaskan yaitu berupa essai.” WWGK110515 Hal ini dikuatkan lagi oleh penuturan Ibu AR akibat tidak adanya evaluasi khusus yang digunakan mengukur kemampuan siswa terkait pengetahuan kebencanaan. “Untuk evaluasinya, terkait kebencanaan tidak ada evaluasi khusus, biasanya kalo kita lebih ke soal-soal yang bisa dikaitkan dengan kebencanaan untuk objeknya, kemudian untuk mata pelajaran kebahasaan seperti bahasa jawa ya kita cari bacaan-bacaan yang berkaitan dengan kebencanaannya. Jadi tidak ada evaluasi khusus untuk materi kebencanaan. Untuk saat ini masih terintegrasi dengan mata pelajaran yang lain.” WWGK130515 150 Berdasarkan penuturan para guru diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi pembelajaran yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa untuk aspek kognitif terkait kebencanaan tidak ada evaluasi khusus. Tidak adanya evaluasi khusus tentu tidak ada hasil nyata dengan bukti tertulis yang tampak untuk mengukur pengetahuan siswa tentang kebencanaan. Namun berdasarkan penuturan Pak DD terkait hasil penilaian kognitif siswa terkait kebencanaan, bisa dilihat dengan memberikan pertanyaan secara lisan kepada siswa terkait kebencanaan. Berikut penuturan Pak FD terkait penilaian aspek afektif terkait kebencanaan. “...Kalau terkait kebencanaan belum ada penilaian khusus mungkin hanya catatan sikap seperti tanggung jawab, jujur, dan empati, selebihnya terintegrasi ke dalam mata pelajaran langsung masuk ke rapot.” WWGB260515 Ukuran pencapaian aspek afektif dan psikomotor terkait kebencanaan untuk mengukur penanaman budaya siaga di MIN Jejeran tidak ada penilaian sikap khusus namun lebih dapat dilihat keberhasilan penanaman budaya siaga dalam kegiatan sehari-hari siswa di sekolah. Berdasarkan observasi yang dilakukan selama penelitian, para siswa sudah terbiasa pada pagi hari untuk menata sepeda dan sepatu selalu menghadap keluar yang sangat berguna jika terjadi bencana para siswa bisa langsung keluar dari lokasi sekolah. Selain itu, pembiasaan untuk membuang sampah pada tempatnya sangat ditekankan di sekolah ini untuk mengantisipasi terjadinya banjir. Seperti yang kita tahu, anak-anak sering membuang sampah di gorong-gorong sekolah yang dapat menyebabkan tersumbatnya jalur air. Pencegahan ini dikarenakan sekolah ini dapat berpotensi banjir lokal jika curah hujan tinggi. 151 Pembudayaan ini tidak secara spontan membudaya di kalangan warga sekolah, budaya siaga yang terbentuk merupakan usaha yang dilakukan oleh para guru melalui pemberian contoh-contoh sikap siaga yang telah disebutkan. Pembiasaan sikap-sikap siaga tersebut dilakukan berulang-ulang yang nantinya akan menjadikan kebiasaan tersebut sebuah budaya yang nantinya membudaya dikalangan warga sekolah. Pengadaan simulasi yang dilakukan rutin oleh sekolah setiap semesternya, walaupun untuk semester ini tidak diadakan, setidaknya ada agenda pada semester tahun ajaran baru akan diadakan simulasi gempa guna mengecek kesiapsiagaan warga sekolah dalam menghadapi ancaman bencana. Evaluasi terkait tujuan khusus dari pengadaan program Sekolah Siaga bencana yang tercermin dalam visi, misi, dan tujuan madrasah, sekolah selalu melakukan evaluasi setiap tahunnya seperti penuturan Pak DD seperti berikut. “Visi mengakomodir semua itu, visi misi nya masih dikembangkan terus dan kita review. Itu terakhir kira review di kanwil daerah ada beberapa yang kesana untuk membahas itu.” WWGB29052015 Pengembangan visi sekolah tersebut, dapat menjadikan patokan sekolah dalam menjalankan program Sekolah Siaga Bencana dalam menentukan arah tujuan dari pengembangan program Sekolah Siaga Bencana ini. Ibu HN juga menambahkan terkait evaluasi dari adanya sistem pembelajaran mitigasi bencana ini. “Apa saja yang baik, yang dirasa kurang apa, kemudian nanti kita evaluasi, atau dengan cara memperbaiki rpp yang ada rpp tahun sebelumnya, kalau misalnya bisa disampaikan ke siswa ya kita sampaikan.” WWGK11052015 152 Penuturan Ibu HN membuktikan bahwa adanya evaluasi pelaksanaan program pembelajaran mitigasi bencana yang dilakukan setiap tahunnya dengan memperbaiki RPP yang ada serta penambahan materi-materi yang diupdate sesuai dengan keadaan terkini. Hal ini tentu saja dilakukan pengecekan fasilitas pendukung pelaksanaan pembelajaran mitigasi guna mengetahui kesiapan fasilitas pendukung saat digunakan dalam pembelajaran mitigasi bencana ataupun saat pengadaan simulasi gempa yang dilakukan oleh sekolah secara rutin. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi sistem pembelajaran secara keseluruhan adanya evaluasi tujuan khusus program sekolah siaga bencana dengan mengevaluasi setiap tahunnya yang dikaji bersama dengan pihak sekolah dan Kemenag Bantul terkait visi, misi, dan tujuan sekolah serta pengecekan fasilitas pendukung pelaksanaan program Sekolah Siaga Bencana. Untuk evaluasi pembelajaran, tidak ada evaluasi yang dilakukan khusus untuk mengukur kemampuan siswa terkait kebencanaan. Dilihat dari aspek kognitif dari pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana include dengan mata pelajaran lain. Namun pengecekan secara lisan tentang pengetahuan terkait kebencanaan sering dilakukan oleh guru tanpa ada penilaian khusus. Evaluasi dari aspek afektif adalah dari sikap yang timbul dengan adanya pengetahuan tentang mitigasi bencana adalah diantaranya pengadaan simulasi gempa guna mengecek sikap siaga yang sangat berguna untuk respon dan daya tanggap siswa jika bencana gempa 153 terjadi. Terkait aspek psikomotorik dapat dilihat dari kebiasaan siswa untuk memarkir kendaraan dan penataan sepatu untuk menghadap keluar.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Implementasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana di MIN Jejeran

Implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran sesuai dengan pendapat Coppola 2007:178-179 tentang dua tipe mitigasi bencana yakni mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural. Berikut adalah pengkategorisasian dua tipe mitigasi bencana yang diterapkan di MIN Jejeran. a. Mitigasi Struktural Mitigasi struktural merupakan mitigasi yang lebih fokus pada tindakan pembangunan fisik, dengan memanfaatkan teknik-teknik yang telah dikembangkan sebelumnya yang berguna untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana. Hal ini terlihat dalam keseriusan MIN Jejeran untuk menyediakan tempat belajar yang nyaman, aman, serta memiliki ketahanan akan kejadian bencana yang mengancam seperti gempa bumi dan angin puting beliung. Terbukti dari bangunan sekolah yang terbuat dari beton serta penggunaan baja ringan sebagai atap bangunan sekolah. Selain itu ada penyettingan kelas yang aman, seperti penataan lemari serta tata letak tempat duduk yang memudahkan siswa sewaktu-waktu menyelamatkan diri dari ancaman bencana. Kepemilikan area evakuasi serta pembuatan denah evakuasi sekolah merupakan salah satu upaya mitigasi struktural yang dilakukan sekolah.