183 Pengembangan juga dilakukan pada visi, misi, dan tujuan sekolah yang
dikaji pihak sekolah dan pihak kemenag wilayah Bantul untuk mengevaluasi secara bertahap setiap tahunnya disesuaikan dengan program-program yang
dimiliki sekolah salah satunya Sekolah Siaga Bencana. Sekolah juga melakukan evaluasi terkait pembiasaan budaya siaga dan juga kesiapsiagaan
siswa melalui pengadaan simulasi bencana rutin dilakukan setiap semesternya dan juga kesiapan fasilitas pendukung pelaksanaan program
sekolah siaga bencana. Hal ini dilakukan untuk mengecek kesiapsiagaan warga sekolah dalam menghadapi ancaman bencana yang sewaktu-sewaktu
bisa terjadi. Hal tersebut sesuai dengan contoh mitigasi non-struktural yang diuraikan oleh Coppola 2007:185-90 tentang Community awareness and
education programs Kesadaran masyarakat dan program pendidikan, Untuk mendukung semakin besar kesadaran masyarakat akan bencana dapat
dilakukan pelatihan pelatihan terkait kebencanaan atau dengan memberikan pendidikan kebencanaan. Pengembangan program kearah yang lebih baik
akan membantu dalam pemenuhan pencapaian keberhasilan implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana di MIN Jejeran.
D. Keterbatasan Penelitian
Melalui proses yang dilakukan selama penelitian, peneliti berusaha semaksimal mungkin untuk menggali data. Akan tetapi, peneliti menyadari
beberapa kekurangan yang diakibatkan oleh keterbatasan penelitian, yaitu: 1.
Penelitian terbatas oleh waktu, karena selama penelitian banyak terpotong untuk persiapan dan pelaksanaan UN kelas VI dimana para siswa kelas 1
184 sampai kelas 5 sering libur. Selain itu waktu penelitian, untuk kelas 1
sampai kelas 5 melakukan persiapan untuk ujian kenaikan kelas yang mengakibatkan kepala sekolah menghimbau jangan sampai menggangu
konsentrasi siswa. 2.
Penelitian tidak bisa melihat implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana dalam kegiatan pramuka karena kegiatan untuk semester 2 sudah
selesai. 3.
Penelitian terbatas pada saat observasi kelas yang sedang melaksanakan pembelajaran mitigasi bencana, dikarenakan pengintegrasian pembelajaran
mitigasi bencana untuk setiap kelasnya harus berkoordinasi dengan guru dan guru yang bertugas disetiap kelasnya selalu berganti sesuai dengan
mata pelajaran yang diampu. 4.
Peneliti tidak bisa mengetahui respon dan daya tanggap siswa saat bencana terjadi, semisal gempa yang terjadi pada tanggal 28 Mei 2015 pukul 13.45.
Hal ini dikarenakan peneliti sudah tidak berada ditempat penelitian saat bencana gempa terjadi.
185
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas diambil kesimpulan sebagai berikut:
MIN Jejeran melaksanakan program sekolah siaga bencana dengan memperhatikan 2 tipe mitigasi bencana yaitu mitigasi struktural dan mitigasi
non-struktural. 1.
Mitigasi struktural terlihat pada penyediaan tempat belajar yang aman dan mendukung pelaksanaan pembelajaran mitigasi bencana. diantaranya
pembangunan gedung sekolah yang memanfaatkan bahan-bahan yang kuat dan aman seperti beton dan penggunaan baja ringan untuk atap sekolah.
Penataan ruang kelas yang aman, ketersediaan fasilitas pendukung pembelajaran mitigasi bencana, penyediaan area evakuasi, serta adanya denah
evakuasi sekolah dilakukan dengan memanfaatkan teknik-teknik yang telah dikembangkan guna mengurangi dampak dari suatu bencana.
2. Mitigasi Non-struktural terlihat pada pengintegrasian pembelajaran
mitigasi bencana pada mata pelajaran lain untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan terkait kebencanaan. Selain itu pembiasaan budaya siaga
seperti membuang sampah pada tempatnya, menata kendaraan dan sepatu untuk selalu menghadap keluar. Hal ini dilakukan lebih pada modifikasi
perilaku manusia untuk siap menghadapi ancaman bencana. Implementasi sistem pembelajaran mitigasi bencana yang dilaksanakan
di MIN Jejeran tersusun atas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sistem pembelajaran mitigasi bencana.