Hazra mengungkapkan bahwa ada tiga tanggung jawab dasar basic responsibilities yang dimiliki oleh setiap jurnalis, yakni hal-hal yang
bersifat sosial, legal, dan profesional.
89
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa para jurnalis, atau yang kerap kali disebut juga sebagai wartawan
memiliki tiga bentuk tanggung jawab, yakni tanggung jawab sosial, tanggung jawab legal, dan tanggung jawab profesional.
Dalam tanggung jawab sosial yang dimilikinya, pers dianggap sebagai pihak yang mencerminkan potret masyarakat, sehingga pers
memiliki tugas untuk mengamati berbagai peristiwa yang terjadi di masyarakat, dan kemudian menyajikannya dengan cara yang sopan.
90
Tanggung jawab ini berhubungan langsung dengan masyarakat yang merupakan bagian dari kehidupan sosial, karenanya disebut sebagai
tanggung jawab sosial. Di lain pihak, seperti yang telah disebutkan sebelumnya para jurnalis
juga memiliki tanggung jawab legal. Tanggung jawab ini disebut juga sebagai tanggung jawab hukum, di mana para jurnalis dalam menjalankan
tugasnya harus memiliki pengetahuan mengenai segala hal yang berhubungan dengan hukum untuk meminimalisasi timbulnya masalah.
91
Jika jurnalis terlibat masalah, apalagi masalah yang berkaitan dengan hukum, tentu akan menghambat proses penyampaian informasi, yang
merupakan tugas pokok dari jurnalis itu sendiri.
89
Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar, h. 46
90
Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar, h. 46
91
Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar, h. 47
Adapun tanggung jawab profesional yang dimiliki jurnalis adalah bahwa seorang jurnalis diharapkan memiliki ketulusan dan komitmen
kepada profesi yang dijalankannya, sehingga nantinya dapat menyajikan berita mengenai kejadian apa pun untuk khalayak dengan jelas dan fair.
92
Secara normatif, seseorang yang mencintai pekerjaannya tentu akan mengerahkan segala daya yang dimiliki agar dapat melaksanakan
pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Ketulusan untuk menjalankan profesi juga akan berpengaruh pada semangat kerja, sehingga ia akan semaksimal
mungkin mengumpulkan data yang akurat agar informasi yang ia sampaikan benar-benar mengandung nilai kebenaran demi memenuhi
kebutuhan masyarakat akan informasi. Jika seorang jurnalis ataupun wartawan menjalankan tiga tanggung
jawab berupa tanggung jawab sosial, tanggung jawab hukum, dan juga tanggung jawab profesional, maka secara otomatis wartawan tersebut telah
memiliki control dalam dirinya sendiri untuk senantiasa menjadi wartawan yang beretika, yang tentunya menjalankan etika pers yang berlaku. Karena
dalam tanggung jawab sosial, hukum, maupun profesional tersebut secara tidak langsung memiliki keterkaitan dengan kode etik yang telah
ditetapkan dan diberlakukan. Sehingga antara wartawan dan etika seharusnya sudah memiliki keterkaitan yang erat yang tidak terpisahkan.
92
Zulkarimein Nasution, Etika Jurnalisme Prinsip-Prinsip Dasar, h. 47
57
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Gambaran Umum Perkembangan Pers di Indonesia
Indonesia sebagai negara yang sudah merdeka selama 71 tahun tentu memiliki banyak sejarah, termasuk mengenai pers. Perkembangan pers di
Indonesia tentunya mengikuti era yang terjadi pada zamannya. Secara umum, perkembangan pers di Indonesia tersebut terbagi dalam tiga era,
yakni era penjajahan, kemerdekaan, dan pasca reformasi.
1. Media Massa Era Penjajahan
Haris Sumadiria mengatakan “di Indonesia jurnalistik pers mulai dikenal pada abad ke 18, tepatnya pada tahun 1744 ketika surat kabar
bernama Bataviasche Nouvelles diterbitkan dengan penguasaan orang- orang Belanda”.
1
Kemudian beberapa media lainnya muncul di tahun- tahun berikutnya, di antaranya pada tahun 1776 terbit surat kabar
Vendu Niews, tahun 1854 terbit majalah Bianglala, tahun 1885 terbit Bromartani, dan pada tahun 1856 terbit Soerat Kabar Bahasa
Melajoe.
2
Selain ditandai dengan kemunculan media massa yang telah disebutkan di atas, pada abad ke 20 muncul surat kabar pertama milik
1
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006, h. 19
2
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 19
bangsa Indonesia, yang dibuat dengan modal dari dan untuk bangsa Indonesia yang diberi nama Medan Prijaji.
3
Medan Prijaji yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono ini pada mulanya, 1907, berbentuk
mingguan.Baru tiga tahun kemudian, 1910, berubah menjadi harian. Tirto Hadisurjo inilah yang dianggap sebagai pelopor yang meletakkan
dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan maupun dalam cara pemuatan karangan dan iklan.
4
Dari pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa sejarah
perkembangan pers di Indonesia tak lepas dari Belanda, pihak yang menjajah negara Indonesia selama 350 tahun. Bahkan awal
kemunculan media massa surat kabar di Indonesia merupakan surat kabar terbitan Belanda, untuk kepentingan pemerintah Belanda pad
masa itu. Barulah kemudian muncul surat kabar yang benar-benar berasal dari warga pribumi, untuk negara Indonesia.
2. Memasuki Kemerdekaan
Perkembangan jurnalistik pers yang sudah dimulai sejak masa penjajahan, rupanya tak ikut berhenti saat kemerdekaan
sudah berhasil diraih oleh bangsa ini. Perkembangan tetap terus berlanjut di era kemerdekaan Indonesia.Bahkan pada tahun
pertama setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, pers Indonesia dapat dikatakan menikmati masa bulan madu. Hal ini
ditunjukkan dengan munculnya surat kabar baru di berbagai kota di
3
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 19
4
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 19-20
Indonesia, yang menunjukkan jati dirinya sebagai pers perjuangan.
5
Haris Sumadiria mengatakan “Orientasi mereka hanya pada bagaimana mengamankan dan mengisi kemerdekaan.
Lain tidak. Bagi pers saat itu, tak ada tugas yang paling mulia kecuali mengibarkan merah putih setinggi-
tingginya”. Dalam pernyataan yang dilontarkan Haris Sumadiria dalam
bukunya yang berjudul “Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature
Panduan Praktis
Jurnalis Profes
ional” tersebut menunjukkan betapa pers yang muncul di masa awal kemerdekaan
benar-benar mencintai negara ini, dan karena kecintaannya tersebutlah mereka rela mengabdi pada negara untuk menjaga
keamanannya dan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang tidak merugikan negara. Rasa cinta tersebut juga lah yang membuat
mereka merasa bahwa mengibarkan bendera merah putih setinggi- tingginya adalah tugas yang paling mulia bahkan tidak ada tugas
lain yang lebih mulia dibanding itu. Dalam kalimat “mengibarkan bendera merah putih setinggi-
tingginya” tersebut peneliti mendapat pemahaman bahwa tidak hanya makna tersurat yang terkandung dalam kalimat itu,
melainkan juga mengandung makna tersirat.Makna tersurat, tentulah benar-benar mengibarkan bendera merah putih sebagai
bentuk apresiasi dari keberhasilan perjuangan yang telah diraih.
5
Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 20