Perencanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

164 siswa yang memiliki kesiapsiagaan yang tinggi dalam menghadapi segala bencana yang dapat datang sewaktu-waktu.

2. Perencanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana

a. Kurikulum

Kurikulum yang digunakan di MIN Jejeran adalah Kurikulum 2006 atau KTSP dan Kurikulum 2013 berdasarkan kurikulum dari Kemendikbud dan Kemnag yang sudah disertai penambahan terkait program-program unggulan sekolah salah satunya pendidikan pengurangan risiko bencana. Namun untuk pelaksanaan pembelajaran mitigasi bencana, masih memaksimalkan penggunaan Kurikulum 2006 atau KTSP. Kurikulum 2013 belum terlalu maksimal untuk pengintegrasian program-program sekolah, karena para guru masih mempelajari karakter pembelajaran pada kurikulum tersebut. Namun dari penjabaran kurikulum 2006 atau KTSP dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensi dan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik yang diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini diperkuat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan tentang pendidikan bencana bagi peserta didik di daerah yang mengalami bencana alam. Pengembangan kurikulum tersebut dilakukan sesuai dengan yang dialami oleh sekolah-sekolah yang berada di Yogyakarta akibat bencana gempa bumi 2006 silam, khususnya untuk hal ini adalah MIN Jejeran. Hal ini diperlukan dikarenakan rawannya letak sekolah yang berada di wilayah yang berpotensi timbulnya gempa bumi. Usaha yang dilakukan 165 sekolah sebagai alah satu upaya untuk menyadarkan kepada masyarakat secara umum dan para warga madrasah tentang pentingnya pendidikan pengurangan risiko bencana untuk daerah yang pernah mengalami peristiwa gempa bumi besar 9 tahun silam. b. Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu danatau kelompok mata pelajarantema tertentu yang mencakup standar kompetesi, kompetensi dasar, materi pokokpembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumberbahanalat belajar. MIN Jejeran tidak memiliki silabus khusus untuk pengintegrasian materi mitigasi bencana, namun dari silabus yang ada para guru menempatkan pos-pos mana SKKD yang dapat disisipi materi kebencanaan dengan kesesuaian materi yang akan diberikan. Kemudian guru merumuskan indikator dan melakukan pengembangan saat membuat RPP. Hal ini sesuai dengan Etty Sofyantiningrum 2009: 45 tentang langkah-langkah penyusunan silabus yang mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana. Perencanaan yang matang nantinya akan menghasilkan hal yang memuaskan dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang nantinya akan membentuk siswa mengerti dan memahami tentang pendidikan pengurangan risiko bencana ini. c. RPP 1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pembuatan RPP yang mengaitkan materi mitigasi bencana dengan materi-materi dari mata pelajaran lain membutuhkan kecermatan dan 166 pengetahuan yang cukup mengenai pendidikan pengurangan risiko bencana. Identifikasi mata pelajaran yang dapat diintegrasikan dengan materi mitigasi bencana di MIN Jejeran dilakukan saat rapat kerja untuk merencanakan SKKD yang cocok disisipi materi kebencanaan. Mata pelajaran yang disisipi materi kebencanaan tidak sebatas IPA atau IPS saja, namun guru MIN Jejeran mengintegrasian materi mitigasi bencana dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, Muatan Lokal Bahasa Jawa, Penjas Orkes, fiqih, dll. Hal ini sesuai yang dikemukakan Etty Sofyantiningrum 2009: 46 PRB dapat diintegrasikan pada mata pelajaran IPA Terpadu, IPS Terpadu, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani. Selain itu, MIN Jejeran merupakan sekolah yang berbasis agama yang tentu saja di dalamnya terdapat mata pelajaran keagamaan yang diajarkan kepada para siswa. Namun para guru tidak mengalami kesulitan dalam mengintegrasikannya dengan mata pelajaran keagamaan tersebut, bahkan mereka mengatakan sangat mudah mengaitkan materi keagamaan dengan materi kebencanaan. Hal ini juga dibarengi dengan komitmen guru untuk selalu mengevaluasi dan mengembangkan pembelajaran mitigasi bencana ini, agar para siswa memiliki kesiapsiagaan tinggi terhadap ancaman bahaya bencana. 2 Analisis SKKD Analisis SKKD diperlukan untuk menempatkan materi kebencanaan dengan materi pelajaran yang cocok untuk disisipi. MIN Jejeran melakukan analisis SKKD dengan cara mencari pokok bahasan yang sesuai agar memudahkan guru dalam merancang kegiatan pembelajaran dan mencapai 167 semua tujuan pembelajaran yang diharapkan. Materi kebencanaan yang disisipi mengenai jenis-jenis bahaya beserta penyebabnya, usaha-usaha yang dilakukan ketika terjadi bencana, dampak yang ditimbulkan dan usaha untuk mengurangi dampak bencana tersebut. Senada dengan pendapat Etty Sofyantiningrum 2009: 44-45 Siswa diharapkan mampu mengantisipasi sebelum bencana terjadi, bertindak tepat saat bencana dan setelah bencana terjadi untuk itu siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan untuk menyelamatkan diri bencana dan berpartisipsi dalam membantu upaya mitigasi bencana. 3 Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator pencapaian kompetensi merupakan letak kekreatifan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam hal ini dalam pembelajaran mitigasi bencana. Para guru di MIN Jejeran menggunakan indikator sebagai kunci dari pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana ke dalam mata pelajaran lain. Mereka menggunakan objek-objek dari indikator yang berkaitan dengan materi mitigasi bencana. Melalui pengembangan indikator akan diperoleh kompetensi dari ketiga aspek tujuan pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Etty Sofyantiningrum 2009: 80, bahwa indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap dan, keterampilan. 168 4 Tujuan Pembelajaran Melalui tujuan pembelajaran guru dapat memproyeksikan apa yang harus dicapai diakhir suatu proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Etty Sofyantiningrum 2009: 80 bahwa tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil yang diharapkan dicapai oleh siswa dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran harus mencerminkan ketiga aspek yang diharapkan yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Di MIN Jejeran dapat dilihat keberhasilan dari tujuan pembelajaran mitigasi bencana adalah peningkatan pengetahuan siswa mengenai bencana, perbedaan sikap untuk lebih siaga dalam menghadapi bencana, dan muncul kebudayaan baru yaitu budaya siaga dan budaya aman. Keberhasilan pencapaian pengintegrasian ini merupakan parameter dan indikator Sekolah Siaga Bencana menurut LIPI, 2009 dalam Faisal Ilyas, 2014 yaitu tentang pengetahuan dan sikap yang harus dimiliki oleh Sekolah Siaga Bencana. Oleh karena itu, pentingnya memasukkan pendidikan pengurangan risiko bencana dalam proses pembelajaran adalah satu satu upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk mengantisipasi dampak yang diakibatkan oleh bencana itu sendiri. 5 Materi Ajar MIN Jejeran dalam memilih materi ajar harus disesuaikan dengan SKKD yang ada untuk melandasi pengintegrasian pembelajaran mitigasi bencana. selain itu guru juga membebaskan kepada para siswa untuk mencari sumber belajar sendiri dari berbagai media yang dapat diakses. 169 Terkait materi kebencanaan, guru berpatokan dengan indikator pencapaian komptensi dengan memperhatikan pemberian fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan. Guru banyak memberikan materi dengan menayangkan slide gambar dan film dokumenter untuk menghadirkan gambaran sesungguhnya tentang bencana, sebagai misal tayangan gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang. Selain itu, guru juga menayangkan pengetahuan tentang pentingnya penataan ruangan yang benar agar terhindar dari bahaya kejatuhan perabot. Hal ini sesuai dengan pendapat Etty Sofyantiningrum 2009: 80, tentang materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Pemberian materi yang berpedoman pada hal tersebut, nantinya akan memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan pengetahuan yang akan selalu diingat siswa. 6 Alokasi Waktu Alokasi waktu disusun saat perancangan RPP dengan memperhatikan tujuan belajar yang hendak di capai. Di MIN Jejeran, guru berstatus selain guru kelas namun juga guru mata pelajaran. Sehingga guru tidak hanya berada dalam satu kelas saja, tetapi bisa berpindah-pindah sesuai jadwal. Hal ini tentu sangat memungkingkan pengalokasian waktu yang telah dianggarkan dirasa kurang. Jika guru tersebut merupakan guru kelas, memungkinkan untuk memotong jam selanjutnya jika mata pelajaran yang telah berlangsung dirasa belum mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Di MIN Jejeran para guru bekerjsama dalam pengalokasian 170 waktu, jika waktu yang dianggarkan dirasa kurang, guru yang bersangkutan meminta izin mengambil beberapa menit mata pelajaran yang selanjutnya untuk menunggu sampai tujuan pembelajaran dicapai. Hal ini sesuai dengan pendapat Etty Sofyantiningrum 2009: 80 tentang alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. Adanya RPP tentu guru mempunyai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga harus bisa memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk mengajar. Kalaupun ada beberapa konsep yang belum tersampaikan guru bisa memanfaatkan waktu luang untuk memadatkan pemahaman siswa. 7 Metode Ajar Pemilihan metode yang tepat akan memudahkan guru untuk melaksanakan proses pembelajaran. Penggunaan metode juga harus disesuaikan dengan kemampuan para siswa, materi yang hendak disampaikan, dan disesuaikan sesuai kebutuhan mata pelajaran itu sendiri. Penggunaan metode yang digunakan di MIN Jejeran adalah multi metode. Banyak metode yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran, terkait hal ini adalah materi kebencanaan. Metode yang digunakan antara lain: acitve learning, diskusi, penugasan, praktek, memutarkan video, tanya jawab, observasi, dan meringkas. Terkait penanaman budaya siaga dan budaya aman, metode keteladanan lebih efektif dalam membiasakan anak untuk bersikap. Metode-metode yang digunakan guru semata-mata untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan melalui proses pembelajaran mitigasi bencana. Hal ini sesuai dengan pendapat Etty 171 Sofyantiningrum 2009: 80 tentang metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Penggunaan beberapa metode ini berhasil dilakukan terutama pembiasaan sikap siaga jika bencana terjadi. Peristiwa gempa bumiyang terjadi pada 28 Mei lalu menunjukkan kesiapsiagaan siswa dalam menghadapi gempa bumi, walaupun ada beberapa siswa yang panik namun tetap terkondisi dengan baik atas bantuan para guru. 8 Kegiatan Belajar RPP sebagai panduan alam pelaksanaan kegiatan belajar sangat membantu guru dalam memaksimalkan alokasi waktu yang telah ditentukan guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. MIN Jejeran melaksanakan kegiatan belajar terkait kebencanaan dengan memanfaatkan sumber belajar, media belajar, lingkungan, fasilitas, sarana dan prasarana yang dimiliki. Salah satu kegiatan belajar yang dirancang guru terkait pembelajaran mitigasi bencana adalah dengan kegiatan simulasi bencana. simulasi bencana yang dilaksanakan adalah simulasi gempa bumi dengan bekerjasama dengan instansi-instansi terkait atau dilakukan dengan skala kecil bersama guru. Menghadirkan kepada siswa kegiatan belajar yang disetting seperti kejadian yang sesungguhnya, akan membuat siswa selalu ingat dan memahami bagaimana gempa bumi itu terjadi, tindakan apa yang harus di lakukan, dan bagaimana jika terjadi korban saat bencana terjadi. Pengetahuan dengan kegiatan yang melibatkan siswa akan membuat 172 pengalaman belajar mereka lebih berarti. Selain itu, guru merancang kegiatan belajar yang menyenangkan seperti menyanyi dan permainan agar siswa tidak mengalami kebosanan selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Pemberian pengetahuan dan sikap terkait kesiapsiagaan siswa dalam proses belajar mengajar ini sesuai dengan pendapat Triyono 2010 untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa dan guru, sekolah harus memasukkan materi terkait kesiapsiagaan bencana ke dalam proses belajar mengajar. Hal ini juga mengacu pada parameter pengetahuan dan sikap yang harus dimiliki oleh Sekolah Siaga Bencana. 9 Penilaian Hasil Belajar Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu pada standar penilaian. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi siswa, digunakan sebagai bahan penyusun laporan hasil kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. MIN Jejeran untuk penilaian hasil belajar terkait kebencanaan tidak ada penilaian khusus namun terintegrasi dengan mata pelajaran yang disisipi. Terkait pengetahuan tentang kebencanaan, guru merancang instrumen penilaian dengan menyisipi pertanyaan-pertanyaan sekitar materi kebencanaan namun menyatu dengan intrumen mata pelajaran yang digunakan. Untuk mengukur penilaian sikap, guru menilai dari sikap yang ditunjukkan para siswa saat berada di lingkungan sekolah. Terkait penilaian dari segi keterampilan dapat dilihat dari budaya yang telah terbentuk 173 disekolah ini terkait budaya siaga dan budaya aman yaitu dengan menunjukkan selalu memarkirkan kendaraan mereka dan menata sepatu untuk selalu menghadap kearah luar. Pembiasaan ini sebagai salah satu bentuk kesiapsiagaan warga sekolah dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Sesuai dengan tujuan pendidikan pengurangan risiko bencana yang dikemukakan Ardito M. Kondijat 2012 yaitu menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana, Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana. Tujuan pendidikan pengurangan risiko bencana tersebut juga menjadi acuan MIN Jejeran dalam implementasi program Sekolah Siaga Bencana. Ini bertujuan agar para siswa memiliki kemampuan sikap dan pemahaman dalam menghadapi bencana.

3. Pelaksanaan Sistem Pembelajaran Mitigasi Bencana