Memasuki Kemerdekaan Gambaran Umum Perkembangan Pers di Indonesia

Adapun makna tersiratnya adalah mengisi kemerdekaan dengan melakukan hal-hal positif yang akan mengangkat harkat dan martabat bangsa, bukan hanya di mata para penghuninya namun juga di mata dunia. Terlebih masa awal kemerdekaan merupakan sebuah fase kehidupan baru yang dialami bangsa ini setelah dijajah selama berabad-abad. Namun rupanya masa bulan madu yang dialami pers Indonesia tak berlangsung lama. Lima tahun setelah kemerdekaan, tepatnya pada tahun 1950, pers Indonesia tergoda dan hanyut dalam dunia politik praktis, sehingga pers pada saat itu lebih banyak menjadi corong partai-partai politik besar dan masa ini disebut sebagai pers partisan. 6 “Pers partisan artinya pers secara dengan sadar memilih untuk menjadi juru bicara sekaligus berperilaku seperti partai politik yang disukai dan didukungnya”. 7 Jika orientasi pers sudah beralih dari orientasi “mengamankan dan mengisi kemerdekaan” menjadi orientasi “politik”, tentu cara kerja yang dilakukan juga berubah. Jika sebelumnya pers perjuanganmerasa mulia mengabdikan diri untuk kepentingan negara, maka pers partisan ini justru mengabdikan diri untuk kepentingan golongan partai tertentu. Hal ini juga tentu akan mengubah cara penyajian yang awalnya objektif menjadi 6 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 20 7 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 20 subjektif, dan yang awalnya netral menjadi memihak. Persatuan Indonesia dalam situasi seperti ini secara otomatis terpecah oleh partai-partai yang bermunculan tersebut. Hal ini dikarenakan kemunculan partai, memunculkan golongan baru yang memecah golongan “Indonesia” secara keseluruhan.

3. Indonesia di Iklim Reformasi

Kelahiran orde reformasi dimulai sejak Kamis, 21 Mei 1998 pukul 12:00 siang setelah Soeharto menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnya, BJ Habibie. 8 Pergantian penguasa ini juga berdampak pada pergantian kebijakan, termasuk dalam hal ini mengenai kebebasan pers. Pada periode ini kebebasan jurnalistik berubah menjadi kemerdekaan jurnalistik, yang ditandai dengan pergantian UU Pokok Pers No.211982 menjadi UU Pokok Pers No.401999. 9 UU baru yang berlaku pada periode tersebut memberikan kebebasan kepada warga Indonesia yang ingin terjun ke dalam dunia jurnalistik. Hal ini seperti yang tergambar dalam Pasal 9 ayat 1 dan 2 UU Pokok Pers No.401999 yang mengungkapkan bahwa: “1 setiap warga negara 8 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 25 9 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 25 Indonesia berhak mendirikan perusahaan pers; 2 setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia”. 10 Kewenangan yang dimiliki pers nasional itu sendiri sangat besar. Menurut Pasal 6 UU Pokok Pers No. 401999, pers nasional melaksanakan peranan: a memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan; c mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, d melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e memperjuangkan keadilan dan kebenaran. 11 Dengan demikian terlihat bahwa pada periode ini pers mendapatkan ruang yang lebih besar untuk bergerak namun tetap diawasi dengan adanya kewenangan yang disebutkan dalam 6 UU Pokok Pers No. 401999 tersebut. Kewenangan yang tertulis dalam Undang- Undang tersebut pun jelas tidak “menekan” pers, karena hal- hal yang disebutkan memanglah hal yang sepatutnya diperhatikan dan dilaksanakan oleh pers sebagai penyampai informasi. Dalam masa orde baru di tahun 1966-1974, terjadi perubahan besar dalam dunia jurnalistik yang disebabkan oleh tiga hal yang di antaranya adalah 1 peristiwa tegang yang terjadi setelah G30SPKI; 10 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 25 11 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, hal. 25 2 kebebasan pers menjadi lebih leluasa; 3 munculnya sikap profesionalisme dalam redaksi dan pengolaan bisnis. 12 Perkembangan pers pada masa ini diawali dengan berkembangnya situasi konflik yang membawa ketegangan di berbagai segi kehidupan sehingga masyarakat tergerak untuk mencari informasi melalui pers. 13 Karenanya tak heran jika pada periode ini jumlah pers bertambah banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini terlihat dari angka statistik yang dikeluarkan Serikat Penerbit Suratkabar SPS Pusat tahun 1971 yang menyatakan bahwa “pada tahun 1965 terdapat 111 harian dengan total tiras 1.432.850 eksemplar dan mingguan 84 buah dengan total tiras 1.153.800 eksemplar”. 14 Sedangkan pada tahun berikutnya, yakni 1966 berdasarkan hasil penelitian Judith B. Agassi terdapat 132 harian Indonesia dengan total tiras 2 juta eksemplar dan mingguan sebanyak 114 buah dengan total tiras 1.542.200 eksemplar. 15 Secara lebih jelas, perbandingan jumlah pers dan total tiras antara tahun 1965 dan tahun 1966 dapat dilihat pada tabel berikut: 12 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 21 13 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 21 14 Ahmad Zaini Abar, 1966-1974 Kisah Pers Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 1995, h. 45 15 Ahmad Zaini Abar, 1966-1974 Kisah Pers Indonesia, h. 45