Teori Pers Otoritarian Empat Teori Pers

patokan seluruh masyarakat yang pada akhirnya memunculkan kebaikan. 32 Teori pers Otoritarian ini rupanya juga mendapat perhatian dari ilmuwan lain seperti Plato. Filsuf Yunani Kuno ini memiliki keyakinan bahwa masyarakat ideal akan terbentuk dalam negara yang membentuk dan memaksakan tujuan politik dan kultural. 33 Hal ini secara tidak langsung menyiratkan bahwa Plato mendukung teori pers Otoritarian yang menjadikan negara sebagai pemangku kedudukan tertinggi dibanding sekelompok organisasi manusia. Dalam keyakinannya tersebut Plato jelas-jelas beranggapan bahwa peran negara amat besar dalam membentuk masyarakat ideal. Dapat disimpulkan bahwa keyakinan Plato ini memiliki makna bahwa dengan adanya paksaan dari negara, masyarakat akan lebih terkontrol sehingga masyarakat ideal sesuai harapan negara akan terwujud. Terlepas dari adanya tujuan dan harapan negara, teori pers otoritarian memiliki sistem pengawasan terhadap media massa yang ada di negara penganutnya. Dalam hal ini otoritarian memiliki filsafat utama yang diperlihatkan dalam berbagai bentuk pengorganisasian pemerintah yang memiliki banyak variasi namun tetap memiliki kesamaan dalam karakteristik pengawasannya. 34 Salah satu bentuk pengawasan negara terhadap media massa dalam teori pers otoritarian ini adalah berupa pemberian paten kepada 32 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 11 33 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 12 34 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 19 orang yang terlibat dalam proses penyajian berita kepada masyarakat. Pemberian paten ini juga tidak sembarang dilakukan. Paten atau yang bisa disebut sebagai izin khusus pada pemberlakukan pers otoritarian ini hanya diberikan kepada pihak yang disukai oleh pemerintah dan dinilai dapat mendukung kebijakan negara. 35 Fred S. Siebert memaparkan bahwa di Inggris, sistem paten ini tumbuh dengan baik selama 200 tahun. Dalam periode panjang itu, jelas terlihat bahwa metode ini lebih sukses dari metode yang lain. Sistem ini mencapai puncaknya ketika dibentuk sebuah organisasi para pemegang paten atau para pencetak “yang punya hak khusus” dikenal dengan nama Stationers Company yang melalui para pegawai dan anggotanya dapat mengawasi perdagangan barang-barang cetakan, praktis tanpa biaya negara. 36 Namun kesuksesan sistem pengawasan dengan menggunakan hak paten tersebut rupanya tidak bertahan selamanya. Di akhir abad 17 sistem ini mengalami keruntuhan. 37 Hal ini menunjukkan bahwa tak ada yang abadi dalam dunia ini. Bahkan sistem yang telah berhasil bertahan selama ratusan tahun pun akhirnya runtuh. Hal ini tentu dipengaruhi juga oleh keadaan, situasi, serta kondisi yang terus berkembang seiring perubahan zaman. Sistem lain yang juga sempat diterapkan adalah berupa sistem lisensi. Sistem lisensi atau yang disebut juga sebagai sistem “penyensoran” pada abad ke 17 dan 18 ini digunakan untuk karya- karya perorangan, yang sempat diterapkan di negara-negara Eropa 35 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 21-22 36 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 22 37 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 22 Barat. 38 Jika dilihat dari namanya, sistem penyensoran tentu akan membatasi aktivitas pemberitaan. Lagi-lagi segala hal yang disajikan tentu harus mampu mendukung kebijakan dan tujuan negara. Melalui sistem ini pula negara tetap dapat melakukan pengawasan terhadap pers. Selain sistem paten dan lisensi, pengawasan pers dengan sistem otoritarian juga menggunakan cara pendakwaan. Pengawasan dengan metode yang berkembang saat monopoli negara dan sistem lisensi tidak lagi mampu mengawasi pers ini, dilakukan di depan pengadilan terhadap pihak yang dianggap melanggar aturan, yang tentunya telah dibuat oleh negara. Metode pendakwaan ini tentu berkaitan dengan hukum. Menurut Fred S. Siebert, dua masalah tradisional mengenai hal ini dalam bidang hukum yakni berupa penghianatan treason dan hasutan sedition. 39 Dalam hal penghianatan, terdapat tiga hal yang dianggap sebagai perilaku penghiatan yakni 1 usaha menggulingkan negara, 2 terlibat dalam kegiatan yang dapat mengarah kepada penggulingan negara, dan 3 mendukung serta menganjurkan kebijaksanaan yang dapat mengarahkan kepada penggulingan negara. 40 Jika diperhatikan, inti dari tindakan yang dianggap sebagai penghianatan terhadap negara adalah hal-hal yang dapat mengancam 38 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 23 39 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 25 40 Ucan, “Sistem Pers Otoriter”, artikel diakses pada 25 Juni 2016 dari http:ucanmencarimakna.blogspot.co.id201110sistem-pers-otoriter.html keamanan negara, berupa penggulingan negara. Mengingat pandangan otoritarian yang menganggap bahwa negara memiliki kedudukan tertinggi, tentu menggulingkan negara adalah hal yang tidak pantas dilakukan. Sebaliknya, seluruh masyarakat termasuk pers yang berada dalam suatu negara tersebut haruslah mendukung tujuan serta kebijakan yang dimiliki negara. Masalah lain pada hukum dalam metode pendakwaan adalah hasutan. Jika telah disebutkan sebelumnya bahwa tindakan penghianatan berkaitan dengan tindakan penggulingan negara, maka tindakan menghasut lebih kepada perkara-perkara kecil yang dilakukan oleh seseorang yang dianggap menentang penguasa. 41 Baik penghianatan ataupun penghasutan, keduanya sama-sama tindakan yang dianggap dapat mengancam kedudukan negara, dan juga penguasa selaku pemimpin negara. Hal ini wajar dimasukan ke dalam ranah hukum dalam sistem otoritarian, mengingat sistem ini memang memandang posisi negara lebih tinggi dibanding yang lainnya, sehingga tidak ada pihak yang diperkenankan untuk mengganggu hal tersebut. 41 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 26

2. Teori Pers Libertarian

Teori pers libertarian berangkat dari konsep liberal atau kebebasan. 42 Teori ini mulai tumbuh pada abad ke 17, kemudian mulai benar-benar hadir di abad ke 18 serta berkembang di abad ke 19. 43 Fred S. Siebert dalam buku “The Four Theories of the Press” yang telah diterjemahkan dalam buku berjudul “Empat Teori Pers” mengatakan bahwa: Abad ke 18 merupakan abad di mana prinsip-prinsip pers secara keseluruhan beralih dari otoritarian ke libertarian. Pada awal abad itu sistem pengawasan pers otoritarian sedang sekarat. Kekuasaan kerajaan untuk mengatur pers telah dihapuskan, gereja tidak lagi berfungsi sebagai agen-agen pengatur, dan monopoli negara dalam penerbitan telah dihapuskan. Menjelang akhir abad itu, prinsip-prinsip libertarian disisipkan di hukum dasar dan kalimat Undang-Undang yang melindungi kebebasan berbicara dan kebebasan pers. 44 Selain Fred S. Siebert, tokoh lain yang juga turut berpengaruh terhadap perkembangan teori pers libertarian ini adalah Thomas Jefferson. Filsuf sekaligus negarawan ini memiliki keinginan agar pemerintahan memberi kesempatan kepada setiap orang karena ia memiliki keyakinan meskipun warga negara secara individual memiliki kemungkinan melakukan kesalahan, namun suatu kelompok akan mampu membuat keputusan yang tepat. 45 Dalam masing-masing pernyataannya, baik Fred S. Siebert maupun Thomas Jefferson sama-sama mengakui bahwa warga negara 42 M. Ilham Nugraha, “Teori Pers Libertarian”, artikel diakses pada 25 Juni 2016 dari http:hanz-one.blogspot.co.id201309teori-pers-libertarian.html 43 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 3 44 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 48-49 45 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 52 sudah selayaknya diberikan kebebasan berbicara dan membuat keputusan. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan pandangan otoritarian yang menganggap negara memiliki kedudukan tertinggi sehingga manusia harus tunduk kepada negara. Kemunculan libertarian sebagai tanda keruntuhan otoritarian membentuk sejarah baru perkembangan teori pers dunia. Dengan pandangan manusia perlu diberi kesempatan untuk memiliki kebebasan, Thomas Jefferson mengungkapkan bahwa untuk mempersiapkan semua itu maka setiap orang memerlukan pendidikan dan diberikan informasi. 46 Bahkan menurut Thomas Jefferson, “Fungsi pers adalah untuk berpartisipasi dalam pendidikan orang-perorangan dan pada saat yang sama juga menjaganya dari penyimpangan oleh pemerintah dari tujuan-tujuanny a semula”. 47 Melihat hal tersebut, tentu pers perlu memiliki kebebasan dari pengawasan pemerintah agardapat melaksanakan fungsinya dengan lebih leluasa. Bahkan dalam pernyataan itu disebutkan bahwa pers harus menjaga penyimpangan pemerintah dari tujuannya semula. Hal ini tentu tidak mungkin dapat terlaksana jika negara masih mengungkung kebebasan pers. Di bawah konsep libertarian, fungsi media komunikasi massa adalah untuk memberi informasi dan menghibur. Fungsi ketiga dikembangkan sebagai suatu korelasi dengan dua fungsi sebelumnya, untuk mempersiapkan suatu basis pendukung ekonomi dan yang karenanya dapat menjamin ketidaktergantungan finansial.Fungsi ini adalah fungsi penjualan dan periklanan. Secara dasarnya, tujuan dari media adalah untuk menolong menemukan kebenaran, membantu 46 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 52 47 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 52 penyelesaian masalah-masalah politik dan sosial dengan mengetengahkan semua bentuk bukti dan opini sebagai dasar pembentukan keputusan. 48 Dari pemaparan tersebut kita dapat mengetahui bahwa fungsi media dalam konsep libertarian fokus terhadap pelayanan yang dilakukan oleh media itu sendiri terhadap semua pihak yang membutuhkannya. Dalam teori pers libertarian, media atau bisa kita sebut sebagai pers tentu harus memiliki kebebasan dari tekanan atau pengaruh apapun agar dapat memberi sajian yang bebas dari campur tangan pihak lain terutama pemerintah. Bahkan pers itulah yang memiliki hak dan tugas untuk mengawasi pemerintah agar para pejabat pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki. 49

3. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial

Teori pers tanggung jawab sosial mulai berkembang sejak abad ke 20 saat secara bertahap orang-orang mulai menjauhi libertarianisme murni. 50 Asumsi utama dari teori pers tanggung jawab sosial ini adalah bahwa kebebasan dan pers harus bertanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat modern. 51 Dalam hal ini dikatakan bahwa tanggung jawab sosial yang dimiliki pers harus dilaksanakam kepada 48 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 57 49 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 63 50 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 83 51 Fred S. Siebert, dkk, Empat Teori Pers, h. 83