Kajian Mengenai Implementasi Kajian Mengenai Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

11

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Mengenai Implementasi

Menurut Nurdin Usman 2002: 70 mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan. “Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.” Implementasi menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan atau penerapan. Menurut Wina Sanjaya 2010: 126, penerapan merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi lagi tingkatannya dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan mengaplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari dengan teori, rumus-rumus, dalil, hukum, konsep, ide dan lain sebagainya ke dalam situasi baru yang konkret. Perilaku yang berkenaan dengan kemampuan penerapan ini, misalnya kemampuan memecahkan suatu persoalan dengan menggunakan rumus, dalil, atau hukum tertentu. Pengertian implementasi yang dikemukan, dapat dikatakan bahwa implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan yang sudah dirancang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan penerapan atau proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian demi terciptanya suatu tujuan yang harus dicapai. 12

B. Kajian Mengenai Sistem Pembelajaran

1. Pengertian Sistem Pembelajaran

Menentukan kualitas proses pendidikan, dapat menggunakan salah satu pendekatan yaitu pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem dapat dilihat berbagai aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses. Dalam sebuah sistem dapat menentukan tujuan, untuk mencapai tujuan dibutuhkan sebuah proses, dan dibutuhkan komponen atau unsur-unsur tertentu selama proses untuk mencapai suatu tujuan. Pembelajaran merupakan sebuah sistem, karena pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen. Sebelum beranjak pada pengertian sistem pembelajaran, terlebih dahulu memahami pengertian sistem. Wina Sanjaya 2010: 2 berpendapat sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Zahara Idris, 1987 dalam Fuad Ihsan, 2003: 108 sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber- sumber yang mempunyai hubungan fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu hasil product. Menurut Hamzah B. Uno 2006: 11-14, sistem adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang saling berinteraksi secara fungsional yang memperoleh masukan menjadi keluaran. 13 Gambar 2. Kerangka Pendekatan sistem Hamzah B. Uno, 2006: 14 Pada kerangka pendekatan sistem ini terlihat bahwa apa yang ingin dicapai restriction merupakan dasar analisis suatu sistem. Restriction terumusakan dalam tujuan objective, standar perilaku yang diharapkan performance standar juga kemungkinan hambatan dalam mencapai tujuan constraint. Berdasarkan kepada tujuan sistem, selanjutnya dapat dirumuskan masukan input, yakni apa yang ingin dicapai sesuai tujuan. Masukan tersebut diproses sehingga menghasilkan keluaran output tertentu. Hasil evaluasi terhadap output dijadikan dasar umpan balik feed back untuk melakukan perbaikan atau revisi, baik terhadap proses maupun terhadap input. Atas dasar inilah seluruh komponen sistem berhubungan dan berinteraksi berdasarkan alur diatas. Berdasarkan uraian ini, pembelajaran merupakan suatu sistem mempunyai sejumlah komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Berdasarkan pengertian diatas yang dimaksud sistem disini adalah serangkaian komponen pembelajaran yang saling berhubungan atau Input Objectives Performance Standart Constraint Feed Back Control Process Output 14 berinteraksi antara komponen yang satu dengan yang lain yang memiliki fungsi sendiri-sendiri setiap komponennya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Oemar Hamalik 2010: 57, sistem pembelajaran adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Manusiawi terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku- buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari rungan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. Sistem pembelajaran merupakan suatu sistem, karena pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa. Proses pembelajaran itu merupakan rangkaian kegiatan yang melibatkan berbagai komponen itulah pentingnya setiap guru memahami sistem pembelajaran. Melalui pemahaman sistem, minimal setiap guru akan memahami tentang tujuan pembelajaran atau hasil yang diharapkan, proses kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan, pemanfaatan setiap komponen dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana mengetahui keberhasilan pencapaian tersebut. Sistem bermanfaat untuk merancang atau merencanakan suatu proses pembelajaran. Perencanaan adalah proses dan cara berpikir yang dapat 15 membantu menciptakan hasil yang diharapkan Eli, 1979 dalam Wina Sanjaya, 2011: 197. Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan sistem memiliki beberapa manfaat, diantaranya: a. Melalui pendekatan sistem, arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan jelas. Melalui pendekatan sistem setiap guru dapat lebih memahami tujuan dan arah pembelajaran, sehingga melalui tujuan yang jelas, bukan saja dapat menentukan langkah-langkah pembelajaran dan pengembangan komponen yang lainnya, akan tetapi juga dapat dijadikan kriteria efektivitas proses pembelajaran. b. Pendekatan sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis. Berpikir secara sistem adalah berpikir runtut, sehingga melalui langkah- langah yang jelas dan pasti memungkinkan hasil yang diperoleh akan maksimal. Setiap guru dapat menggambarkan berbagai hambatan yang mungkin akan dihadapi sehingga dapat menentukan berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, pendekatan sistem juga dapat menghindari kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dilakukan. c. Pendekatan sistem dapat merancang pembelajaran dengan mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang tersedia. Sistem dirancang agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal. Sehingga guru berusaha memanfaatkan seluruh potensi yang relevan dan tersedia, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh siswa 16 d. Pendekatan sistem dapat memberikan umpan balik. Melalui proses umpan balik dalam pendekatan sistem, dapat diketahui apakah tujuan itu telah berhasil dicapai atau belum. Melalui umpan balik, dapat diketahui apakah tujuan berhasil dicapai, komponen mana saja yang perlu diperbaiki atau dipertahankan, komponen mana saja yang butuh penyesuaian, dan bagaimana memperbaiki komponen, semua itu dapat diperoleh dari hasil kajian umpan balik Wina Sanjaya, 2010: 7-8 Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembelajaran adalah serangkaian komponen pembelajaran yang memiliki fungsi dimana antar komponen yang satu saling berhubungan dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sistem pembelajaran bermanfaat untuk memudahkan dalam merencanakan, pelaksanaan, hingga hasil yang ingin dicapai dalam menentukan suatu tujuan pembelajaran.

2. Ciri-ciri Sistem Pembelajaran

Menurut Wina Sanjaya 2010: 2, sistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Konsep tersebut memiliki tiga ciri utama suatu sistem yaitu: a. Sistem memiliki tujuan Setiap sistem memiliki tujuan yang pasti. Tujuan itulah yang menggerakkan sistem. Tujuan keberadaan lembaga pendidikan adalah agar dapat melayani setiap anak didik untuk mencapai tujuan pendidikan. 17 b. Sistem memiliki fungsi Agar proses pendidikan berjalan dan dapat mencapai tujuan secara optimal diperlukan fungsi perencanaan, fungsi administrasi, fungsi kurikulum, fungsi bimbingan, dan lain sebagainya. Fungsi inilah yang terus menerus berproses hingga tercapainya tujuan. c. Sistem memiliki komponen. Untuk melaksanakan fungsi-fungsinya, setiap sistem mesti memiliki komponen-komponen yang satu sama lain saling berhubungan. Komponen-komponen inilah yang dapat menentukan kelancaran proses suatu sistem. Sebagai suatu sistem setiap komponen harus dapat melaksanakan fungsinya dengan tepat. Manakala salah satu komponen tidak berfungsi, maka akan mempengaruhi sistem tersebut. Ada beberapa sifat komponen dalam suatu sistem yaitu: 1 Pertama, komponen ada yang bersifat integral dan ada komponen yang tidak integral. Komponen integral adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan dari keadaan suatu sistem itu sendiri. Sedangkan komponen yang tidak integral sama dengan komponen pelengkap. Artinya, walaupun komponen itu tidak ada, maka tidak akan mempengaruhi keberadaan suatu sistem, walaupun mungkin akan mengganggu perjalanan sistem itu sendiri. 2 Kedua, setiap komponen dalam suatu sistem saling berhubungan atau saling berinteraksi, saling mempengaruhi, dan saling berkaitan. 18 3 Ketiga, setiap komponen dalam suatu sistem merupakan keseluruhan yang bermakna. Dalam suatu sistem komponen-komponen itu bukan hanya bagian-bagian yang terpisah, akan tetapi satu kesatuan yang bermakna. 4 Keempat, setiap komponen dalam suatu sistem adalah bagian dari sistem yang lebih besar. Komponen-komponen dalam suatu sistem pada dasarnya adalah subsistem dari suatu sistem. Menurut Oemar Hamalik 2010: 126-127, ada dua ciri utama pendekatan sistem pembelajaran, yakni. a. Pendekatan sistem sebagai suatu pandangan tertentu mengenai proses pembelajaran dimana berlangsung kegiatan belajar mengajar, terjadi interaksi antara siswa dan guru, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara efektif. b. Penggunaan metodologi untuk merancang sistem pembelajaran, yang meliputi prosedur perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses pembelajaran, yang tertuju ke pencapaian tujuan pembelajaran tertentu konsep, prinsip, keterampilan, sikap dan nilai, kreativitas, dan sebagainya. Selain itu, ada tiga ciri khas utama yang terkandung dalam sistem pembelajaran, yaitu: 1 Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus. 19 2 Saling ketergantungan interdependence, antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran. 3 Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan utama sistem pembelajaran agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem adalah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. Dengan proses mendesain sistem pembelajaran perancang membuat rancangan untuk memberikan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan sistem pembelajaran tersebut Oemar Hamalik, 2010: 66. Dari penjelasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan ciri-ciri dari sistem pembelajaran adalah tujuan, komponen, dan fungsi. Ketiga ciri tersebut saling berhubungan yang di dalamnya meliputi proses perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses pembelajaran, yang tertuju ke pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.

3. Komponen Sistem Pembelajaran

Wina Sanjaya 2010: 9-13 Perencanaan pembelajaran adalah proses pengambilan keputusan hasil berpikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, sehingga rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. Untuk mencapai tujuan 20 pembelajaran tersebut dibutuhkan komponen-komponen yang berproses sesuai dengan fungsinya agar tercapai secara optimal. Gambar 3. Komponen sistem pembelajaran digambarkan oleh Brown 1983 dalam Wina Sanjaya, 2010: 11 Komponen sistem pembelajaran menurut Brown, 1983 dalam Wina Sanjaya, 2010: 9-13 berdasarkan Gambar 3. yakni: a. Siswa Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian, maka proses pengembangan perencanaan dan desain pembelajaran, siswa A. Tujuan Tujuan apa yang harus dicapai? B. Kondisi Dalam kondisi yang bagaimana siswa dapat mencapai tujuan TUJUAN KHUSUS Pengetahuan Sikap Keterampilan ISI PENGALAMAN BELAJAR Dengan menekankan secara individu MODEL BELAJAR MENGAJAR EVALUASI DAN PENGEMBANGAN BAHAN DAN ALAT FASILITAS FISIK C. HASIL Bagaimana pencapaian tujuan? Apa yang perlu dirubah? D. SUMBER Apa sumber yang diperlukan untuk menambah pengalaman belajar? SISWA 21 harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya, keputusan-keputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan, baik sesuai dengan kemampuan dasar, minat dan bakat, motivasi belajar, dan gaya belajar siswa itu sendiri. b. Tujuan Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen siswa sebagai subjek belajar. Dalam konteks pendidikan, persoalan tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan itu sendiri. Artinya tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga pendidikan itu sendiri. Selanjutnya tujuan yang bersifat umum itu diterjemahkan menjadi tujuan yang lebih spesifik. Tujuan-tujuan tersebut sebenarnya merupakan arah yang harus dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Artinya, tujuan-tujuan khusus, yang dirumuskan harus berorientasi pada pencapaian tujuan umum tersebut. Tujuan-tujuan khusus yang direncanakan oleh guru meliputi: 1 pengetahuan, informasi, serta pemahaman sebagai bidang kognitif, 2 sikap dan apresiasi sebagai tujuan bidang afektif, dan 3 berbagai kemampuan sebagai bidang psikomotorik. Dalam konteks pembelajaran, tujuan khusus dirumuskan sebagai teknik untuk mencapai tujuan pendidikan. c. Kondisi Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang dirancang agar siswa dapat mencapai tujuan khusus seperti yang telah dirumuskan. Pengalaman 22 belajar harus mendorong agar siswa aktif belajar baik secara fisik maupun nonfisik. Merencanakan pembelajaran salah satunya adalah menyediakan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Demikian juga dalam mendesain pembelajaran desainer perlu menciptakan kondisi agar siswa dapat belajar dengan penuh motivasi dan penuh gairah, oleh sebab itu, tugas guru adalah memfasilitasi pada siswa agar mereka belajar sesuai dengan minat, motivasi, dan gayanya sendiri. Semuanya itu bisa diarancang melalui pendekatan belajar secara klasikal dalam kelompok kelas besar, kelompok kelas kecil dan bahkan belajar secara mandiri. Namun demikian, walaupun para desainer menggunakan berbagai pendekatan pada akhirnya sasaran terakhir adalah bagaimana agar setiap individu dapat belajar. Oleh karena itu, tekanan dalam menentukan kondisi belajar adalah siswa secara individual. d. Sumber-Sumber Belajar Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar, di dalamnya meliputi lingkungan fisik seperti tempat belajar bahan dan alat yang dapat digunakan, personal seperti guru, petugas perpustakaan dan ahli media, dan siapa saja yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung untuk keberhasilan dalam pengalaman belajar. Dalam proses merencanakan pembelajaran, perencana harus dapat menggambarkan apa yang harus dilakukan guru dan siswa dalam memanfaatkan sumber belajar secara optimal. Mendesain 23 pembelajaran para desainer perlu menentukan sumber belajar apa dan bagaimana cara memanfaatkannya. e. Hasil Belajar Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian, tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Hamzah B. Uno 2006: 14-21, pembelajaran merupakan suatu sistem mempunyai sejumlah komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Komponen sistem pembelajaran meliputi kondisi pembelajaran, strategi pembelajaran dan hasil pengajaran senantiasa saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lain. Penjelasan dari ketiga komponen ini adalah: 1 Metode Pembelajaran Variabel metode pembelajaran diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 tiga jenis, yaitu a Strategi pengorganisasian organizational strategy adalah metode untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. “mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format dan lainnya yang setingkat dengan itu. 24 b Strategi penyampaian delivery strategy adalah metode untuk menyampaikan isi pembelajaran kepada siswa dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa. Media pembelajaran merupakan bidang kajian utama dari strategi ini. c Strategi pengelolaan management strategy adalah metode untuk menata interaksi antara siswa dan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. 2 Kondisi Pembelajaran Untuk mendeskripsikan metode pembelajaran, maka variabel kondsi haruslah berinteraksi dengan metode, dan sekaligus berada diluar kontrol perancang pembelajaran. Mengidentifikasi variabel kondisi pembelajaran memiliki pengaruh utama pada tiga variabel metode pembelajaran. Atas dasar ini, Reigeluth dan Merril mengelompokkan variabel kondisi pembelajaran menjadi 3 tiga kelompok, yaitu a Tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran adaah pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan. Tujuan ini bisa sangat umum, sangat khusu atau dimana saja dalam kontinu khusus. b Kendala dan Karakteristik Bidang Studi Karakteristik bidang studi adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan yang berguna sekali dalam 25 mendeskripsikan strategi pembelajaran. Kendala adalah keterbatasan sumber-sumber, seperti waktu, media, personalia, dan uang. c Karakteristik Siswa Karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimiliknya. Tujuan dan karakteristik bidang studi ini biasanya dihipotesiskan memiliki pengaru utama pada pemilihan strategi, pengorganisasian pembelajaran, kendala dan karakteristik bidang studi pada pemilihan strategi penyampaian dan karakteristik siswa pada pemilihan strategi pengelolaan. Bagaimanapun juga, pada tingkat tertentu, mungkin sekali suatu variabel kondisi akan mempengaruhi setiap variabel metode misalnya, karakteristik siswa bisa mempengaruhi pemilihan strategi penyampaian, di samping pengaruh utamanya pada strategi pengelolaan pembelajaran. 3 Hasil pembelajaran Variabel hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi 3 tiga, yaitu a keefektifan effectiveness; b efesiensi efficiency; dan c daya tarik appeal. Keefektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat pencapaian isi belajar. Ada 4 empat aspek penting yang dapat dipakai untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu 1 kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat 26 kesalahan”, 2 kecepatan unjuk kerja, 3 tingkat alih belajar, dan 4 tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Efisiensi pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan belajar dan jumlah waktu yang dipakai si belajar danatau jumla biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya, pengukuran kecenderungan siswa untuk terus atau tidak terus belajar dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri dengan bidang studi. Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa komponen dalam sistem pembelajaran adalah tujuan pembelajaran, karakteristik siswa yang menjadi subjek pembelajaran, metode penyampaian, kondisi pembelajaran, sumber- sumber belajar, dan hasil belajar yang diharapkan.

4. Langkah-langkah Penyusunan Perencanaan Pembelajaran

Berdasarkan komponen-komponen dalam sistem pembelajaran, selanjutnya menentukan langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, yaitu sebagai berikut: a. Merumuskan tujuan khusus Selain sekolah yang sudah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, peran pertama guru sebagai penerjemah tujuan umum pembelajaran adalah menentukan tujuan khusus beserta materi pembelajarannya. Fungsi rumusan 27 pembelajaran khusus adalah sebagai teknik untuk mencapai tujuan pembelajaran umum. Rumusan tujuan pembelajaran, harus mencakup tiga domain yang diistilahkan oleh Bloom, 1956 dalam Wina Sanjaya, 2010: 40-45 1 Domain Kognitif Domain kognitif adalah tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan aspek intelektual siswa, melalui penguasaan pengetahuan dan informasi. 2 Sikap dan apresiasi Domain sikap adalah domain yang berhubungan dengan penerimaan dan apresiasi seseorang terhadap suatu hal. Domain afektif bersentuhan dengan aspek psikologis yang sulit, untuk didefinisikan pada bentuk tingkah laku yang dapat diukur. Hal ini disebabkan aspek sikap dan apresiasi berhubungan dengan perkembangan mental yang ada dalam diri seseorang, sehingga muncul dalam aspek perilaku belum tentu menggambarkan sikap seseorang. 3 Keterampilan dan penampilan Domain keterampilan adalah domain yang menggambarkan kemampuan atau keterampilan seseorang yang dapat dilihat dari unjuk kerja atau performance. Keterampilan merupakan tujuan pembelajaran khusus yang berhubungan dengan kemampuan motorik. 28 b. Pengalaman Belajar Langkah selanjutnya dalam merencanakan pembelajaran adalah memilih pengalaman belajar yang harus dilakukan siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran. Belajar bukan hanya sekedar mencatat dan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman. Oleh sebab itu, siswa harus didorong secara aktif melakukan kegiatan tertentu. Hal ini dimaksudkan agar siswa ikut mengamati dan mengalami secara langsung sehingga siswa mendapatkan proses pembelajaran yang bermakna. Karena keterampilan ini akan sangat berguna saat siswa kembali ke masyarakat dan terjun langsung dalam masyarakat.

c. Kegiatan Belajar Mengajar

Menentukan kegiatan belajar mengajar yang sesuai, pada dasarnya dapat dirancang melalui pendekatan kelompok atau pendekatan individual. Pendekatan kelompok atau klasikal adalah pembelajaran dimana setiap siswa belajar secara kelompok baik dalam kelompok besar maupun kelompok kecil. Sedangkan pendekatan individual adalah pembelajaran dimana siswa belajar secara mandiri melalui bahan belajar yang dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dapat belajar menurut kecepatan dan kemampuan masing-masing.

d. Orang-orang yang Terlibat

Perencanaan pembelajaran dengan pendekatan sistem juga bertanggung jawab dalam menentukan orang yang membantu dalam proses pembelajaran. Orang-orang yang akan terlibat dalam proses pembelajaran 29 khususnya berperan sebagai sumber belajar meliputi infrastruktur atau guru, dan juga tenaga profesional. Peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai pengelola pembelajaran. Dalam pelakasanaan peran tersebut diantaranya guru berfungsi sebagai penyampai informasi dan memberikan pengalaman belajar yang memadai bagi setiap siswa.

e. Bahan dan Alat

Penyeleksian bahan dan alat juga merupakan bagian dari sistem perencanaan pembelajaran. Penentuan bahan dan alat dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1 Keberagaman kemampuan intelektual siswa. 2 Jumlah dan keberagaman tujuan pembelajaran khusus yang harus dicapai siswa. 3 Tipe-tipe media yang diproduksi dan digunakan secara khusus. 4 Berbagai alternatif pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. 5 Bahan dan alat yang dapat dimanfaatkan. 6 Fasilitas fisik yang tersedia. f. Fasilitas Fisik Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Fasilitas fisik meliputi ruangan kelas, pusat media, laboratorium atau ruangan untuk kelas berukuran besar semacam aula. 30 g. Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan Melalui evaluasi dapat dilihat keberhasilan pengelolaan pembelajaran dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa akan memberikan informasi tentang: 1 Kelemahan dalam perencanaan pembelajaran, yakni mengenai isi pelajaran, prosedur pembelajaran dan juga bahan-bahan pelajaran yang digunakan. 2 Kekeliruan mendiagnosis siswa tentang kesiapan mengikuti pengalaman belajar. 3 Kelengkapan tujuan pembelajaran khusus. 4 Kelemahan-kelemahan instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa mencapai tujuan pembelajaran

C. Kajian Mengenai Mitigasi Bencana

1. Bencana

Bencana menjadi suatu peristiwa yang turut serta mengiringi kehidupan manusia di berbagai belahan bumi. Sebelum membahas mengenai apa itu bencana, terlebih dahulu memahami makna dari bahaya atau hazard, karena dari bahaya yang ada kemungkinan bisa menyebabkan terjadinya bencana. Bahaya atau ancaman hazard adalah suatu kejadian atau peristiwa yang mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan Iingkungan Lilik Kurniawan, dkk; 2011: 3. Bencana dapat terjadi apabila terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Bencana akan terjadi apabila ada bahaya yang mengancam dan ada kondisi rentan di suatu kawasan. Bentuk dari bencana 31 sendiri dapat berupa bahaya banjir, tanah longsor, gempa bumi, gunung berapi, kebakaran, badai. Sedangkan kondisi rentan seperti pertumbuhan penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk, kurangnya kesadaran akan bencana, degradasi lingkungan Bevaola Kumalasari, 2014: 17. Apabila antara bahaya dan kondisi rentan ada pemicu yang menimbulkan bencana maka bencana akan terjadi. Gambar 4. Proses terjadinya bencana diadopsi dari Mauro, 2004 dalam Bevaola Kusumasari, 2014: 17. Bencana atau disaster menurut NFPA 1600: Standard on Disaster Emergency Management and Business Continuity Programs disebutkan bencana adalah kejadian dimana sumberdaya, personel atau material yang tersedia di daerah bencana tidak dapat mengendalikan kejadian luar biasa yang dapat mengancam nyawa atau sumberdaya fisik dan lingkungan Soehatman Ramli, 2010:11. Definisi lain tentang disaster dari Parker yakni: “... an unsual nature or man-made event, including an event caused by failure of technological systems, which temporarily overwhelms the response capacity of human communities, groups of individual or natural environments and which causes massive damage, economic loss, disruption, injury, anor loss of life. ... “ Parker, 1992 dalam Shaluf, 2007:707. “... suatu kejadian alam yang jarang terjadi ataupun akibat ulah manusia, termasuk kejadian yang ditimbulkan oleh kesalahan sistem teknologi, akan mengganggu daya beli dalam waktu singkat pada komunitas, organisasi atau alam sekitar dan menyebabkan kerusakan besar, kerugian ekonomi, kehancuran, trauma, kematian. ...” Parker, 1992 dalam Shaluf, 2007: 707. BAHAYA BENCANA KONDISI RENTAN 32 Suatu kejadian yang disebut sebagai bencana adalah kejadian luar biasa yang terjadi di dalam suatu tatanan masyarakat yang menyebabkan kerusakan yang parah bagi lingkungan, jatuhnya korban jiwa kematian, korban luka, terganggunya kegiatan perekonomian sehingga menimbulkan kerugian, serta dapat meninggalkan trauma bagi korbannya. Selain itu bencana sendiri terjadi karena adanya potensi yang menyebabkan kejadian dapat menimbulkan jatuhnya korban dan menimbulkan kerugian material maun non-material. a. Klasifikasi Bencana Bencana diklasifikasikan menjadi tiga tipe yakni dalam Shaluf, 2007: 704-705: 1 Natural disaster, yakni bencana-bencana yang dikarenakan alam itu sendiri dan bisa disebut karena merupakan kehendak Tuhan, seperti erupsi gunung berapi, gempa bumi. 2 Man-made disaster, bencana yang dikarenakan atau disebabkan oleh ulah atau tindakan manusia 3 Hybrid disaster, merupakan bencana yang disebabkan karena kombinasi antara kesalahan manusia dan dari alam itu sendiri, seperti tanah longsor yang pada mulanya karena ulah manusia yang menebang hutan sembarangan setelah pada titik maksimal alam sudah tidak dapat menanggung lagi maka bencana bisa terjadi. Dari pemaparan FEMA Federal Emergency Management Agency dalam Shaluf, 2007: 712 bencana dibedakan menjadi 2 jenis yang lebih 33 spesifik yakni natural disasters bencana alam dan technological disasters bencana yang disebabkan karena teknologi. Bencana alam meliputi bencana-bencana yang dikarenakan oleh alam itu sendiri, seperti gempa bumi, tornado, gelombang panas, tsunami. Jenis bencana kedua yang disebutkan oleh Federal Emergency Management Agency FEMA adalah technological disasters yakni bencana yang disebabkan karena adanya unsur teknologi di dalamnya. Ketika penggunaan teknologi yang tidak sesuai asal-asalan dan terjadi kesalahan yang fatal akan menyebabkan terjadinya suatu bencana. Dari penjelasan yang telah disebutkan sebelumnya mengenai klasifikasi bencana dapat ditarik kesimpulan, bencana dibagi menjadi tiga yakni bencana yang disebabkan oleh alam, bencana yang karena penggunaan teknologi yang biasanya dikendalikan oleh manusia dan bencana yang disebabkan karena alam dan maupun manusia.

2. Mitigasi Bencana

Penelitian ini fokus membahas pada point mitigasi untuk itu akan diperjelas lagi bahasan mengenai mitigasi bencana khususnya mitigasi bencana gempa bumi. Dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 dijelaskan mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Sedangkan menurut FEMA, 2006 dalam Shaluf, 2008: 121, mitigasi meliputi segala aktivitas yang dimaksudkan untuk mengurangi ataupun mencegah terjadinya bahaya, mengurangi efek kerusakan dari bahaya yang tidak terhindarkan. Mitigasi 34 pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana maupun untuk meminimalisir jatuhnya korban atauun kerusakan yang ditimbulkan. Penjelasan lain mengenai mitigasi yakni: “Mitigation efforts attempt to prevent hazards from developing into disasters altogether, or to reduce the effects of disaster when they occur. The mitigation phase differs from the other phase becauseit focuses on long-term measures for reducing or eliminating risk. The implementation of mitigation strategies can be considered a part of the recovery process if applied after a disaster occurs Scaglia:2”. ”Mitigasi bencana bertujuan untuk mencegah bahaya dari hal yang dapat menimbulkan bencana tersebut, atau untuk mengurangi akibat yang ditimbulkannya jika bencana tersebut terjadi. Tahapan mitigasi bencana berbeda dengan tahap lain karena kegiatan ini berfokus pada perhitungan jangka panjang untuk mengurangi atau menghilangkan risiko yang diterima. Penerapan strategi mitigasi bencana dapat mempertimbangkan untuk proses pemulihan jika diterapkan setelah bencana terjadi” Scaglia:2. Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai tindakan untuk mencegah ataupun mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana yang terjadi. Mitigasi bencana diperlukan sebagai upaya meminimalisir risiko dari suatu bencana yang terjadi. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan mitigasi bencana, mulai dari pembangunan fisik yakni bisa dalam bentuk pemasangan alat yang berfungsi sebagai sistem peringatan dini, membuat rancangan bangunan tahan gempa. Atau melalui langkah penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, hal ini sangat perlu dilakukan, karena ketika masyarakat yang ada dikawasan rawan bencana bahkan tidak memiliki kesadaran akan bencana itu sendiri baik itu ancaman maupun cara penyelamatan diri maka akan menyebabkan banyaknya korban yang ada akibat dari suatu bencana. Mitigasi bencana perlu 35 dilakukan secara terencana dan secara rutin. Dan kegiatan mitigasi bencana bisa diterapkan untuk jangka panjang karena bisa diterapkan untuk beberapa lama. Mitigasi bencana dibagi menjadi dua tipe yakni mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural Coppola, 2007:178-179. a. Mitigasi Struktural Mitigasi struktural merupakan mitigasi yang lebih fokus pada tindakan pembangunan fisik, dengan memanfaatkan teknik-teknik yang telah dikembangkan sebelumnya yang berguna untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana. Salah satu contoh mitigasi struktural khususnya untuk bencana gempa bumi adalah dengan pembuatan desain rumah tahan gempa. Seperti dijelaskan Coppola mitigasi struktural adalah: “Structural mitigation measures are those that involve or dictate the necessity for some form of construction, engineering, or other mechanical changes or improvements aimed at reducing hazard risk likelihood or consequence. They often are considered attempts at “man controlling nature” when applied to natural disasters. Structural measures are generally expensive and include a full range of regulation, compliance, enforcement, inspection, maintenance, and renewal issues Coppola, 2007: 179.” Langkah-langkah mitigasi struktural adalah hal-hal yang melibatkan atau memberi perintah untuk kebutuhan dalam beberapa bentuk konstruksi, teknik, atau perubahan mekanis lainnya atau perbaikan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan risiko bahaya atau konsekuensi. Mitigasi struktural lebih banyak memandang dan melakukan pertimbangan pada manusia yang mengendalikan alam ketika diterapkan pada bencana alam. Tindakan struktural umumnya mahal dan termasuk berbagai macam peraturan, penyesuaian, paksaan, peninjauan, pemeliharaan, dan pembaharuan Coppola, 2007: 179. 36 b. Mitigasi Non-Struktural Sedangkan mitigasi non-struktural adalah mitigasi yang fokusnya lebih pada modifikasi perilaku manusia misalnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bencana gempa bumi baik itu mengenai bencana nya itu sendiri maupun mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan jika gempa bumi terjadi. Pemberian pendidikan mengenai kebencanaan juga termasuk kedalam tipe mitigasi non-struktural ini. Selain itu modifikasi perilaku manusia yang bertujuan untuk mengurangi potensi risiko bencana dilakukan dengan pembuatan regulasi, bila dikaitkan dengan mitigasi bencana gempa bumi dapat berupa peraturan mengenai ketentuan pelaksanaan simulasi gempa bumi. Penjelasan mengenai mitigasi non-struktural dijelaska oleh Coppola : ” Nonstructural mitigation, as defined previously, generally involves a reduction in the likelihood or consequence of risk through modifications in human behavior or natural processes, without requiring the use of engineered structures. Nonstructural mitigation techniques are often considered mechanisms where “man adapts to nature.” They tend to be less costly and fairly easy for communities with few financial or technological resources to implement Coppola, 2007: 185.” Mitigasi non-struktural, seperti yang didefinisikan sebelumnya, umumnya melibatkan pengurangan kemungkinan atau konsekuensi dari risiko melalui modifikasi perilaku manusia atau proses alam, tanpa memerlukan penggunaan struktur rekayasa. Teknik mitigasi nonstruktural sering dianggap mekanisme dimana manusia beradaptasi dengan alam. Mereka cenderung lebih murah dan cukup mudah bagi masyarakat dengan sedikit sumber daya teknologi dan finansial untuk penerapannya Coppola , 2007 : 185. Menurut Coppola 2007: 185-190, mitigasi non-struktural contohnya yakni: 37 a. Regulatory measures Penetapan peraturan, penetapan peraturan dapat berguna untuk kepentingan kebaikan bersama. Khususnya berkaitan dengan pengurangan risiko bencana, misal mengenai peraturan pelaksanaan mitigasi di suatu daerah. b. Community awareness and education programs Kesadaran masyarakat dan program pendidikan, kesadaran dari masyarakat itu sendiri mengenai akan bahaya yang dapat ditimbulkan bila gempa bumi terjadi. Untuk mendukung semakin besar kesadaran masyarakat akan bencana dapat dilakukan pelatihan pelatihan terkait kebencanaan atau dengan memberikan pendidikan kebencanaan. c. Nonstructural physical modifications modifikasi fisik nonstruktural, meliputi modifikasi fisik pada bangunan atau properti yang dapat menghasilkan penurunan risiko. Contoh meliputi: Mengamankan perabotan, lukisanfoto, dan peralatan, dan memasang kait pada lemari. Pada banyak kejadian gempa bumi, sebagian besar luka disebabkan oleh kejatuhan perabotan dan barang-barang lainnya yang tidak aman posisinya. d. Environmental control Pengendalian Lingkungan, contohnya: Ledakan bahan peledak untuk mengurangi tekanan seismik gempa bumi . e. Behavioral modification Modifikasi Perilaku, melalui kegiatan kelompok, sebuah komunitas dapat mengubah perilaku individu, sehingga menghasilkan beberapa manfaat pengurangan risiko secara 38 umum. Dorongan pajak, atau subsidi, dapat membantu meningkatkan keberhasilan pelatihan modifikasi perilaku. Mitigasi dibedakan menjadi mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural, mitigasi strukutural merupakan tindakan pencegahan yang dilakukukan untuk mengurangi dampak yang disebabkan dari suatu bencana, dimana upaya yang dilakukan lebih fokus pada tindakan yang memanfaatkan adanya teknologi atau upaya yang dilakukan yang bersifat fisik. Mitigasi struktural untuk bencana gempa bumi diantaranya, pembangunan konstruksi bangunan tahan gempa. Jadi dalam mitigasi struktural ini manusia dengan segala kemampuannya melakukan upaya pencegahan terhadap bencana dengan cara pembangunan fisik untuk mengurangi dampak dari bencana. Mitigasi non-struktural adalah upaya pencegahan yang dilakukan khususnya dengan tindakan memodifikasi perilaku manusia. Jadi upaya- upaya yang dilakukan lebih pada peningkatan kesadaran masyarakat akan bencana dengan memberikan informasi maupun pengetahuan terkait bencana yang berpotensi tejadi di wilayah mereka. Selain itu mitigasi non-struktural dapat berupa penetapan peraturan-peraturan terkait dengan mitigasi. Soehatman Ramli 2010: 33-34 berpendapat mitigasi bencana dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan yakni: 1 Pendekatan teknis, misalnya dengan membuat rancangan bangunan tahan gempa, membuat material-material yang tahan rusak apabila bencana terjadi. Pendekatan ini sebagai wujud mitigasi bencana yang berasal dari segi eksternal dan bersifat teknis. Perancangan dan 39 penciptaan benda-benda yang bersifat teknis ini dilakukan sebagai mencegah timbulnya dampak yang lebih parah ketika bencana terjadi. 2 Pendekatan manusia, pada pedekatan ini mitigasi dilakukan untuk memberikan dan membentuk kesadaran dan pemahaman manusia akan bencana maupun risiko yang disebabkan dari bencana tersebut dan pemahaman akan tahap respon yang harus dilakukan ketika bencana terjadi. Namun poin penting dari pendekatan ini lebih kepada penyadaran kepada manusia mengenai pengertian dari bencana maupun potensi yang dapat ditimbulkan dari bencana dan bagaimana cara mencegah agar bencana tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan manusia. 3 Pendekatan administratif, pemerintah ataupun pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan administratif dalam manajemen bencana khususnya tahap mitigasi, misalnya: penyusunan tata ruang yang memperhitungkan aspek risiko bencana, pengembangkan program pembinaan dan pelatihan bencana di seluruh tingkat masyarakat dan lembaga pendidikan, penyiapan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan maupun industri berisiko tinggi. Dalam pendekatan administratif ini diperlukan sebagai payung resmi untuk melakukan mitigasi bencana. Dengan adanya pendekatan adminstratif ini maka mitigasi tidak hanya dilakukan diupayakan oleh masyarakat ataupun organisasi tertentu namun juga dari pemerintah 40 4 Pendekatan kultural, di kalangan masyarakat masih ada anggapan bahwa ketika bencana terjadi maka manusia hanya bisa pasrah menerima bencana yang terjadi. Pendekatan kultural mengenai mitigasi bencana dapat dilakukan dengan menyesuaikan kearifan lokal yang diyakini oleh masyarakat. Pendekatan kultural mitigasi ini dilakukan sebagai langkah untuk merubah cara pikir masyarakat bahwa bencana dapat dicegah dan manusia dapat melakukan segala upaya untuk mencegah bencana atau minimalnya dengan mitigasi, risiko bencana dapat diminimalisir. Melalui kearifan lokal yang diyakini oleh masyarakat mitigasi bencana dapat diterapkan secara sedikit demi sedikit sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana yang dapat dilakukan pencegahan bencana dengan alterrnatif- alternatif yang ada, bukannya ketika ada bencana masyarakat hanya pasrah menerima bencana yang terjadi tanpa melakukan upaya-upaya pencegahan yang sebenarnya dapat dilakukan. Mitigasi bencana merupakan salah satu fase yang terdapat dalam siklus manajemen bencana tepatnya pada fase pra bencana. Dalam fase ini dilakukan segala upaya untuk mencegah ataupun mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana. Karena bencana terjadinya tidak dapat diprediksi dengan pasti khususnya bencana gempa bumi, maka diperlukan adanya persiapan perlu dilakukan. Mitigasi dapat dilakukan dengan berbagai macam tindakan baik yang berhubungan dengan pembangunan fisik maupun yang berhubungan dengan perilaku manusia. Khususnya mitigasi bencana 41 gempa bumi dapat dilakukan dengan berbagai macam tindakan mulai dari dengan pembangunan rumah tahan gempa, penetapan peraturan, penyadaran masyarakat akan pentingnya mitigasi bencana.

3. Kesiapsiagaan

Untuk mengoptimalkan mitigasi bencana dalam fase persiapan mengghadapi bencana yakni dengan juga melaksanakan fase prepardness kesiapsiagaan. Karena antara fase mitigasi dan fase kesiapsiagaan dalam manajemen bencana erat kaitannya untuk persiapan menghadapi suatu bencana yang intinya untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan bila bencana terjadi. Dalam UU no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana djelaskan kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sementara itu Coppola menjelaskan: “Disaster preparedness defined as actions taken in advance of a disaster to ensure adequate response to its impacts, and the relief and recovery from its consequences—is performed to eliminate the need for any last-minute actions Coppola, 2007:209. “Kesiapsiagaan bencana didefinisikan sebagai aksi yang dilakukan sebelum bencana untuk memastikan tanggapan yang memadai terhadap dampak-dampak yang ditimbulkan, dan pertolongan dan pemulihan dari akibat bencana yang terjadi, hal ini dilakukan untuk menghilangkan kebutuhan untuk tindakan pada detik-detik terakhir Coppola, 2007:209. Tujuan dari kesiapsiagaan bencana adalah untuk mengetahui apa yang dilakukan dari akibat yang ditimbulkan dari bencana, mengetahui bagaimana melakukannya, dan memperlengkapi dengan perlengkapan yang 42 tepat agar menjadi lebih efektif. Untuk itu langkah yang harus dilakukan oleh komponen pemerintah, termasuk di dalamnya administrasi, manajemen darurat, kesehatan publik dan bagian pelayanan lainnya, adalah menetapkan dan menyelenggarakan kreasi dan aplikasi dari Emergency Operations Plan EOP dan didukung dengan pelatihan dan latihan langsung Coppola, 2007: 209-210. Dari beberapa penjelasan diatas prepardness kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan upaya-upaya persiapan yang dilakukan untuk menghadapi bencana yang terjadi. Bentuk upaya atau tindakan dapat berupa pelatihan, simulasi bencana. Dalam fase kesiapsiagaan ini dilakukan persiapan- pesiapan untuk menghadapi bencana yang bisa datang sewaktu-waktu. Tindakan-tindakan yang telah dilakukan ini dimaksudkan agar ketika bencana terjadi masyarakat tidak gagap terhadap apa yang harus dilakukan saat bencana terjadi. Untuk itu di dalam fase kesiapsiagaan ini selain dilakukan perencanaan-perencanaan juga dilakukan pemberian pelatihan dalam hal tindakan yang harus dilakukan ketika bencana terjadi.

4. ResponDaya Tanggap

Menurut Bevaola Kusumasari 2014: 28 respon adalah tindakan yang dilakukan segera sebelum, selama, dan setelah bencana terjadi. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyelamatkan nyawa, mengurangi kerusakan harta benda, dan meningkatkan pemulihan awal dari insiden tersebut Shaluf, 2008. Respon meliputi pemberian bantuan atau intervensi selama atau segera setelah bencana terjadi, serta memenuhi kelestarian hidup dan 43 kebutuhan hidup dasar masyarakat yang tekena dampak. Respon adalah tahapan yang paling kompleks dari tahapan manajemen bencana karena respon dilakukan dalam periode stres yang sangat tinggi, lingkungan yang terbatas, serta waktu informasi yang terbatas pula. Respon ini dilakukan untuk mempercepat kembalinya masyarakat berfungsi secara normal saat dan setelah bencana terjadi. Dalam kaitannya respontanggap darurat di sekolah, proses respon terhadap bencana dimulai segera setelah tampak bahwa bencana akan segera terjadi dan berlanjut sampai keadaan darurat dinyatakan berakhir. Sekolah harus bertindak cepat sesaat setelah bencana agar kegiatan belajar mengajar dapat segera diaktifkan kembali. Tindakan yang dapat dilakukan sesaat setelah bencana terjadi jika saat poses belajar mengajar berlangsung diantaranya adalah segera mengevakuasi warga sekolah di tempat yang dianggap aman atau di area evakuasi sesaat setelah mendengar alarm peringatan, mengecek jika ada korban luka dan melakukan perawatan medis, memulihkan jaringan komunikasi dan listrik, memastikan pendistribusian makanan dan air bersih, memperkirakan kerusakan ekonomi dengan berkoordinasi dengan LSM ataupun instansi pemerintah daerah terkait. Hal ini dilakukan agar kegiatan belajar mengajar dapat berfungsi seperti normal kembali.

5. Pemulihan Recovery

Pemulihan adalah kegiatan mengembalikan sistem infrastruktur kepada standar operasi minimal dan panduan upaya jangka panjang yang dirancang 44 untuk mengembalikan kehidupan ke keadaan dan kondisi normal atau keadaan yang lebih baik setelah bencana. Pemulihan dimulai sesaat setelah bencana terjadi Bevaola Kusumasari, 2014: 30. Kegiatan pemulihan meliputi keputusan dan tindakan yang diambil setelah bencana dengan maksud memulihkan atau meningkatkan kondisi kehidupan prabencana dari masyarkat yang terkena dampak. Proses pemulihan dapat dibagi menjadi kegiatan jangka pendek dan jangka panjang. Tahap pemulihan jangka pendek dilakukan segera setelah peristiwa bencana terjadi dengan tujuan menstabilkan kehidupan mereka yang terkena dampak. Tahap pemulihan jangka panjang lebih menekankan pada pembangunan kembali dengan mengakomodasi informasi-informasi baru tentang bencana sambil tetap mempertahankan sebanyak mungkin keaslian budaya dan kondisi masyarakat seperti sebelum terjadinya bencana. Proses pemulihan yang dapat dilakukan di sekolah dapat menggunakan tahap pemulihan jangka panjang dan jangka panjang. Untuk tahap jangka pendek, pihak sekolah dapat melakukan diantaranya pemulihan psikologi warga sekolah atas trauma yang dialami saat bencana, pemulihan infrastruktur sekolah yang mengalami kerusakan, dan penyediaan kelas atau ruang yang nyaman untuk proses belajar mengajar pasca bencana. Tahap selanjutnya yaitu untuk pemulihan jangka panjang adalah dengan melakukan pendampingan pemulihan psikologi warga sekolah yang mengalami traumatic pasca bencana, serta melakukan upaya-upaya pemulihan komponen sekolah seperti sebelum terjadinya bencana. Untuk 45 proses pemulihan, sekolah membutuhkan dukungan masyarakat sekitar dan juga lembaga-lembaga terkait sebagai upaya pengurangan risiko bencana di sekolah.

D. Kajian Mengenai Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana maupun untuk meminimalisir jatuhnya korban ataupun kerusakan yang ditimbulkan. Dalam hal ini, akan dikaji mitigasi bencana dalam konteks sistem pembelajaran yang ada di sekolah. Berdasarkan dari penjelasan bab sebelumnya, mitigasi yang sesuai diterapkan di sekolah adalah mitigasi non-struktural. Mitigasi non-struktural adalah mitigasi yang fokusnya lebih pada modifikasi perilaku manusia misalnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai bencana gempa bumi baik itu mengenai bencana nya itu sendiri maupun mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan jika gempa bumi terjadi. Penggunaan pendekatan sistem pembelajaran, diharapkan penanaman pengetahuan dan pemahaman tentang mitigasi dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk pengurangan risiko bencana yang terjadi saat proses belajar mengajar berlangsung. Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang menyeluruh dan berkesinambungan dalam menanamkan pemahaman tentang mitigasi bencana. Pelaksanaan sistem pembelajaran mitigasi bencana, peran guru sangat dibutuhkan untuk menerjemahkan pendidikan mitigasi bencana kepada siswa. Maka dibutuhkan kompetensi peran guru berdasarkan pendapat Hamzah B 46 Uno 2011: 19 sebagai pengelola proses pembelajaran yang harus memiliki kemampuan seperti berikut: 1. Merencanakan sistem pembelajaran a. Guru dapat merumuskan tujuan khusus b. Guru dapat memilih prioritas materi yang akan diajarkan c. Guru dapat memilih dan menggunakan metode d. Guru dapat memilih dan menggunakan sumber belajar yang ada e. Guru dapat memilih dan menggunakan media pembelajaran 2. Melaksanakan sistem pembelajaran a. Guru dapat memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat b. Guru dapat menyajikan urutan pembelajaran 3. Mengevaluasi sistem pembelajaran a. Guru dapat memilih dan menyusun jenis evaluasi b. Guru dapat melaksanakan kegiatan evaluasi sepanjang proses c. Guru dapat mengadministrasikan hasil evaluasi 4. Mengembangkan sistem pembelajaran a. Guru dapat mengoptimalisasi potensi peserta didik b. Guru dapat meningkatkan wawasan kemampuan diri sendiri c. Guru dapat mengembangkan program pembelajaran lebih lanjut Peran guru dalam menjalankan sistem pembelajaran dalam hal ini adalah sistem pembelajaran mitigasi harus memperhatikan tujuan dari pendidikan risiko bencana. Menurut Etty Sofyatiningrum 2009: 102 bahan ajar merupakan informasi, alat, dan teks yang diperlukan guruinstruktur untuk 47 perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guruinstruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Jadi dapat dikatakan bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta lingkungansuasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Langkah-langkah menyusun bahan ajar yang mengintegrasikan PRB adalah sebagai berikut: a. Memahami teknik penyusunan bahan ajar b. Mengidentifikasi KD yang dapat diintegrasikan materi PRB c. Menganalisis KD yang dapat diintegrasikan materi PRB Untuk itu, dibutuhkan suatu perencanaan yang matang dalam membelajarkan mitigasi bencana di sekolah. Pihak sekolah harus terlebih dahulu merencanakan apa yang akan diberikan kepada siswa, bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas, hingga hasil yang ingin dicapai dalam penerapan pendidikan mitigasi bencana ini dalam proses pembelajaran. Menurut Etty Sofyatiningrum 2009: 44-45, tahapan Perencanaan dalam pengintegrasian PRB terhadap mata pelajaran di sebagai berikut: 1. Identifikasi materi pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana Konsep mengenai pendidikan pengurangan risko bencana PRB dapat diintegrasikan ke dalam mata pelajaran pokok dalam kurikulum, diantaranya: 48 IPA Terpadu, IPS Terpadu, Bahasa Indonesia, Muatan Lokal, dan Penjas Orkes. Materi pembelajaran yang diberikan meliputi apa yang harus dilakukan sebelum bencana, saat terjadi bencana, dan hal yang dilakukan setelah bencana terjadi. 2. Analisis Kompetensi Dasar KD yang memungkinkan dapat diintegrasi dengan PRB. Kompetensi-kompetensi dasar yang terdapat pada KTSP dapat diintegrasikan dengan materi PRB dalam bentuk KTSP daerah bencana. Model ini disusun sesuai dengan kondisi, kebutuhan, potensi, dan karakteristik satuan pendidikan dan siswa di daerah bencana yang diharapkan dapat digunakan sebagai acuan atau referensi bagi satuan pendidikan di daerah lain yang punya karakteristik yang sama. Melalui bahan ajar yang disusun pada pembelajaran tematik dan di setiap mata pelajaran dapat diintegrasikan mengenai jenis-jenis bencana beserta penyebabnya, usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam menghindari terjadinya beberapa bencana, apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana, dampak yang ditimbulkan oleh bencana dan usaha-usaha yang dalam mengurangi dampak tersebut, apa yang dilakukan setelah bencana itu terjadi, dan lain-lain. Standar kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam mengantisipasi bahaya gempa adalah mampu mengantisipasi sebelum gempa terjadi. Bertindak tepat pada saat dan setelah gempa terjadi. Berkaitan dengan hal tersebut, siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan dalam melakukan tindakan praktis untuk 1 menyelamatkan diri dari bencana gempa; 2 berpartisipasi dalam membantu upaya mitigasi bencana gempa. 49 3. Menyusun silabus yang terintegrasi PRB Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu danatau kelompok mata pelajarantema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokokpembelajaran, kegiatan pembelajaran , indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumberbahanalat belajar yang diintegrasikan dengan nilai-nilai pengurangan risiko bencana PRB. Pengembangan silabus dapat dilakukan para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolahmadrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran MGMP atau Pusat Kegiatan Guru PKG, dan Dinas Pendidikan. Pengembangan silabus disusun dibawah supervisi dinas kabupatenkota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan. Silabus terintegrasi PRB dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah dan jenis ancaman bencana yang rentan di wilayahnya. Langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan PRB diantaranya adalah sebagai berikut: a. Mengkaji dan menentukan standar kompetensi SK yang dapat diintegrasikan dengan PRB. b. Mengkaji dan menentukan kompetensi dasar KD yang sesuai dengan SK yang diintegrasikan. c. Merumuskan indikator pencapaian kompetensi dengan mengacu pada SK dan KD. d. Mengidentifikasi materi pokokpembelajaran yang sesuai dengan PRB gempa bumi. e. Mengembangkan kegiatan pembelajaran berintegrasi PRB gempa bumi, seperti penyampaian informasi bahaya gempa, simulasi penyelamatan diri, pertolongan, dan lainnya. f. Menentukan jenis penilaian. g. Menentukan alokasi waktu. h. Menentukan sumber belajar yang berhubungan dengan PRB gempa bumi. 4. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP 50 Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan langkah awal dari suatu manajemen pembelajaran yang berisi kebijakan strategi tentang pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan. Dalam rencana pembelajaran selalu terdapat komponen yang saling berkaitan yaitu tujuan, bahan ajar, metodeteknik, media, alat evaluasi, dan penjadwalan setiap langkah kegiatan. Komponen-komponen tersebut saling berkaitan dan diintegrasikan dengan nilai-nilai usaha pengurangan risiko bencana PRB. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. RPP yang terintegrasi PRB gempa bumi disusun sesuai dengan KD yang relevan dengan materi ajar PRB gempa bumi. Menurut Etty Sofyatiningrum 2009: 80-84 Komponen RPP adalah: a. Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran, meliputi: 1 Satuan pendidikan, kelas, 2 semester, 3 programprogram keahlian, 4 mata pelajaran atau tema pelajaran, 5 jumlah pertemuan. b. Standar kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan 51 yang diharapkan dicapai pada setiap kelas danatau semester pada suatu mata pelajaran. c. Kompetensi Dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampun yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. d. Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur danatau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap dan, keterampilan. e. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil yang diharapkan dicapai oleh siswa dengan kompetensi dasar. f. Materi Ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. g. Alokasi Waktu Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. 52 h. Metode belajar Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Siswa, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap pembelajaran. i. Kegiatan pembelajaran 1 Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditunjukkan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. 2 Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 3 Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. j. Penilaian Hasil Belajar 53 Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada standar penilaian. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan hasil kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek danatau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata pelajaran. k. Sumber Belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi. Dari penjabaran sistem pembelajaran mitigasi bencana tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembelajaran mitigasi bencana adalah serangkaian unsur-unsur yang menyeluruh yang memiliki fungsinya sendiri-sendiri dan setiap komponennya saling berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai tujuan belajar khusus yaitu menanamkan pendidikan pengurangan risiko bencana. Dalam sistem pembelajaran mitigasi bencana ini meliputi proses perencanaan, proses pembelajaran, hingga proses evaluasi dan pengembangan 54 pembelajaran yang mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana.

E. Kajian Mengenai Sekolah Siaga Bencana