4602
Para pengambil keputusan atau pejabat yang berwenang harus berani membuat terobosan-terobosan baru dalam upaya penciptaan dan pembaharuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan model pencegahan tindak terorisme
melalui
Surat Tumbaga Holing
pada masyarakat adat Batak. Upaya pencegahan tindak terorisme tidak bisa lagi disandarkan pada konsep monoton dan perencanaan yang konvensional semata, tetapi lebih dari itu harus memiliki visi yang tepat untuk
mengantisipasi gerakan terorisme di masa mendatang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah penelitian berikut: 1.
Bagaimana model pencegahan tindak terorisme melalui
Surat Tumbaga Holing
pada masyarakat adat Batak di Sumatera Utara
? 2.
Bagaiman prosedur dan sistem musyawarah melalui
Surat Tumbaga Holing
pada Masyarakat adat Batak dalam melakukan penjatuhan sanksi terhadap tindak terorisme ?
C. Pembahasan
Hakekat dari pemberantasan tindak pidana terorisme adalah kemampuan melakukan pencegahan tindak pidana terorisme dengan memberikan pemahaman dan pencerahan kepada seluruh masyarakat tentang bahaya yang timbul darinya
dengan memanfaatkan peran tokoh adat, tokoh agama dan media massa dengan tidak mengesampingkan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Dengan cara seperti ini akan dapat menutup pintu tumbuh dan berkembangnya tindak pidana terorisme.
Pencegahan dan pemberantasan tindak terorisme dengan melibatkan dan memberdayakan masyarakat adat adalah tidak kalah pentingnya dengan memberikan tindakan berupa penjatuhan sanksi yang seberat-beratnya terhadap pelaku tindak teror,
karena dengan memberdayakan masyarakat adat setempat, selain akan menutup dan mempersempit ruang gerak para pelaku tindak teror, juga dapat menumbuhkan rasa tanggungjawab masyarakat dalam bidang pencegahan tindak terorisme itu sendiri.
Kebijakan yang terlalu bertumpu kepada pendekatan legal formal dan bersifat represif, perlu ditinjau ulang karena bukan saja tidak mampu mengatasi masalah terorisme tetapi justeru dapat menumbuhkan dan meningkatkan tindakan kekerasan
semacam itu di masa depan. Pemberantasan tindak terorisme tidak bisa semata-mata disandarkan pada keberhasilan membuat perangkat hukum yang baik saja, namun lebih dari itu harus juga dilakukan dengan upaya pencegahan tindak terorisme dengan
memanfaatkan potensi hukum adat dengan segala perangkat hukum yang ada padanya. Jauh sebelum lahirnya Undang-undang yang mengatur tentang pemberantasan terorisme di Indonesia, pranata
Surat Tumbaga Holing
yang terdapat dalam Masyarakat Adat Batak telah memiliki aturan dan perangkat hukum tersendiri dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak terorisme, sekalipun materi hukum adatnya tidak spesifik, rinci dan tegas
menyebutkan kata dan istilah terorisme, namun arah, maksud dan tujuannya juga memiliki maksud, tujuan dan fungsi yang sama dalam mencegah timbulnya tindakan yang bersifat teror di tengah masyarakat adatnya.
Sebelum membahas tentang model pencegahan tindak terorisme melalui pranata
Surat Tumbaga Holing
, terlebih dahulu diketahui arti dari
Surat Tumbaga Holing
.
Surat Tumbaga Holing
terdiri dari 3 tiga suku kata, yakni pertama:
surat
yang berarti catatan, pedoman atau aturan. Kedua:
Tumbaga
yang berarti tembaga dan ketiga:
Holing
yang berarti tidak nampak dan tidak tertulis. Jadi,
Surat Tumbaga Holing
merupakan suatu tatanan hukum adat yang bentuknya tidak terkodifikasi, namun bersifat mengikat, karena ditaati oleh seluruh masyarakat adat sampai sekarang. Dengan kata lain,
Surat Tumbaga Holing
ini merupakan hukum adat yang tidak nampak wujud materi kodifikasinya, tetapi dalam prakteknya ternyata ada dan bersifat
mengikat bagi masyarakat. Berdasarkan hal demikian, maka masyarakat adat Batak menyebutnya dengan naskah tembaga yang berisi ajaran-ajaran adat yang tidak bisa dihapus.
4603
Keberadaan pranata
Surat Tumbaga Holing
dalam masyarakat sangat dihargai, dihormati dan dipatuhi aturannya dalam kehidupan sehari-hari. Mayoritas masyarakat adat Batak tidak berani menentang aturannya secara terang-terangan, sebab di
samping isinya mengandung nilai keadilan dan kebenaran, aturannya juga dianggap sesuai dengan cita-cita hukum
rechtsidee
dan perasaan hukum
rechtsgevool
masyarakat. Dj. Gultom Rajamarpodang berpendapat bahwa setiap daerah yang ada di Indoneia mempunyai tata cara menciptakan
kedamaian, ketenangan, kesejahteraan, dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap tingkah laku yang sudah merupakan kebiasaan ada hukum adat yang mengaturnya, sekalipun hukum adat ini lebih banyak yang belum tertulis, namun
pengetua adat dapat juga memutuskan hukuman berdasarkan sanksi hukum adat yang berlaku dalam suatu daerah.
A. Model Pencegahan Tindak Terorisme Melalui