4. Hakikat Nilai
a. Pengertian Nilai
Nilai merupakan gambaran abstrak. Nilai dalam diri kita masing-masing sebagai daya pendorong atau prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam
hidup.
8
Tertulis dalam sebuah laporan oleh Club of Rome UNESCO, 1993, nilai diartikan dalam dua gagasan yang saling bersebrangan. Disatu sisi, nilai
dibicarakan sebagai nilai ekonomi yang disandarkan pada nilai produk, kesejahteraan dan harga, dengan penghargaan yang demikian tinggi pada hal yang
bersifat material. Sementara di lain hal, nilai digunakan untuk mewakili gagasan atau makna yang abstrak dan sulit diukur, yaitu antara lain nilai keadilan,
kejujuran, kebebasan, kedamaian, dan persamaan.
9
Nilai-nilai itu bersumber dari agama maupun dari tradisi humanistik. Karena itu perlu dibedakan secara tegas
antara nilai sebagai kata benda abstrak dengan cara perolehan nilai sebagai kata kerja.
Nilai adalah dasar atau landasan bagi perubahan. Nilai-nilai merupakan suatu daya pendorong dalam hidup seorang pribadi atau kelompok.
10
Dalam pandangan lain definisi nilai sering dirumuskan dalam konsep yang berbeda-beda.
Seperti yang dinyatakan Baier, seorang sosiolog menafsirkan nilai dari sudut pandangnya sendiri tentang keinginan, kebutuhan, kesenangan seseorang sampai
pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Ada beberapa pendapat ahli yang mendefinisikan masalah nilai yakni
sebagai berikut: 1
Allport, seorang ahli psikologi kepribadian mendefinisikan nilai sebagai keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.
2 Kupperman,
mendefinisikan nilai
adalah patokan
normatif yang
mempengaruhi yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
8
EM. K. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 Jakarta, PT. Grasindo, 1993, h. 20.
9
Rohmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai Bandung, Alvabeta, cv, 2004, h. 4.
10
EM. K. Kaswardi, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000 Jakarta, PT. Grasindo, 1993, h. 25.
3 Kluckhohn, mendefinisikan nilai sebagai konsepsi tersirat atau tersurat, yang
sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan
tujuan akhir tindakan. 4
Jones, mendefinisikan bahwasanya nilai adalah alamat sebuah kata “ya” value is address of a yes, atau kalau diterjemahkan secara kontekstual, nilai
adalah sesuatu yang ditunjukkan dengan kata “ya”.
11
Definisi di atas merupakan empat dari sekian banyak definisi yang dapat dirujuk. Para filosof nilai yang bekerja dalam Union of International Association
melaporkan 15 definisi nilai yang berbeda.
12
Mungkin masih banyak lagi yang mendefinisikan nilai, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya.
Namun dari beberapa pendapat dan definisi nilai di atas peneliti dapat menyimpulkan definisi nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.
b. Pengertian Nilai Sains
Seorang Fisikawan modern, Albert Einstein mengatakan: Tiada ketenangan dan keindahan yang dapat dirasakan hati
melebihi saat-saat ketika memperhatikan keindahan rahasia alam raya. Sekalipun rahasia itu tidak terungkap, tetapi dibalik itu ada
rahasia yang lebih indah lagi, melebihi segalanya, dan jauh diatas bayang-bayang akal kita. Menemukan rahasia dan merasakan
keindahan ini tidak lain adalah esensi dari bentuk penghambaan.
13
Einstein disini ingin menunjukkan bahwa ilmu yang sejati adalah yang dapat menghantarkan kepada kepuasan dan kebahagiaan jiwa dengan bertemu dan
merasakan kehadiran sang pencipta, melalui wujud alam raya. Sebagai seorang muslim tentu hal itu sejalan dengan Firman Allah SWT yang terdisain dalam
sebuah kitab suci, yaitu Al-Qur’an. Diakui di samping Al-Qur’an dan teori sains memiliki kesamaan,
keduanya juga mempunyai objek dan wilayah yang berbeda. Al-Quran
11
Rohmat Mulyana. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai Bandung, Alvabeta, cv, 2004, h. 9-11.
12
Ibid, h. 11
13
http:bukukuningku.blogspot.com200805coleksi-buku-kuning.html, diakses tanggal 21 Januari 2009
mengajarkan bahwa disamping obyek ilmu meliputi alam materi fisik, sehingga manusia di minta melakukan eksperimen, juga ada realitas lain diluar jangkauan
panca indra metafisik, yang tidak dapat diobservasi dan diuji coba. Pada kesempatan lain Bertrand Arthur Wiliam Russel seorang ahli filsafat
Inggris mengemukakan sebuah teori tentang keterkaitan nilai sains dan agama. Teori Russel mengenai nilai dikemukakannya terutama dalam karyanya yang
fenomenal “Religion and Science” Agama dan Ilmu. Karya ini pertama kali diterbitkan pada 1935, mengalami cetak ulang selama lebih dari dua puluh empat
kali. Russel memandang sains sebagai upaya untuk memahami dunia pengalaman melalui hukum yang tak terputus-putus unbroken law, dan agama baginya,
merupakan sebuah fenomena kompleks dengan klaim-klaim kredo mengenai hal-hal yang dianggap mutlak Frondizi, 2001.
14
Sains akan terus berhubungan dalam perjalanan mahluk hidup di dunia ini. Nilai sains secara fundamental sudah tercipta dalam setiap individu, tinggal
bagaimana individu ini dapat menggali dan mengembangkan dengan lebih baik. Dari kenyataan tersebut, maka dalam dunia pendidikan tentu tak pernah lepas
akan pentingnya nilai sains, oleh karena itu para pendidik guru dalam hal ini harus menjadi mediator untuk menerapkan nilai sains pada setiap diri anak didik.
1 Nilai Sains dari Sudut Pandang Filsafat dan Teoritik
Secara teoritik dapat dijelaskan bahwa Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
15
Dan hal itu sudah teradobsi ke dalam dunia pendidikan yang kita kenal dengan mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Sebuah penjelasan ilmiah yang meminjam istilah Thomas Kuhn, saat ini
paradigma Cartesian-Newtonian yang menjadi basis ilmu pengetahuan kita mulai
14
http:gre84.blogspot.com200801nilai-menurut-bertrand-russel.html, diakses tanggal 21 Januari 2009. h 2.
15
Lukman Hakim. Pengambangan Desain Pembelajaran Sains Berbasis Religi. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 3, no 1, September 2007. h 2.