Menurut Siagian 2004, kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sedemikain rupa sehingga
orang lain mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal tersebut tidak disenanginya. Kepemimpinan menurut Yukl
1998, yaitu suatu proses mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa bagi para pengikut, pilihan dari sasaran bagi kelompok atau
organisasi, pengorganisasian dari aktivitas-aktivitas kerja untuk mencapai sasaran, pemeliharaan hubungan kerja sama dan team work,
serta perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang yang berada diluar kelompok atau organisasi. Kepemimpinan merupakan
faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi prestasi suatu organisasi karena kepemimpinan merupakan aktivitas yang utama dari
tujuan organisasi agar dapat dicapai. Oleh karena itu, kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan
tertentu pada manusia.
2.2.2 Teori-teori Kepemimpinan
Menurut Gitosudarmo dan Sudito 2000, teori kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat teori, yakni:
1. Teori Sifat Para peneliti mencoba menemukan karakteristik-karakteristik
individu yang membedakan pemimpin yang berhasil dan pemimpin yang gagal. Peneliti mencoba mengkaitkan karakteristik-
karakteristik seperti kepribadian, emosional, fisik, intelektual dan karekteristik
lainnya. Teori-teori
yang mencari
karakter kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan
pemimpin dari bukan pemimpin Robbins, 1997. 2. Teori Perilaku
Akibat ketidakpuasan dengan teori sifat tentang kepemimpinan maka peneliti memusatkan penelitiannya kepada perilaku
pemimpin tentang yang akan dilakukan pemimpin dan cara melakukannya. Keberhasilan dari pemimpin tergantung pada gaya
kepemimpinan yang diterapkannya. Menurut Robbins 1996 teori
perilaku adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin.
3. Teori Situasional Efektivitas dari pemimpin tidak hanya ditentukan oleh gaya
kepemimpinan tetapi juga ditentukan oleh situasi yang ada dalam kepemimpinan tersebut. Faktor situasi meliputi karakteristik dari
pimpinan dan bawahan, sifat dari tugas, struktur kelompok, dan jenis dari penguatan.
4. Teori Atribusi Pemimpin pada dasarnya adalah pengolah informasi. Dengan
demikian pemimpin akan mencari informasi tentang sesuatu hal yang terjadi dan berusaha mencari penyebabnya yang akan
dipergunakan sebagai pedoman perilaku pemimpin. Robbins 1997 mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata suatu
atribusi yang dibuat orang bagi individu-individu lain.
2.2.3 Sumber Kekuasaan Pemimpin
French dan Raven yang diacu Yukl 1998, menyatakan bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
1. Reward power Reward power didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin
mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan
pemimpinnya. 2. Coercive power
Coercive power didasarkan atas persepsi
bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi
bawahan yang tidak mengikuti arahan pemimpinnya. 3. Legitimate power
Legitimate power didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan
otoritas yang dimilikinya.
4. Referent power Referent power didasarkan atas identifikasi dan pengenalan
bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadi dan
reputasi atas kharismanya. 5. Expert power
Expert power didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seseorang yang dimiliki kompetensi dan mempengaruhi
keahlian dalam bidangnya. Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
2.2.4 Gaya Kepemimpinan
Menurut Hersey dan Blanchard 1982, gaya kepemimpinan seseorang adalah pola perilaku yang dilakukan oleh orang tersebut
pada waktu berupaya mempengaruhi aktivitas orang lain seperti yang dilihat oleh orang lain. Gitosudarmo dan Sudito 2000 berpendapat
bahwa teori perilaku menekankan pada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas dan gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada karyawan. Sejalan dengan Gitosudarmo dan Sudito, Handoko 1995 dalam teori perilaku mengidentifikasi dua gaya
kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas task orinted dan gaya kepemimpinan yang berorientasi karyawan employee oriented.
Menurut Handoko 1995, orientasi tugas adalah mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tetap dan menjamin agar tugas yang
dilaksanakan sesuai
dengan yang
diinginkannya. Lebih
mempertahankan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Orientasi tugas adalah perilaku pemimpin
yang menekankan bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik yaitu dengan cara mengarahkan dan mengendalikan secara ketat
bawahannya Gitosudarmo dan Sudito, 2000.
Orientasi karyawan
adalah perilaku
pemimpin yang
menekankan pemberian motivasi kepada bawahan dalam proses pengambilan
keputusan yang
terkait dengan
tugasnya dan
mengembangkan hubungan yang bersahabat dan saling menghormati antar anggota kelompok Gitosudarmo dan Sudito, 2000.
2.2.5 Dimensi Gaya Kepemimpinan
Hersey dan Blanchard 1982 membagi kecenderungan gaya kepemimpinan ke dalam empat dimensi, yaitu:
1. Gaya Kepemimpinan Telling Gaya kepemimpinan yang ditandai perilaku pemimpin yang tidak
mempercayai bawahannya dan banyak memberikan instruksi kepada bawahan untuk melakukan segala sesuatu yang harus
dilakukan tanpa memperhatikan kualitas hubungan antar pribadi dengan bawahannya.
Menurut Siagian 2005, dalam hal pengambilan keputusan, seorang pemimpin yang menerapkan gaya
ini akan bertindak sendiri kemudian memberitahukan kepada bawahannya bahwa ia telah mengambil keputusan tertentu dan
bahwa bawahannya itu hanya berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama sekali dalam proses pengambilan
keputusan. 2. Gaya Kepemimpinan Selling
Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingginya tuntutan menyelesaikan tugas tetapi pemimpin juga sangat memperhatikan
kualitas hubungan dengan bawahannya. Menurut Handoko 1995 gaya kepemimpinan selling dalam penyelesaian pekerjaannya
selalu menitikberatkan pada dedikasi karyawan. 3. Gaya Kepemimpinan Participating
Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan perilaku pemimpin yang lebih banyak memfokuskan perhatian pada kualitas hubungan dan
kurang memperhatikan penyelesaian tugas-tugas.
4. Gaya Kepemimpinan Delegating Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan tingkat kepercayaan yang
tinggi dari pemimpin kepada bawahan untuk melaksanakan tugas sendiri dengan sedikit pengarahan dan sedikit sekali kualitas
hubungan antar personalnya.
2.3. Learning Organization
2.3.1 Definisi Learning Organization
Marquardt 1996, menyatakan bahwa pembelajaran dalam organisasi memfokuskan diri pada karakteristik, prinsip-prinsip dan
sistem dari suatu organisasi yang belajar secara kolektif. Sedangkan learning organization mengarah kepada tingkat penguasaan dan proses
pengembangan pengetahuan. Selanjutnya menurut Schwandt dalam Marquardt dan Reynold 1996 memberikan definisi
learning organization diartikan sebagai suatu sistem dari tindakan-tindakan
para pelaku, simbol-simbol dan proses yang merubah informasi ke dalam pengetahuan yang bernilai pada gilirannya akan mengubah
kapasitasnya melalui proses perjalanan panjang dari penyesuaian diri. Senge dalam Marquardt dan Reynold 1996 memberikan
definisi learning organization sebagai organisasi yang anggotanya secara terus-menerus memperluas kapasitasnya demi terciptanya hasil
yang benar-benar diinginkan bersama. Sejalan dengan Senge, Sangkala 2007 memberikan definisi learning organization sebagai perusahaan
yang terus-menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan dan pemahaman baru yang dihasilkan melalui
perubahan dalam bentuk perilaku dan tindakan.
2.3.2 Karakteristik Learning Organization
Organisasi yang
telah menerapkan
konsep learning
organization seperti yang dikatakan Moris dalam Marquardt dan Reynold 1996 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Setiap organisasi yang belajar, perkembangannya terkait dengan dengan learning organization dan pengembangan organisasi.
2. Menitikberatkan kepada usaha untuk kreativitas dan adaptasi. 3. Berbagi kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan
belajar. 4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi
merupakan bagian terpenting untuk learning organization. 5. Bagian yang mendasar adalah berfikir sistem.
6. Learning organization yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik transformasi terhadap pertumbuhan organisasi.
Model lain telah dikembangkan oleh Marquardt 1996. Menurut Marquardt 1996, learning organization dibentuk dengan
menyatukan lima sub sistem yang berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Keterkaitan Lima Sub Sistem Learning Organization Marquardt, 1996
Marquardt 1994 menyatakan istilah Learning Company yang mengidentifikasi suatu perusahaan untuk menciptakan kondisi dalam
membantu terciptanya komitmen, integrasi dan tanggung jawab pada sumber daya manusia terhadap keberhasilan kinerja organisasi. Hal
tersebut tercipta dalam tiga sikap. Pertama, sikap pegawai harus memiliki visi organisasi, yaitu persepsi dan sudut pandang yang sama
mengenai kegiatan, tujuan, serta arah organisasi dimasa yang akan datang. Kedua, setiap pegawai memiliki akses yang berkesinambungan
terhadap organisasi guna mendukung keberhasilan organisasi. Ketiga,
MANUSIA ORGANISASI
PENGETAHUAN TEKNOLOGI
PEMBELAJARAN
setiap anggota organisasi mempunyai kesempatan belajar dari anggota yang lain dan membuat kesimpulan serta konsensus bersama terhadap
apa yang seharusnya dilakukan organisasi. Kemudian Marquardt dan Reynold 1996,
melakukan penelitian untuk lebih mendalami hasil yang telah didapat oleh
Marquardt sebelumnya. Hasilnya, Marquardt dan Reynold 1996 menemukan bahwa karakteristik
learning organization
dapat dikembangkan sebagai berikut:
1. Melibatkan ketidakpastian sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
2. Membuat pengetahuan baru dengan memakai informasi yang objektif, cara pandang yang objektif, simbol-simbol dan berbagai
asumsi. 3. Memberikan rangsangan dan meningkatkan tanggung jawab mulai
dari tingkatan pegawai terendah. 4. Mendorong setiap manajer dan pemimpin sebagai pembimbing dan
memberikan fasilitas proses belajar. 5. Mempunyai budaya umpan balik dan keterbukaan.
6. Mempunyai pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap sistem organisasi, proses, dan keterkaitan antar unsur organisasi.
7. Memiliki visi, tujuan dan nilai-nilai yang sama antar anggota organisasi.
8. Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan setiap pegawai diberikan kewenangan untuk mengambil suatu keputusan.
9. Mempunyai pemimpin yang berani mengambil risiko dan selalu mencoba hal-hal baru berdasarkan perhitungan yang matang.
10. Orientasi pada pelanggan. 11. Mempunyai
sistem dalam
berbagai pengetahuan
dan melakukannya dalam organisasi.
12. Kepedulian terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya. 13. Keterkaitan pengembangan diri pegawai dengan pengembangan
organisasi.
14. Mempunyai jejaring kerja network yang berfungsi di dalam organisasi dengan penggunaan teknologi.
15. Mempunyai jejaring dengan lingkungan internasional. 16. Memberikan kesempatan kepada para pegawai yang memiliki
inisiatif dan prestasi kerja. 17. Menghindari birokrasi.
18. Memberikan penghargaan kepada para pegawai yang memiliki inisiatif dan prestasi kerja.
19. Menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota organisasi. 20. Melakukan pembaharuan berkelanjutan.
21. Mendorong, mengembangkan dan menghargai segala bentuk kerjasama kelompok.
22. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional.
23. Mengusahakan, memanfaatkan keahlian yang ada pada SDM, dan mengevaluasi kapasitas belajarnya.
24. Melihat organisasi sebagai organisme yang hidup dan terus berkembang.
25. Memandang sesuatu yang tidak diharapkan sebagai suatu
kesempatan untuk belajar. Peranan pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan
kondisi perusahaan yang kondusif demi terwujudnya pembelajaran setiap pegawai, kelompok kerja, dan organisasi secara keseluruhan.
Untuk mewujudkan
learning organization,
pemimpin harus
memahami kemampuan organisasi, memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki, serta mengelola oleh semua unsur
organisasi, sehingga menjadi kekuatan organisasi.
2.4. Struktural Equation Modelling
2.4.1 Definisi Struktural Equation Modelling
Model merupakan penyederhanaan dari realitas. Model
diharapkan dapat menjelaskan bagaimana suatu sistem bekerja. Menurut Joresborg dan Sorborn 1996, model persamaan struktural
merupakan suatu teknik ganda yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan keterkaitan hubungan linear secara simultan peubah- peubah pengamatan yang melibatkan peubah laten yang tidak dapat
diukur secara langsung. Dengan kata lain, SEM dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kausal yang rumit, dimana didalamnya
terdapat variabel laten dan variabel indikator. Salah satu perangkat lunak yang dapat dioperasikan dalam mengolah SEM adalah Linear
Structural Relationship LISREL, sehingga metode SEM juga dapat disebut metode LISREL.
Menurut Joreskog dan Sorborn 1996, model LISREL terdiri dari dari dua bagian yaitu model pengukuran dan model persamaan
struktural. Model pengukuran menerangkan keterkaitan hubungan peubah
laten dengan indikator-indikatornya. Model persamaan struktural menjelaskan hubungan antar variabel laten. Variabel laten
adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan informasinya dapat diperoleh dari indikator-indikator penyusunnya.
Para peneliti umumnya menyederhanakan model persamaan struktural ini dengan model persamaan LISREL.
2.4.2 Ukuran Kesesuaian Model
Menurut Hair et al. 1998, dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai
model sehingga digunakan beberapa fit index untuk mengukur kebenaran-kebenaran model. Alat-alat yang dapat digunakan sebagai
pedoman untuk mendapatkan model yang sesuai, antara lain:
1. Chi-Square X²
Menurut Joreskog dan Sorborn 1996, chi-square digunakan untuk mengukur overall fit, semakin kecil nilainya maka semakin baik
model yang diuji. Uji chi-square ini biasanya dibandingkan dengan nilai derajat bebas degree of freedom untuk memperoleh chi-
square relatif. Model yang baik membutuhkan nilai chi-square yang lebih kecil daripada nilai derajat bebasnya.
2. P-value
Menurut Hair et al. 1998, nilai p-value diharapkan untuk lebih besar daripada 0,005 atau 0,1 yaitu uji tidak signifikan, yang
berarti matriks input dan matriks estimasi tidak berbeda, maka model yang diajukan cocok. P-value berkisar antara 0 sampai 1
dan model persamaan struktural akan semakin baik jika p-value mendekati 1.
3. RMSEA Root Mean Square Error of Apporximation
Menurut Hair et al. 1998, ukuran kesesuaian yang lain, yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuain model adalah
RMSEA. Ukuran ini mengukur ukuran suatu model terhadap populasi. RMSEA menunjukan kecocokan model yang dikatakan
baik apabila nilainya kurang dari 0,05, reasonable jika lebih kecil dari 0,08, cukup apabila kurang dari 0,1, dan buruk bila lebih dari
0,1.
2.5. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Andhika Kesumaningdyah 2010, dalam skripsinya yang berjudul Penerapan Organisasi Pembelajar pada Lembaga Penyiaran Publik Radio
Republik Indonesia LPP RRI Bogor, menyatakan bahwa secara keseluruhan tingkat penerapan dimensi organisasi pembelajar pada LPP RRI menuju
kearah yang lebih baik. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai rata-rata penerapan organisasi pembelajar pada LPP RRI memiliki nilai yang baik
menurut range result pada learning organization profile yang disusun oleh Marquardt 1996 dan berada diatas rata-rata 500 organisasi yang diteliti oleh
Marquardt. Oleh karena itu, didapatkan hasil penelitian yaitu tidak adanya perbedaan persepsi antara karyawan dengan pimpinan dalam menerapkan
organisasi pembelajar yang dilakukan oleh LPP RRI Bogor.
Rini Natalia 2010, dalam penelitiannya menganalisis gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala pimpinan PT Taspen Persero. Gaya kepemimpinan pada PT Taspen memiliki dimensi gaya kepemimpinan
menurut struktur tinggi dan atas dasar pertimbangan tinggi. Hasil tersebut menunjukan bahwa gaya kepemimpinan pada PT Taspen sudah efektif dan
ideal. Hal ini karena pemimpin PT Taspen telah berhasil mengkombinasikan antara gaya kepemimpinan atas dasar pertimbangan dengan gaya
kepemimpinan menurut struktur. Untuk itu, perlu dipertahankan gaya kepemimpinan yang sudah dimiliki karena terbukti efektif dan ideal.
Rahmad Arief Priyanto 2007, dalam penelitiannya menganalisis penerapan learning organization yang diterapkan oleh PT Java Cell. Pada
penelitian tersebut ditemukan bahwa penerapan learning organization pada PT Java Cell dinilai cukup baik. Namun demikian, masih perlu perbaikan-
perbaikan, serta ditingkatkan lagi penerapannya agar perusahaan dapat terus berkompetisi dalam dunia bisnis telekomunikasi. Analisis perbedaan persepsi
tidak menunjukan nilai yang signifikan, yang berarti tidak ada perbedaan persepsi tentang penerapan learning organization diantara karyawan. Hal ini
disebabkan berbagai hal, diantaranya adanya pengaruh-pengaruh lain yang lebih kuat dari pada faktor level jabatan.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Persaingan yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk memiliki daya saing yang kuat. PT Pupuk Kujang Cikampek memiliki 8 rencana
strategis SDM untuk memastikan bahwa karyawan di perusahaan tersebut terus mendorong perusahaannya agar memiliki daya saing yang kuat.
Rencana strategi SDM tersebut meliputi efisiensi direktorat SDM dan Umum, sinergi BUMN, program umum, program Badan Pembina Manajemen Mutu
Terpadu, peningkatan pendapatan lain-lain, manajemen SDM, program kesehatan karyawan, serta pengembangan kompetensi dan manajemen
pengetahuan. Berdasarkan penjabaran 8 rencana strategis diatas, dapat disimpulkan
bahwa secara garis besar, rencana strategis SDM yang dimiliki oleh PT Pupuk Kujang Cikampek meliputi efisiensi pengelolaan direktorat SDM dan
Umum, penerapan kebijakan kompensasi, membangun iklim kerja kondusif, serta pengembangan kompetensi dan manajemen pengetahuan. Salah satu
cara untuk membangun iklim kerja yang kondusif adalah dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang efektif. Penerapan gaya kepemimpinan yang
efektif diharapkan dapat mendorong perusahaan agar memiliki kemampuan dalam berinovasi agar tidak tertinggal oleh pesaingnya.
Kemampuan inovasi perusahaan hanya dapat terwujud apabila perusahaan mengetahui celah pasar dan bagaimana memanfaatkannya.
Pengetahuan mengenai celah dan bagaimana memanfaatkannya dapat dimiliki apabila perusahaan menjadi learning organization. Sehingga penting
bagi perusahaan untuk menjadi learning organization.
Atas dasar kepentingan itu, maka penerapan learning organization di PT Pupuk Kujang
Cikampek diwadahi oleh salah satu rencana
strategis SDM yaitu pengembangan kompetensi dan manajemen pengetahuan.
Gaya kepemimpinan dan learning organization menjadi pokok bahasan atau variabel dalam penelitian ini. Gaya kepemimpinan yang diteliti
adalah gaya kepemimpinan menurut Hersey dan Blenchard 1982, dimana gaya kepemimpinan ini terdiri dari empat perilaku yaitu telling, selling,
participating, dan delegating. Sedangkan learning organization yang diteliti adalah learning organization dengan indikator pembentuk yang meliputi
dinamika pembelajaran, transformasi organisasi, pengelolaan pengetahuan, pemberdayaan pegawai, dan penerapan teknologi, seperti yang dikemukakan
oleh Marquardt dan Reynold 1996. Hubungan antara gaya kepemimpinan dengan learning organization
dilakukan dengan melihat persepsi karyawan melalui kuesioner. Dari persepsi karyawan akan didapat gambaran gaya kepemimpinan serta
gambaran penerapan learning organization sebagai hasil dari penerapan gaya kepemimpinan tersebut. Untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap learning organization sekaligus melihat pengaruh indikator- indikator pembentuk dari masing-masing variabel terhadap
learning organization maka digunakan metode SEM dengan menggunakan software
LISREL 8.30 for windows dan Microsoft Excel 2007. Berdasarkan hasil yang didapat, maka penelitian ini akan memberikan
implikasi manajerial sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan SDM. Implikasi manajerial yang diberikan berhubungan dengan
penerapan gaya kepemimpinan yang efektif untuk membentuk learning organization di perusahaan. Kerangka penelitian ini disajikan dalam dua jenis
kerangka pemikiran, yaitu kerangka pemikiran konseptual yang tampak pada Gambar 2 dan kerangka pemikiran operasional yang tampak pada Gambar 3.