Uraian Teoritis 1. Tinjauan Tentang Pelepasan Hak Atas Tanah Di Bawah Tangan

4672 aktivitas pertanian saja, tetapi saat ini sudah dilihat dengan cara pandang yang lebih strategik yaitu asset penting dalam sebuah industrialisasi. Terwujudnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah tidak terlepas dari faktor kekurangan dalam substansi aturan pertanahan, disinkronisasi peraturan yang ada. Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya. Secara empiris, keberadaan peraturan- peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan kosekuen oleh cumber daya manusia pendukungnya. Tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Pemenuhan keadilan dalam suatu peraturan perundang-undangan belum cukup karena masih memerlukan syarat kepastian hukum. Kepastian hukum akan tercapai bila suatu peraturan dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang ada, baik secara vertikal maupun horizontal. Mewujudkan sistem hukum yang baik akan menjadi sebuah hal yang sulit jika substansi aturan yang mendasarinya pun terdapat kesimpangsiuran akibat ketidaksinkronan aturan yang ada. Salah satu pihak yang sangat berperan dalam pembuatan akta autentik adalah Pihak Pembeli dan Pihak Penjual. PPAT merupakan pejabat umum di mana dalam pelaksanaan tugasnya berkewajiban untuk mendaftarkan segala akta yang dibuatnya pada kantor pertanahan sejak penandatanganan. PPAT sangat membantu Kepala Kantor Pertanahan untuk mencapai tertib pertanahan. Berbicara tentang keabsahan surat dibawah tangan sangat dengan masalah kekuatan hukum dari surat di bawah tangan. Berdasarkan doktrin dan yurusprudensi yang ada, surat dibawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat dibawah tangan tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalah tanda tangan dan kesaksian dalam surat tersebut. Transaksi pelepasan hak atas tanah dilakukan dihadapan kepala desa disini pihak penjual dan pembeli sepakat dengan harga tanah yang akan dijual, dan mereka menghadap kepala desa untuk melakukan pelepasan hak atas tanah tersebut. Setelah waktu dan hari ditentukan oleh kepala desa, maka kepala desa beserta perangkat-perangkat desa datang ke lokasi tanah yang akan dijual. Mengulas tentang perlindungan hukum, maka kita perlu tahu terlebih dahulu sebenarnya perlindungan hukum tersebut jadi perlindungan hukum adalah segala kegiatan atau perbuatan yang dapat memberikan perlindungan terhadap pemenuhan hak dan memberikan kepastian hukum terhadap semua subjek hukum sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

1.2. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan dari pelepasan hak atas tanah di bawah tangan yang dikaitkan dengan PP No. 24 tahun 1997. 2. Uraian Teoritis 2.1. Tinjauan Tentang Pelepasan Hak Atas Tanah Di Bawah Tangan Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemilik tanah kepada orang lain yang berakibat beralihnya hak dan kewajiban atas tanah tersebut. Peralihan hak atas tanah dapat dilakukan melalui suatu perjanjian Pelepasan Hak Atas secara adat yang dilakukan di bawah tangan. Peralihan hak atas tanah secara di bawah tangan ini dilakukan di depan kepala desa oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan Pelepasan Hak Atas yang dilakukan dihadapan para saksi, kerabat dan tetangga. Peralihan hak atas tanah di bawah tangan ini dilakukan dengan suatu perjanjian yang dibuat diatas kwitansi yang 4673 dibubuhi materai atau kertas segel yang didalacmlya dituangkan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak yang harus ditandatangai oleh para pihak dan saksi-saksi. Peralihan hak atas tanah secara Pelepasan Hak Atas yang dilakukan dengan di bawah tangan, dapat dikuatkan dengan para saksi yang dinyatakan sah menurut Hukum Adat. Pelepasan Hak Atas tanah yang dilakukan di bawah tangan yang merupakan suatu perjanjian Pelepasan Hak Atas tanah dalam Hukum Adat dimana perbuatan hukum yang dilakukan berupa pemindahan hak dengan pembayaran tunai, artinya bahwa harga yang disetujui dibayar penuh pada saat dilakukan Pelepasan Hak Atas tersebut. Surat Pelepasan Hak Atas tanah yang dilakukan di bawah tangan dapat dijadikan salah satu alat bukti. Adapun j-aatIi yang dilakukan secara di bawah tangan sebagaimana yang dimaksud oleh PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh penjual dan pembeli dengan maksud untuk memindahkan hak atas tanah dengan cara membuat surat perjanjian dengan materai secukupnya dan telah diketahui oleh Kepala Adat atau Kepala Desa atau Lurah. Kekuatan pembuktian antara akta otentik dengan akta di bawah tangan memiliki perbedaan. Dilihat dari kekuatan pembuktian lahir di mana sebuah akta otentik ditandatangani oleh pejabat yang berwenang maka beban pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan keautentikannya. Sedangkan untuk akta di bawah tangan maka secara lahir akta tersebut sangat berkait dengan tanda tangan. Jika tanda tangan diakui maka akta di bawah tangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Kekuatan yang dimiliki oleh tanda tangan bukan kekuatan pembuktian lahir yang kuat karena terdapat kemungkinan untuk disangkal. Kekuatan pembuktian formal pada akta otentik memiliki kepastian hukum karena pejabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat, sedangkan untuk akta di bawah tangan maka pengakuan dari pihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian secara formal. Berbicara tentang keabsahan surat di bawah tangan sangat berkaitan dengan masalah kekuatan hukum dari surat di bawah tangan. Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat di bawah tangan tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti, dan hal irii tentu saja terkait dengan masalah tanda tangan dan kesaksian dalam surat tersebut. Keberadaan surat di bawah tangan sebagai dasar dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik tetap diakui dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, meskipun surat di bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum. Untuk dapat dijadikan sebagai alas hak dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik dan dapat memiliki kekuatan pembuktian maka surat di bawah tangan tersebut harus memenuhi prosedur dan persyaratan, yang menetapkan bahwa dalam hal tidak ada lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian yang berdasarkan pembuktian, pembukuan hak dapat dilakukan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dari pendahulu- pendahulunya dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

2.2. Tinjauan Tentang Sertifikat Tanah

Bila terjadi sengketa terhadap bidang tanah itu, maka oleh yang memiliki tanah, sertfikat yang ditangannyalah yang digunkan untuk membuktikan bahwa tanah itu adalah miliknya. Kemudian di camping sebagai alat bukti sertfikat berguna sebagai jaminan akan eksistensi hak itu. Jaminan ini adalah jaminan hukum, sehingga karena ada jaminan atas kepemilikan tanah tersebut, lalu seseorang dapat menerimanya sebagai surat berharga. Surat berharga yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, maka si pemilik dapat menggunakannva untuk dijadikan jaminan utang. Baik sebagai jaminan utang kepada orang lain maupun jaminan utang kepada bank. Maksudnya apabila misalnya seseorang membutuhkan pinjaman uang ke Bank maka sebagai jaminan uang yang dipinjamkan tadi dijadikanlah sertifikat tanah tersebut sebagai jaminannya. Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang namanya tercantum dalam buku tanah yang bersangkutan sebagai pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, sertifikat 4674 diterimakan kepada ahli warisnya atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan para ahli waris yang lain. Dengan demikian surat tanda bukti hak atau sertifikat tanah itu dapat berfungsi menciptakan tertib hukum pertanahan serta membantu mengaktifkan kegiatan perekonomian rakyat. Sebab yang namanya sertifikat hak adalah tanda bukti atas tanah yang terdaftar dan didaftarkan oleh badan resmi yang sah dilakukan oleh Negara atas dasar undang-undang.

2.3. Pelepasan Hak Atas Tanah Sebelum Berlakunya UUPA

Sebelum berlakunya UUPA, Pelepasan Hak Atas tanah di Indonesia mempergunakan dua sistem hukum, yaitu sistem Hukum Barat bagi golongan Eropa dan sistem Hukum Adat bagi golongan bumi putera atau pribumi. AP Parlindungan menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya UUPA, negara kita masih terdapat dualisme dalam Hukum Agraria, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa masih berlakunya dua macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan kita, yaitu Hukum Barat dan Hukum Adat sehingga terdapat dua macam tanah yaitu tanah barat dan tanah adat. Hal ini dipengaruhi oleh sistem hukum yang bersifat kolonial dan feodal sebagai akibat selama ratusan tahun dijajah oleh Belanda, sehingga membedakan peralihan hak kepemilikan tanah baik secara Hukum Barat maupun Hukum Adat dalam hal Pelepasan Hak Atas juga cara perlindungan hukum dan kepasatian hukum bagi pemilik tanah yang bersangkutan. 3. Pembahasan 3.1. Pelepasan Hak Atas Tanah di Bawah Tangan yang Dikaitkan dengan PP No. 24 tahun 1997 Pelepasan Hak Atas tanah di bawah tangan tidak sesuai dengan pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah dimana dalam pasal 37 tersebut menyatakan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milk atas satuan rumah susun melalui Pelepasan Hak Atas. tukar tambah. hibah. pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindah hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Keberadaan akta di bawah tangan mengandung kelemahan karena sulit untuk didaftarkan ke badan pertanahan nasional BPN, mengenai peralihan hak atas tanah yang dijual itu apabila tidak diikut sertakan akta Pelepasan Hak Atas tanah yang dibuat oleh PPAT. Pasal 37 PP No. 24 tahun 1997 menyebutkan bawa peralihan hak atas tanah karena Pelepasan Hak Atas hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan pet undang- undangan yang berlaku. Untuk dibuatkan akta peralihan hak tersebut. kedua belah pihak penjual dan pembeli harus menghadap PPAT. Masing-masing pihak dapat diwakili oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasayang sah untuk melakukan perbuatan hukum tersebut. Daya pembuktian sertifikat tidak bisa dilepaskan dari kewenangan Pejabat Tata usaha Negara, yakni Kantor Pertanahan yang telah menempatkan tanda tanganya pada sertifikat yang tentunya dapat dipercaya oleh orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tersebut. Di dalam daya pembuktian terdapat daya pembuktian formal dan daya pembuktian materil. Daya pembuktian materil, isi keterangan berlaku sebagai kebenaran buat siapapun dan orang yang namanya tercantum dalam sertifikat untuk kemanfaatannya, untuk keperluan siapa keterangan itu diberikan. Sedangkan daya pembuktian formil Kantor Pertanahan menerangkan apa yang berada di atas tanda tangannya dan orang yang tercantum dalam sertifikat benar-benar pemiliknya. Kekuatan pembuktian sertifikat tidak lepas dari alas hak untuk penerbitan sertifikat tersebut. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, salah satu alas hak yang diperkenankan selain akta autentik adalah surat di bawah tangan. Diperkenankannya surat di bawah tangan sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat saat ini banyak dilakukan untuk pendaftaran tanah pertama kali bagi tanah-tanah yang belum terdaftar. Kenyataan yang ada, tidak jarang alas hak berupa surat di bawah tangan ini menimbulkan masalah di kemudian hari. 4675 Salah satunya adalah munculnya dua pihak yang mengaku sebagai pemilik atas tanah yang telah didaftarkan tersebut. Bahkan tidak jarang terjadi dalam proyek yang dilakukan oleh kantor pertanahan, 1 satu bidang tanah dikuasai oleh dua orang yang berbeda dengan alas hak yang berbeda tetapi ditandatangani oleh Kepala Desa yang sama sehingga proses penerbitan menjadi terhambat. Dari uraian di atas terlihat bahwa surat di bawah tangan sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat khususnya sertifikat hak milik tidak lepas dari berbagai masalah. Apabila ditinjau dari segi hukum pelaksanaan Pelepasan Hak Atas tanah dilaksanakan dihadapan PPAT dan terhadap tanah yang boleh dijual tersebut maka kepada PPAT harus diserahkan: 1. Surat keterangan kepala kantor pendaftaran tanah yang menyatakan bahwa hak atas atanah itu belum bersertifikat atau bersertifikat sementara. 2. Surat bukti hak itu 3. Surat keterangan kepala desa yang dikuatkan oleh camat yang membenarkan surat bukti hak itu. 4. Surat tanda bukti biaya pendaftaran Pelepasan Hak Atas tanah.

3.2. Penyelesaian Sengketa atas Pelepasan Hak Atas Tanah Di Bawah Tangan

Suatu sengketa hak atas tanah itu timbul adalah karena adanya pengaduan keberatan dari orangBadan Hukum yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu keputusan Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di bidang pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, dimana keputusan Pejabat tersebut dirasakan merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah tertentu. Penyelesaian sengketa atas tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus didasarkan pada suatu landasan yuridis landasan hak. Dengan adanya landasan yuridis tersebut, terciptalah suatu hubungan hukum yang konkrit antara pemegang hak atas tanah pemilik tanah dengan tanah yang dikuasainya. Penguasaan yuridis menimbulkan kewenangan pada subyek pemegang hak atas tanah pemilik tanah. Kelambanan penyelesaian sengketa oleh lembaga peradilan merupakan “penyakit kronis” yang sudah lazim di banyak negara. Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa sampai adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap In kracth van gewijsde menunggu cukup lama. Di Indonesia, proses litigasi menapaki rentang masa : 7 – 12 tahun atau 5 – 15 tahun, bahkan 15 – 20 tahun. Disamping ada juga yang “hanya” memakan waktu 5 – 6 tahun. Tempo tahapan penyelesaian bervariasi secara hirarkhis, pada tingkat : peradilan pertama : 1 – 2 tahun, banding : 1 – 2 tahun, kasasi : 1 – 3 tahun, dan peninjauan kembali : 2 – 3 tahun. Menurut UUPA, pendaftaran tanah merupakan kegiatan untuk mendapatkan alat pembuktian yang kuat mengenai sahnya Pelepasan Hak Atas yang dilakukan terutama dalam hubungannya dengan pihak yang beritikad baik. Administrasi pendaftaran bersifat terbuka sehingga setiap orang dianggap mengetahuinya. Pasal 19 UUPA mengatur mengenai pendaftaran tanah dan sebagai pelaksanaan dari pasal 19 UUPA mengenai pendaftaran tanah itu dikeluarkanlah PP No.24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah. Didaftar maksudnya dibukukan dan diterbitkan tanda bukti haknya. Tanda bukti hak itu disebut sertifikat hak atas tanah yang terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam satu sampul. Sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat, maksudnya bahwa keterangan-keterangan yang tercantum didalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya . Bagi tanah-tanah yang telah bersertifikat, proses pendaftaran peralihan hanyalah dengan cara membukukan catatan pada lajur-lajur yang terdapat pada halaman ketiga dari buku tanah dan sertifikat hak atas tanahnya. Apabila peralihan 4676 hak itu untuk pertama kali, maka selain mencatat peralihan hak itu. narnna pemegang hak yang yang tertulis pada halaman 2 dicoret. Proses pendaftaran tanah bagi tanah yang belum bersertifikat tentunya memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan proses pendaftaran yang sudah bersertifikat karena diperlukan penerbitan sertifikatnya dahulu sebelunm mencatat peralihan haknya. Adapun untuk menerbitkan sertifikatnya itu harus melaliu proses pengumuman. pengukuran tanahnya dan sebagainya. Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa peralihan hak atas tanah karena Pelepasan Hak Atas hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Untuk dibuatkan akta peralihan hak tersebut, kedua belah pihak penjual dan pembeli hams menghadap PPAT. Masing-masing pihak dapat diwakili oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang sah untuk melakukan perbuatan hukum tersebut. Pembuatan akta peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan disaksikan oleh sekurangkurangnya 2 orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum tersebut. Pembuatan akta peralihan hak atas tanah dihadiri oleh para pihak yang melakuakn perbuatan hukum yang bersangkutan dan diselesaikan oleh sekurangkurangnya 2 orang saksi yang memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu. Uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kesadaran masyarakat untuk melaksanakan ketentuan UUPA dalam Pelepasan Hak Atas tanah lebih tinggi di daerah perkotaan dari pada di desa atau di daerah yang masih jarang penduduknya. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari lapangan dapat ditarik kesimpulan. bahwa Pelepasan Hak Atas itu telah sah dilakukan apabila telah dilakukan secara riil dan konstan serta diketahui oleh kepala desa, dengan kata lain di mana dengan telah terjadinya Pelepasan Hak Atas antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh Kepala Desa yang bersangkutan dan dihadiri oleh 2 orang saksi, serta diterimanya harga pembelian oleh penjual ; maka Pelepasan Hak Atas itu sudah sah menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan dihadapan PPAT.

4. Penutup