Pelaksanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

173 disekolah ini terkait budaya siaga dan budaya aman yaitu dengan menunjukkan selalu memarkirkan kendaraan mereka dan menata sepatu untuk selalu menghadap kearah luar. Pembiasaan ini sebagai salah satu bentuk kesiapsiagaan warga sekolah dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Sesuai dengan tujuan pendidikan pengurangan risiko bencana yang dikemukakan Ardito M. Kondijat 2012 yaitu menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana, Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana. Tujuan pendidikan pengurangan risiko bencana tersebut juga menjadi acuan MIN Jejeran dalam implementasi program Sekolah Siaga Bencana. Ini bertujuan agar para siswa memiliki kemampuan sikap dan pemahaman dalam menghadapi bencana.

3. Pelaksanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

Pendidikan pengurangan risiko penting diberikan pada wilayah- wilayah yang berpotensi terjadinya bencana, salah satu contoh dengan mengintegrasikan materi kebencanaan dalam pembelajaran. Melalui pembelajaran mitigasi bencana diharapkan siswa memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam menghadapi bencana. MIN Jejeran merupakan salah satu sekolah yang sadar akan pentingnya pendidikan pengurangan risiko bencana. berkaca dari peristiwa gempa bumi 2006, banyak pelajaran yang diambil mengingat rawannya letak sekolah dari bencana gempa bumi. Bantuan dari organisasi PLAN dan LINGKAR 174 dalam hal pelatihan untuk para guru terkait pendidikan pengurangan risiko bencanam MIN Jejeran berkomitmen untuk memberikan pembelajaran mitigasi bencana dan pencanangan program Sekolah Siaga Bencana. Pencanangan Sekolah Siaga Bencana tersebut merupakan upaya sadar dan direncanakan agar warga sekolah memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu datang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ardito M. Kondijat 2012, bahwa pendidikan siaga bencana adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecakapan hidup dalam mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Pemberian pendidikan pengurangan risiko bencana ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku siswa dalam menghadapi bencana bencana salah satunya bencana gempa bumi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coppola 2007: 190 tentang salah satu contoh mitigasi non-struktural yakni Behavioral modification Modifikasi Perilaku. Memodifikasi perilaku dalam hal ini adalah budaya siaga dan budaya aman yang dijadikan budaya baru sekolah dalam menyiapkan kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi segala bencana yang dapat terjadi. Beberapa modifikasi perilaku yang diterapkan di MIN Jejeran adalah dalam penataan kendaraan atau sepeda untuk selalu menghadap keluar dan ada pemasangan rambu- rambu tersebut disetiap area parkir sekolah. Diketahui selama ini, sekolah- 175 sekolah yang ada tidak pernah memberikan aturan untuk memarkir kendaraan menghadap keluar namun hanya meminta siswa untuk memarkirkan kendaraan secara rapi. Budaya siaga ini tidak serta merta muncul dan membudaya di kalangan warga sekolah. Guru sebagai teladan para siswa memberikan contoh budaya-budaya siaga melalui pembiasaan yang nantinya akan membudaya diantara para warga sekolah. Perbedaan yang ada di MIN Jejeran ini menjadikan ciri khas dari sekolah ini yang menunjukkan bahwa sekolah ini merupakan sekolah siaga. Selain itu penataan sepatu untuk beberapa kelas untuk selalu menghadap keluar. Selain untuk menjaga kesucian kelas, karena beberapa kelas setiap paginya mengadakan sholat dhuha di dalam kelas yang mengharuskan mereka menjaga kelas agar selalu bersih. Namun ada juga beberapa kelas yang tidak melaksanakan peraturan tersebut, dikarenakan mereka bisa melaksanakan sholat dhuha yang dilaksanakan rutin di mushola sekolah. Tetapi untuk pengunjung perpustakaan sekolah, diwajibkan untuk menata sepatu menghadap keluar sebagai cerminan budaya siaga. Terkait pelaksanaan program sekolah siaga bencana, MIN Jejeran memiliki indikator-indikator sebagai parameter bahwa sekolah ini merupakan Sekolah Siaga Bencana. Berikut adalah uraian kesesuaian dari parameter sekolah siaga bencana menurut LIPI, 2009 dalam faisal Ilyas, 2014 yang ada di MIN Jejeran. 176 a. Pengetahuan dan Sikap Pemberian pengetahuan dan sikap mengenai kebencanaan di MIN Jejeran terlihat selama proses pembelajaran di kelas dan di lingkungan sekolah. Terkait pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa meliputi, sejarah bencana yang terjadi di sekolah diantaranya adalah gempa bumi, pengetahuan mengenai jenis bahaya, sumber bahaya, besaran bahaya dan dampak bahaya serta tanda-tanda bahaya yang ada di lingkungan sekolah, jenis bencana, dampak dari bencana, kegiatan simulasi bencana, dan pelatihan simulasi bencana, sosialisasi dan pelatihan kesiapsiagaan warga sekolah. Seluruh pengetahuan tentang kebencanaan diberikan kepada para siswa melalui kegiatan pembelajaran yang terintegrasi dengan mata pelajaran diantaranya Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKn, Fiqih, dll. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dapat mencerminkan keberhasilan guru dalam membelajarkan materi mitigasi bencana pada para siswa adalah melalui kegiatan simulasi. Kegiatan simulasi yang dirancang seperti kejadian sesungguhnya dapat menjadi tolak ukur kesiapsiagaan warga sekolah dalam menghadapi bencana. Pelaksanaan simulasi ini dapat mengasah kesiapsiagaan warga sekolah jika bencana datang. Selama penelitian ada beberapa kali terjadi gempa bumi, dan salah satunya pada tanggal 28 Mei lalu. Respon dan daya tanggap siswa saat gempa bumi berlangsung sangat beragam. Sebagian besar para siswa tetap tenang dengan keluar kelas sesuai dengan tempat duduk paling dekat dengan pintu keluar menuju area evakuasi, namun tidak sedikit juga siswa yang panik dan 177 berlarian keluar untuk menyelamatkan diri. Dari kejadian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sangat penting menanamkan sikap dan pengetahuan dalam menghadapi bencana yang dapat terjadi selama warga sekolah berada di lingkungan sekolah. b. Kebijakan Kebijakan merupakan salah satu parameter penting dalam mewujudkan sekolah siaga bencana. Hal ini terkait kelengkapan kepemilikan dokumen- dokumen pendukung pelaksanaan Sekolah Siaga Bencana. Diantara dokumen yang dimiliki salah satunya adalah RPP yang di dalamnya mengaitkan materi kesiapsiagaan bencana ke dalam proses belajar mengajar. Adanya latihan simulasi reguler yang dilaksanakan rutin untuk mengukur kesiapsiagaan para siswa terhadap bencana, di karenakan banyak hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk semester 2 tahun ajaran 20142015 tidak diadakan kegiatan simulasi. Diagendakan pada tahun ajaran baru akan dilaksanakan kembali agenda simulasi bencana di MIN Jejeran. Untuk alokasi dana terkait kegiatan kesiapsiagaan di MIN Jejeran tidak ada alokasi khusus, namun include dalam dana kegiatan siswa. c. Rencana Tanggap Darurat Terkait rencana tanggap darurat, di MIN Jejeran sebenarnya memiliki dokumen-dokumen terkait kebencanaan yang lengkap. Tetapi karena guru yang dulu bertugas sebagai koordinator progam dipindahkan ke sekolah lain dan dikarenakan program baru yang akan dilaksankan sekolah mengakibatkan dokumen-dokumen tersebut tidak terarsipkan oleh sekolah 178 dengan baik. Sehingga sekolah tidak dapat menunjukkan dokumen- dokumen tersebut. Sekolah ini juga memiliki area evakuasi sekolah yang sudah disosialisasikan kepada seluruh komponen sekolah. Pemilihan area evakuasi sekolah di MIN Jejeran berlokasi di halaman sekolah. Halaman sekolah dipilih sebagai area evakuasi berdasarkan atas pertimbangan bahwa area tersebut aman dari reruntuhan bangunan. Selain itu di setiap kelas terdapat denah evakuasi sekolah untuk mengenalkan kepada para siswa dimana letak area evakuasi yang aman untuk menyematkan diri jika bencana terjadi. Hal ini ditunjang dengan pemasangan tanda dan rambu jalur evakuasi untuk memudahkan siswa menuju area evakuasi. d. Mobilisasi Sumber Daya Mobilisasi sumber daya berkaitan dengan upaya sekolah untuk memaksimalkan sarana-prasarana, perlengkapan dan pendanaan warga sekolah. MIN Jejeran sudah menganjurkan kepada siswa untuk selalu mempersiapkan tas sekolah mereka menjadi tas siaga. Tas siaga diperuntukkan sebagai salah satu upaya kesiapsiagaan siswa jika sewaktu- waktu terjadi bencana, mereka sudah memiliki perlengkapan dasar dan kebutuhan dasar pasca bencana. Kepemilikan perlengkapan penunjang pelaksanaan mitigasi bencana di MIN Jejeran terbilang lengkap. Ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan obat-obatan dan alat bantu pernafasan oksigen di UKS, kepemilikan alat evakuasi seperti tandudragbar. Adanya kerjasama dengan pihak-pihak terkait 179 penyelenggaraan penanggulangan bencana yang dilakukan sekolah diantaranya dengan puskesmas terdekat, PMI, serta BPBD sebagai salah satu badan yang memberikan informasi terkini terkait potensi bencana yang sewaktu-waktu dapat mengancam sekolah. e. Sistem peringatan dini Sistem peringatan dini berperan penting dalam peningkatan kesiapsiagaan bencana di lingkungan sekolah yang mengisyaratkan kepada warga sekolah untuk dapat memberikan respon pada saat bencana terjadi. Di MIN Jejeran memanfaatkan sirine dan bel sekolah sebagai alat peringatan dini jika bencana datang. Warga sekolah telah menyepakati tanda bahaya dari sirine atau bel sekolah yang mengisyaratkan bahwa bahaya datang. Di sekolah ini tidak petugas khusus yang bertindak sebagai operator alarm peringatan dini. Dari uraian diatas mengenai parameter indikator sekolah siaga bencana di MIN Jejeran membuktikan komitmen sekolah dalam melaksanakan program sekolah siaga bencana. Parameter tersebut diterapkan oleh MIN Jejeran sebagai upaya yang dilakukan sekolah untuk mewujudkan sekolah yang siaga dari bencana yang dapat datang kapan saja yang diwujudkan dalam kegiatan sekolah dan selama proses pembelajaran. Perencanaan yang matang dalam pelaksanaan program sekolah siaga bencana guna mencapai tujuan-tujuan khusus dari pelaksanaan tersebut dapat implementasikan melalui pelaksanaan pembelajaran. 180 Pelaksanaan pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran terintegrasi dengan mata pelajaran lain. Tentu saja hal ini dibutuhkan perencanaan yang matang dalam pelaksanaannya. Guru harus memiliki pedoman RPP yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran guna memberikan pendidikan pengurangan risiko bencana. 1 Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan, guru dapat memberikan motivasi-motivasi terkait pentingnya kita mempelajari tentang mitigasi bencana, memberitahukan kepada siswa tujuan-tujuan khusus terkait mitigasi bencana kepada siswa, serta memberikan apersepsi siswa untuk merangsang rasa ingin tahu mereka. 2 Inti Kegiatan inti merupakan proses dimana guru menyajikan pengetahuan terkait mitigasi bencana dengan berbagai materi, sumber belajar, media pembelajaran, penggunaan berbagai metode dalam penyampaian materi yang sudah dialokasikan waktu sedemikian rupa guna mencapai tujuan belajar yang sudah dirancang. Terkait penyampaian pembelajaran yang memuat pembelajaran mitigasi bencana, guru membuat kegiatan belajar yang sangat beragam. Beberapa kegiatan pembelajaran yang disampaikan di MIN Jejeran diantaranya adalah pengintegrasian materi mitigasi bencana pada mata pelajaran Matematika. Pokok bahasan yang dipilih guru adalah materi FPB Faktor Persekutuan Terbesar dan KPK Kelipatan Persekutuan Terkecil, materi pengumpulan data, dll. Mata Pelajaran Fiqih 181 diantaranya pada pokok bahasan mandi besar. Mata pelajaran PKn pada pokok bahasan nilai-nilai Pancasila dengan pemberian contoh perilaku buruk pada lingkungan dan upaya pencegahannya. Mata Pelajaran IPA tentang pencegahan kerusakan lingkungan seperti erosi, abrasi, banjir, dan tanah longsor. Mata pelajaran tesebut diintegrasikan dengan pembelajaran kebencanaan yang diharapkan dapat menciptakan warga sekolah yang memiliki kesiapsiagaan akan terjadinya berbagai bencana. 3 Penutup Dalam kegiatan penutup, hal yang akan dilakukan guru adalah memberikan evaluasi penilaian terkait materi yang telah disampaikan. Pemberian evaluasi bisa dilakukan secara lisan maupun tertulis dan untuk pembelajaran mitigasi bencana tidak ada evaluasi khusus namun include dengan mata pelajaran lain. Serangkaian uraian program sekolah siaga bencana di MIN Jejeran menunjukkan pelaksanaan sistem pembelajaran mitigasi yang sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik 2010: 57, tentang Manusiawi terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide fan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari rungan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. Kesesuaian hal tersebut menunjukkan 182 keberhasilan sistem pembelajaran mitigasi bencana dengan adanya saling ketergantungan antarkomponen yang menjalankan fungsi masing-masing.

4. Evaluasi Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana