Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                3
Upaya  untuk  melatih  keterampilan  berpikir  kritis  siswa  sering  luput  dari perhatian  guru.  Hal  ini  tampak  dari  kegiatan  pembelajaran  yang  dilakukan  guru
yang  lebih  banyak  memberi  informasi,  diikuti  oleh  diskusi  dan  latihan  dengan frekuensi yang sangat terbatas.
Pembelajaran  IPS  di  MTs  yang  umumnya  dilakukan  oleh  guru  lebih banyak  menekankan  aspek  pengetahuan  dan  pemahaman,  sedangkan  aspek
aplikasi,  analisis,  sintesis,  dan  bahkan  evaluasi  hanya  sebagian  kecil  dari pembelajaran  yang  dilakukan.  Hal  ini  menyebabkan  siswa  kurang  terlatih  untuk
mengembangkan  daya  nalarnya  dalam  memecahkan  permasalahan  dan mengaplikasikan konsep-konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
Siswa  kurang  dilatih  untuk  menganalisis,  mensintesis,  dan  mengevaluasi suatu  informasi,  data  atau  argument,  sehingga  keterampilan  berpikir  kritis  siswa
kurang dapat berkembang dengan baik. Hal ini terbukti ketika siswa sudah tamat dari MTs, kebanyakan tidak dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dan juga tidak dapat mengambil keputusan dengan  tepat,  walaupun  siswa  tersebut  telah  menyelesaikan  pendidikan  setingkat
MTs  dengan  nilai  baik.  Keadaan  yang  dilematis  ini  tidak  terlepas  dari pembelajaran  oleh  guru  yang  selama  ini  lebih  banyak  memberi  ceramah  dan
latihan  mengerjakan  soal-soal  dengan  cepat  tanpa  memahami  konsep  secara mendalam.
Untuk  menawarkan  dan  menyediakan  materi  ajar  dalam  mengantarkan peserta  didik  agar  dapat  menemukan  substansi  materinya,  kemampuan  Guru
melakukan komunikasi dan mempresentasikan pemikirannya dalam sebuah proses pembelajaran  sangat  penting.  Tanpa  kemampuan  komunikasi  yang  baik,  serta
kemampuan  melakukan  peresentasi  yang  baik,  proses  transfer  ide  tidak  akan terjadi sehingga niscaya proses itu akan berhasil.
Dalam melakukan komunikasi itulah nampaknya juga diperlukan cara atau strategi  pembelajaran  yang  harus  digunakan  agar  tujuan  pembelajaran  dapat
tercapai.  Strategi  pembelajaran  menurut    Roestiyah :  “berkaitan  dengan  teknik-
teknik  penyajian  pelajaran   suatu  pengetahuan  tentang  cara-cara  mengajar  yang
4
dipergunakan  dalam  rangka  proses  pembelajaran ”.
4
Kesemuanya  itu  tentunya berangkat dari etika dan moral baik sebagai prasyarat mutlak yang harus dipunyai
oleh  seorang  Guru.  Etika  dan  moral  berkaitan  sekali  dengan  aspek  sikap  dan perilaku. Sikap dan perilaku dapat dilihat dari manifestasi kepemimpinan, disiplin,
integritas,  kerjasama  dengan  peserta  didik  serta  mengingat  dalam  pengajaran  itu melibatkan  aktifitas  mendengar,  menulis,  membaca,  mempresentasikan,  dan
berdiskusi  untuk  mengkomunikasikan  suatu  masalah  khususnya  pelajaran  IPS maka  diskusi  kelompok  perlu  dikembangkan.  Dengan  menerapkan  diskusi
kelompok  diharapkan  aspek-aspek  komunikasi  bisa  dikembangkan  sehingga  bisa meningkatkan hasil belajar.
Persoalan  sekarang  adalah  bagaimana  guru  sebagai  wujud  dari  tanggung jawabnya  sebagai  pendidik  generasi  muda  serta  turut  berperan  aktif  dalam
mensukseskan  program  pemerintah  di  bidang  pendidikan  dapat  membuka wawasan  berpikir  yang  beragam  dari  seluruh  siswa,  sehingga  mereka  dapat
mempelajari  berbagai  konsep  dan  mengkaitkannya  dengan  kehidupan  nyata.  Hal ini  merupakan  tantangan  yang  harus  dihadapi  guru  setiap  hari,  untuk  dapat
mengatasi hal tersebut  guru hendaknya memiliki wawasan  yang luas, kreatif dan inovatif  dalam  proses  pengelolaan  proses  pembelajaran.  Sistem  pengajaran  yang
bersifat  mandiri  memungkinkan  siswa  untuk  belajar  mandiri  tanpa  tergantung pada  guru  mata  pelajaran.  Hal  ini  sesuai  dengan  pengajaran  individu  yaitu  guru
berperan  sebagai  pembimbing  siswa  di  dalam  usaha  untuk  menambah pengetahuan dari materi pelajaran yang diberikan, pengajaran individu dipandang
sebagai  suatu  siasat  strategi  untuk  mengatur  kegiatan  belajar  mengajar  dalam kelompok yang terbesar. Salah satu usaha untuk mengaktifkan siswa dalam proses
belajar mengajar adalah guru menggunakan metode pemecahan masalah problem solving,  karena  menurut  Smith  dalam  Lufri:
“pemecahan  masalah  merupakan metode  mengajar  yang  paling  tepat  untuk  meningkatkan  keterampilan  berpikir
kritis.  Hal  ini  dikarenakan  dengan  menggunakan  metode  ini  dapat  menjangkau aktivitas  mental  seperti  mengingat,  mengenal  menjelaskan,  membedakan,
menyimpulkan, menerapkan,
menganalisis, mensintesis,
menilai, dan
4
Syaiful Bahri Djamarah dan Drs. Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006 h.74
5
meramalkan ”.
5
Dengan  kata  lain  model  ini  dapat  membantu  siswa  dalam  upaya mengembangkan berpikir kritisnya dalam kegiatan pemecahan masalah.
Sehingga  dengan  metode  problem  solving  diharapkan  mampu  melatih siswa  dalam  menghadapi  dan  menyelesaikan  masalah  yang  diberikan.  Dengan
metode  ini  siswa  hendaknya  menjadi  terbiasa  menyelesaikan  permasalahan  dan tentunya  dengan  harapan  siswa  tersebut  mampu  menetapkan  atau  menganalisis
sendiri permasalahan baru yang dihadapinya berdasarkan pengalaman atau latihan yang telah dipelajari selama proses pembelajaran. Berkaitan dengan uraian di atas,
maka
penulis  tertarik  meneliti  “UPAYA  MENINGKATKAN  KEMAMPUAN BERPIKIR  KRITIS  SISWA  MELALUI  METODE
PROBLEM  SOLVING PADA  PEMBELAJARAN  IPS  MATERI  PENYIMPANGAN  SOSIAL  DI
MTS ISLAMIYAH CIPUTAT ”
                