4605
B. Sistem Musyawarah Menurut Pranata
Surat Tumbaga Holing
Menurut pranata
Surat Tumbaga Holing
bahwa untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau untuk memutuskan suatu perkara dan permasalahan di tengah-tengah masyarakat, baik besar maupun kecil, apalagi yang menyangkut adat dan agama,
dapat diselesaikan melalui
partahian
musyawarah. Musyawarah dalam
Surat Tumbaga Holing
memiliki beberapa tingkatan sesuai dengan orang-orang yang ikut dalam sebuah musyawarah:
1.
Tahi Ungut-ungut
musyawarah keluarga. Dalam tingkatan ini musyawarah dilaksanakan antara suami dan istri, yang didahului dalam rumah tangga;
2.
Tahi Dalihan Na Tolu
. Dalam tingkatan ini, musyawarah dilaksanakan antara
kahanggi, anak boru dan mora
. Umumnya musyawarah lebih dilaksanakan dalam posisi muyawarah
Dalihan na Tolu
, baik dalam tingkatan keluarga maupun dalam masyarakat;
3.
Tahi Godang Parsahutaon
Musyawarah besar dalam sebuah perkampungan. Musyawarah dalam tingkatan ini dihadiri oleh semua kelompok
Dalihan na Tolu
, tokoh adat dan unsur pemerintah. Lebih rincinya adalah:
Kahanggi
,
Anak Boru, Mora, Pisang Rahut, Hatobangon
orang yang dituakan dalam kampung,
Raja
raja adat atau keturunannya yang masih hidup, Orang Kaya dalam kampung.
4.
Tahi Godang Haruaya Mardomu Bulung
Musyawarah besar antara desa atau daerah. Dalam tingkatan ini hadir semua raja-raja antara desa atau daerah dan juga unsur pemerintah. Yang hadir dalam musyawarah ini:
Kahanggi, Anak Boru, Mora, Pisang Rahut, Ompu Nikotuk, Hatobangon,
Raja-raja antara desa, Orang Kaya. Seandainya terjadi tindak pelanggaran dan kejahatan dalam masyarakat, maka cara penyelesaiannya dilakukan dengan
menggunakan cara berikut: a.
Dilakukan musyawarah terlebih dahulu. Dalam musyawarah tersebut hadir para pihak, kemudian para
hatobangon
,
Harajaon
keturunan raja, dan sebagian anggota keluarga yang melakukan tindak kejahatan dan pelanggaran; b.
Para
hatobangon
dan Raja-raja mendengarkan permasalahan para pihak yang melakukan kejahatan dan pelanggaran; c.
Para
hatobangon
dan Raja-raja secara bersama-sama melakukan peninjauan, penganalisaan terhadap bukti-bukti yang ada;
d. Setelah itu baru dilakukan pengambilan keputusan yang benar dan adil. Putusan tersebut dilakukan dalam majelis adat
oleh para
hatobangon
dan Raja-raja secara terbuka di hadapan masyarakat.
D. Kesimpulan