Definisi Learning Organization Karakteristik Learning Organization

1. Setiap organisasi yang belajar, perkembangannya terkait dengan dengan learning organization dan pengembangan organisasi. 2. Menitikberatkan kepada usaha untuk kreativitas dan adaptasi. 3. Berbagi kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan belajar. 4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi merupakan bagian terpenting untuk learning organization. 5. Bagian yang mendasar adalah berfikir sistem. 6. Learning organization yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik transformasi terhadap pertumbuhan organisasi. Model lain telah dikembangkan oleh Marquardt 1996. Menurut Marquardt 1996, learning organization dibentuk dengan menyatukan lima sub sistem yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 1. Gambar 1. Keterkaitan Lima Sub Sistem Learning Organization Marquardt, 1996 Marquardt 1994 menyatakan istilah Learning Company yang mengidentifikasi suatu perusahaan untuk menciptakan kondisi dalam membantu terciptanya komitmen, integrasi dan tanggung jawab pada sumber daya manusia terhadap keberhasilan kinerja organisasi. Hal tersebut tercipta dalam tiga sikap. Pertama, sikap pegawai harus memiliki visi organisasi, yaitu persepsi dan sudut pandang yang sama mengenai kegiatan, tujuan, serta arah organisasi dimasa yang akan datang. Kedua, setiap pegawai memiliki akses yang berkesinambungan terhadap organisasi guna mendukung keberhasilan organisasi. Ketiga, MANUSIA ORGANISASI PENGETAHUAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan belajar dari anggota yang lain dan membuat kesimpulan serta konsensus bersama terhadap apa yang seharusnya dilakukan organisasi. Kemudian Marquardt dan Reynold 1996, melakukan penelitian untuk lebih mendalami hasil yang telah didapat oleh Marquardt sebelumnya. Hasilnya, Marquardt dan Reynold 1996 menemukan bahwa karakteristik learning organization dapat dikembangkan sebagai berikut: 1. Melibatkan ketidakpastian sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan. 2. Membuat pengetahuan baru dengan memakai informasi yang objektif, cara pandang yang objektif, simbol-simbol dan berbagai asumsi. 3. Memberikan rangsangan dan meningkatkan tanggung jawab mulai dari tingkatan pegawai terendah. 4. Mendorong setiap manajer dan pemimpin sebagai pembimbing dan memberikan fasilitas proses belajar. 5. Mempunyai budaya umpan balik dan keterbukaan. 6. Mempunyai pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap sistem organisasi, proses, dan keterkaitan antar unsur organisasi. 7. Memiliki visi, tujuan dan nilai-nilai yang sama antar anggota organisasi. 8. Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan setiap pegawai diberikan kewenangan untuk mengambil suatu keputusan. 9. Mempunyai pemimpin yang berani mengambil risiko dan selalu mencoba hal-hal baru berdasarkan perhitungan yang matang. 10. Orientasi pada pelanggan. 11. Mempunyai sistem dalam berbagai pengetahuan dan melakukannya dalam organisasi. 12. Kepedulian terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya. 13. Keterkaitan pengembangan diri pegawai dengan pengembangan organisasi. 14. Mempunyai jejaring kerja network yang berfungsi di dalam organisasi dengan penggunaan teknologi. 15. Mempunyai jejaring dengan lingkungan internasional. 16. Memberikan kesempatan kepada para pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi kerja. 17. Menghindari birokrasi. 18. Memberikan penghargaan kepada para pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi kerja. 19. Menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota organisasi. 20. Melakukan pembaharuan berkelanjutan. 21. Mendorong, mengembangkan dan menghargai segala bentuk kerjasama kelompok. 22. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional. 23. Mengusahakan, memanfaatkan keahlian yang ada pada SDM, dan mengevaluasi kapasitas belajarnya. 24. Melihat organisasi sebagai organisme yang hidup dan terus berkembang. 25. Memandang sesuatu yang tidak diharapkan sebagai suatu kesempatan untuk belajar. Peranan pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan kondisi perusahaan yang kondusif demi terwujudnya pembelajaran setiap pegawai, kelompok kerja, dan organisasi secara keseluruhan. Untuk mewujudkan learning organization, pemimpin harus memahami kemampuan organisasi, memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki, serta mengelola oleh semua unsur organisasi, sehingga menjadi kekuatan organisasi.

2.4. Struktural Equation Modelling

2.4.1 Definisi Struktural Equation Modelling

Model merupakan penyederhanaan dari realitas. Model diharapkan dapat menjelaskan bagaimana suatu sistem bekerja. Menurut Joresborg dan Sorborn 1996, model persamaan struktural merupakan suatu teknik ganda yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear secara simultan peubah- peubah pengamatan yang melibatkan peubah laten yang tidak dapat diukur secara langsung. Dengan kata lain, SEM dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kausal yang rumit, dimana didalamnya terdapat variabel laten dan variabel indikator. Salah satu perangkat lunak yang dapat dioperasikan dalam mengolah SEM adalah Linear Structural Relationship LISREL, sehingga metode SEM juga dapat disebut metode LISREL. Menurut Joreskog dan Sorborn 1996, model LISREL terdiri dari dari dua bagian yaitu model pengukuran dan model persamaan struktural. Model pengukuran menerangkan keterkaitan hubungan peubah laten dengan indikator-indikatornya. Model persamaan struktural menjelaskan hubungan antar variabel laten. Variabel laten adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan informasinya dapat diperoleh dari indikator-indikator penyusunnya. Para peneliti umumnya menyederhanakan model persamaan struktural ini dengan model persamaan LISREL.

2.4.2 Ukuran Kesesuaian Model

Menurut Hair et al. 1998, dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model sehingga digunakan beberapa fit index untuk mengukur kebenaran-kebenaran model. Alat-alat yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai, antara lain:

1. Chi-Square X²

Menurut Joreskog dan Sorborn 1996, chi-square digunakan untuk mengukur overall fit, semakin kecil nilainya maka semakin baik model yang diuji. Uji chi-square ini biasanya dibandingkan dengan nilai derajat bebas degree of freedom untuk memperoleh chi- square relatif. Model yang baik membutuhkan nilai chi-square yang lebih kecil daripada nilai derajat bebasnya.

2. P-value

Menurut Hair et al. 1998, nilai p-value diharapkan untuk lebih besar daripada 0,005 atau 0,1 yaitu uji tidak signifikan, yang berarti matriks input dan matriks estimasi tidak berbeda, maka model yang diajukan cocok. P-value berkisar antara 0 sampai 1 dan model persamaan struktural akan semakin baik jika p-value mendekati 1.

3. RMSEA Root Mean Square Error of Apporximation

Menurut Hair et al. 1998, ukuran kesesuaian yang lain, yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuain model adalah RMSEA. Ukuran ini mengukur ukuran suatu model terhadap populasi. RMSEA menunjukan kecocokan model yang dikatakan baik apabila nilainya kurang dari 0,05, reasonable jika lebih kecil dari 0,08, cukup apabila kurang dari 0,1, dan buruk bila lebih dari 0,1.

2.5. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Andhika Kesumaningdyah 2010, dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Organisasi Pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia LPP RRI Bogor, menyatakan bahwa secara keseluruhan tingkat penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI menuju kearah yang lebih baik. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI memiliki nilai yang baik menurut range result pada learning organization profile yang disusun oleh Marquardt 1996 dan berada diatas rata-rata 500 organisasi yang diteliti oleh Marquardt. Oleh karena itu, didapatkan hasil penelitian yaitu tidak adanya perbedaan persepsi antara karyawan dengan pimpinan dalam menerapkan organisasi pembelajar yang dilakukan oleh LPP RRI Bogor.